Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) Menurut Kuh Perdata Dan Pbi Nomor 16/8/Pbi/2014 (Studi Pada Pt. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan)
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ELECTRONIC DATA CAPTURE ANTARA BANK DENGAN PEDAGANG (MERCHANT)
MENURUT KUHPERDATA DAN PBI NOMOR 16/8/PBI/2014 (Studi pada PT. Bank Negara Indonesia, TbkMedan)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
MEILANY SILITONGA NIM: 110200108
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ELECTRONIC DATA CAPTURE ANTARA BANK DENGAN PEDAGANG (MERCHANT)
MENURUT KUH PERDATA DAN PBI NOMOR 16/8/PBI/2014 (Studi pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan)
Skripsi
Disusun dan Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
MEILANY SILITONGA NIM: 110200108
Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum NIP. 196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H., M.S. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum NIP. 196801281994032001 NIP. 196204211988031004
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : MEILANY SILITONGA
NIM : 110200108
JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA
ELECTRONIC DATA CAPTURE ANTARA BANK DENGAN PEDAGANG (MERCHANT) MENURUT KUH PERDATA DAN PBI NOMOR 16/8/PBI/2014 (STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA, TBK MEDAN)
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak
merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan maka
segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
MEDAN, 25 MARET 2015
MEILANY SILITONGA NIM : 110200108
(4)
ABSTRAK
Meilany Silitonga
Tan Kamello
Puspa Melati Hasibuan
Perjanjian kerjasama yang dilakukan antara Bank dengan Pedagang (Merchant) dalam hal penyediaan electronic data capture (EDC) adalah perjanjian sewa-menyewa yang sering dijumpai sehingga menarik untuk membahas hal ini. Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan barang dengan pihak penyewa untuk dinikmati fungsinya. Di dalam skripsi ini, permasalahan yang dibahas adalah pelaksanaan perjanjian kerjasama EDC yang dilakukan antara bank dengan pedagang (merchant), prosedur dalam sistem EDC dan otorisasi transaksi Bank terhadap pedagang, serta hambatan dan upaya para pihak dalam perjanjian kerjasama dan penyediaan EDC.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Metode ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama EDC antara bank dengan pedagang ditinjau dari KUH Perdata dan PBI Nomor 16/8/PBI/2014. Dalam penulisan skripsi ini data diperoleh dari bukti empiris tidak
mendalam dengan wawancara lapangan (field research) di PT. Bank Negara
Indonesia, Tbk Medan dan studi pustaka (library research) maka hasil penelitian
ini menggunakan analisis kualitatif dimana analisis tidak membutuhkan populasi
dan sampel dengan berdasarkan kualitas data untuk memperoleh gambaran
permasalahan secara mendalam dan komprehensif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian kerjasama EDC yang dilakukan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan (selanjutnya
disebut Bank) dengan merchant merupakan perjanjian sewa-menyewa yang
diawali dengan negosiasi, lalu penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance).
Selanjutnya, dalam prosedur perizinan sistem EDC merchant, Bank harus melihat
dari sisi aktivitas usaha, dan merchant memenuhi persyaratan dokumen dan
membayar biaya sewa setiap bulan. Otorisasi Bank atas semua transaksi otomatis
sudah masuk ke rekening penampung (merchant). Bank hanya melihat pada
mekanisme transaksinya saja. Hambatan para pihak saat perjanjian kerjasama
EDC yaitu berpotensi terjadi kelalaian atau penipuan oleh merchant dan apabila
terjadi, merchant harus mengganti kerugian yang dialami oleh pihak manapun,
jika ada gangguan jaringan yang menghambat proses pendebetan rekening dan double swipe kartu maka Bank melakukan rekonsiliasi untuk ditindak ke pusat. Kata Kunci: Perjanjian, Electronic Data Capture, Pedagang
(5)
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur dan hormat kepada Tuhan Yesus, karena kasih karunia dan kebaikan-Nya yang masih diberikan kepada penulis dari sejak lulus dan menjalani proses perkuliahan sampai penulis menyelesaikan skripsi ini pada Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Dagang di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN
KERJASAMA ELECTRONIC DATA CAPTURE ANTARA BANK DENGAN
PEDAGANG (MERCHANT) MENURUT KUH PERDATA DAN PBI NOMOR
16/8/PBI/2014 (STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA, TBK
MEDAN)” disusun dan diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari ada banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis terbuka menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan di kemudian hari.
Mulai dari pengerjaan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis memberikan materi perkuliahan, hingga dukungan moril-materil dan semangat untuk penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
(6)
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
4. Bapak OK. Saidin, S.H., M.Hum, sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
7. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
8. Bapak Armansyah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Penasihat Akademik penulis yang telah memberikan nasihat dan arahan kepada penulis
9. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing penulis berupa masukan dan arahan yang baik di dalam pengerjaan skripsi ini
10.Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing penulis dan memberikan masukan serta arahan yang baik di dalam pengerjaan skripsi ini
(7)
11.Seluruh Staf Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membagikan ilmu khususnya dalam bidang hukum
12.Seluruh Pegawai dan Staf yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di bagian pendidikan dari awal memasuki bangku perkuliahan sampai sekarang
13.Segenap Pimpinan dan Karyawan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan USU dan Kesawan, khususnya kepada Bapak Ade Chandra, selaku Marketing Manager untuk Cards and Business Merchant, yang telah membantu penulis memberikan beberapa data yang diperlukan
penulis untuk pengerjaan skripsi ini, Bang Ahmad selaku HRD di Cabang
USU yang telah mengizinkan penulis mengadakan riset dan membantu proses pengurusan riset sampai selesai, dan terima kasih juga kepada Abang Satpam yang ramah dan friendly, terutama Abang Satpam di Cabang Kesawan yang telah bersedia menjadi teman ngobrol penulis pada saat menunggu narasumber riset.
14.Keluargaku Terkasih yang telah membantu penulis dalam doa, kasih sayang dan dukungan moril dan materil yang begitu besar, teristimewa
untuk Bapakku yang paling super di hidupku Hulman Silitonga, S.H.,
yang amat baik dan sangat kucintai, sumber inspirasi dan penyemangat hidupku, yang tidak kenal lelah berjuang untuk anak-anaknya. Semoga aku
bisa menjadi penerus bapak di keluarga ini dan Mama Helena Sianturi
yang telah melahiran dan membesarkan penulis dari kecil sampai sebesar sekarang. Thank you so much for everything all you have given to me.
(8)
15.Adik-adik Penulis Tersayang, si bungsu Chintiya Octaviani Silitonga yang selalu mendukung penulis dalam doa dan semangat, dan yang selalu
membuat penulis tersenyum dan termotivasi, juga Paul Santosa Silitonga
di Bandung yang telah membantu penulis dalam dukungan doa dan semangat. Walaupun sedang terpisah jarak, tapi semua untuk masa depan kita untuk bahagiakan orang tua.
16.Semua Saudara dimanapun berada terkhusus ma tua dan pa tua Nadia dan Alexandro yang ada di Tangerang, kak Mega dan keluarga di Jakarta Timur, terima kasih untuk doa, dukungan, semangat, nasehat, masukan dan arahan untuk penulis. Begitu banyak nasehat dan motivasi yang dapat penulis jadikan cambuk kesuksesan.
17.Armansyah Putra Lumban Gaol, seseorang spesial yang telah bersedia menjadi tempat penulis berbagi suka duka, tempat penulis berkeluh-kesah, yang sangat sabar dan tak pernah henti memberi masukan dan arahan untuk kebaikan penulis. Semoga suatu hari nanti kita bisa menggapai
kesuksesan dan mimpi-mimpi kita. Keep fighting and don‟t ever give up!
18.Yunicha Elizabeth Pakpahan (Icut), yang telah bersedia menjadi tempat penulis berbagi canda tawa dan suka duka sejak saat masih SMA di Bengkulu sampai sekarang. Meskipun saat ini terpisah jarak dan kesibukan masing-masing demi impian-impian, but Icut you always stay in my heart. 19.Seluruh Teman di Grup B, terkhusus untuk Mothia Yolandari, Rizky A
Harahap, yang telah bersedia “menampung” penulis di tempat kost kalian sekaligus tempat penulis berbagi canda tawa dan suka duka selama
(9)
mengikuti proses perkuliahan di grup B dan selama pengerjaan skripsi ini. Semoga kelak perjuangan dan jerih payah kita membuahkan hasil, serta Fifi, Narti, Elsa, Yanti, Lena yang pernah menjadi tempat penulis berbagi canda tawa dan suka duka segala hal.
