Pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap keterampilan proses sains siswa pada konsep suhu dan kalor (penelitian Quasi eksperimen di SMA 10 Tangerang)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
RISKA SARTIKA DEWI NIM. 106016300661
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
(2)
(3)
(4)
(5)
Konsep Suhu dan Kalor”. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2011.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap keterampilan proses sains siswa. Penelitian ini dilakukan di SMAN 10 Tangerang tahun ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre-eksperimental dengan desain penelitian pretest and posttest one group design. Sampel penelitian ini adalah 36 siswa yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas X. Pengumpulan data dilakukan setelah diberi perlakuan yang diperoleh dari nilai tes keterampilan proses sains dan penilaian kinerja pada konsep suhu dan kalor. Tes yang diberikan terdiri dari 10 soal bentuk pilihan ganda beralasan, dengan koefisien reliabilitas 0,77. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pendekatam keterampilan proses sains berpengaruh secara signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa.
(6)
Approach to Student’s Science Process Skill on The Temperature and Heat Concept ”. Thesis for Physic Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Juni 2011.
The purpose of this research is to know the effect of science process skill approach to student’s science process skill. The research was conducted at SMAN 10 Tangerang for academic year 2010/2011. The method used in this research was pre-experimental method with pretest and posttest one group design. Sample for this research are 36 students which selected in cluster random sampling technique from 10th grade. The data were collected after being given treatment obtained from the test score of students science process skill and performance assesment on the Temperature and Heat Concept. The test consisted of 10 questions in multiple choices, with the coefficient of interater reability is 0,77. The result of this research revealed that the science process skill approach is effected to student’s science process skill significantly.
Keywords: Science Process Skill, Performance assesment
(7)
v
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikutinya di dalam kebaikan dan ketakwaan.
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) . Banyak pihak yang telah memberikan berbagai dukungan dan bantuan dengan caranya masing-masing dalam proses penyusunan skripsi ini dari permulaan sampai akhir. Oleh karena itu, dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua atas kasih sayang, kerja keras, semangat, dansenantiasa menyertakan penulis dalam setiap munajatnya.Secara khusus penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. Dede Rosyada, M.A sebagai Dekan Fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc sebagai Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
3. Iwan Permana Suwarna, M.Pd sebagai Ketua Program studi Fisika 4. Erina Hertanti, M.Si sebagai Pembimbing Akademik
5. Dr. Nada Marnada, M.Eng sebagai Dosen Pembimbing I atas ilmu, arahan, doa, dan semangat selama membimbing
6. Diah Mulhayatiah, M.Pd sebagai Dosen Pembimbing II atas ilmu, arahan, doa, dan semangat selama membimbing
7. Kinkin Suartini, M.Pd yang telah banyak memberikan masukan selama penulis menyelesaikan skripsi
8. Drs. Lili Kusmaya sebagai Kepala Sekolah SMAN 10 Tangerang
9. Bapak Purnomo, Ibu Santi, serta segenap dewan guru, karyawan, dan karyawati SMAN 10 Tangerang.
10.Teman-teman seperjuangan, Physic Brother: Ninis, Jay, Vink, Kelly, Azosh, Iyan, Sammy, Aos, Aldo, Asma, Atiq, Ayu, Chevenk, Dati, Ema, Imas, Imut,
(8)
vi
Karya ini dibuat sebaik-baiknya, tetapi di dalamnya masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap karya ini bermanfaat dan dicatat sebagai amal shalih disisi-Nya. Amiin
Jakarta, Juni 2011
(9)
vii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 4
D. Perumusan Masalah ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori ... 6
1. Keterampilan Proses Sains ... 6
2. Penilaian Kinerja ... 13
3. Materi Suhu dan Kalor ... 24
B. Peneletian yang Relevan ... 29
C. Kerangka Berpikir ... 30
D. Hipotesis Penelitian ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
B. Metode Penelitian... 32
C. Desain Penelitian ... 32
D. Populasi dan Sampel ... 33
(10)
viii
G. Kalibrasi Instrumen ... 34
1. Intrumen Tes/Soal ... 34
a. Validitas ... 34
b. Reliabilitas ... 35
c. Analisis Daya Pembeda ... 36
d. Analisis Tingkat Kesukaran ... 37
2. Penilaian Kinerja ... 38
H. Teknik Analisis Data ... 39
1. Tes/Soal ... 39
a. Uji Prasyarat ... 40
b. Uji Hipotesis ... 40
2. Penilaian Kinerja ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 42
1. Deskripsi Data Hasil Belajar ... 43
2. Deskripsi Data Keterampilan Proses Siswa ... 44
B. Analisis data ... 46
1. Analisis Data Hasil Belajar ... 46
a. Uji Prasyarat Analisis data ... 46
b. Uji Hipotesis ... 47
2. Analisis Data Hasil Penilaian Kinerja ... 48
a. Mengobservasi ... 48
b. Membuat Hipotesia ... 49
c. Menginterpretasi Data ... 50
d. Mengkomunikasikan ... 51
(11)
ix
(12)
x
Tabel 2.2: Karakteistik Khusus Butir Soal KPS ... 22
Tabel 3.1: Hasil Uji Validitas Instrumen ... 35
Tabel 3.2: Hasil Uji Reliabilitas Instrumen... 36
Tabel 3.3: Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen ... 37
Tabel 3.4: Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 38
Tabel 3.5: Uji Validitas Ahli ... 39
Tabel 4.1: Rekapitulasi Data Pretest dan Posttest ... 44
Tabel 4.2: Ketercapaian KPS Siswa... 45
Tabel 4.3: Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest dan Posttest ... 47
Tabel 4.4: Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis ... 48
(13)
xi
Gambar 4.2 : Histogram Persentase Ketercapaian Kinerja Ilmiah
pada Pretest dan posttest ... 46
Gambar 4.3: Histogram Aspek Observasi pada Penilaian Kinerja ... 49
Gambar 4.4: Histogram Aspek Hipotesis pada Penilaian Kinerja ... 50
Gambar 4.5: Histogram Aspek Interpretasi pada Penilaian Kinerja ... 51
(14)
xii
1. Silabus ... 61
2. RPP ... 63
3. LKS ... 79
Lampiran B 1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 90
2. Soal Pretest dan Posttest... 91
3. Pedoman Penskoran Soal Pretest dan Posttest ... 96
4. Validitas Instrumen ... 97
5. Reliabilitas Instrumen ... 98
6. Daya Pembeda Instrumen ... 99
7. Taraf Kesukaran Instrumen ... 100
Lampiran C 1. Data Hasil Belajar dan Distribusi Frekuensi Pretest ... 101
2. Data Hasil Belajar dan Distribusi Frekuensi Posttest ... 104
3. Analisis Aspek KPS Tiap Butir Soal ... 107
4. Uji Normalitas... 109
5. Uji Hipotesis ... 111
(15)
1 A. Latar Belakang
Fisika pada hakikatnya terdiri atas tiga aspek yaitu produk, proses dan sikap. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah pengajaran fisika di sekolah lebih menekankan pada aspek produk seperti hukum, teori, rumus, dll. Para siswa dituntut untuk menghafal rumus fisika yang sedemikian banyak untuk dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan ketika proses belajar mengajar dilaksanakan. Guru lebih banyak menerangkan dan menjelaskan sedangkan siswa mendengar dan mencatat.
Hasil observasi yang didapat peneliti selama mengikuti program pelatihan keguruan terpadu (PPKT) menunjukkan bahwa siswa jarang sekali melakukan percobaan-percobaan fisika melainkan hanya dijejali konsep dan rumus. Sehingga siswa merasa bahwa fisika merupakan pelajaran yang rumit dan membosankan. Dugaan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada umumnya pembelajaran fisika cenderung monoton dengan aktivitas sains termasuk rendah. Guru cenderung berceramah atau menjelaskan, siswa mendengar dan mencatat, dan kegiatan laboratorium jarang dilakukan.1
Fakta tersebut menunjukkan bahwa pengajaran fisika di sekolah belum menyentuh aspek proses dan sikap. Menurut Kinkin Suartini2 dalam jurnalnya, sains (khususnya fisika) bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Selain itu dikatakan pula bahwa sains berkembang melalui suatu proses yang berurutan mulai dari fase observasi, fase klasifikasi, sampai dengan fase eksperimentasi. Sains berubah seiring berkembangnya jaman. Dengan demikian metode pengajaran yang paling tepat digunakan bukanlah yang bersifat informatif melainkan metode yang cenderung memuat proses didalamnya. Hal ini sesuai
1
Wiyanto dkk, Potret Pembelajaran Sains di SMP dan SMA, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Vol. 4, No. 2, Juli 2006, hal. 64.
2
Kinkin Suartini, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007), hal. 97.
(16)
dengan tujuan pengajaran fisika yang sebenarnya yaitu mengantar siswa membangun sendiri konsepsi dan definisi yang benar.3 Para guru fisika hendaknya
memahami betul makna dari „mengantar‟ tersebut. Mengantar berarti
membimbing dan memfasilitasi, yaitu bukan menginformasikan begitu saja. Di sinilah aspek proses harus dibangun dan dikembangkan. Dalam hal ini, pendidik perlu melatih dan menumbuhkan kemampuan atau keterampilan mendasar siswa. Selain itu, tugas pendidik bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan situasi yang menggiring siswa untuk bertanya mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri.
Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah pendidik lebih mengutamakan nilai akhir siswa dibanding proses pembelajarannya. Pembelajaran fisika yang berfokus terhadap proses dan hasil adalah lebih baik dari pembelajaran fisika yang hanya berfokus pada hasil akhir. Akibatnya, keterampilan proses sains siswa rendah.
Keterampilan proses sains (KPS) merupakan keterampilan mendasar yang seharusnya dimilik oleh setiap siswa. Keterampilan dasar tersebut meliputi keterampilan mengobservasi, membuat hipotesis, merencanakan peneitian, mengendalikan variabel, menginterpretasi data, menyusun kesimpulan sementara, meramalkan, menerapkan, dan mengkomunikasikan. Kesembilan keterampilan dasar tersebut dapat ditumbuhkan, dilatih, bahkan dikembangkan melalui kegiatan praktikum di sekolah. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang mampu memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan kognitif sekaligus menumbuhkan, melatih serta mengembangkan KPS pada siswa.
Pendekatan keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatan yang berfokus pada proses selama pembelajaran. Selain itu, KPS merupakan pendekatan pembelajaran yang menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau keterampilan mendasar. Kemampuan atau keterampilan mendasar tersebut antara lain adalah: mengobservasi, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menginterpretasi, menyusun kesimpulan sementara,
3
(17)
meramalkan, menerapkan, mengkomunikasikan. Kemampuan atau keterampilan tersebut menurut Conny Semiawan justru berproses dalam kerja ilmiah.
Pendekatan KPS perlu diterapkan pada proses pembelajaran fisika. Conny Semiawan berpendapat bahwa ada beberapa alasan yang melandasi perlunya menerapkan Pendekatan KPS dalam proses pembelajaran. Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan berkembang semakin cepat. Kedua, anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak, jika disertai dengan contoh-contoh yang kongkret. Ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen. Keempat, dalam proses belajar mengajar seyogyanya pengembangan konsep tidak dilepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
Berkembangnya ilmu pengetahuan yang semakin cepat berarti akan banyak ilmu pengetahuan baru yang harus diketahui oleh siswa. Untuk mencapai
target tersebut, guru bisa saja menggunakan metode “transfer ilmu pengetahuan”
sebanyak-banyaknya. Tapi lagi-lagi hal tersebut tidak tepat. Karena pengetahuan yang banyak saja tidak akan bernilai tanpa pemahaman mendasar. Untuk itu siswa perlu dilatih untuk menemukan konsep bahkan mengembangkan ilmu pengetahuan. Mengenai konsep-konsep sulit yang sering kita temui dalam fisika, akan menjadi lebih sederhana jika pendidik mampu membuat permodelan yang sesuai, misal praktikum. Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep jika ia dihadapi dengan situasinya langsung.
Pendekatan KPS merupakan pendekatan pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa secara holistik/menyeluruh. Mulai dari proses pembelajaran sampai dengan kemampuan kognitif siswa. Dengan diterapkannya pendekatan KPS diharapkan siswa dapat terbiasa menumbuhkan, melatih, serta menggunakan kemampuan/keterampilan dasarnya, dengan demikian KPS siswa akan mengalami peningkatan.
Suhu dan kalor merupakan salah satu konsep fisika yang sesuai dengan karakteristik pendekatan KPS. pada konsep suhu dan kalor siswa dituntut untuk dapat mengamati perubahan suhu pada termometer, membuat hipotesis mengenai perpindahan kalor, menginterpretasi data antara suhu dan waktu yang
(18)
menyebabkan perubahan wujud, mengkomunikasikann grafik perubahan wujud. Selain itu, fenomena konsep suhu dan kalor sering kita jumpai pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pendekatan Keterampilan Proses Sains Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Konsep Suhu dan Kalor.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran fisika berfokus pada produk 2. Aktivitas sains rendah
3. Pembelajaran fisika belum menyentuh aspek proses
4. Pendidik lebih mementingkan nilai akhir dibanding proses pembelajaran
C. Pembatasan Masalah
Agar Penelitian ini lebih terarah maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:
1. Aspek-aspek KPS yang digunakan dibatasi pada observasi, pembuatan hipotesis, interpretasi (menafsirkan data), komunikasi.
2. KPS diterapkan pada konsep suhu dan kalor.
D. Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang sudah diuraikan
terlebih dahulu di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah pendekatan KPS berpengaruh terhadap KPS siswa?”
E. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, terutama:
1. Siswa: menumbuhkan, melatih, serta mengembangkan kinerja ilmiah siswa terutama pada pelajaran sains (fisika).
(19)
2. Guru: memberikan masukan pada setiap guru fisika bahwa pemilihan strategi mengajar yang tepat dalam proses belajar mengajar sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran.
F. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan keterampilan proses sains (KPS) terhadap KPS siswa kelas X semester 2 tahun ajaran 2010/2011 pada konsep suhu dan kalor.
(20)
6
A. Kajian Teori
1. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data, mengkomunikasikan gagasan dan sebagainya. Keterampilan-keterampilan tersebut dapat digunakan menemukan pengetahuan alam yang kemudian disebut keterampilan proses IPA. Muhammad Bani Sukron1 dalam Jurnal Widya Tama menulis bahwa menurut Rustaman, KPS adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori IPA, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial.
Dimyati & Mudjiono2 dalam bukunya menulis bahwa menurut Funk, KPS terdiri atas keterampilan-keterampilan dasar (basic skills) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skills). Keterampilan-keterampilan dasar terdiri atas enam Keterampilan-keterampilan, yakni: mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan-keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun
1
Muhammad Bani Sukron, Pengembangan Model Pembelajaran Konstruktivis Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains, Jurnal Widya Tama, Vol. 2 No. 4, Desember 2005, hal. 25.
2
Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), Cet ke-4, hal. 140.
(21)
hipotesis, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.
Depdikbud seperti yang dikutip Dimyati3 mendefinisikan pendekatan keterampilan proses sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa.
Menurut Rustaman,4 Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Diungkapkan pula oleh Conny Semiawan,5 bahwa keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan-kemampuan yang mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan berhasil menemukan sesuatu yang baru. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.6
Aspek-aspek KPS menurut Semiawan7 adalah:
1) Observasi atau pengamatan; observasi menyangkut perhitungan, pengukuran , klasifikasi, maupun mencari hubungan antara ruang dan waktu.
3
Ibid., hal. 138
4
Nuryani Y. Rustaman, Pengembangan Butir Soal Keterampilan Proses Sains, FPMIPA UPI, http://onengdalilah.blogspot.com/2009_02_01_archive.html 25/04/2011
5
Conny Semiawan, Pendekatan Keterampilan Proses, (Jakarta: Gramedia 1992), hal. 15
6
Ibid., hal. 18
7 Ibid.
(22)
2) Pembuatan hipotesis
3) Perencanaan penelitian/eksperimen 4) Pengendalian variabel
5) Interpretasi data
6) Menyusun kesimpulan sementara 7) Meramalkan
8) Menerapkan
9) Mengkomunikasikan
Seperti yang dikutip Susiwi dkk,8 Dahar menyatakan bahwa keterampilan proses sains itu ialah keterampilan berpikir, antara lain: 1)mengamati; 2)menafsirkan pengamatan; 3)meramalkan; 4)menggunakan alat dan bahan; 5)menerapkan konsep; 6)merencanakan penelitian; 7)berkomunikasi
Menurut Nur Muhammad dan Muchlis Samawi9 terdapat 8 (delapan) jenis KPS, yang meliputi: mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan penelitian, berkomunikasi, dan mengajukan pertanyaan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan KPS, antara lain:
1) Dalam menyusun strategi mengajar dengan menggunakan KPS, keterampilan-keterampilan proses sains bersama-sama dikembangkan dengan fakta dan konsep-konsep serta prinsip-prinsip sains.
2) Keterampilan-keterampilan proses sains yang telah diuraikan di atas, mulai dari mengamati hingga mengajukan pertanyaan tidak perlu merupakan “Suatu Urutan” yang harus diikuti dalam pembelajaran. Kedelapan proses pembelajaran sains tersebut merupakan sejumlah
8
Susiwi dkk, Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Pada Model Pembelajaran Praktikum D-E-H, Jurnal Pengajaran MIPA, vol.14 No.2 Oktober 2009, tersedia:
http://fmipa.upi.edu/v3/www/jurnal/oktober2009/7.SUSIWI-Analisis%20Ketrampilan%20Proses%20Sains-REVISI.pdf, 25/04/2011
9
Bambang Suhartawan dkk, Mengoptimalkan Pendekatan Keterampilan Proses IPA Dalam Pembelajaran Di Laboratorium, Jurnal Pendidikan & Pengajaran, Vol.2 No.2, Agustus 2004: 109-122, hal. 110-112.
(23)
keterampilan yang diperkirakan sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah.
3) Setiap metode atau pendekatan mengajar yang diterapkan dalam pembelajaran sains dapat digunakan untuk mengembangkan KPS itu. Jumlah dan macam KPS beserta sub-KPSnya tidak perlu sama untuk setiap metode atau pendekatan mengajar yang digunakan guru, asal sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik dan materi yang diberikan.
