d. Sumber Kesalahan Penskoran dalam Penilaian Kinerja
Dalam tulisannya, Emilianur
21
menyatakan bahwa masalah utama dalam penilaian kinerja adalah masalah penskorannya.
Dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi pada hasil penskoran penilaian
keterampilan atau
penilaian kinerja
performance assessment. Masalah penskoran pada penilaian keterampilan atau
penilaian kinerja lebih kompleks daripada penskoran pada bentuk soal uraian.
Popham menguraikan tiga sumber utama kesalahan penskoran penilaian kinerja, yaitu: Masalah dalam instrument: instrumen pedoman
penskoran tidak jelas sehingga sukar digunakan oleh penilai. Selain itu komponen-komponen yang harus dinilainya juga sukar untuk diskor,
umumnya karena komponen-komponen tersebut sukar untuk diamati unobservable. Hal yang demikian tentunya akan mengakibatkan hasil
penskoran yang tidak valid dan tidak akurat tidak reliabel. Masalah prosedural: prosedur yang digunakan dalam penilaian keterampilan atau
penilaian kinerja tidak baik sehingga juga mempengaruhi hasil penskoran. Masalah yang biasanya terjadi adalah penskor rater harus
menskor komponen-komponen yang terlalu banyak. Bagi penskor sebenarnya semakin sedikit komponen yang harus dinilai semakin baik,
tetapi pembuat pedoman penskoran tetap harus membuat pedoman penskoran yang dapat mewakili semua komponen-komponen penting
yang mempengaruhi kualitas hasil akhir. Masalah lain dari prosedur ini adalah umumnya penskor rater hanya satu orang, sehingga sukar
untuk dapat membandingkan hasil pertimbangan adjustment penskoran dengan orang lain.
Masalah penskor yang bias: penskor rater cenderung untuk sukar menghilangkan masalah, ”personal bias”. Sewaktu menskor hasil
21
Ibid.
pekerjaan peserta tes ada kemungkinan penskor rater mempunyai masalah ”generosity error” artinya penskor cenderung memberi nilai
yang tinggi-tinggi, walaupun kenyataan yang sebenarnya hasil pekerjaan peserta tes tidak baik. Kemungkinan juga penskor
mempunyai masalah ”severity error” artinya penskor cenderung memberi nilai yang rendah-rendah, walaupun kenyataannya hasil
pekerjaan peserta tes tersebut baik. Kemungkinan lain penskor juga cenderung dapat memberi nilai yang sedang-sedang saja, walaupun
pada kenyataannya hasil pekerjaan peserta tes ada yang baik dan ada yang tidak baik. Masalah lain adalah adanya kemungkinan penskor
tertarik atau simpati pada peserta tes sehingga sukar baginya untuk memberi nilai yang objektif hallo efect.
e. Karakteristik Butir Soal KPS
Nuryani Rustaman
22
mengemukakan bahwa karakteristik butir soal KPS dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum
pembahasan butir soal KPS lebih ditujukan untuk membedakannya dengan butir soal biasa yang mengukur penguasaan konsep. Secara
khusus karakteristik jenis KPS tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu sama lain, sehingga jelas perbedaannya.
1 Karakteristik umum
Secara umum butir soal KPS dapat dibedakan dari butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal KPS memiliki beberapa
karakteristik. Pertama, butir soal KPS tidak boleh dibebani konsep nonkonsep burdan. Hal ini diupayakan agar butir soal tersebut tidak
rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan konteks. Konsep yang terlibat harus diyakini oleh penyusun butir soal
sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi siswa dekat dengan keadaan sehari-han siswa. Kedua, butir soal KPS mengandung
sejumlah informasi yang harus diolah oleh responden atau siswa.
22
Nuryani Rustaman, Loc.Cit.
Informasi dalam butir soal KPS dapat berupa gambar, diagram, grafik, data dalam tabel atau uraian, atau objek aslinya. Ketiga, seperti butir
soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal KPS harus jelas dan hanya mengandung satu aspek saja, misal interpretasi.
Keempat, sebaiknya
ditampilkan gambar
untuk membantu
menghadirkan objek. 2
Karakteristik Khusus Rustaman menyatakan karakteristik khusus butir soal KPS
seperti yang tertera pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Karakteistik Khusus Butir Soal KPS Aspek KPS
Keterangan
Observasi harus dari objek atau peristiwa sesungguhnya.
Interpretasi harus menyajikan sejumlah data yang menyajikan
pola. Klasifikasi
harus ada kesempatan mencarimenemukan persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria
tertentu untuk melakukan pengelompokan, atau ditentukan jumlah kelompok yang harus
terbentuk. Prediksi
harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat mengajukan dugaan atau ramalan.
Berkomunikasi harus ada bentuk penyajian tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk
uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk grafik.
Berhipotesis dapat
merumuskan dugaan
atau jawaban
sementara, atau menguji pernyataan yang ada dan