20.Seluruh Teman yang Berbeda Grup, khususnya kak Rika Hanifah yang baik hati telah membantu memberikan arahan dan masukan serta meluangkan waktunya kepada penulis, semoga kita sukses kak., serta semua teman penulis yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang pernah berbagi canda tawa, suka duka jadi mahasiswa, dan yang telah membantu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. 21.Seluruh Rekan-Rekan di DPC Permahi Medan, yang telah membuka
ruang bagi penulis untuk mengembangkan soft skill, yang dapat menambah wawasan penulis dan memperluas pergaulan penulis karena telah mengenal kalian semua. Penulis yakin bahwa semua yang telah penulis dapat dalam organisasi ini kelak sangat berguna bagi penulis di kemudian hari.
Penulis berharap dengan segala keterbatasannya, dan yang masih jauh dari sempurna ini kelak semua dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan berfaedah bagi semua pihak, khususnya para mahasiswa dan kalangan praktisi.
Akhir kata, “manusia boleh berencana, tapi kehendak Tuhanlah yang
jadi”. Untuk semua yang telah penulis perbuat semoga Tuhan merestui dan memberikan kemudahan. Amin.
(10)
Medan, 27 Maret 2015 Penulis,
MEILANY SILITONGA 110200108
(11)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... vii ABSTRAK ... x
BAB I PENDAHULUAN
A. ...L atar Belakang ... 1 B. ...P ermasalahan ... 7 C. ...T ujuan Penelitian ... 7 D. ... M
anfaat Penelitian ... 8 E.... M etode Penelitian ... 9 F. ... K
easlian Penulisan ... 12 G. ... S
istematika Penulisan ... 13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
A. Perjanjian Pada Umumnya
1. ... P engertian dan Dasar Hukum Perjanjian ... 16 2. ... S
yarat-syarat Sahnya Perjanjian ... 19
(12)
3. ...A sas-asas Hukum Perjanjian ... 29 4. ... S
ubjek dan Objek Perjanjian ... 32 5. ... J
enis-jenis Perjanjian dan Jenis Perjanjian Kerjasama EDC ... 33
B. Pihak-pihak dalam Perjanjian Kerjasama (Penerbit dan Pedagang)
1. ... Pe ngertian dan Dasar Hukum Penerbit ... 40 2... Pi
hak terkait dalam Penerbitan Uang Elektronik ... 48 3. ... Kr
iteria Penerbit Uang Elektronik sebagai Penyelenggara Sistem Pembayaran EDC ... 50 4. ... Pe
ngertian Pedagang (Merchant) ... 51 5. ... Kl
asifikasi Pedagang (Merchant) ... 53 6. ... Kr
iteria Pedagang (Merchant) sebagai Penyedia Sistem Pembayaran
EDC... 54 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ELECTRONIC DATA CAPTURE
(EDC)
A. ... P engertian dan Dasar Hukum EDC ... 55 B. ... P
eran Bank Sentral dalam Sistem Pembayaran nontunai EDC ... 57
(13)
C. ... P erbedaan Electronic Data Capture dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) ... 60 D. ... R
isiko-risiko Sistem Pembayaran nontunai ... 64 E.... K
elebihan dan Kekurangan Sistem Pembayaran nontunai EDC ... 65 BABVI PERJANJIAN KERJASAMA ELECTRONIC DATA CAPTURE
(EDC) ANTARA BANK BNI DENGAN PEDAGANG (MERCHANT)
MENURUT KUH PERDATA DAN PBI NOMOR 16/8/PBI/2014
A. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture
(Studi pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan) ... 72 B... Pr
osedur Sistem Electronic Data Capture dan Otorisasi Transaksi oleh
Bank Terhadap Pedagang (Merchant)
(Studi pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan) ... 78
C. Hambatan dan Upaya Para Pihak Saat Melakukan Perjanjian
Kerjasama EDC
(Studi pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan) ... 83 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. ... K esimpulan ... 86 B. ... S
aran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN
(14)
ABSTRAK
Meilany Silitonga
Tan Kamello
Puspa Melati Hasibuan
Perjanjian kerjasama yang dilakukan antara Bank dengan Pedagang (Merchant) dalam hal penyediaan electronic data capture (EDC) adalah perjanjian sewa-menyewa yang sering dijumpai sehingga menarik untuk membahas hal ini. Pasal 1548 KUH Perdata menyebutkan sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan barang dengan pihak penyewa untuk dinikmati fungsinya. Di dalam skripsi ini, permasalahan yang dibahas adalah pelaksanaan perjanjian kerjasama EDC yang dilakukan antara bank dengan pedagang (merchant), prosedur dalam sistem EDC dan otorisasi transaksi Bank terhadap pedagang, serta hambatan dan upaya para pihak dalam perjanjian kerjasama dan penyediaan EDC.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Metode ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan perjanjian kerjasama EDC antara bank dengan pedagang ditinjau dari KUH Perdata dan PBI Nomor 16/8/PBI/2014. Dalam penulisan skripsi ini data diperoleh dari bukti empiris tidak
mendalam dengan wawancara lapangan (field research) di PT. Bank Negara
Indonesia, Tbk Medan dan studi pustaka (library research) maka hasil penelitian
ini menggunakan analisis kualitatif dimana analisis tidak membutuhkan populasi
dan sampel dengan berdasarkan kualitas data untuk memperoleh gambaran
permasalahan secara mendalam dan komprehensif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian kerjasama EDC yang dilakukan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan (selanjutnya
disebut Bank) dengan merchant merupakan perjanjian sewa-menyewa yang
diawali dengan negosiasi, lalu penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance).
Selanjutnya, dalam prosedur perizinan sistem EDC merchant, Bank harus melihat
dari sisi aktivitas usaha, dan merchant memenuhi persyaratan dokumen dan
membayar biaya sewa setiap bulan. Otorisasi Bank atas semua transaksi otomatis
sudah masuk ke rekening penampung (merchant). Bank hanya melihat pada
mekanisme transaksinya saja. Hambatan para pihak saat perjanjian kerjasama
EDC yaitu berpotensi terjadi kelalaian atau penipuan oleh merchant dan apabila
terjadi, merchant harus mengganti kerugian yang dialami oleh pihak manapun,
jika ada gangguan jaringan yang menghambat proses pendebetan rekening dan double swipe kartu maka Bank melakukan rekonsiliasi untuk ditindak ke pusat. Kata Kunci: Perjanjian, Electronic Data Capture, Pedagang
(15)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman telah menuntut berbagai jenis bidang usaha untuk
memudahkan para pelanggannya (customer) melakukan transaksi perbankan
dalam rangka mendukung efisiensi dan kepraktisan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan bidang usaha tersebut. Hal ini diikuti juga dengan tersedianya bermacam-macam produk perbankan yang ditawarkan perusahaan perbankan untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan masyarakat di era yang semakin modern ini. Melihat hal-hal tersebut, beberapa lembaga perbankan maupun lembaga bukan bank mulai menawarkan jasa penyediaan mesin penangkap data elektronik atau
selanjutnya disebut Electronic Data Capture (EDC) yang merupakan sebuah
sistem pembayaran nontunai berbentuk uang elektronik (e-money). Dalam
perkembangan teknologi informasi, layanan produk-produk bank tidak lagi menggunakan layanan konvensional saja, tetapi layanan itu kini dapat dilakukan menggunakan fasilitas teknologi informasi. Layanan-layanan penarikan dana, baik penarikan karena fasilitas kredit maupun fasilitas lain dari bank seperti
pemanfaatan Electronic Data Capture (EDC) dapat menggunakan teknologi
dengan sarana kartu, termasuk pembelian-pembelian yang dilakukan oleh nasabah.