4) Dengan metode ceramah kemungkinan untuk mengembangkan KPS paling sedikit, sedangkan dengan metode memecahkan masalah atau inkuiri bebas kemungkinan yang terbanyak untuk mengembangkan KPS. 5) Dalam satu satuan waktu, misalnya satu semester, seluruh KPS beserta
semua sub-KPSnya hendaknya pernah dikembangkan, dan tersebar pada seluruh materi yang harus diberikan dalam satu satuan waktu itu. Pengembangan hendaknya dilakukan semaksimal mungkin sesuai dengan waktu yang tersedia. Juga perlu diperhatikan keseimbangan antara keterampilan-keterampilan proses IPA yang dikembangkan. Jadi jangan hanya mengembangkan keterampilan proses “Mengamati” saja, tetapi harus dikembangkan pula keterampilan proses IPA yang lain seperti “Menerapkan Konsep” dan lain-lain.
Mengingat sains pada hakikatnya bukan saja selain produk, tetapi juga proses yang dinamis, maka mengembangkan KPS dalam diri siswa sangat penting. Pengembangan KPS dalam diri siswa dapat dilakukan dengan cara membuat pertanyaan yang mengacu pada aspek KPS. Semiawan dkk mengungkapkan bahwa aspek-aspek dalam KPS terdiri dari keterampilan:
1) Mengobservasi 2) Membuat hipotesis
3) Merencanakan Penelitian (eksperimen) 4) Mengendalikan variabel
(24)
6) Menyusun kesimpulan sementara (inferensi) 7) Meramalkan
8) Menerapkan
9) Mengkomunikasikan
Mengobservasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan dengan melakukan alat-alat indera, seperti mata, hidung, telinga, lidah, dan kulit. Selain itu, kegiatan menghitung, mengklasifikasi, mengukur, dan mencari hubungan ruang dan waktu juga termasuk ke dalam keterampilan mengobservasi.
Kemampuan berhipotesis merupakan kemampuan yang mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis sendiri adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan berdasarkan teori-teori/fakta-fakta yang ada. Kebenaran suatu hipotesis diuji melalui sebuah eksperimen. Oleh karena itu, suatu hipotesis ada kalanya benar dan ada kalanya tidak.
Merencanakan penelitian (eksperimen) meliputi kemampuan dalam menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian, langkah kerja, melakukan pengamatan dan pengukuran (pengambilan data), menganalisis hasil penelitian, dan cara menarik kesimpulan.
Mengendalikan variabel adalah kemampuan mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Pengendalian variabel sering dianggap kegiatan yang paling sulit dilakukan, tetapi sebenarnya tergantung dari jenis penelitiannya itu sendiri.
Menginterpretasi (menafsirkan data) meliputi kemampuan menghimpun hasil pengamatan secara terpisah, menghubungkan hasil-hasil pengamatan, menemukan pola dalam satu seri pengamatan.
Menyusun kesimpulan sementara (inferensi) sering dilakukan oleh para ilmuwan ketika melakukan penelitian. Dengan melakukan inferensi, kita akan termotivasi untuk melanjutkan penelitian lebih mendalam, karena biasanya inferensi akan menimbulkan rasa ingin tahu yang lebih yang mendorong seseorang untuk menemukan jawabannya. Inferensi bukanlah kesimpulan akhir, tapi hanya untuk sementara waktu
(25)
berdasarkan penemuan yang sudah ada sebelum penelitian selesai dilakukan.
Meramalkan merupakan kemampuan membuat prediksi atau perkiraan menggunakan pola-pola tertentu terhadap sesuatu yang mungkin terjadi sebelum dilakukan pengamatan. Meramalkan dalam sains tentu berbeda dengan meramalkan secara magis, karena meramalkan dalam sains tidak beradasarkan hal-hal yang sifatnya tahayul, tetapi berdasarkan teori/ fakta yang sudah ada sebelumnya.
Menerapkan disini dalam artian menerapkan konsep untuk menyelesaikan masalah tertentu atau untuk menjelaskan suatu peristiwa baru. Jika, seorang siswa memiliki kemampuan untuk menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-harinya, maka dengan sendirinya ia telah menjadi sosok yang mandiri dan tangguh dalam menghadapi problema hidup.
Mengkomunikasikan merupakan kemampuan dalam menjelaskan hasil pengamatan, menjelaskan grafik, tabel, atau diagram, menyusun dan menyampaikan laporan, melakukan diskusi tentang hasil penelitian. Dalam buku pendekatan baru dalam proses pembelajaran matematika dan sains dasar yang ditulis oleh Kinkin Suartini10 Rustaman mengungkapkan aspek-aspek KPS sekaligus indikator-indikatornya seperti yang tertera pada Tabel 2.1
10
Kinkin Suartini, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Matematika dan Sains Dasar Sebuah Antologi, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007), hal 114.
(26)
Tabel 2.1 Aspek-aspek dan indikator-indikator KPS
No. Aspek Indikator
1 Mengamati (mengobservasi)
Menggunakan berbagai alat indera
Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan
2 Mengelompokkan (mengklasifikasi)
Mencatat setiap hasil pengamatan secara terpisah
Mencari persamaan dan perbedaan Mengontraskan ciri-ciri
Membandingkan
Mencari dasar pengelompokkan
3 Menafsirkan (menginterpretasi)
Menghubungkan hasi-hasil pengamatan Menemukan pola atau keteraturan dalam
suatu seri pengamatan Menyimpulkan
4 Meramalkan (memprediksi)
Menggunakan pola atau keteraturan hasil pengamatan
Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum terjadi
5 Mengajukan pertanyaan
Bertanya apa, mengapa, dan bagaimana Bertanya untuk meminta penjelasan Mengajukan pertanyaan yang berlatar
belakang hipotesis
6 Mengajukan hipotesis
Mengetahui bahwa ada yang lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti yang lebih banyak
7
Merencanakan percobaan (penelitian)
Menentukan alat, bahan, atau sumber yang akan digunakan
Menentukan variabel atau faktor tertentu Menentukan apa yang akan diatur, diamati, dan
dicatat
Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja
8 Menggunakan alat/bahan/sumber
Memakai alat, bahan, atau sumber
Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat, bahan, atau sumber
Mengetahui bagaimana menggunakan alat, bahan, atau sumber
(27)
No. Aspek Indikator
9 Menerapkan konsep
Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
10 komunikasiMelakukan
Memeriksa atau menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan
Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas
Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian Membaca grafik/tabel/diagram
11
Melaksanakan percobaan (penelitian)
Mencakup semua aspek KPS dalam situasi baru Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi
2. Penilaian Kinerja
a. Pengertian & Pengembangan Asesmen Kinerja dalam Pembelajaran IPA
Beberapa ahli mengemukakan definisi mengenai penilaian kinerja atau performance assesment dalam pembelajaran IPA sebagai berikut.11
Danielson S. A Collection of Performance Task And Rubriks,
mendefinisikan penilaian unjuk kerja sebagai “Performance assesment means any assesment of student learning that requires the evaluation of student writing, product, or behavior. That is, it includes all assesment with the exeption of multiple choice, matching, true/false testing, or problem with a single correct answer”. Penilaian unjuk kerja adalah
penilaian belajar siswa yang meliputi semua penilaian dalam bentuk tulisan, produk atau sikap kecuali bentuk pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, atau jawaban singkat.
11
Emilianur, Performance Assesment. http://emiliannur.wordpress.com/2010/06/20/performance-assesment/ 29/04/2011
(28)
Fitzpatrick dan Morison berpandangan bahwa penilaian kinerja (performance assessment) sebenarnya tidak memiliki perbedaan yang begitu besar dengan tes lainnya yang dilaksanakan di dalam kelas, hal ini menurut mereka tergantung dari sejauh mana tes itu dapat mensimulasikan situasi dari kriteria-kriteria yang diharapkan.
Trespeces mengatakan bahwa “performance assessment” adalah
berbagai macam tugas dan situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam berbagai macam konteks. Jadi
boleh dikatakan bahwa “performance assessment” adalah suatu penilaian
yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Wangsatorntanakhum menyatakan bahwa assessment kinerja terdiri dari dua bagian yaitu “clearly defined task and a list of explicit criteria for assessing student performance or product”. Lebih lanjut
dinyatakan pula bahwa penilaian kinerja diwujudkan berdasarkan “empat
asumsi” pokok, yaitu: 1) performance assessment didasarkan pada partisipasi aktif mahasiswa/siswa, 2) tugas-tugas yang diberikan atau dikerjakan oleh siswa/mahasiswa yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran, 3) performance assessment tidak hanya untuk mengetahui posisi siswa pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu, assessment juga dimaksudkan untuk memperbaiki proses pembelajaran itu sendiri, dan 4) dengan mengetahui lebih dahulu kriteria yang akan digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajarannya, siswa akan secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Seringkali “performance assessment” ini dikaitkan dengan suatu
kriteria yang diinginkan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dikenal dengan nama “Authentic Assessment (penilaian
(29)
melibatkan peserta tes di dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam praktek kehidupan mereka sehari-hari.
Penilaian kinerja (unjuk kerja) merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktek di laboratorium, praktek sholat, praktek OR, presentasi, diskusi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/ deklamasi dll. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.12
Dalam penilaian kinerja, siswa diminta melakukan aktivitas yang menunjukkan keterampilan tertentu dan/atau membuat produk tertentu. Hasilnya, metode penilaian ini membuat kita dapat menangkap banyak hasil pendidikan yang bersifat kompleks dan tidak dapat diterjemahkan dalam ujian tertulis.
Dalam penilaian kinerja, kita mengamati siswa saat mereka bekerja, atau memeriksa produk yang dibuat, dan menilai kecakapan yang ditunjukkan. Pengamatan digunakan untuk memberikan pendapat subjektif atas tingkat pencapaian siswa. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan perbandingan kinerja siswa terhadap standar yang telah ditentukan.
Metode penilaian kinerja muncul sebagai penemuan baru dengan sejumlah kelebihan dibandingkan tes tertulis. Dalam banyak hal, penemuan baru ini menarik perhatian pendidik di setiap tingkatan pendidikan. Aplikasi metode ini antara lain menggunakan nama penilaian otentik (authentic assessments), penilaian alternatif (alternative assessments), pameran, demonstrasi, dan contoh kerja siswa (student
12
Sarwiji Suwandi, Model Assesmen Dalam Pembelajaran, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), Cet ke-2, hal. 72.
(30)
work samples). Jenis penilaian ini dipandang sebagai metode yang dapat memberikan penilaian otentik atau penilaian yang sangat tepat atas pencapaian siswa.13
Penilaian unjuk kerja mempertimbangkan hal-hal berikut:14 1) Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik
untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
2) Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
3) Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
4) Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak sehingga semua dapat diamati.
5) Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati.
Jika kita ingin menggunakan penilaian kinerja dalam menilai domain psikomotor siswa, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menyususn instrumennya. Aspek-aspek itu tersebut adalah: 1) apa yang akan dinilai (kategori domain psikomot yang akan dinilai), 2) tugas/kinerja apa yang harus ditunjukkan siswa, 3) penskoran dan pencatatan hasil.
Dalam pengembangan instrumen lembar observasi, aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: 1) kejelasan kinerja yang meliputi sifat kinerja, fokus penilaian, kriteria, 2) pengembangan instrumen yang meliputi sifat instrumen, konten, jumlah, 3) penskoran dan hasil pencatatan yang meliputi tingkat kerincian hasil, prosedur pencatatan, identifikasi/penetapan penilai.15
Untuk keperluan tes keterampilan diperlukan format observasi sebagai instrumen penilaian. Instrumen ini mempunyai fungsi ganda
13
Anonim, Assesment Literacy. http://emiliannur.wordpress.com/2010/06/20/assesment-literacy/
29/04/2011
14
Sarwiji Suwandi, Loc.Cit. 15
Ahmad Sofyan Dkk, Evaluasi Pembelajaran Ipa Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006),hal. 70-71.
(31)
dalam tes keterampilan. Pertama, sebagai pedoman bagi penguji tentang aspek-aspek keterampilan apa yang perlu diobservasi secara cermat. Kedua, sebagai alat perekam data tentang kualitas unjuk kerja tiap siswa pada aspek keterampilan yang dinilai. Ketiga, untuk menghindari sejauh mungkin pengaruh faktor-faktor eksternal pada proses pemilihan.16
Instrumen bagi tes keterampilan dikembangkan melalui sistematika sebagai berikut:17
1) Menentukan jenis keterampilan yang akan dinilai dari sekian banyak keterampilan yang diajarkan kepada siswa. Hendaknya jenis keterampilan yang dinilai merupakan keterampilan esensial pada kegiatan laboratorium yang diikuti siswa.
2) Mengidentifikasi indikator-indikator bagi keterampila-keterampilan yang dinilai, yaitu tindakan-tindakan apa yang seyogianya seseorang yang menguasai keterampilan yang dinilai.
3) Memilih jenis kegiatan yang ditugaskan kepada siswa dalam pelaksanaan tes keterampilan.
4) Menulis instrumen yang akan dipakai. Instrumen penilaian dapat berupa checklist atau rating scale.
b. Karakteristik Penilaian Kinerja
Performance assessment memiliki karakteristik dasar yaitu18 : 1) peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas (perbuatan), misalnya melakukan eksperimen untuk mengetahui tingkat penyerapan dari kertas tisue, 2) produk dari performance assessment
lebih penting daripada perbuatan (performan)-nya.
Dalam hal memilih, apakah yang akan dinilai itu produk atau performance (perbuatan) tergantung pada karakteristik domain yang diukur. Dalam bidang seni misalnya, seperti acting dan menari, perbuatan
16
Ibid., hal. 84.
17 Ibid., 18
(32)
dan produknya sama penting, tetapi dalam creative writing mengukur produk adalah fokus yang utama.
Untuk mengetahui apakah penilaian kinerja (performance assessment) dapat dianggap berkualitas atau tidak, terdapat tujuh kriteria yang perlu diperhatikan oleh evaluator. Ketujuh kriteria ini sebagaimana diungkap oleh Popham yaitu19:
1. Generability : apakah kinerja peserta tes (students performance) dalam melakukan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain? Semakin dapat digeneralisasikan tugas-tugas yang diberikan dalam rangka penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) tersebut, dalam artian semakin dapat dibandingkan dengan tugas yang lainnya maka semakin baik tugas tersebut. Hal ini terutama dalam kondisi bila peserta tes diberikan tugas-tugas dalam penilaian keterampilan (performance assessment) yang berlainan.
2. Authenticity: apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari?
3. Multiple foci: apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih dari satu kemampuan-kemampuan yang diinginkan (more than one instructional outcomes)?
4. Teachability: apakah tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha mengajar guru di kelas? Jadi tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang dapat diajarkan guru di dalam kelas. 5. Fairness: apakah tugas yang diberikan sudah adil (fair) untuk
semua peserta tes. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan
19 Ibid.
(33)
tidak ”bias” untuk semua kelompok jenis kelamin, suku bangsa, agama, atau status sosial ekonomi.
6. Feasibility: apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruangan (tempat), waktu, atau peralatannya?
7. Scorability: apakah tugas yang diberikan nanti dapat diskor dengan akurat dan reliabel? Karena memang salah satu yang sensitif dari penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment) adalah penskorannya.
c. Langkah-Langkah Penilaian Kinerja
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian kinerja (performance assessment) adalah20: Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir (output) yang terbaik. Tuliskan perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir (output) yang terbaik. Usahakan untuk membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi selama siswa melaksanakan tugas. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang akan diukur berdasarkan kemampuan siswa yang harus dapat diamati (observable) atau karakteristik produk yang dihasilkan. Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang dapat diamati. Kalau ada, periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria-kriteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain di lapangan. Untuk menjaga obyektifitas dan keadilan (fair) sebaiknya penilai atau evaluator lebih dari satu orang sehingga penilaian mereka menjadi lebih valid dan reliabel.
20
(34)
d. Sumber Kesalahan Penskoran dalam Penilaian Kinerja
Dalam tulisannya, Emilianur21 menyatakan bahwa masalah utama dalam penilaian kinerja adalah masalah penskorannya. Dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi pada hasil penskoran penilaian keterampilan atau penilaian kinerja (performance assessment). Masalah penskoran pada penilaian keterampilan atau penilaian kinerja lebih kompleks daripada penskoran pada bentuk soal uraian.
Popham menguraikan tiga sumber utama kesalahan penskoran penilaian kinerja, yaitu: Masalah dalam instrument: instrumen pedoman penskoran tidak jelas sehingga sukar digunakan oleh penilai. Selain itu komponen-komponen yang harus dinilainya juga sukar untuk diskor, umumnya karena komponen-komponen tersebut sukar untuk diamati (unobservable). Hal yang demikian tentunya akan mengakibatkan hasil penskoran yang tidak valid dan tidak akurat (tidak reliabel). Masalah prosedural: prosedur yang digunakan dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja tidak baik sehingga juga mempengaruhi hasil penskoran. Masalah yang biasanya terjadi adalah penskor (rater) harus menskor komponen-komponen yang terlalu banyak. Bagi penskor sebenarnya semakin sedikit komponen yang harus dinilai semakin baik, tetapi pembuat pedoman penskoran tetap harus membuat pedoman penskoran yang dapat mewakili semua komponen-komponen penting yang mempengaruhi kualitas hasil akhir. Masalah lain dari prosedur ini adalah umumnya penskor (rater) hanya satu orang, sehingga sukar untuk dapat membandingkan hasil pertimbangan (adjustment)
penskoran dengan orang lain.
Masalah penskor yang bias: penskor (rater) cenderung untuk
sukar menghilangkan masalah, ”personal bias”. Sewaktu menskor hasil
21
(35)
pekerjaan peserta tes ada kemungkinan penskor (rater) mempunyai
masalah ”generosity error” artinya penskor cenderung memberi nilai yang tinggi-tinggi, walaupun kenyataan yang sebenarnya hasil pekerjaan peserta tes tidak baik. Kemungkinan juga penskor
mempunyai masalah ”severity error” artinya penskor cenderung
memberi nilai yang rendah-rendah, walaupun kenyataannya hasil pekerjaan peserta tes tersebut baik. Kemungkinan lain penskor juga cenderung dapat memberi nilai yang sedang-sedang saja, walaupun pada kenyataannya hasil pekerjaan peserta tes ada yang baik dan ada yang tidak baik. Masalah lain adalah adanya kemungkinan penskor tertarik atau simpati pada peserta tes sehingga sukar baginya untuk memberi nilai yang objektif (hallo efect).
e. Karakteristik Butir Soal KPS
Nuryani Rustaman22 mengemukakan bahwa karakteristik butir soal KPS dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum pembahasan butir soal KPS lebih ditujukan untuk membedakannya dengan butir soal biasa yang mengukur penguasaan konsep. Secara khusus karakteristik jenis KPS tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu sama lain, sehingga jelas perbedaannya.
1) Karakteristik umum
Secara umum butir soal KPS dapat dibedakan dari butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal KPS memiliki beberapa karakteristik. Pertama, butir soal KPS tidak boleh dibebani konsep (nonkonsep burdan). Hal ini diupayakan agar butir soal tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan konteks. Konsep yang terlibat harus diyakini oleh penyusun butir soal sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi siswa (dekat dengan keadaan sehari-han siswa). Kedua, butir soal KPS mengandung sejumlah informasi yang harus diolah oleh responden atau siswa.
22
(36)
Informasi dalam butir soal KPS dapat berupa gambar, diagram, grafik, data dalam tabel atau uraian, atau objek aslinya. Ketiga, seperti butir soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal KPS harus jelas dan hanya mengandung satu aspek saja, misal interpretasi. Keempat, sebaiknya ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek.
2) Karakteristik Khusus
Rustaman menyatakan karakteristik khusus butir soal KPS seperti yang tertera pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Karakteistik Khusus Butir Soal KPS
Aspek KPS Keterangan
Observasi harus dari objek atau peristiwa sesungguhnya. Interpretasi harus menyajikan sejumlah data yang menyajikan
pola.
Klasifikasi harus ada kesempatan mencari/menemukan persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokan, atau ditentukan jumlah kelompok yang harus
terbentuk.
Prediksi harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat mengajukan dugaan atau ramalan.
Berkomunikasi harus ada bentuk penyajian tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk grafik.
Berhipotesis dapat merumuskan dugaan atau jawaban sementara, atau menguji pernyataan yang ada dan
(37)
mengandung hubungan dua variabel atau lebih, biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau membuktikan.
Merencanakan Percobaan
harus memberi kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah (variabel), mengendalikan peubah.
Menerapkan Konsep
harus membuat konsep atau prinsip yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama konsepnya. Mengajukan
Pertanyaan
harus memunculkan sesuatu yang mengherankan, mustahil, tidak bisa, atau kontradiktif agar responden atau siswa termotivasi untuk bertanya.
f. Penyusunan Butir Soal KPS
Dalam tulisannya, Nuryani Rustaman23 berpendapat bahwa penyusunan butir soal KPS menuntut penguasaan masing-masing jenis keterampilan prosesnya (termasuk pengembangannya). Pilihlah satu konsep tertentu untuk dijadikan konteks. Dengan mengingat karakteristik jenis KPS yang akan diukur, sajikan sejumlah informasi yang perlu diolah. Setelah itu disiapkan pertanyaan atau suruhan yang dimaksudkan untuk memperoleh respon atau jawaban yang diharapkan. Tentukan pula bagaimana bentuk respon yang diminta: memberi tanda silang pada huruf a/b/c atau memberi tanda cek dalam kolom yang sesuai, atau menuliskan jawaban singkat 3 buah, atau bentuk lainnya.
23 Ibid.
(38)
g. Pemberian Skor Butir soal KPS
Selanjutnya menurut Nuryani Rustaman,24 butir soal KPS perlu diberi skor dengan cara tertentu, umpamanya masing-masing 1 untuk soal pbservasi di atas yang berjumlah skornya 5. Untuk respon yang lebih kompleks, misalnya membuat pertanyaan, dapat diberi skor bervariasi berdasarkan tingkat kesulitannya. Umpanya pertanyaan berlatar-belakang hipotesis diberi skor 3; pertanyaan apa, mengapa, bagaimana diberi skor 2; pertanyaan yang meminta penjelasan diberi skor 1.
3. Materi Suhu dan Kalor a. Kalor
Kalor adalah bentuk energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Jika suhu adalah ukuran derajat panas maka kalor adalah ukuran banyaknya panas. Kalor berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika dua benda bersentuhan. Satuan kalor sama dengan satuan energi yaitu joule, namun adakalanya digunakan satuan kalori, dimana:
1 kalori = 4,186 Joule dan 1 Joule = 0,26 kalori 1)Kalor jenis (c)
Kalor jenis yaitu banyaknya kalor yang diperlukan atau dilepas tiap satu kilogram massa untuk menaikkan atau menurunkan suhu sebesar satu derajat celcius atau satu derajat kelvin. Kalor jenis merupakan sifat zat yang menunjukkan kemampuannya untuk menyerap atau melepas kalor. Semakin tinggi nilai kalor jenis suatu zat maka untuk kenaikan suhu yang rendah zat tersebut mampu menyerap kalor lebih banyak. Jmlah kalor yang diserap atau dilepaskan suatu zat bermassa m apabila suhunya dinaikkan atau diturunkan adalah
Q = m . c . ∆t
24 Ibid.
(39)
Dimana
Q : kalor yang diserap atau keluarkan m : massa zat
c : kalor jenis
∆t : perubahan waktu Konversi satuan:
Jika m dalam Kg, ∆T dalam 0C atau K, dan c dalam J/Kg oC, maka satuan Q adalah Joule
Jika m dalam gr, ∆T dalam 0C atau K, dan c dalam kal/gr 0C, maka satuan Q adalah Joule
2)Kapasitas Kalor (C)
Kapasitas kalor yaitu kemampuan suatu benda dalam menerima atau melepaskan kalor untuk menaikkan atau menurunkan suhu benda itu sebesar 10C atau 1 K
Pengertian ini digunakan ketika memandang bahwa massa benda dan kalor jenisnya merupakan satu kesatuan, jadi C = m . c Satuan kapasitas kalor (C) adalah J/K atau kal/0C
Dengan demikian didapat persamaan Q = C . ∆T 3)Asas Black
Jika dua macam zat atau lebih yang berbeda suhunya dicampurkan (disentuhkan) maka zat yang suhunya lebih tinggi akan melepaskan kalor ke zat yang suhunya lebih rendah (Joseph Black, 1728-1799)
Panas yang dilepaskan = panas yang diserap Q lepas = Q serap
Maka dalam suatu sistem jumlah kalor selalu tetap, sehingga berlaku hukum kekekalan energi kalor. Suatu alat yang dasar kerjanya berdasarkan kekekalan energi kalor adalah kalori meter, yang sering digunakan untuk menentukan jenis suatu benda.
4)Perubahan wujud benda
(40)
a)Membeku : perubahan dari tingkat cair dimana zat mengalami pembekuan disebut dengan titik beku
b)Melebur : perubahan dari tingkat padat ke tingkat cair, suhu dimana zat mengalami peleburan disebut dengan titik lebur zat c)Menguap : perubahan dari tingkat padat ke tingkat cair, suhu
dimana zat mengalami penguapan disebut titik uap zat d)Mengembun : perubahan dari tingkat gas ke tingkat cair e)Menyublim : perubahan dari tingkat padat ke tingkat gas f) Menyublim : perubahan dari tingkat gas ke tingkat padat 5)Kalor laten
Ketika benda mengalami peleburan, penguapan, penyublim ataupun pembekuan (berubah wujudnya), maka benda tidak mengalami perubahan suhu ketika peristiwa ini terjadi, meskipun zat tersebut diberikan kalor ataupun melepaskan kalor terus menerus. Kalor yang digunakan untuk proses ini disebut dengan kalor laten (L).
Kalor laten didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk melebur atau menguapkan zat.
Secara matematis Q = m . L b. Pemuaian
Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karena pengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda karena menerima kalor.
Pemuaian terjadi pada 3 zat yaitu pemuaian pada zat padat, pada zat cair, dan pada zat gas.
Pemuaian pada zat padat ada 3 jenis yaitu pemuaian panjang (untuk satu demensi), pemuaian luas (dua dimensi) dan pemuaian volume (untuk tiga dimensi). Sedangkan pada zat cair dan zat gas hanya terjadi pemuaian volume saja, khusus pada zat gas biasanya diambil nilai koofisien muai volumenya sama dengan 1/273.
(41)
1)Pemuaian panjang
adalah bertambahnya ukuran panjang suatu benda karena menerima kalor. Pada pemuaian panjang nilai lebar dan tebal sangat kecil dibandingkan dengan nilai panjang benda tersebut. Sehingga lebar dan tebal dianggap tidak ada. Contoh benda yang hanya mengalami pemuaian panjang saja adalah kawat kecil yang panjang sekali.
Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang awal benda, koefisien muai panjang dan besar perubahan suhu. Koefisien muai panjang suatu benda sendiri dipengaruhi oleh jenis benda atau jenis bahan.
