Sisi-Sisi Mukjizat al-Qur’an

21

3. Sisi-Sisi Mukjizat al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab samawi yang dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa tidak seorang pun yang mampu mendatangkan kitab sepertinya, meskipun seluruh manusia dan jin berkumpul untuk melakukan hal itu. 10 Bahkan, mereka tidak akan mampu sekalipun untuk menyusun, misalnya, sepuluh surat saja, 11 atau malah satu surat pendek sekalipun yang hanya mencakup satu baris saja. 12 Oleh karena itu, al-Qur’an menantang seluruh umat manusia untuk melakukan hal itu. Dan banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan tantangan tersebut. Sesungguhnya ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan hal yang sama dan memenuhi tantangan tersebut merupakan bukti atas kebenaran kitab suci itu dan risalah Nabi Muhammad saw dari Allah SWT. 13 Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an telah membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul saw pembawa kitab ini, telah menyampaikannya kepada umat manusia bahwa al-Qur’an sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya hingga akhir masa. Atas dasar uraian di atas, setiap manusia yakin bahwa al-Qur’an merupakan kitab samawi yang istimewa, yang tidak mungkin ditiru atau dipalsukan, dan tidak mungkin pula bagi setiap individu atau kelompok manapun untuk mendatangkan kitab yang sepadan dengannya, sekalipun mereka 10 Lihat QS. Al-Isra17: 88. 11 Lihat QS. Hud11: 13. 12 Lihat QS. Yunus10: 38. 13 Lihat QS. Al-Baqarah2: 23-24 22 mengerahkan seluruh kekuatan dan telah menjalani pendidikan dan pelatihan demi hal itu. Artinya, kitab suci itu memiliki ciri-ciri kemukjizatan, yaitu luar biasa, tak bisa ditiru dan dipalsukan, dan diturunkan sebagai bukti atas kebenaran kenabian seseorang. Dengan demikian untuk membuktikan al-Qur’an adalah mukjizat yang hakiki banyak sekali tokoh-tokoh yang mengspesifikasikan aspek-aspek mukjizat al-Qur’an, sebut saja al-Suyuthi yang membagi mukjizat menjadi dua, yakni mukjizat hissiyyah indrawi dan mukjizat ‘aqliyyah rasional. Kebanyakan mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Bani Israil adalah bersifat hissiyyah, hal itu disebabkan oleh kebodohan dan kelemahan pandangan pemikiran mereka, seperti; seperti unta Nabi Shaleh as, tongkatnya Nabi Musa as dan Nabi Ibrahim as yang tidak terbakar dengan api. Sedangkan kebanyakan mukjizat yang dianugrahkan kepada umat Islam bersifat ‘aqliyyah sesuai dengan kecerdasan, kepintaran dan kesempurnaan daya nalarnya, seperti al-Qur’an yang mukjizatnya terus berlaku sampai hari kiamat, yang mukjizatnya tidak hancur setelah masa kenabiannya berakhir. Adapun kemukjizatan al-Qur’an ini dapat disaksikan dengan gaya nalar dan pandangan batin manusia dan karena itu orang yang tidak menyaksikan turunnya wahyu dapat mengimaninya. Sebab, apa yang disaksikan oleh kasatmata akan sirna seiring dengan sirnanya objek yang dilihat sedangkan apa yang ditangkap oleh mata hati dan daya nalar akan bersifat abadi dan dapat disaksikan terus menerus oleh orang-orang yang datang kemudian. 14 14 Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Terj. Tarmana Abdul Qosim Bandung: Mizan, 2003, cet-3, h. 229-230. 23 Menurut Muhammad Husayn al-Thabathaba’i, mukjizat al-Qur’an merujuk kebeberapa hal, diantaranya: keluasan pengetahuan yang dikandungnya; kepribadian Nabi Muhammad saw yang menyampaikan al-Qur’an; kandungan berita gaib di dalamnya; bersihnya al-Qur’an dari pertentangan di dalamnya; dan al-Qur’an mengungguli kitab manapun dalam keindahan maknanya. 15 Imam Fakhrudin al-Razi mengatakan bahwa aspek kemukjizatan al- Qur’an terletak pada kefasihan kata-kataya, keunikan gaya bahasanya, serta kesempurnaan redaksinya. Berbeda dengan al-Razi, al-Zamaksari menegaskan bahwa aspek kemukjizatan al-Qur’an dikembalikan pada susunan spesifiknya al- ta’lif al-khashsh, bukan pada susunan globalnya muthlaq al-ta’lif. 16 Sedangkan, M. Quraish Shihab membagi mukjizat al-Qur’an dari tiga aspek, yaitu; aspek kebahasaan, isyarat ilmiah dan pemberitaan ghaib. Dari sekian banyak aspek-aspek mukjizat al-Qur’an diatas, maka secara umum dapat disimpulkan, bahwa mukjizat al-Qur’an meliputi: aspek kebahasaan, pemberitaan ghaib, dan isyarat ilmiah. Untuk lebih jelasnya ketiga aspek mukjizat al-Qur’an dijelaskan berikut ini: 1. Kemukjizatan al-Qur’an dari aspek bahasa Al-Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad saw. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra Arab. Penyair mendapat kedudukan yang sangat istimewa dalam 15 Muhammad Husayn al-Thabathaba’i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Beirut: Mu’assasah al-I’lami li al-Mathbu’at, 1991, cet-1, j. 1, h. 63-73. 16 Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an. Terj. Tarmana Abdul Qosim Bandung: Mizan, 2003, cet-3, h. 232. 24 masyarakat Arab, sebenarnya mereka yang hidup pada masa turunnya al- Qur’an adalah masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan al-Qur’an. Tetapi sebagian mereka tidak dapat menerima al- Qur’an karena pesan-pesan yang dikandungnya merupakan sesuatu yang baru, di samping tidak sejalan dengan adat kebiasaan dan bertentangan dengan kepercayaan mereka. Namun mereka tidak semuanya menolak, oleh karena itu sesekali mereka menyatakan bahwa al-Qur’an adalah syair, karena mereka menyadari keindahan susunan dan nada irama al-Qur’an yang sangat menyentuh bagaikan syairnya para penyair ulung. Tetapi al- Qur’an bukan syair seperti yang mereka kenal selama ini. bahkan mereka menuduh bahwa al-Qur’an adalah sihir ulung dan perdukunan. 17 Dari penjelasan di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa keunikan dan keistimewaan al-Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab yang dihadapi al-Qur’an pada masa turunnya, justru kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan dari segi isyarat ilmiahnya atau segi pemberitaan gaibnya, karena kedua aspek ini berada di luar pengetahuan dan kemampuan mereka. Sementara kalau seseorang atau masyarakat tidak dapat mengetahui atau merasakan betapa indah dan teliti bahasa al-Qur’an, bukan berarti aspek ini tidak ditantangkan kepada mereka. 17 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 2003, cet-4, h. 112. 25 Hal ini juga tidak mengurangi keistimewaannya dari segi bahasa, akan tetapi karena mereka tidak memahaminya, maka perlu ditampilkan aspek lain dari keistimewaan al-Qur’an yang mereka pahami seperti isyarat ilmiah atau pemberitaan gaibnya, maka kalau pada saat ini ada seorang yang merasa mampu dalam bidang bahasa, maka al-Qur’an akan tetap tampil menantangnya dalam bidang kebahasaan. Seperti tantangan al-Qur’an untuk menyusun serupa dengannya, atau menyusun lebih kurang dari sepuluh surat saja. Bahasa Arab sejak masa turunnya al-Qur’an hingga saat ini telah melewati periode-periode yang beraneka ragam, baik masa kejayaan atau masa kemundurannya, pada masa peradaban dan masa primitif, namun al- Qur’an tetap berada “di atas” dari hasil seluruh karya yang ada. Karena di dalamnya terdapat susunan kata-kata yang istimewa, terdapat gaya yang hakiki, majaz, ijaz dan itnab meskipun bahasa itu telah meningkat dan tinggi tetapi di hadapan al-Qur’an, dengan kemukjizatan bahasanya, ia menjadi pecahan-pecahan kecil yang tunduk menghormat dan takut terhadap uslub al-Qur’an. 18 Kemukjizatan dari segi bahasa ini dapat dilihat diantaranya melalui: pertama Susunan kata dan kalimat al-Qur’an yang bercirikan, yaitu; Mempunyai nada dan langgamnya yang terasa berbeda dari yang lainnya, bukan syair ataupun puisi, namun terasa terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka-cita. 18 Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009, cet-12, h. 26 Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata-kata yang dipilih melahirkan keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya. Seperti misalnya dalam surat An-Nazi’at79 1-14. 19                                                        Artinya:1. demi malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan keras, 2. dan malaikat-malaikat yang mencabut nyawa dengan lemah- lembut, 3. dan malaikat-malaikat yang turun dari langit dengan cepat, 4. dan malaikat-malaikat yang mendahului dengan kencang, 5. dan malaikat-malaikat yang mengatur urusan dunia. 6. Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam, 7. tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. 