Dilihat dari sejarah transfer uang, maka sejak manusia mulai mengenal
uang, telah terbentuk beberapa cara pengiriman uang. Mulai dari cara yang
(16)
sederhana, yakni dengan membawa sendiri atau menyuruh orang lain membawa uang (pemindahan fisik atau visual), sampai dengan sistem pemindahan uang non fisik atau nontunai yang canggih-canggih saat ini. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah pula memberikan kontribusi secara langsung terhadap perkembangan metode-metode transfer ini. Dalam sejarah hukum secara universal, hukum yang berkenaan dengan uang, termasuk kiriman
uang ini memegang peranan kunci dalam hukum bisnis.1
Dengan semakin majunya teknologi informasi, transaksi pembayaran non tunai terlihat pada ketersediaan jasa pembayaran nontunai baik yang dilakukan bank maupun lembaga selain bank, yang mau tidak mau dituntut untuk mengikuti dan menggunakan teknologi ini sebagai bagian dari sistem pelayanannya yang
dikenal dengan transaksi perbankan elektronik (electronic banking).
Perkembangan teknologi akan mengubah secara radikal sistem transaksi
perbankan, yang pada akhirnya mengubah budaya perbankan.2 Transaksi-transaksi
konvensional melalui paper, cepat atau lambat harus ditinggalkan. Oleh karena
itu, pada akhirnya transaksi perbankan akan sangat tergantung pada
perkembangan teknologi. Tegasnya, transaksi perbankan elektronik (electronic
banking) merupakan tumpuan harapan dari seluruh transaksi perbankan di masa
mendatang.3
Jenis alat pembayaran elektronik ini ada berbagai macam seperti kartu
kredit, kartu debet dan yang baru-baru ini berkembang adalah e-money yang
1
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 87
2
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Bogor, 2006, hlm. 195
3
(17)
biasanya dalam bentuk kartu penyimpan dana (stored value card). Di Indonesia alat pembayaran seperti ini telah diatur dalam sebuah Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan PBI nomor 16/8/PBI/2014 tentang Uang
Elektronik (E-Money).
Dalam penggunaan sistem elektronik ada dua hal mendasar yang perlu
diperhatikan. Pertama, teknologi merupakan hasil temuan manusia yang tentunya akan mempunyai kelemahan-kelemahan dalam sistem teknisnya. Kedua, teknologi selain memiliki kelemahan dalam sistem teknisnya juga mempunyai
ketidakpastian dalam segi jaminan kepastian hukum.4
Pada perkembangannya, transaksi perbankan akan menggunakan sistem
teknologi informasi sehingga hal tersebut akan mengakibatkan menurunnya transaksi-transaksi melalui konter bank. Kegiatan-kegiatan yang dulu dilakukan oleh cabang bank, kini cukup diwakili oleh mesin penangkap data elektronik,
yang selanjutnya disebut Electronic Data Capture (EDC) atau sarana perintah
lain, misalnya call banking, SMS banking, internet banking, dan lain sebagainya.
Jadi, orang tidak perlu lagi datang dan antri pada konter bank, kecuali pada saat tertentu.
Dalam penggunaan kartu untuk pembayaran, ada beberapa pihak yang
berperan dalam transaksi. Nasabah sebagai pemegang kartu (cardholder),
pedagang (merchant) sebagai pihak yang dapat menerima pembayaran (purchase)
dengan kartu kredit, kartu debit dan kartu prepaid serta juga memiliki hubungan
4
Editorial Jurnal Hukum Bisnis, E-commerce Meningkatkan Efisiensi. Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 18. Maret 2002. hlm. 4
(18)
dengan sebuah bank, yaitu bank yang mengadakan kerjasama dengan pedagang (acquirer), dapat memproses transaksi uang elektronik dan bertanggung jawab
atas penyelesaian pembayaran kepada pedagang. Pada acquirer inilah merchant
memiliki akun yang akan „menampung‟ uang dari pemegang kartu (cardholder).
Selanjutnya, kartu yang digunakan nasabah untuk bertransaksi dengan uang
elektronik biasanya diterbitkan oleh bank penerbit, atau disebut sebagai issuer
atau issuing bank.
Salah satu dari beberapa sistem pembayaran nontunai yang belum lama
digunakan adalah mesin penangkap data elektronik atau selanjutnya disebut Electronic Data Capture (EDC). Mesin Electronic Data Capture (EDC)
merupakan salah satu produk pembayaran berbentuk uang elektronik (e-money)
yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk pembayaran elektronik
lainnya seperti phone banking, internet banking, kartu kredit, dan kartu debit atau
Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Terkait dengan sistem pembayaran nontunai ini, baik lembaga bank
maupun lembaga bukan bank yang menerapkannya tentu tidak terlepas dari
keberadaan pedagang (merchant) yang menjalankan kegiatan bisnisnya. Para
pihak dalam hal ini harus membuat suatu kontrak terlebih dahulu yang telah disepakati untuk dapat menjalin hubungan kerjasama. Bahkan belum lama ini
beberapa bank BUMN menjalin kerjasama untuk mulai menerapkan Single EDC
Link yang mana satu mesin EDC dapat digunakan untuk beberapa bank. Ini
bertujuan untuk meningkatkan kemudahan dan kenyamanan pedagang (merchant)
(19)
Electronic Data Capture (EDC) merupakan sebuah mesin yang dapat digunakan untuk bertransaksi secara nontunai yang belakangan mulai sering
dijadikan metode pembayaran di beberapa merchant. Namun sistem
pembuktiannya dianggap menjadi kelemahan mesin ini. Banyaknya penggunaan uang elektronik ternyata jauh lebih rentan terhadap kesalahan atau penipuan
dibandingkan dengan cara warkat (paper based).
Di dalam pengadaan mesin EDC pada merchant dapat diberikan kepada
siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian kerjasama
antara penyedia jasa keuangan di satu pihak dan pedagang (merchant) di lain
pihak. Setelah melalui negosiasi dengan penawaran (offer) dan penerimaan
(acceptance), perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang mengikatkan diri dalam suatu kontrak, yang
dalam hal ini ialah antara pedagang (merchant) dan bank.
Selama proses itu tidak menghadapi masalah dalam arti kedua pihak saling
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan maka persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan baru timbul jika salah satu pihak melalaikan kewajiban-kewajiban yang ada dalam kontrak yang diperjanjikan. Namun pada umumnya dalam suatu perjanjian yang dilakukan oleh para pihak yang berkontrak tidak luput dari hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan kontrak yang diperjanjikan yang suatu waktu dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak tertentu.
Berpatokan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
(20)
PBI 16/8/PBI/2014 tentang Uang Elektronik (Electronic Money), dari situ maka
akan terlihat aspek tanggung jawab dari pelaku usaha khususnya merchant
sebagai penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran, prinsipal sebagai pengelola sistem pembayaran elektronik, bank penerbit yang bertindak sebagai
pelaku usaha, dan acquirer sebagai pelaku kerjasama dengan pedagang serta
menganalisa bagaimana KUH Perdata mengatur tentang perjanjian kerjasama.
Dengan uraian diatas tersebut, maka dipilihlah skripsi dengan judul
“TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA ELECTRONIC
DATA CAPTURE (EDC) ANTARA BANK DENGAN PEDAGANG (MERCHANT) MENURUT KUH PERDATA DAN PBI NOMOR 16/8/PBI/2014 (STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk MEDAN)”
B. Perumusan Masalah
Dari uraian sebelumnya, penulisan skripsi ini akan membahas
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerjasama electronic data capture
(EDC)?
2. Bagaimana prosedur sistem electronic data capture (EDC) dan
otorisasi transaksi electronic data capture (EDC) oleh Bank terhadap
merchant?
3. Bagaimana hambatan dan upaya para pihak saat pelaksanaan kontrak
electronic data capture (EDC)? C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut
(21)
data capture (EDC).
2. Untuk mengetahui prosedur dalam sistem electronic data capture
(EDC) dan otorisasi Bank terhadap merchant atas suatu transaksi
electronic data capture (EDC).
