Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan bank syariah di Indonesia secara formal, dimulai sejak lahir Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Selain memberi dasar hukum bagi keberadaan bank syariah, regulasi tersebut juga menandai permulaan era sistem perbankan ganda dual banking system di Indonesia. 1 Namun, pertumbuhan bank syariah di Indonesia secara signifikan baru terjadi setelah pemberlakuan Undang-Undang No.10 Tahun 1998, serta Undang- Undang No.23 Tahun 1999. 2 Terlebih, setelah terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang menghancurkan berbagai sendi perekonomian serta meluluh lantakkan sistem perbankan konvensional. Pada saat perbankan konvensional terpuruk menghadapi krisis, bank syariah relatif dapat bertahan, bahkan menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini 1 Iman Hilman. dkk, Perbankan Syariah Masa Depan Jakarta: Senayan Abadi, 2003, Cet. Pertama, h.118 2 Ibid. tidak hanya membuktikan, bahwa perbankan konvensional yang didasarkan oleh sistem ekonomi kapitalis-sekuler, tidak mempunyai resistensi yang tangguh untuk menjawab segala ketidakpastian pasar. Namun juga membuktikan keunggulan nilai dan sistem yang dimiliki perbankan syariah. Setelah terjadi krisis ekonomi, perkembangan bank syariah di Indonesia tercatat cukup pesat. Berdasarkan statisik perbankan syariah posisi November 2007, telah terdapat 3 Bank Umum Syariah, 26 Unit Usaha Syariah, serta 114 Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Indonesia. Sementara total aset yang dimiliki perbankan syariah telah mencapai kurang lebih 33 Trilyun Rupiah, dengan pangsa pasar sebesar 1,77 dari total aset perbankan di Indonesia. Tabel 1.1 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Keterangan 1998 2002 2004 2006 2007 Bank Umum Syariah 1 2 3 3 3 Unit Usaha Syariah - 6 15 20 26 BPRS 78 83 88 105 114 Sumber: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia. Posisi November 2007 Keunggulan nilai, prinsip maupun sistem yang dimiliki oleh bank syariah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pengembangan sektor riil di Indonesia. Salah satu hal yang dapat dijadikan indikator terhadap hal tersebut, adalah total Financing to Deposit Ratio FDR pada bank syariah. Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah Indonesia posisi November 2007, total FDR bank syariah tercatat cukup tinggi, yaitu mencapai 102,65. Dengan demikian hal tersebut tidak hanya membuktikan bahwa bank syariah memiliki sistem yang jauh lebih unggul, namun juga sekaligus menunjukkan bahwa bank syariah dapat menjalankan fungsi intermediasi secara lebih optimal. Peran bank syariah dalam menggerakkan sektor riil tentu tidak terlepas dari peran Bank Perkreditan Rakyat Syariah BPRS, yang memiliki tujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat ekonomi lemah. 3 Dengan ruang lingkup yang cukup fleksibel, BPRS mampu menjangkau lapisan masyarakat yang tidak bisa atau sulit dijangkau oleh Bank Umum Syariah. Sehingga, memiliki kontribusi cukup berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat golongan lemah. Salah satu BPRS yang terdapat di Propinsi Jawa Barat, adalah PD BPRS Kota Bekasi, yang merupakan bank syariah pertama milik Pemerintah Daerah Kota Bekasi. Sebagai lembaga keuangan milik Pemerintah Daerah, PD BPRS Kota Bekasi bertujuan untuk melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah di bidang ekonomi, dengan menerapkan prinsip perbankan berlandaskan syariah, serta menggerakkan pembangunan ekonomi masyarakat Kota Bekasi. 4 Dalam menghimpun dana masyarakat, PD BPRS Kota Bekasi memiliki produk penghimpunan dana yang dapat diandalkan dalam memenuhi kebutuhan dana jangka panjang, yaitu produk Tabungan Mudharabah. Produk tersebut 3 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Keuangan terkait,BMI dan Takaful di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h.119 4 Company Profile PD BPR Syariah Kota Bekasi, Bekasi: PD BPR Syariah Kota Bekasi, 2007, h.3 menyasar kalangan bawah dan akar rumput sebagai target pemasaran. Strategi yang dilakukan PD BPRS Kota Bekasi dalam memasarkan produk tersebut adalah dengan meluncurkan program “MGM” yaitu Member-Get-Member. Program Member-Get-Member MGM adalah salah satu strategi pemasaran yang biasa dilakukan oleh perusahaan jasa. Program ini sering dilakukan oleh perusahaan penerbit kartu kredit, bank, asuransi, telekomunikasi, serta perusahaan yang bergerak di bidang leisure dan entertainment, seperti hotel dan kafe. Program tersebut biasa menawarkan hadiah, kepada anggota yang bisa merekomendasikanmereferensikan teman atau kerabatnya untuk menjadi anggota baru. Berbeda dengan program MGM yang biasa dilakukan perusahaan jasa lain, program MGM yang dilakukan oleh BPRS Kota Bekasi memiliki beberapa karakteristik yang berbeda. Perbedaan tersebut terdapat dalam tujuan, konsep, maupun mekanisme operasional program MGM BPRS Kota Bekasi, yang tentu sudah dimodifikasi agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan pemikiran tersebut, muncul keinginan penulis untuk mengetahui lebih lanjut konsep dan implementasi strategi pemasaran Member-Get- Member yang diterapkan oleh PD BPRS Kota Bekasi, serta analisa terhadap strategi pemasaran tersebut dalam perspektif syariah. Permasalahan inilah yang akan dibahas dalam skripsi yang diberi judul: “ANALISA STRATEGI PEMASARAN MEMBER GET MEMBER MGM TABUNGAN MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF SYARIAH PADA PERUSAHAAN DAERAH PD BPR SYARIAH KOTA BEKASI”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah