Analisis Data Hasil Penilaian Kinerja

Gambar 4.5 Histogram Aspek Interpretasi Data pada Penilaian Kinerja d. Mengkomunikasikan Berdasarkan observasi yang dilakukan selama empat pertemuan mengenai aspek mengkomunikasikan, secara umum kemampuan mengkomunikasikan siswa berada pada kategori tinggi. Pada pertemuan pertama, siswa memperoleh nilai rata-rata 78,57. Terjadi kenaikan pada pertemuan kedua dengan nilai rata-rata menjadi 97,14. Pada pertemuan ketiga nilai rata-rata siswa turun menjadi 52,85. Pada pertemuan keempat nilai rata-rata siswa naik menjadi 72,85. Histogram pada aspek menginterpretasi data dapat dilihat pada gambar 4.6 dan perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.7 Gambar 4.6 Histogram Aspek Komunikasi pada Penilaian Kinerja Dari data observasi keempat aspek KPS diatas, ketercapaian KPS siswa tiap aspek KPS dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir dapat dilihat pada tabel 4.5: Tabel 4.5 Data Hasil Penilaian Kinerja Aspek KPS Pertemuan Ke- 1 2 3 4 Mengobservasi 85,686 95,229 78,571 100 Membuat Hipotesis 85,714 57,129 75 89,286 Menginterpretasi Data 57,143 86,071 82,143 67,429 Mengkomunikasikan 78,571 97,143 52,857 72,857

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan deskripsi data di atas, data diuji menggunakan uji t dengan dk= 70, tingkat kepercayaan 0,05, dan t tabel = 2,00. Hasil perhitungan menunjukkan angka 7,78 yang berarti t hitung t tabel . Perhitungan tersebut menunjukkan peningkatan antara hasil pretest dan posttest pada setiap aspeknya meningkat secara signifikan. Hasil posttest siswa menunjukkan ketercapaian KPS siswa selama pembelajaran. Dari hasil tersebut, dapat diketahui ketercapaian tiap aspek- nya. Pada aspek mengobservasi, persentase ketercapaian siswa sebesar 68,05 berada pada kategori tinggi. Pada aspek membuat hipotesis, persentase ketercapaian siswa sebesar 71 berada pada kategori tinggi. Pada aspek interpretasi data, ketercapaian kinerja ilmiah siswa sebesar 88,19 berada pada kategori tinggi. Pada aspek komunikasi, ketercapaian kinerja ilmiah siswa sebesar 62 berada pada kategori tinggi. Pada aspek mengobservasi, terjadi peningkatan sebesar 25,05. Pada aspek membuat hipotesis, terjadi peningkatan sebesar 13,19. Pada aspek interpretasi data, terjadi peningkatan sebesar 31,94. Pada aspek komunikasi, terjadi peningkatan sebesar 19,64. Terjadinya peningkatan pada hasil posttest diduga merupakan pengaruh selama pembelajaran. Selama pembelajaran materi suhu dan kalor, siswa melakukan praktikum sebanyak 4 pertemuan. Setiap praktikum yang dilaksanakan, siswa dituntut untuk mengisi LKS. LKS yang digunakan mencakup 4 aspek KPS siswa yang sedang diteliti dan dirancang sesuai dengan praktikum yang sedang dilakukan. Secara tidak langsung proses tersebut melatih KPS siswa menjadi lebih baik. Dari seluruh aspek KPS yang terdapat dalam soal pretest, aspek hipotesis merupakan aspek dengan nilai tertinggi. Hal ini disebabkan karna soal-soal yang menyangkut aspek hipotesis merupakan pertanyaan umum yang sebelumnya mungkin pernah diketahui siswa. Siswa lebih mudah menyelesaikan soal pada aspek hipotesis dibandingkan dengan aspek lainnya. Secara umum nilai posttest siswa lebih tinggi daripada nilai pretest siswa. Pada nilai posttest, aspek interpretasi data merupakan aspek dengan nilai tertinggi. Jika kita melihat data hasil penilaian kinerja siswa, secara umum didapat bahwa aspek menginterpretasi data merupakan aspek dengan nilai terendah. Hal tersebut menjadikan siswa lebih teliti dan memperhatikan soal-soal yang mencakup aspek interpretasi data. Dari kedua nilai pretest-posttest, didapat bahwa aspek mengkomunikasikan merupakan aspek dengan nilai terendah. Peneliti merumuskan beberapa faktor yang melatar-belakanginya, antara lain: pertama, siswa kurang terbiasa menafsirkan grafik. Kedua, kemampuan siswa dalam menafsirkan grafik tergolong rendah. Ketiga, grafik yang disajikan belum dapat menyajikan data-data yang diinginkan. Hal ini serupa dengan penelitian Nengsih Juanengsih 1 bahwa