3. Untuk mengetahui hambatan dan upaya saat pelaksanaan kontrak
electronic data capture (EDC)
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni : 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
informasi serta kontribusi mengenai hukum perbankan, menjadi bahan kajian untuk menambah serta memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum seperti hukum perjanjian, hukum
perbankan, serta memperdalam mengenai electronic data capture (EDC)
sebagai transaksi nontunai bersama berkaitan dengan perjanjian kerjasama
bank dengan merchant.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan hukum positif dan dapat memberikan sumbangsih pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan dapat dipergunakan untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai hukum perjanjian dan hal-hal mengenai
(22)
lembaga keuangan baik bank maupun lembaga selain bank serta diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat secara umum.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menemukan kenyataan-kenyataan tentang hukum yang berlaku dalam
masyarakat.5
1. Sifat/Jenis Penelitian
Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah bersifat deskriptif analitis mengarah kepada penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau diajukan terhadap peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain dan pelaksanaannya di masyarakat yang dijadikan objek penelitian.
2. Bahan Hukum
Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Adapun data
sekunder yang dimaksud adalah :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah data-data berupa informasi dan
penjelasan berkenaan dengan electronic data capture (EDC) yang
diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh penulis dan dokumen-dokumen hukum yang
5
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 78
(23)
mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini antara lain menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Bank Indonesia.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
yang berisi informasi atau hasil kajian terkait electronic data
capture (EDC) sebagai uang elektronik, seperti hasil kajian seminar-seminar, jurnal-jurnal, buku-buku, makalah-makalah, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada website terpercaya yang mengulas tentang penerapan sistem electronic data capture (EDC) dan hal lainnya yang ada kaitannya dengan pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder, seperti kamus bahasa umum, kamus hukum, serta bahan-bahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data dalam penulisan skripsi ini.
(24)
3. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah
melalui studi lapangan yaitu wawancara dengan Bapak Ade Chandra selaku Marketing Manager Cards and Business Merchant, PT. Bank Negara Indonesia,
Tbk Medan dan studi pustaka (library research) untuk memperoleh data yang
berkaitan dengan objek yang diteliti. 4. Analisis Data
Di dalam penulisan skripsi ini untuk mengolah data yang didapatkan dari
penelusuran di lapangan dan studi pustaka (library research) maka hasil
penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif yaitu merupakan analisis data yang tidak membutuhkan populasi dan sampel dengan berdasarkan kualitas data untuk memperoleh gambaran permasalahan secara mendalam dan komprehensif.
Untuk memperoleh data dari sumber ini penulis memaparkan
temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai tinjauan yuridis perjanjian
kerjasama electronic data capture (EDC) antara bank dengan pedagang
(merchant) menurut KUH Perdata dan PBI Nomor 16/8/PBI/2014 dalam bentuk deskripsi naratif yang mudah dimengerti dan dipahami oleh orang lain.
Dalam penulisan skripsi, metode pendekatan yang digunakan yaitu secara
deskriptif, dimulai dengan analisis terhadap perjanjian kerjasama bank dengan merchant terkait electronic data capture (EDC) sesuai dengan masalah yang diteliti. Spesifikasi suatu penelitian bisa dicapai sampai tahap deskriptif atau inferensial. Penelitian deskriptif apabila hanya menggambarkan keadaan objek,
(25)
sebaliknya penelitian inferensial tidak hanya melukiskan, tetapi dengan keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan. Selanjutnya, berdasarkan kesimpulan itu nantinya dijadikan dasar deduksi untuk menghadapi persoalan khusus atau
tindakan praktis dengan kejadian tertentu.6
Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulis dapat melakukan
tinjauan yuridis mengenai perjanjian kerjasama Electronic Data Capture (EDC)
antara bank dengan pedagang (merchant) menurut KUH Perdata dan PBI Nomor
16/8/PBI/2014 berdasarkan permasalahan yang diteliti.
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan pembahasan terhadap skripsi yang berjudul: Tinjauan Yuridis Perjanjian
Kerjasama Electronic Data Capture (EDC) antara Bank dengan Merchant
menurut KUH Perdata dan PBI Nomor 16/8/PBI/2014 (Studi pada PT. Bank
Negara Indonesia, Tbk Medan).
Skripsi dengan judul di atas adalah judul yang belum pernah dibahas oleh
pihak manapun dan belum pernah dipublikasikan di media manapun dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dan pengerjaan terhadap materi skripsi
6
Sujitno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta, Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, 1982, hlm. 3
(26)
ini dan agar membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya ke dalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA
ANTARA PENERBIT DAN PEDAGANG
Dalam bab ini akan membahas mengenai perjanjian secara umum
yang meliputi pengertian perjanjian dan dasar hukum perjanjian,
syarat-syarat perjanjian, asas-asas perjanjian, subjek dan objek
perjanjian, jenis-jenis perjanjian dan jenis perjanjian kerjasama
EDC, serta pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian kerjasama
EDC yaitu penerbit dan pedagang (merchant) meliputi, pengertian
dan dasar hukum penerbit, pihak terkait dalam penerbitan uang
elektronik, kriteria penerbit uang elektronik sebagai penyelenggara
sistem pembayaran EDC, pengertian pedagang, klasifikasi
pedagang, kriteria pedagang (merchant) sebagai penyedia sistem
pembayaran EDC.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ELECTRONIC DATA
(27)
Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Dasar
Hukum Electronic Data Capture (EDC), Peran Bank Sentral dalam
Sistem Pembayaran nontunai EDC, Perbedaan Electronic Data
Capture dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK),
Risiko-risiko dalam Sistem Pembayaran nontunai EDC, serta
Kelebihan dan Kekurangan sistem pembayaran Electronic Data
Capture.
BAB IV PERJANJIAN KERJASAMA ELECTRONIC DATA
CAPTURE (EDC) ANTARA BANK DENGAN PEDAGANG
(MERCHANT) MENURUT KUH PERDATA DAN PBI
NOMOR 16/8/PBI/2014 (STUDI PADA PT. BANK NEGARA
INDONESIA, TBK MEDAN)
Dalam bab ini akan membahas mengenai Pelaksanaan Perjanjian
Kerjasama Electronic Data Capture, Prosedur Sistem Electronic
Data Capture dan Otorisasi transaksi oleh Bank Terhadap
Pedagang (Merchant), Hambatan dan Upaya yang dihadapi Para
Pihak saat Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran
(28)
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PENERBIT DAN PEDAGANG
A. Perjanjian Pada Umumnya
1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian
Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata ialah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.7
Ketentuan ini menjadi payung berbagai kontrak, baik yang murni privat
berdasarkan prinsip party autonomy, atau kontrak yang dilakukan oleh pemerintah
(contract administrative), kontrak jangka pendek maupun kontrak jangka panjang yang diatur dalam Buku III KUH Perdata.
M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa dengan adanya perjanjian
menimbulkan perikatan yang mengakibatkan adanya satu hubungan hukum antara
orang-orang yang membuatnya. Di dalam suatu perikatan (verbintenis)
terkandung hal-hal sebagai berikut :8
1. adanya hubungan hukum,
2. biasanya mengenai kekayaan atau harta benda,
3. antara dua orang pihak atau lebih,
4. memberikan hak kepada pihak yang satu (kreditur),
5. meletakkan kewajiban pada pihak lain (debitur),
6. adanya prestasi
7
Lihat Pasal 1313 KUH Perdata
8
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996, hlm.6
(29)
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang tersebut berjanji kepada orang
itu untuk melaksanakan suatu hal.9
Perjanjian atau contract mempunyai arti yang lebih kurang sama. Menurut
Black’s Law Dictionary juga dikatakan bahwa agreement mempunyai pengertian
yang lebih luas daripada contract. Semua contract adalah agreement, tetapi tidak
semua agreement merupakan contract.10
Perjanjian menimbulkan banyak perikatan, perikatan berisi
ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak, atau dengan perkataan lain, perikatan merupakan isi dari perjanjian, dan perikatan-perikatan tersebut
memberikan ciri yang membedakan perjanjian tersebut dari perjanjian yang lain.11
Kesepakatan para pihak menimbulkan perjanjian, yang tak lain merupakan
sekelompok perikatan-perikatan. Perjanjian tersebut baru diketahui merupakan perjanjian jenis tertentu, dengan sebutan tertentu, setelah dilihat
perikatan-perikatan yang dilahirkan olehnya.12
Kata “perbuatan” pada perumusan tentang “perjanjian” seperti yang disebutkan dalam Pasal 1313 KUH Perdata lebih tepat jika diganti dengan kata “perbuatan hukum atau tindakan hukum”, hal ini mengingat bahwa di dalam suatu
9
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2000, hlm.1
10
Bila membaca Black’s Law Dictionary : Contract diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
hal yang khusus. “Contract: An agreement between two or more persons which creates an
obligation to do or not to do a peculiar thing”. It essentials are competent parties, subject matter,
a legal consideration, mutuality of agreement, and mutuality of obligation.