8. hati manusia pada waktu itu sangat takut, 9. pandangannya tunduk. 10. orang-orang kafir berkata: Apakah Sesungguhnya Kami benar- benar dikembalikan kepada kehidupan semula? 11. Apakah akan dibangkitkan juga apabila Kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat? 12. mereka berkata: Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. 13. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja, 14. Maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. Kedua Mempunyai Keseimbangan Redaksi, Abdurraziq Naufal dalam bukunya al-‘Ijaz al-‘Adad al-Qur’an al-Karim Kemukjiatan dari segi Bilangan dalam al-Qur’an, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan tersebut, diantaranya; Keseimbangan antara jumlah 19 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 2003, cet-4, h. 11-119. 27 bilangan kata dengan antonimnya; تﺎﯿﺤﻟا kehidupan dan تﻮﻤﻟا kematian masing-masing sebanyak 145 kali, ﻊﻔﻨﻟا manfaat dan دﺎﺴﻔﻟا muradarkerusakan masing-masing sebanyak 50 kali, ﺮﺤﻟا panas dan دﺮﺒﻟاdingin masing-masing 4 kali. تﺎﺤﻟﺎﺼﻟا kebajikan dengan تﺎﺌﯿﺴﻟا keburukan ada 167 kali. Dan masih banyak lagi kesimbangan- kesimbangan redaksi al-Qur’an yang menunjukkan keunggulan redaksi dan bahasa al-Qur’an. 2. Isyarat-isyarat ilmiah Al-Qur’an berbicara panjang lebar tentang manusia, dan salah satu yang diuraikannya adalah persoalan reproduksi manusia, serta tahap-tahap yang dilaluinya hingga tercipta sebagai manusia ciptaan Tuhan yang lain dari yang lain. Berikut dikemukakan sekelumit tentang persoalan ini. Qs. An-najm53: 45-46            Artinya: dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang- pasangan pria dan wanita. dari air mani, apabila dipancarkan. Dalam Qs. An-najm di atas secara tegas menyatakan bahwa dari setetes nuthfah yang memancar itu Allah SWT menciptakan kedua jenis manusia laki-laki dan perempuan. Dan ini memberikan informasi yang sangat akurat. Peneliti ilmiah membuktikan adanya dua macam kandungan sperma mani laki-laki yaitu kromosom laki-laki yang dilambangkan dengan huruf “Y”, dan kromosom perempuan yang dilambangka dengan 28 huruf “X”. sedangkan ovum hanya semacam, yaitu yang dilambangkan X. apabila yang membuahi ovum adalah sperma yang memiliki kromosom Y, maka anak yang dikandung adalah laki-laki, dan bila X bertemu dengan X, maka anak yang dikandung adalah perempuan. Jika demikan yang menentukan jenis kelamin adalah nuthfah yang dituangkan sang ayah itu. 20 3. Pemberitaan gaib Adanya berita ghaib dalam al-Qur’an juga menunjukkan bahwa kitab suci tersebut betul-betul wahyu Allah SWT karena tidak mungkin hal-hal yang terjadi ratusan ribu tahun yang lalu bisa diketahui oleh Nabi apalagi menceritakannya, kalau bukan wahyu dari Allah SWT yang Maha Mengetahui segala rahasia dan kejadian 21 . Berita ghaib itu bisa mengenai kejadian yang telah lalu, kejadian sekarang ataupun kejadian yang akan datang. Seperti dalam QS. Ar-Rum30:2-3             Artinya: “telah dikalahkan bangsa Rumawi 22 , di negeri yang terdekat 23 dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang” 24 . Dalam ayat di atas disebutkan bahwa bangsa Romawi akan menang terhadap bangsa Persia, setelah dia dikalahkan. Kemenangan bangsa Romawi itu belum terjadi, waktu ayat itu diturunkan. Tetapi, 20 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, Bandung: Mizan, 2003, cet-4, h. 167-168. 21 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 1998 , hal 287 22 Maksudnya: Rumawi Timur yang berpusat di Konstantinopel. 23 Maksudnya: terdekat ke negeri Arab Yaitu Syria dan Palestina sewaktu menjadi jajahan kerajaan Rumawi Timur. 24 Bangsa Rumawi adalah satu bangsa yang beragama Nasrani yang mempunyai kitab suci, sedang bangsa Persia adalah beragama Majusi, menyembah api dan berhala musyrik. kedua bangsa itu saling perang memerangi. 29 isyarat al-Qur’an tersebut tepat karena beberpa tahun kemudian bangsa Romawi dapat mengalahkan bangsa Persia. Dengan kejadian yang demikian nyatalah kebenaran Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rasul dan kebenaran al-Quran sebagai firman Allah SWT.

4. Macam-macam I’jaz al-Qur’an dan Fungsi I’jaz al-Qur’an