sangat rendahnya skor pencapaian untuk kemampuan mengkomunikasikan disebabkan siswa belum menguasai pengetahuan prasyarat terutama langkah-langkah menafsirkan grafik dan tidak terbiasa dilatihkan dalam hal kemampuan tersebut sebelumnya sehingga ketika diminta untuk menafsirkan grafik siswa merasa kesulitan. Terjadinya peningkatan pada hasil posttest diduga merupakan pengaruh selama pembelajaran. Selama pembelajaran materi suhu dan kalor, siswa melakukan praktikum sebanyak 4 pertemuan. Setiap praktikum yang dilaksanakan, siswa dituntut untuk mengisi LKS yang dibuat oleh peneliti. LKS yang digunakan mencakup aspek KPS siswa yang sedang diteliti dan dirancang sesuai dengan praktikum yang sedang dilakukan. Secara tidak langsung proses tersebut melatih KPS siswa menjadi lebih baik. Hal ini senada dengan hasil penelitian Muhammad Bani Sukron 2 bahwa peningkatan keterampilan proses sains dapat terjadi karena siswa terlibat aktif melakukan penemuan gagasan melaluiserangkaian proses sains.Hal tersebut didukung oleh pendapat Darliana, bahwa cara terbaik untuk mengembangkan keterampilan sains pada siswa adalah dengan menyuruh mereka menggunakan keterampilan proses sains dalam belajarnya, yaitu merka harus mengamati, menggolongkan, menafsirkan data, dan sebagainya. Berdasarkan analisis data hasil penilaian kinerja, diketahui bahwa ketercapaian KPS siswa selama mengikuti empat kali praktikum cenderung berubah-ubah. Pada pertemuan pertama, aspek mengobservasi, membuat hipotesis, dan mengkomunikasikan berada pada kategori tinggi dengan angka 1 Nengsih Juanengsih, Perbandingan Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Terstruktur Terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Kelas X Pada Konsep Bioteknologi, Metamorfosa, Vol. 1 No.2, November 2006, hal. 32. 2 Muhammad Bani Sukron, Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktivis untuk Meningkatkan Keterampilan Proses sains, Widya Tama, Vol.2 No.4, Desember 2005, hal. 26 85,68; 85,71; 78,57. Untuk aspek menginterpretasi berada pada kategori sedang dengan nilai 57,14. Pada pertemuan kedua, terjadi penurunan pada aspek membuat hipotesis, sedangkan aspek-aspek lainnya meningkat. Pada pertemuan ketiga, terjadi penurunan pada aspek mengobservasi dan mengkomunikasikan, sedangkan pada aspek membuat hipotesis dan menginterpretasi data meningkat. Pada pertemuan terakhir, aspek menginterpretasi data menurun, sedangkan aspek mengobservasi, membuat hipotesis, dan mengkomunikasikan meningkat. Terjadinya penurunan dan peningkatan pada aspek-aspek tertentu setiap pertemuannya, diduga karena beberapa hal. Pada pertemuan pertama, siswa cenderung antusias mengikuti pembelajaran di laboratorium yang sebelumnya jarang dilakukan, sehingga siswa bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan LKS yang dibagikan. Pada pertemuan kedua, fakta yang didapat di lapangan adalah pada aspek membuat hipotesis, kebanyakan siswa hanya menjawab satu dari dua pertanyaan yang di sediakan. Hal tersebut terjadi, diduga karena siswa kurang memahami redaksi pertanyaannya. Selain itu juga siswa terburu-buru mengisi dua jawaban tersebut karena ingin segera memulai praktikum. Pada pertemuan ketiga, aspek mengobservasi siswa rendah dikarenakan siswa kurang sabar dan teliti dalam mengukur waktu selama proses perpindahan kalor berlangsung. Hal itu berpengaruh pada aspek berkomunikasi. Karena data-data yang didapat siswa kurang valid, maka banyak terjadi kekeliruan pada pembahasan hasil pengamatan. Pada pertemuan keempat, interpretasi siswa rendah. Fakta yang didapat di lapangan adalah siswa sibuk menyiapkan diri untuk ulangan pada pelajaran setelah jam pelajaran fisika. Sehingga konsentrasi siswa terganggu dan mereka kesulitan menginterpretasi data. Secara umum ketercapaian KPS siswa setiap aspeknya adalah, pada aspek mengobservasi persentase rata-rata yang dicapai siswa berada pada kategori tinggi dengan angka 89, 86. Pada aspek membuat hipotesis, persentase reata-rata yang dicapai siswa berada pada kategori tinggi dengan