11
J. Satrio, Hukum Perikatan-perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm.7
12
(30)
perjanjian, akibat hukum yang muncul memang dikehendaki para pihak.13 Dapat dikatakan bahwa, perjanjian merupakan peristiwa hukum yang berupa tindakan hukum.
Pembicaraan tentang perjanjian dalam kaitannya dengan tindakan hukum
merupakan hal pokok yang penting karena melalui tindakan-tindakan hukum, manusia menyelenggarakan kepentingan-kepentingannya, sedangkan di antara tindakan-tindakan hukum manusia, tindakan menutup perjanjian memegang peranan yang paling utama.
Melalui perjanjian orang mendapatkan, merubah, dan melepaskan hak-hak
serta kewajiban-kewajibannya. Hampir tak ada hak dan kewajiban yang tidak dapat diperoleh seseorang melalui perjanjian. Hanya sedikit saja hak-hak yang tidak dapat dioperkan kepada orang lain melalui kehendak yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Dasarnya tidak lain, pada hakekatnya, kepentingan yang terikat dalam perjanjian yang dibuat para pihak adalah untuk kepentingan para pihak
sendiri yang dilakukan dengan persetujuan sukarela.14
Ada banyak sarjana yang memberikan pengertian tentang perjanjian, akan
tetapi semuanya mempunyai unsur-unsur yang sama yang harus dipenuhi yang dimuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata agar suatu perjanjian menjadi sah di mata hukum.
Suatu perjanjian mengikat para pihak yang menyusunnya apabila
perjanjian tersebut dibuat secara sah sesuai ketentuan yang berlaku. Misalnya,
melalui penyerahan (levering), sebagai akibat dari suatu perjanjian jual-beli atau
13
Ibid., hlm.10
14
(31)
hibah terjadi perpindahan hak atas objek perjanjian, dan jika ada suatu benda disewakan, maka terjadi perubahan pada hak si pemilik, karena sekarang hak
kebendaan pemilik dibatasi oleh perjanjian obligatoir yang ditutup olehnya.15
Charles L.Knapp and Nathan M.Crystal mengartikan law of contract is:
Our society’s legal mechanism for protecting the expectations that arise from the making of agreements for the future exchangeof various types of performance, such as the compeyance of property (tangible and untangible), the performance of services, and the payment of money
(Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal, 1993:4).16
Artinya hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang.
Tumbuh dan berkembangnya hukum kontrak adalah karena adanya asas
kebebasan berkontrak (party autonomy), sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1338 KUH Perdata. Kebebasan itu meliputi kebebasan untuk membuat perjanjian, mengadakan kontrak dengan siapa pun, menentukan isi kontrak, pelaksanaan dan
persyaratannya, serta menentukan bentuk kontrak, yaitu lisan atau tertulis.17
2. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Aktivitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait,
ibaratnya sebuah kereta api hanya akan dapat menuju tujuannya apabila ditopang dengan rel yang berfungsi sebagai landasan geraknya. Keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan para pihak yang berkontrak hendaknya senantiasa memperhatikan aspek kontraktual yang membingkai aktivitas bisnis mereka.
15
Ibid., hlm. 16-17
16
Salim HS, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm.3
17
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.1
(32)
Dengan demikian, bagaimana agar bisnis yang dijalankan dapat sesuai dengan tujuan akan berkorelasi dengan struktur kontrak yang dibangun bersama.
Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak, apabila pertama-tama
dan terutama, kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Pasal 1320 KUH Perdata merupakan suatu instrumen pokok untuk menguji keabsahan kontrak yang dibuat para pihak.
Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut terdapat empat syarat yang
harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak, yaitu :18
a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming van
degenen die zich verbinden);
b) Kecakapan untuk membuat perikatan (de bekwaamheid om eene
verbintenis aan te gaan);
c) Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);
d) Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoorloofde
oorzaak).
Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan kontrak. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu “cocok” atau bersesuaian dengan pernyataan pihak lain. Pernyataan kehendak tidak harus selalu dinyatakan secara tegas namun dapat dengan tingkah laku atau hal-hal lain yang mengungkapkan
18
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian-Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 157
(33)
pernyataan kehendak para pihak.19
Kesepakatan yang merupakan kehendak para pihak dibentuk oleh dua
unsur, yaitu unsur penawaran dan penerimaan. Penawaran (aanbod; offerte; offer)
diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan
perjanjian. Usul ini mencakup esensilia perjanjian yang akan ditutup.20 Tawaran
adalah pernyataan mengenai syarat-syarat yang dikehendaki oleh penawar supaya mengikat. Jika tawaran itu diterima sebagaimana adanya, maka persetujuan itu
tercapai.21 Orang yang ditawari itu tidak dapat menerima tawaran, kecuali jika ia
mengetahui adanya tawaran itu. Dengan kata lain, suatu tawaran harus
dikomunikasikan dengan pihak lain.22
Di dalam praktik sering terjadi perdebatan mengenai masalah kapan
terjadinya penawaran. Para pihak yang terlibat dalam negosiasi dapat menyepakati untuk segera mengikatkan diri dalam kontrak. Ada dua syarat agar penawaran
mengikat:23
(a) adanya persetujuan pihak yang ditawari untuk menutup kontrak melalui
penerimaan;
(b) adanya persetujuan dari pihak yang menawarkan untuk terikat apabila
ada penerimaan.
Dengan demikian, unsur yang menentukan agar penawaran mempunyai
kekuatan hukum adalah harus ada kepastian penawaran dan keinginan untuk
19
Ibid., hlm.162
20
Ibid.
21
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980, hlm. 108
22
Ibid., hlm.111
23
Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip Unidroit sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 48
(34)
terikat. Agar penawaran mengikat seketika apabila ada penerimaan maka dalam penawaran itu harus dimuat dengan tegas tentang persetujuannya. Mengenai kepastian penawaran dapat ditentukan dalam syarat umum atau syarat khusus, seperti :
(a) uraian barang atau jasa yang ditawarkan, dan (b) harga barang atau jasa yang pasti
Suatu penawaran tidaklah berlangsung tanpa batas waktu. Tawaran dapat
berakhir dengan cara-cara berikut ini :24
(a) Pencabutan atau pembatalan
Kemungkinan adanya pencabutan atau pembatalan sewaktu-waktu sampai adanya penerimaan dari pihak lain. Pihak yang menawarkan berhak melakukan ini walaupun ia telah berjanji untuk membuka tawaran itu untuk jangka waktu tertentu, kecuali jika pihak yang menerima tawaran itu telah membayar
sejumlah uang atau memberikan prestasi (consideration) lain sebagai imbalan
janji yang demikian itu. Penawaran dapat ditarik sebelum waktu yang telah ditentukan, tetapi penarikan itu akan merupakan pelanggaran perjanjian tambahan ini, yaitu jangka waktu yang belum berakhir.
(b) Lampau waktu
Suatu tawaran akan menjadi lampau waktu jika pihak yang menawarkan menentukan batas waktu untuk penerimaan, dan pihak lain tidak menerima dalam jangka waktu itu. Jika tidak ada batas waktu yang ditentukan dengan
24
(35)
tegas, tawaran itu akan menjadi lampau waktu setelah jangka waktu yang layak. Layak yang dimaksud adalah tergantung pada keadaan.
(c) Salah satu pihak meninggal dunia
Salah satu pihak meninggal dunia sebelum penerimaan, biasanya akan mengakhiri tawaran itu, tentu saja dari saat kapan pihak lain itu mendengar berita kematian tersebut, dan umumnya dari saat kematian.