Secara matematis persamaan yang digunakan untuk menentukan pertambahan panjang benda setelah dipanaskan pada suhu tertentu adalah
∆l = l0. α . ∆t Keterangan:
∆l : pertambahan panjang (m) l0 : panjang awal (m)
α : koefisien muai panjang
∆t : selang waktu (s) 2)Pemuaian luas
Pemuaian luas adalah pertambahan ukuran luas suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian luas terjadi pada benda yang mempunyai ukuran panjang dan lebar, sedangkan tebalnya sangat kecil dan dianggap tidak ada. Contoh benda yang mempunyai pemuaian luas adalah lempeng besi yang lebar sekali dan tipis.
Seperti halnya pada pemuian luas faktor yang mempengaruhi pemuaian luas adalah luas awal, koefisien muai luas, dan perubahan suhu. Karena sebenarnya pemuaian luas itu merupakan pemuian panjang yang ditinjau dari dua dimensi maka koefisien muai luas besarnya sama dengan 2 kali koefisien muai panjang.
(42)
Untuk menentukan pertambahan luas dan volume akhir digunakan persamaan sebagai berikut :
∆A = A0. . ∆t Keterangan:
∆A : pertambahan luas (m2) A0 : awal awal (m2)
: koefisien muai luas ∆t : selang waktu (s)
3)Pemuaian volume
Pemuaian volume adalah pertambahan ukuran volume suatu benda karena menerima kalor. Pemuaian volume terjadi benda yang mempunyai ukuran panjang, lebar dan tebal. Contoh benda yang mempunyai pemuaian volume adalah kubus, air dan udara. Volume merupakan bentuk lain dari panjang dalam 3 dimensi karena itu untuk menentukan koefisien muai volume sama dengan 3 kali koefisien muai panjang. Sebagaimana yang telah dijelskan diatas bahwa khusus gas koefisien muai volumenya sama dengan 1/273
∆V = V0. . ∆t Keterangan:
∆V : pertambahan panjang (m3) V0 : panjang awal (m3)
: koefisien muai panjang ∆t : selang waktu (s)
(43)
B. Penelitian Relevan
I Made Wirta,25 dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui Pendekatan Keterampilan Proses dengan Bantuan Diagnosis-Preskriptif Pada Siswa Kelas III IPA SMUN 2 Singaraja”. Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa skor hasil belajar fisika siswa berada pada kategori cukup (daya serap siswa meningkat dari 51,7 % menjadi 59,6 %). Respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dengan bantuan diagnosis-preskriptif dianalisis dengan teknik konversi skor, menunjukkan adanya peningkatan respon siswa ke arah positif.
Perdy Karuru,26dengan judul “Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP”. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh beberapa penemuan antara lain guru dalam mengelola pembelajaran cukup baik, dan dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran, guru mampu melatihkan keterampilan proses dengan baik, mengubah pembelajaran dari
teacher centred menjadi student centred serta dapat meningkatkan proporsi jawaban benar siswa. Hasil belajar yang diajar dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding pembelajaran yang tidak menggunakan pembelajaran kooperatif.
Yusup Subagyo27, dengan judul “Pembelajaran Sains dengan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah
Menengah Pertama Pada Pokok bahasan Suhu dan Pemuaian”. Kesimpulan yang
dapat diambil dari penelitian tersebut adalah hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hasil belajar yang menunjukkan pemahaman konsep yaitu pre tes diperoleh prosentase rata-rata sebesar 51%, post tes 61,17%, dan gain sebesar
25
I Made Wirta, Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui Pendekatan Keterampilan Proses dengan Bantuan Diagnosis-Preskriptif Pada Siswa Kelas III IPA SMUN 2 Singaraja, Aneka Widya STKIP Singaraja, No.4 TH XXXIII Oktober 2000.
26
Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP, Junal Pendidikan dan Kebudayaan , No. 045, Tahun Ke-9, November 2003.
27
Yusup Subagyo, Pembelajaran Sains dengan Pendekatan Keterampilan Proses Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Pertama Pada Pokok bahasan Suhu dan Pemuaian, Universitas Negri Semarang.
(44)
0,219 (low-gain). Hasil belajar keterampilan proses, pengamatan awal diperoleh prosentase rata-rata sebesar 54%, pengamatan akhir 76%, dan gain sebesar 0,478 (medium-gain). Hasil pengamatan sikap ilmiah awal siswa diperoleh prosentase rata-rata sebesar 55%, pengamatan akhir 67%, dan gain sebesar 0,267 (low-gain).
C. Kerangka Berpikir
Kemampuan yang perlu dikembangkan siswa dalam pelajaran sains selain kemampuan kognitif adalah keterampilan proses sains (KPS). Pada dasarnya sains merupakan disiplin ilmu yang berasal dari eksperimen sampai menghasilkan hukum, teori, dan rumus. Semua konsep yang kita pelajari dalam pelajaran fisika memiliki sejarah yang sama pada proses perumusannya. Dalam mempelajarinya, alangkah baiknya jika guru menggunakan proses yang sama dengan para ilmuan yang menemukan konsep tersebut. Yang dimaksud proses yang sama bukan berarti siswa harus menemukan sesuatu yang baru, tapi selalu melakukan percobaan untuk merumuskan sebuah konsep. Walaupun pada kenyataan konsep dan teori-teori tersebut sudah ada sebelumnya.
Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah guru lebih mengutamakan nilai akhir siswa dibanding proses selama pembelajaran. Pembelajaran sains yang berfokus terhadap proses dan hasil adalah lebih baik dari pembelajaran sains yang hanya berfokus pada hasil akhir. Akibatnya, KPS siswa rendah. Untuk itu diperlukan pendekatan yang mampu memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan kognitif sekaligus KPS siswa.
Proses belajar mengajar yang efektif merupakan proses yang mendorong siswa untuk bergerak baik fisik maupun mental. Siswa melakukan dan memikirkan sesuatu. Proses yang demikian dapat dicapai dengan metode berbasis percobaan. Percobaan yang dilakukan siswa tidak lain merupakan percobaan yang telah direncanakan sebelumnya oleh guru, dimaksudkan agar percobaan tersebut terarah dan mencapai suatu tujuan.
Pendekatan KPS merupakan pendekatan yang berfokus pada proses selama pembelajaran. Selain itu, pendekatan KPS merupakan pendekatan pembelajaran yang menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan atau
(45)
keterampilan mendasar. Kemampuan atau keterampilan mendasar tersebut antara lain adalah: mengobservasi, membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menginterpretasi, menyusun kesimpulan sementara, meramalkan, menerapkan, mengkomunikasikan. Kemampuan atau keterampilan tersebut menurut Conny Semiawan justru berproses dalam kerja ilmiah.
Setelah melakukan proses belajar mengajar, diharapkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran dari indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Untuk mengetahui keberhasilan siswa, maka perlu dilakukan evaluasi. Umumnya evaluasi yang digunakan berupa tes objektif dan essai. Namun, kedua jenis tes tersebut hanya dapat mengukur pengusaan konsep siswa. Oleh karena itu diperlukan penilaian alternatif yang dapat mengukur penguasaan konsep juga dapat mengukur KPS siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Tes yang sesuai untuk mengukur aspek KPS tersebut adalah tes KPS. Tes KPS ini berbentuk tes pilihan ganda beralasan. Tes pilihan ganda beralasan bertujuan untuk mengukur ketercapaian KPS siswa sebelum dan setelah proses belajar mengajar. Selain itu, digunakan pula nontes dalam bentuk penilaian kinerja. Penilaian kinerja mengukur aspek keterampilan selama melakukan kegiatan percobaan. Kedua instrumen ini dapat mengukur KPS siswa setelah diberikan perlakuan berupa pendekatan KPS.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pemilihan pokok masalah dan deskripsi teori yang melandasi penelitian ini, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Terdapat pengaruh pendekatan keterampilan proses sains terhadap keterampilan proses sains siswa pada konsep suhu dan kalor.
(46)
32 A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 10 Cipondoh pada tanggal 13 Januari sampai 24 Februari 2011 pada semester 2 tahun ajaran 2010/2011.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre experimental design. Pre experimental design dinamakan demikian karena mengikuti langkah-langkah dasar eksperimental, tetapi gagal memasukkan kelompok kontrol. Dengan kata lain, kelompok tunggal sering diteliti, tetapi tidak ada perbandingan dengan kelompok nonperlakuan dibuat.1
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah KPS sedangkan variabel terikatnya adalah kinerja ilmiah.
C. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan pretest and posttest one group design. Yang mana didalam desain ini observasi dilakukan 2 kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen.2 Untuk menggunakan disain ini dalam penelitian tentang performansi akademik, dapat membandingkan tingkat akademik sebelum memperoleh pengalaman kerja dengan tingkatan setelah melaksanakan pengalaman kerja.3 Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok eksperimen tanpa kontrol.
1
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 96
2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), cet ke-12, hal 78.
3
(47)
01 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen 02 : Observasi yang dilakukan setelah eksperimen
D. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.4 Populasi target penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 10 Tangerang. Populasi terjangkau penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 10 Tangerang. Sampel adalah kelompok kecil individu yang dilibatkan langsung dalam penelitian.5 Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X-7 SMAN 10 Tangerang yang berjumlah 36 orang. Teknik sampel yang penulis lakukan adalah secara cluster random sampling, yakni merupakan sekelompok siswa dalam satu kelas yang akan dipilih dengan cara acak.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik tes berupa soal pilihan ganda beralasan dan nontes berupa penilaian kinerja.
F. Instrumen Pengumpulan Data 1. Tes/soal
Tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek perilaku tertentu. Dengan demikian fungsi tes adalah sebagai alat ukur.6 Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk pilihan ganda beralasan sebanyak 10 soal. Agar dapat mengukur KPS siswa maka soal tersebut dibuat berdasarkan indikator aspek KPS yaitu: aspek
4
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hal. 108.
5
Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 133
6
Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip-Teknik-Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2009), hal. 3
(48)
mengobservasi, membuat hipotesis, menginterpretasi data, dan mengkomunikasikan.
2. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah cara melakukan pengukuran melalui prosedur observasi terhadap siswa yang sedang menampilkan keterampilan-keterampilan.7 Penilaian kinerja yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk lembar kerja siswa (LKS) yang mencakup 4 (empat) aspek KPS yang akan diteliti, yaitu: aspek mengobservasi, membuat hipotesis, menginterpretasi data, dan mengkomunikasikan. LKS yang digunakan berbeda untuk setiap pertemuan / disesuaikan dengan topik bahasan.
G. Kalibrasi Instrumen
Sebelum instrumen diberikan kepada sampel yang sebenarnya, terlebih dahulu diujicobakan di luar kelas sampel dengan tujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran butir soal instrument.
1. Instrumen Tes / Soal a. Validitas
Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penelitian terhadap konsep yang dinilai, penelitian ini menggunakan validitas isi (konten) yaitu yang dibuat sesuai dengan indikator pokok bahasan yang bersangkutan. Uji validitas menggunakan perhitungan dengan rumus Product Moment dengan angka simpangan, karena skor butir soal tes adalah kontinum (skor soal 1-5)8 dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Rxy = korelasi antara variable X dan Y
7
Ahmad Sofyan Dkk, Evaluasi Pembelajaran Ipa Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal. 53.
8
(49)
N = Jumlah siswa
X = Skor dari item yang diuji Y = Jumlah total nilai9
Hasil perhitungan dengan koefisien korelasi (rhitung) dapat diperbandingkan dengan rtabel hasil korelasi product moment. Butir soal dikatakan valid apabila rhitung > rtabel pada taraf signifikansi (alfa) = 0,05. rtabel untuk n=40 adalah 0,304 artinya, jika validitas soal ≥ 0,304 maka soal valid dan jika 0,304 maka soal tidak valid. Berikut merupakan hasil uji validitas dalam penelitian ini, sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.4:
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Statistik
Jumlah soal 20
Jumlah siswa 40
Nomor soal valid 3, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
18, 19
Jumlah soal valid 14
b. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan ketepatan atau keajegan alat penelitian. Karena tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk essai maka untuk menguji reliabilitas soal test menggunakan Alfa Cronbach yaitu:
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
= jumlah varians butir
9
(50)
= varians total
Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas instrument dapat diperbandingkan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut10:
0,81 – 1,00 : Korelasi sangat tinggi 0,61 – 0.80 : Korelasi tinggi 0,41 – 0,60 : Korelasi cukup 0,21 – 0,40 : Korelasi rendah 0,00 – 0,20 : Korelasi sangat rendah
Berikut merupakan hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini, sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.5:
Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Statistik
rhitung 0,77
Kesimpulan Tingkat reliabilitas tinggi
c. Analisis Daya Pembeda
Kemampuannya dalam membedakan antara kelompok siswa yang memiliki kemampuan bawah dan siswa yang memiliki kemampuan atas. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda pada soal adalah:
Kriteria baik atau buruknya daya pembeda sebuah tes adalah sebagai berikut:
D: 0,00-0,20 = Jelek D: 0,21-0,40 = Cukup D: 0,41-0,70 = Baik D: 0,71-1,00 = Baik sekali
D: negative = tidak baik (didrop)
Berikut merupakan hasil uji daya pembeda dalam penelitian ini, sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.6:
10
(51)
Tabel 3.3 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen
Kategori Soal Jumlah Soal Persentase (%)
Baik 1 0,05 %
Cukup 9 0,45 %
Jelek 10 0,5 %
Jumlah 20 100 %
d. Analisis Tingkat kesukaran
Soal yang terlalu sukar membuat peserta tes malas mengerjakannya karena diluar jangkauan kemampuannya, sebaliknya soal yang terlalu mudah membuat peserta tes tidak terangsang untuk berpikir. Untuk itu perlu dilakukan analisis tingkat kesukaran soal bentuk uraian menggunakan rumus11:
Dilanjutkan dengan rumus:
Keterangan:
P = Indeks kesukaran Mean = Rerata skor
Berikut merupakan hasil uji taraf kesukaran dalam penelitian ini, sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.7:
11
http://karyailmiah-ardhiprabowo.blogspot.com/2009/08/pengukuran-tingkat-kesukaran-soal.html 07/02/2011
(52)
Tabel 3.4 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen
Kategori Soal Jumlah Soal Persentase (%)
Sukar 1 0.05 %
Sedang 14 0,7 %
Mudah 5 0,25 %
Jumlah 20 100 %
2. Penilaian kinerja
Sebelum digunakan, tes terlebih dahulu divalidasi. Adapun validitas instrumen Penilaian kinerja adalah uji validitas ahli.
Uji validitas ahli hanya digunakan untuk memvalidasi Penilaian kinerja, dimana kisi-kisi atau butir instrumen yang telah tersusun divalidasi kepada ahli bidang studi validitas yang dilakukan, yaitu validitas konsep dan validitas bahasa. Validasi konsep adalah kesesuaian antara butir instrumen dan konstruksi teoritik dari objek yang dinialai, sedangkan validasi bahasa adalah kesesuaian bahasa yang digunakan dalam instrumen agar tidak memiliki arti ganda dan sesuai dengan ejaan yang disempurnakan
(53)
Tabel 3.5 Uji Validitas Ahli
Kesesuaian Pertanyaan Baik Cukup Kurang
Kesesuaian konsep
Kesesuaian Bahasa
1) Apakah indikator-indikator yang dipakai pada instrumen ini
mewakili aspek KPS yang dipakai?
2) Apakah instrumen ini mencakup aspek KPS dari konsep suhu dan kalor? 3) Apakah butir penilaian
yang digunakan instrumen ini memenuhi pencapaian indikator KPS?
1) Apakah bahasa yang digunakan instrumen ini sudah cukup jelas? 2) Apakah instrumen yang
digunakan pada instrumen ini sudah efektif?
Saran
H. Teknik Analisis Data 1. Tes / Soal
Sebelum data dianalisis terdiri dahulu disusun kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu penyusunan sistematik dari pengukuran individual dari nilai yang tinggi ke nilai yang rendah. Dari table distribusi frekuensi dapat dilihat bentuk distribusinya, yaitu apakah nilai atau skor yang didapat terbagi secara merata ataukah cenderung berkelompok, dimana pengelompokan itu terjadi dalam distribusi frekuensi tersebut.
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan analisis. Untuk menganalisis data penelitian ini dilakukan beberapa uji statistik yaitu uji prasyarat analisis berupa uji Normalitas. Uji Normalitas di lakukan dengan menggunakan chi kuadrat. Uji homogenitas tidak diterapkan pada data dalam
(54)
penelitian ini, karena data dalam penelitian ini berasal dari 1 kelompok penelitian
a. Uji Prasyarat
Uji prasyarat analisis merupakan uji normalitas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui normalitas sampel atau untuk memeriksa keabsahan sampel. Uji normalitas yang digunakan adalah Chi Kuadrat dengan rumus:
Keterangan:
Oi= frekuaensi kelas
Ei= frekuensi yang diharapkan
Untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka nilai χ²hitung dikonsultasikan dalam tabel χ² dengan kaidah apabila χ²hitung < χ²tabel, maka data dikatan berdistribusi normal dan apabila χ²hitung > χ²tabel, maka data terdistribusi tidak normal. b. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian populasi data dengan uji normalitas maka menguji data yang diperoleh digunakan rumus Uji-t. Uji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar siswa yang diajar tidak menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah.
Rumus yang digunakan adalah:
2 1
2 1
1
1
n
n
S
t
(55)
Dimana 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 n n S n S n S Keterangan:
X1 = Rata-rata data kelompok satu (posttest) X2 = Rata-rata data kelompok dua (pretest) n1 = Banyak data kelompok Satu
n2 = Banyak data koelompok dua
S1 = Simpangan baku rata-rata hasil belajar kelompok Satu S2 = Simpangan baku rata-rata hasil kelompok dua
t = Hasil hitung distribusi t S = Nilai deviasi gabungan
Hasil perhitungan thitung dibandingkan dengan ttabel dengan taraf signifikansi 0,05.
Kriteria Pengujian:
Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak, Ha diterima. Jika thitung < ttabel maka Ho diterima, Ha ditolak.
2. Penilaian Kinerja
Perhitungan persentase aktivitas keterampilan proses sains siswa pada kegiatan praktikum selama pembelajaran dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
N = Nilai
Keterangan kriteria interpretasi skor:
0% - 30% = Rendah
31% - 60% = Sedang
(56)
42 A. Deskripsi Data
Penelitian tentang keterampilan proses sains (KPS) siswa di SMAN 10 Tangerang dilakukan terhadap sekelompok siswa. Kelompok tersebut terdiri dari 36 orang siswa pada kelas X-7 yang diajarkan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 36 siswa. Materi pembelajaran fisika yang pada penelitian ini disampaikan dalam 6 kali pertemuan.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian berjenis tes dan nontes. Tes yang digunakan berbentuk pilihan ganda beralasan sebanyak 10 butir. Siswa memilih salah satu jawaban yang benar disertai alasan yang tepat. Setiap soal yang dijawab siswa memiliki rentang nilai 0-4, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Nontes yang digunakan berbentuk penilaian kinerja mencakup 4 aspek KPS yang diisi oleh pengajar (dalam hal ini sekaligus peneliti) setiap kali siswa melakukan praktikum bersama di kelas. Data diperoleh dari kemampuan siswa mengisi LKS/ nilai LKS siswa. Dari 6 kali pertemuan yang dilaksanakan, siswa melakukan 4 kali praktikum dan sisanya berupa kegiatan pretest dan posttest di kelas.
Berikut ini akan disajikan data hasil penelitian berupa hasil perhitungan akhir. Data pada penelitian ini adalah data yang terkumpul dari tes yang telah diberikan kepada siswa SMAN 10 Tangerang. Data berupa hasil tes keterampilan proses sains siswa yang dilaksanakan sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) pembelajaran, dan KPS siswa yang mencakup empat aspek KPS, yaitu: mengobservasi, membuat hipotesis, menginterpretasi data, dan mengkomunikasikan.
(57)
1. Deskripsi data hasil belajar
a. Deskripsi data hasil tes KPS sebelum pembelajaran (pretest)
Berdasarkan hasil perhitungan pada penelitian mengenai hasil
pretest KPS dari 36 siswa yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut. Skor terendah 27,5 dengan jumlah siswa yang mendapat skor terendah pada interval 27 sampai 35 sebanyak 5 orang (13,88%), skor tertinggi 80 dengan jumlah siswa yang mendapat skor tertinggi pada interval 72 sampai 80 sebanyak 1 orang (2,77%). Skor terbanyak pada interval 45 sampai 53 dan 54 sampai 62 masing-masing dengan persentase 27,77% skor rata sebesar 50,25, siswa yang mendapat skor diatas rata-rata sebanyak 18 orang (50%) dan siswa yang mendapat skor di bawah rata-rata sebanyak 18 orang (50%), median sebesar 50,58, modus sebesar 53,5, varians sebesar 139,56 dan standar deviasi sebesar 11,81. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.1.
b. Deskripsi data hasil tes KPS sesudah pembelajaran (posttest)
Berdasarkan hasil perhitungan pada penelitian mengenai hasil
posttest KPS dari 36 siswa yang dijadikan sampel diperoleh data sebagai berikut. Skor terendah 42,5 dengan jumlah siswa yang mendapat skor terendah pada interval 42 sampai 50 sebanyak 2 orang (5,55%), skor tertinggi 92,5 dengan jumlah siswa yang mendapat skor tertinggi pada interval 87 sampai 95 sebanyak 3 orang (8,33%). Skor terbanyak pada interval 60 sampai 68 dan 69 sampai 77 masing-masing dengan persentase 36,1%, skor rata sebesar 70,58, siswa yang mendapat skor diatas rata-rata sebanyak 16 orang (44,4%) dan siswa yang mendapat skor di bawah rata-rata sebanyak 20 orang (55,5%), median sebesar 69,88, modus sebesar 68,5, varians sebesar 119,22 dan standar deviasi sebesar 10,91. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2.
Berikut merupakan rekapitulasi data hasil tes sebelum (prestest) dan sesudah (posttest) pembelajaran.
(58)
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Pretest dan Posttest
Nilai Pretest Posttest
Tertinggi 80 92,5
Terendah 27,5 42,5
Rata-rata 50,25 70,58
Median 50,8 69,88
Modus 53,5 68,5
Standar deviasi 11,81 10,91
Variansi 139,56 119,22
Data tersebut dapat dilihat pada histogram 4.1:
Gambar 4.1 Histogram Data Pretest dan Posttest
2. Deskripsi Data Keterampilan Proses Sains Siswa a. Persentase ketercapaian KPS siswa
Persentasi ketercapaian KPS dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (< 30%), sedang (30% - 60%), dan tinggi ( 60%). Hasil perhitungan persentase rata-rata ketercapaian KPS dapat dilihat pada tabel 4.2 dan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.4.
(59)
Tabel 4.2 Ketercapaian KPS Siswa
Aspek KPS Skor Ideal
Pretest Posttest
Skor
rata-rata
Keterangan (%)
Skor
rata-rata
Keterangan (%) Mengobservasi 12 5,17 43% 8,16 68,05%
Membuat
Hipotesis 16 9,25 57,81% 11,36 71% Interpretasi Data 4 2,25 56,25% 3,52 88,19%
Komunikasi 8 3,39 42,36% 5,2 65%
Dari data di atas dapat diketahui bahwa skor rata-rata pretest dari empat aspek KPS di atas paling rendah adalah aspek komunikasi dengan skor sebesar 3,39 persentase ketercapaiannya 42,36% dan yang paling tinggi pada aspek membuat hipotesis dengan skor rata-rata 9,25 prosentase ketercapaian 57,81%. Sedangkan skor rata-rata posttest paling rendah adalah aspek komunikasi dengan skor 5,2 prosentase 65% dan yang paling tinggi pada aspek interpretasi data dengan skor 5,2 prosentase 88,19%.
Histogram selisih rata-rata pretest dan posttest dapat dilihat pada gambar 4.2:
(60)
Gambar 4.2 Histogram Persentase Ketercapaian KPS Pada Pretest dan Posttest
Berdasarkan gambar 4.2, dapat dilihat peningkatan persentase ketercapaian kinerja ilmiah yang cukup tinggi pada masing-masing aspek KPS dari pretest dan posttest.
B. Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Belajar
Berikut ini adalah analisis data yang meliputi uji prasyarat analisis statistik dan uji hipotesisnya.
a. Uji Prasyarat Analisis Data
1) Uji normalitas pretest dan posttest
Pengujian normalitas dilakukan terhadap dua buah data yaitu data nilai pretest dan posttest. Dalam penelitian ini, uji
(61)
normalitas didapat dengan menggunakan uji Kai Kuadrat (chi square test). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data berdistribusi normal bila memenuhi kriteria χ2
hitung < χ2tabel dengan
taraf signifikansi α = 0,05. Untuk lebih jelas, hasil uji normalitas
pretest dan posttest dapat dilihat seperti tabel 4.3 di bawah, sedangkan untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.5.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest danPosttest.
b. Uji Hipotesis
Pasangan hipotesis statistik yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0 :
µ
1µ
2 H1 :µ
1 >µ
2Berdasarkan hasil uji prasyarat menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, maka selanjutnya data dianalisis untuk pengujian hipotesis. Perhitungan uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui bagaimana KPS siswa diukur menggunakan tes KPS.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t, dengan menggunakan data yang diperoleh, yaitu hasil tes KPS siswa kelompok
posttest sebesar 70,58. Dengan varians sebesar 119,22. Dan
pretest diperoleh sebesar 50,25 dengan varians sebesar 139,56. Data Statistik Pretest Posttest
N 36 36
X 50,25 70,58
S 11,81 10,91
χ2
hitung 1,73 6,37
χ2
tabel 7,81 7,81
(62)
Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji t, maka diperoleh nilai t hitung sebesar 7,78 (lihat lampiran C.6 ). Untuk mengetahui nilai t tabel dengan derajat kebebasan (dk) =70 dan taraf signifikansi (α) = 0,05 dilakukan penghitungan, dari hasil penghitungan didapat nilai t tabel = 2,00. Dengan membandingkan nilai t hitung dan t tabel diperoleh thitung > t tabel, ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil tes KPS siswa pada kelompok posttest lebih tinggi daripada rata-rata hasil tes KPS siswa pada kelompok pretest. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.4:
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Kelompok Sampel Mean thitung ttabel Kesimpulan
Posttest 36 70,58
7,78 2,00 Tolak H0
Pretest 36 50,25
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (7,78
2,00 ) maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1diterima dengan taraf signifikansi 5%.
2. Analisis Data Hasil Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan pengamatan untuk mengetahui KPS siswa yang diperoleh dari jawaban siswa pada lembar LKS yang dibagikan. Lembar LKS tersebut memuat aspek-aspek KPS, antara lain: mengobservasi, membuat hipotesis, menginterpretasi data, dan mengkomunikasikan. Berikut ini merupakan data yang diperoleh dari observasi selama proses pembelajaran:
a. Mengobservasi
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama empat pertemuan mengenai aspek mengobservasi, secara umum kemampuan mengobservasi siswa berada pada kategori tinggi. Pada pertemuan pertama, siswa memperoleh nilai rata-rata 85,68%. Terjadi kenaikan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)