(d) Pihak yang ditawari menolak tawaran
Apabila pihak yang ditawari menolak tawaran, dia tidak dapat kembali lagi dan mengaku menerima tawaran itu. Tawaran balasan akan berlaku sebagai suatu penolakan.
(e) Tawaran boleh dilakukan bersyarat
Suatu tawaran boleh dilakukan bersyarat pada keadaan-keadaan lain. Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi, tawaran itu akan lampau waktu. Syarat-syarat itu mungkin dinyatakan dengan tegas atau diam-diam.
(f) Penerimaan dengan menyelesaikan perjanjian
Penerimaan dengan menyelesaikan perjanjian akan mengakhiri tawaran. Jika suatu tawaran yang sanggup diterima oleh seorang saja, dilakukan terhadap sekelompok orang, dan seorang menerima tawaran maka tawaran itu berakhir sepanjang sisa dari kelompok berkepentingan.
Penerimaan (aanvarding; acceptatie; acceptance) merupakan pernyataan
setuju dari pihak lain yang ditawari.25 Penerimaan harus terjadi saat tawaran itu
masih terbuka. Penerimaan harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran
25
(36)
itu. Sebagaimana telah diketahui, adanya syarat-syarat lain akan berlaku sebagai penolakan. Penerimaan merupakan penyempurnaan perjanjian dan oleh karena itu, tempat dimana penerimaan itu dilaksanakan merupakan tempat terjadinya perjanjian.26
Cara melakukan penerimaan boleh dinyatakan dengan kata-kata lisan atau tulisan, atau dapat dinyatakan dengan perbuatan misalnya pihak yang ditawari itu melaksanakan suatu perbuatan khusus yang diperlukan oleh pihak yang
menawarkan.27 Sebagai ketentuan umum, penerimaan harus dikomunikasikan
dengan pihak yang menawarkan. Tidak ada perjanjian sampai pihak yang menawarkan mengetahui bahwa tawarannya telah diterima. Selain itu, penerimaan harus dikomunikasikan oleh pihak yang ditawari sendiri atau wakilnya yang sah. Tidak seperti pembatalan, penerimaan tidak dapat dikomunikasikan oleh pihak
ketiga yang tidak sah, walaupun dapat dipercaya.28
Hal mengenai substansi kesepakatan ini juga diatur secara lebih rinci
dalam NBW, sebagaimana diatur di dalam Buku VI, Titel 5 tentang Kontrak Pada
Umumnya (Contracts in General; Overeenkomsten in Het Algemeen), Bagian 2
tentang Pembentukan Kontrak (Formation of Contracts; Het tot Stand Komen van
Overeenkomst). Dalam ketentuan Pasal 6:217 NBW menyatakan bahwa :29 (1) A contract is formed by an offer and its acceptance;
(2) Articles 219-225 apply unless the offer; another juridical act or usage produce a different result.
26
Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm.115
27
Ibid.
28
Ibid., hlm.116
29
(37)
Pasal ini menekankan pentingnya kesepakatan sebagai dasar awal pembentukan kontrak. Kesepakatan dimaksud dibentuk oleh dua unsur yang
fundamental, penawaran (offer; aanbod) dan penerimaan (acceptance;
aanvaarding). Hal yang sama dipersyaratkan dalam KUH Perdata (vide Pasal 1320 ayat 1), namun NBW lebih terperinci mengatur kapan terbentuknya suatu kontrak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 6:219-225 NBW.
Di dalam hal kecakapan (bekwaamheid-capacity) yang dimaksud dalam
Pasal 1320 KUH Perdata syarat kedua adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. Kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum pada umumnya diukur dari standar, berikut ini :30
(a) person (pribadi), diukur dari standar usia kedewasaan (meerderjarig); dan (b) rechtspersoon (badan hukum), diukur dari aspek kewenangan
(bevoegheid)
Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum bagi person pada
umumnya diukur dari standar usia dewasa atau cukup umur (bekwaamheid
-meerderjarig). Namun demikian, masih terdapat polemik mengenai kecakapan melakukan perbuatan hukum yang tampaknya mewarnai praktik lalu lintas hukum di masyarakat. Pada satu sisi sebagian masyarakat masih menggunakan standar usia 21 tahun sebagai titik tolak kedewasaan seseorang dengan landasan Pasal 1330 KUH Perdata jo.330 KUH Perdata. Sementara pada sisi lain mengacu pada
30
(38)
standar usia 18 tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 jo. 50
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.31
Menurut Pasal 1329 KUH Perdata, “setiap orang adalah cakap membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.” Dalam Pasal 1330 KUH Perdata dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan tidak
cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah:32
a) orang-orang belum dewasa;
b) mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c) orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu (substansi ini dihapus dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963 dan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
Pasal 330 KUH Perdata menyatakan, bahwa :
Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya.
Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan denga cara seperti yang diatur dalam bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini.
Mengenai suatu hal tertentu, adapun yang dimaksud dengan suatu hal atau
objek tertentu (een bepaald onderwerp) dalam Pasal 1320 KUH Perdata syarat
ketiga adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini
31
Ibid.,
32
(39)
untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat
dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum).33 Lebih
lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332,
1333, dan 1334 KUH Perdata, sebagai berikut:34
a. Pasal 1332 KUH Perdata menegaskan :
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.
b. Pasal 1333 KUH Perdata menegaskan :
Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
c. Pasal 1334 KUH Perdata menegaskan :
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjian sesuatu mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 169, 176, 178.
Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada
33
Ibid., hlm.191
34
(40)
ketika kontrak dibuat, adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari Mengenai “kausa yang diperbolehkan” sebagaimana yang dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata syarat keempat atau diterjemahkan menjadi “sebab yang halal” (eene geoorloofde oorzaak) beberapa sarjana memberikan pengertian antara lain:
H.F.A Vollmar dan Wirjono Prodjodikoro, memberikan pengertian sebab
(kausa) sebagai maksud atau tujuan dari perjanjian, sedangkan Subekti
menyatakan bahwa sebab adalah isi perjanjian itu sendiri,dengan demikian kausa merupakan prestasi dan kontra prestasi yang saling
dipertukarkan oleh para pihak.35
3. Asas-asas Hukum Perjanjian
Di dalam hukum kontrak, dikenal banyak asas, empat asas yang umum
dibahas dan digunakan adalah: Asas konsensualisme
Maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada
saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, maka lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum
dilaksanakan pada saat itu.36
Apabila menyimak rumusan Pasal 1338 (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi
35
Ibid.
36
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm.8
(41)
mereka yang membuatnya.” Istilah “secara sah” bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian yang sah (menurut hukum) adalah mengikat (vide Pasal 1320 KUH Perdata), karena di dalam asas ini terkandung “kehendak para pihak”
untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen)
diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Asas kepercayaan vertrouwenleer) merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.37
Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. Bebas menentukan isi atau klausula perjanjian;
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian;
e. Bebas menentukan hukum yang akan digunakan; dan
f. Kebebasan-kebebasan lainnya.
37
(42)
Meski begitu, asas kebebasan berkontrak ini tetap diberikan batas, yakni tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum, dan kesusilaan, Larangan ini berlaku umum di dalam hukum kontrak.38
Di dalam Pasal 1338 ayat (1) ini, banyak ahli yang mendapati tiga asas dalam pasal ini, yang mana asas-asas tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adapun asas-asas itu ialah:
a. Pada kalimat “semua perjanjian dibuat secara sah” menunjukkan asas kebebasan berkontrak
b. Pada kalimat “berlaku sebagai undang-undang” menunjukkan asas
kekuatan mengikat atau yang disebut asas pacta sunt servanda.
c. Pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan asas personalitas.
Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (1) tersebut sangat ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak memiliki posisi
tawar (bargaining position) seimbang antara satu dengan yang lain.39 Apabila
dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak yang lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan di dalam perjanjian.
Asas mengikatnya kontrak
Setiap orang yang membuat kontrak, maka ia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut, karena kontrak berisi janji-janji yang harus dipenuhi, dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang sesuai
38
Ahmadi Miru, Op.cit., hlm.10
39
Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana,Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004., hlm.1
(43)
Pasal 1338 ayat (1). Maka mengikatnya kontrak, dapat dilihat dari kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas itikad baik
Merupakan salah satu asas yang dikenal di dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur di dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sedangkan Arrest H.R. di negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap pra perjanjian. Dalam hukum kontrak, iktikad baik memiliki tiga fungsi:
1. mengajarkan bahwa seluruh kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan
iktikad baik.
2. fungsi menambah (aanvullende werking van de goede trouw)
3. fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende
werking van de goede trouw).
Asas ini begitu penting sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian yang akan dibuat para pihak, kedua belah pihak harus berhadapan di dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lanjut dimana para pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak, atau masing-masing pihak harus menaruh
(44)
perhatian cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.40 4. Subjek dan Objek dalam Perjanjian
Seperti yang telah diketahui bahwa perjanjian timbul akibat adanya
hubungan hukum antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan seorang lagi sebagai pihak debitur. Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek
perjanjian.41
Sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur dan debitur terdiri dari :
a. Natuurlijke persoon atau manusia tertentu
Kepribadian hukum telah melekat pada diri manusia sejak manusia itu lahir dan berakhir sejak kematiannya. Bahkan sebelum lahir, jiwa manusia itu sudah dilindungi oleh hukum pidana, ia juga mempunyai hak milik, dan dapat dilakukan gugatan karena kelalaian jika timbul kerugian pada seorang ibu yang hamil disebabkan karena obat-obatan
atau kecelakaan di jalan raya, yang memengaruhi si anak.42 Apabila si
anak meninggal, kepribadian itu berlangsung terus dalam arti bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang luar biasa boleh diteruskan oleh orang yang mewakilinya atau walinya, tetapi ini hanya untuk
40
J.M. van Dunne dan van der Burght, Gr, Perbuatan Melawan Hukum, Dewan Kerja Sama Ilmu Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujungpandang, 1988,
dalam buku Ahmadi Miru yang berjudul “Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 5
41
M. Yahya Harahap, Op.cit.,hlm.15
42
(45)
tujuan penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sampai akhir
hayatnya.43
b. Rechts persoon atau badan hukum
Hukum juga memberikan kepribadian hukum kepada sekelompok orang bersama-sama dan menciptakan suatu manusia buatan. Ini dikenal sebagai “badan hukum”. Suatu badan hukum yang dihasilkan memiliki kepribadian yang seluruhnya terpisah dari anggota-anggotanya dan kewenangannya sama dengan manusia pribadi. Misalnya ia dapat memperoleh hak milik dan mengadakan perjanjian-bahkan dengan anggota-anggotanya atas nama sendiri.
5. Jenis-jenis Perjanjian dan Jenis Perjanjian Kerjasama EDC
Perjanjian Bernama
Pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan dua jenis perjanjian, yaitu
perjanjian yang oleh undang-undang diberikan suatu nama khusus, yang disebut
dengan perjanjian bernama (benoemde atau nominaatcontracten). Nama yang
dimaksud adalah nama-nama yang diberikan oleh undang-undang, seperti : jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perjanjian wesel, perjanjian asuransi, dan lain-lainnya. Perjanjian bernama ini diatur dan diberi nama oleh pembentuk
undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari.44 Di
samping undang-undang memberikan nama tersendiri, undang-undang juga memberikan pengaturan secara khusus atas perjanjian-perjanjian bernama. Dari
43
Ibid.
44
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.,hlm.67
(46)
contoh-contoh tersebut terlihat bahwa perjanjian bernama tidak hanya terdapat di dalam KUH Perdata saja, tetapi juga di dalam KUHD, bahkan di dalam undang-undang yang tersendiri.
Jenis perjanjian kerjasama dalam penyediaan EDC yang melibatkan pihak
bank sebagai pemilik mesin EDC dengan pedagang (merchant) sebagai pelaku
usaha adalah perjanjian kerjasama sewa-menyewa.Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut
terakhir itu disanggupi pembayarannya.45
M. Yahya Harahap mengemukakan bahwa, “sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada
penyewa untuk dinikmati sepenuhnya (volledige genot).46
Sewa-menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat
perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa-menyewa ini kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah
beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari yang menyewakan.47
Sewa-menyewa merupakan salah satu contoh dari perjanjian timbal-balik
atau juga disebut perjanjian bilateral. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban (dan karenanya hak juga) kepada kedua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu dengan
45
Lihat Pasal 1548 KUH Perdata
46
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm.19
47
(47)
lainnya. Yang dimaksud dengan “mempunyai hubungan antara yang satu dengan
yang lain” adalah, bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian
tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain berkedudukan sebagai
pihak yang memikul kewajiban.48
Dalam aktivitas sehari-hari umumnya dibedakan pula pengertian antara
kontrak dan sewa. Kata kontrak lebih menunjukkan adanya kepastian jangka
waktu dan biasanya lebih lama. Lain halnya sewa. Di dalam sewa belum ada kepastian waktu, atau cenderung dalam pengertian sewa harian atau bulanan. Dengan demikian, ada pengertian yang masih rancu antara kontrak dan sewa. Seperti yang diketahui bahwa definisi kontrak adalah suatu perjanjian yang
dituangkan dalam tulisan atau perjanjian tertulis atau surat.49
Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian
lain pada umumnya adalah suatu perjanjian konsensual yang artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, perjanjian dapat timbul
dari persetujuan dan undang-undang. Di dalam perjanjian sewa-menyewa yang
dilakukan antara para pihak yang membuat kontrak yaitu bank acquirer dengan
pedagang (merchant), jenis perjanjian atau kontrak yang digunakan adalah
kontrak baku atau standard contract. Kontrak baku adalah kontrak yang
klausul-klausulnya telah ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak.
48
J. Satrio, Op.cit., hlm.7
49
I G Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak-Contract Drafting Teori dan Praktek, Kesaint Blanc, Jakarta, 2003, hlm.
(48)
Perjanjian Tidak Bernama
Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu
perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Misalnya perjanjian sewa-beli, fidusia, joint venture, franchise.
Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan
kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian
atau partij autonomy.
Perjanjian campuran
Perjanjian campuran atau contractus sui generis ialah perjanjian yang
mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tetapi juga menyajikan makanan (jual-beli) dan juga
memberikan pelayanan. Dalam perjanjian campuran ada berbagai paham:50
1. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai
perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur
dari perjanjian khusus tetap ada (contractus kombinasi)
2. Paham kedua mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah
ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan (teori
absorbsi).
50
(49)
B. Pihak-pihak di dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama 1. Pengertian dan Dasar Hukum Penerbit
Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja
yang dikehendaki sepanjang orang tersebut tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan kontrak. Pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang-perorangan atau badan usaha yang berbadan hukum. Di dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama di bidang penyediaan mesin EDC, pihak-pihak yang dapat terlibat adalah :
Bank
Bank berbicara tentang lembaga perbankan, ada dua istilah yang perlu
dijelaskan lebih dahulu yaitu perbankan dan bank. Perbankan dan bank diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang selanjutnya disebut Undang Perbankan. Ketentuan di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa :
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.” Sedangkan pada angka 2 pasal tersebut ditentukan bahwa : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Kata Bank berasal dari bahasa Italy “banca”, yang berarti bence, yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab pada zaman pertengahan, pihak bankir Italia
(50)
yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan
duduk di bangku-bangku di halaman pasar.51
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut dengan hukum
perbankan (Banking Law). Hukum ini merupakan seperangkat kaidah hukum
dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan
dunia perbankan tersebut.52
Dalam perkembangan dewasa ini, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu
jenis pranata finansial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, seperti pinjaman, memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, mengadakan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan dan termasuk menyediakan alat transaksi.
Ada berbagai jenis bank jika dilihat dari beberapa segi, yaitu segi fungsi,
kepemilikan, kegiatan-kegiatan, status, dan cara menentukan harga.53
51
Munir Fuady, Op.cit., hlm. 13
52
Ibid. hlm.14
53
https://www.academia.edu/6461731/Bank_Lembaga_Keuangan_Bukan_Bank_LKBB_ dan_Otoritas_Jasa_Keuangan_OJK_. Diakses pada tanggal 25 Desember 2014. Pukul 19.00 WIB.
(51)
Jenis Bank berdasarkan fungsinya :54
a. Bank Sentral yaitu Bank Indonesia. Bank bertugas mengatur kebijakan
dalam bidang keuangan (moneter) dan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
b. Bank Umum yaitu Bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
c. Bank Perkreditan Rakyat yaitu Bank yang dapat menerima simpanan
hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, atau bentuk yang lain.
d. Bank Umum yang khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yaitu
melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah atau pengusaha kecil, pengembangan ekspor non migas, pembangunan perumahan.
Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya :55
a. Bank milik pemerintah yaitu bank yang akte pendiriannya maupun modal
bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannnya dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah yang ada saat ini adalah Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara. Contoh bank milik pemerintah daerah
54
Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, Andi Offset, Yogyakarta, 1996, hlm.4-5
55
(1)
produk EDC pada setiap merchant, dan kesepakatan diperoleh setelah melalui negosiasi dan adanya respon penerimaan (acceptance) kontrak oleh merchant yang bersangkutan. Apabila kesediaan untuk menyediakan mesin EDC, maka pihak merchant dapat menghubungi langsung pihak bank penerbit produk untuk kemudian ditindaklanjuti oleh bagian marketing bank yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diproses seperti dalam melakukan perjanjian sewa pada umumnya.
2. Prosedur Sistem EDC dan Otorisasi oleh Bank atas Suatu Transaksi (Studi pada PT. Bank BNI, Tbk Cabang Medan), di dalam pengadaan mesin EDC, merchant sebagai pihak penyewa harus mengikuti setiap ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh bank sebagai pihak yang menyewakan, karena hal ini telah disepakati di dalam suatu standar kontrak yang dibuat oleh bank yang termuat dalam suatu form aplikasi. Baik bank maupun merchant sama-sama dibebankan kewajiban. Substansi-substansi yang diatur dalam kontrak juga tidak terlepas dari aspek hukum perdata. Hal yang berkaitan dengan aspek-aspek hukum perdata dapat dilihat misalnya dalam hal siapa yang menjadi subjek dan objek hukum dalam suatu perjanjian, khususnya perjanjian sewa-menyewa, bagaimana hak-hak dan kewajiban bank dan merchant dalam perjanjian kerjasama terkait dengan prosedur pelaksanaan, dan pengakhiran perjanjian sewa-menyewa.
3. Hambatan dan Upaya yang Dihadapi Para Pihak Saat Melakukan Perjanjian Kerjasama EDC (Studi pada PT. Bank BNI, Tbk Cabang
(2)
Medan), yaitu pihak-pihak yang terikat dalam suatu perjanjian kerjasama antara Bank sebagai perusahaan perbankan memiliki hambatan dimana merchant sebagai pelaku usaha berpotensi dapat melakukan kelalaian (human error) maupun tindakan kejahatan baik itu kecurangan maupun penipuan (fraud). Pada merchant juga terdapat hambatan yang dapat dipengaruhi oleh faktor operasional Bank, yang meliputi jaringan yang digunakan mesin EDC mengalami gangguan, sehingga memungkinkan proses pendebetan atas transaksi menjadi terhambat.Hambatan-hambatan tersebut berkaitan dengan berbagai risiko yang umumnya terjadi pada suatu sistem pembayaran dengan EDC. Apabila para pihak mampu menjalankan setiap substansi perjanjian dan mengikuti setiap prosedur sistem pembayaran dengan baik, semua risiko dapat diminimalisir sehingga turut meminimalisir hambatan-hambatan pula.
B. Saran
1. Di dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama Electronic Data Capture
(EDC) antara Bank dengan pedagang atau merchant (Studi pada PT. Bank BNI, Tbk Cabang Medan), di dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama sebaiknya diperoleh kesepakatan atas penyediaan mesin EDC dengan diawali adanya negosiasi, penawaran (offer), hingga penerimaan (acceptance) antara para sekaligus dicapainya kesepakatan
2. Dalam hal Prosedur Sistem EDC dan Otorisasi oleh Bank atas Suatu Transaksi (Studi pada PT. Bank BNI, Tbk Cabang Medan) , perjanjian
(3)
kerjasama electronic data capture (EDC) antara bank dengan merchant hendaknya dilakukan dengan seadil-adilnya, tidak berat sebelah dan para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama, sehingga perjanjian kerjasama dapat berjalan dengan baik. Di dalam proses otorisasi Bank atas transaksi diharapkan semakin baik, sehingga penggunaan mesin EDC dapat digunakan sebagaimana mestinya.
3. Di dalam upaya mengatasi hambatan-hambatan yang dialami para pihak baik dalam hal pelaksanaan perjanjian maupun penyediaan mesin EDC, Pedagang (Merchant) sebagai pihak penyewa wajib membayar harga sewa, apabila merchant tidak memenuhi kewajibannya dan bila terjadi kelalaian atau fraud yang diakibatkan oleh merchant sendiri maka merchant berhak menanggung segala resiko yang telah ditetapkan oleh pihak Bank.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994 Badrulzaman, Mariam Darus, Sjahdeini, Sutan Remy , dkk, Kompilasi
Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001
Fuady, Munir. Hukum Kontrak-Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001
---, Hukum Perbankan Modern-Buku Kedua, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001
---, Hukum Kontrak-Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis-Buku Kedua,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007
Hadi, Sujitno. Metodologi Research, Yogyakarta: Penerbit Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, 1982.
Harahap, M.Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1986. Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian-Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial, Jakarta: Kencana, 2010
Kleyn, W.M. Compendium Hukum Belanda, Gravenhage, Belanda: Yayasan Kerjasama Ilmu Hukum Indonesia, Belanda: 1978
Muis, H. Abdul. Hukum Persekutuan dan Perseroan, Medan: Fakultas Hukum USU, 2006
Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1980 Niewenhuis, J.H. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Surabaya: Terjemahan
Djasadin Saragih, 1985
Pohan, Aulia. Sistem Pembayaran, Strategi dan Implementasi di Indonesia.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011
Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia-Jilid 1
(5)
Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Jakarta: Djambatan, 1999
Ridwan Khairandy. Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Program Pascasarjana-Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
Rindjin, Ketut. Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000
Ruddy Tri Santoso. Mengenal Dunia Perbankan, Yogyakarta: Andi Offset, 1996 Salim, H.S. Hukum Kontrak-Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta:
Sinar Grafika, 2003
---, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Keempat, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004
Satrio, J. Hukum Perikatan-perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 2008
Subekti. Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2000
Taryana Soenandar. Prinsip-Prinsip Unidroit sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2006
Thomas Suyatno dkk. Kelembagaan Perbankan-Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama , 2007
Widiyono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2006
Widjaya, I G Rai. Merancang Suatu Kontrak-Contract Drafting Teori dan Praktek, Jakarta: Kesaint Blanc, 2003
Peraturan Perundang-undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdatav
(6)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Jurnal dan Artikel :
Editorial Jurnal Hukum Bisnis, “E-commerce Meningkatkan Efisiensi”, Jurnal
Hukum Bisnis, Vol. 18, Maret 2002
Internet :
https://www.academia.edu/6461731/Bank_Lembaga_Keuangan_Bukan_Bank_ KBB_dan_Otoritas_Jasa_Keuangan_OJK_ (diakses pada tanggal 25 Desember 2014. Pukul 19.00 WIB)
http://www.bnicardcenter.co.id/Aplikasi-Merchant/Joint-Merchant/Ketentuan Umum.aspx (diakses pada tanggal 25 Desember 2014. Pukul 19.10 WIB) http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/edukasi/Documents/
aa62cadfc7d2408c9390d8ebad98f5b1DraftOutlook_FINAL.pdf (diakses pada tanggal 24/01/2015 jam 19:34 WIB)
http://www.republika.co.id/berita/koran/financial/03/10/2014/ncuzkd4-bank perbarui-mesin-edc (diakses tanggal 25/03/2015 jam 21.21 WIB)
Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU