e Kehilangan kepercayaan dari konsumen : kehilangan kepercayaan ini
dapat terjadi ketika seorang konsumen merasa tidak puas melakukan publikasi terhadap pelayanan yang ada. Terlebih lagi jika hal tersebut
terjadi dikarenakan gangguan atau pengacau dari pihak penyedia layanan itu sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan bisnis tersebut mengalami
kerugian signifikan. f
Biaya yang diakibatkan dari ketidakpastian : gangguan dari suatu sistem yang transaksi bisnis yang sesuai prosedur, hal ini dapat terjadi
dikarenakan gangguan dari pihak luar, ketidakjujuran, praktek yang tidak memenuhi standar, kesalahan manusia, atau kegagalan dari sistem
elektronik itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan ketidakpastian dan tentu saja kerugian. Contoh yang sering terjadi adalah ketika kita tidak
mendapatkan bukti transaksi, atau ketika transaksi tidak disetujui oleh salah satu pihak.
E. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pembayaran dengan Electronic
Data Capture
Perkembangan alat pembayaran nontunai sebenarnya didorong oleh beberapa hal. Pertama, ini yang paling berperan penting adalah teknologi.
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang telekomunikasi dan informasi mendorong penggunaan berbagai alat pembayaran. Salah satu contoh dalam
transaksi dengan menggunakan mesin Electronic Data Capture EDC.
Di dalam penerapan Electronic Data Capture EDC sebagai alat pembayaran, tentu keberadaannya memberikan beberapa manfaat kepada para
nasabah customer yang menggunakannya dan juga diikuti oleh beberapa kelemaha-kelemahan di dalamnya. Hal ini tidak lepas dari penetapan kebijakan
sistem pembayaran yang umumnya mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang berlaku secara umum.
Sistem pembayaran di masyarakat harus dapat menjamin terlaksananya perpindahan uang secara efisien dan aman sehingga masyarakat semakin nyaman
dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kelebihan yang diberikan sistem pembayaran nontunai ini berkaitan erat dengan beberapa prinsip yang berlaku
umum. Terdapat empat prinsip dasar yang harus dipenuhi baik dalam penyelenggaraan, pengembangan dan pengawasan sistem pembayaran. Prinsip
tersebut adalah pengendalian risiko, efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.
71
Prinsip pertama, berkaitan dengan pengendalian risiko. Aktifitas pemindahan dana dari satu pihak ke pihak lain berpotensi terhadap berbagai
risiko. Secara umum, Bank Indonesia membagi risiko sistem pembayaran ke dalam 5 lima jenis yaitu:
72
a. risiko kredit, yaitu risiko yang muncul ketika terdapat pihak yang tidak
mampu untuk memenuhi kewajiban keuangannya baik pada saat jatuh tempo maupun di masa mendatang.
b. risiko likuiditas, yaitu risiko yang muncul ketika terdapat pihak yang
tidak dapat memenuhi kewajiban keuangannya baik saat ini maupun di masa mendatang karena tidak memiliki cukup dana.
71
Ibid.
72
Ibid.
c. risiko hukum, yaitu risiko karena lemahnya dasar hukum atau adanya
ketidakpastian hukum pada kerangka kerja sehingga menyebabkan munculnya risiko kredit dan risiko likuiditas.
d. risiko operasional, yaitu risiko karena tidak berfungsinya perangkat
teknis atau terjadinya kekeliruan kegiatan operasional sehingga menimbulkan terjadinya risiko kredit dan risiko likuiditas.
e. risiko sistemik, yaitu risiko yang disebabkan karena satu peserta tidak
dapat memenuhi kewajibannya atau karena terjadinya gangguan pada sistem, yang akan berdampak pada munculnya ketidakmampuan
seluruh pesertalembaga keuangan dalam sistem untuk memenuhi kewajibannya, yang kemudian menimbulkan risiko kredit dan
likuiditas yang lebih luas dan dapat mengancam kestabilan sistem dan pasar keuangan.
Prinsip kedua berkaitan dengan efisiensi. Pengembangan sistem pembayaran diupayakan pada penyempurnaan mekanisme operasional dalam
rangka pengurangan biaya khususnya biaya transaksi dan waktu proses setelmen. Meskipun prinsip efisiensi terkadang berseberangan dengan prinsip kecepatan dan
keamanan, namun fokus efisiensi secara ekonomi ditekankan pada aspek economics scopeand scale.
Prinsip ketiga adalah kesetaraan akses. Dalam hal ini bank sentral harus memperhatikan agar semua penyelenggaraan sistem pembayaran menerapkan asas
kesetaraan. Berarti, memberikan keseimbangan hak dan kewajiban antar seluruh pelaku sistem pembayaran baik penyedia jasa pembayaran maupun pengguna jasa
pembayaran, termasuk kesempatan untuk memperoleh layanan yang sama antar berbagai wilayah baik itu di dalam maupun luar negeri. Prinsip ini penting agar
layanan jasa pembayaran ritel juga dapat dinikmati oleh pengguna jasa pembayaran, termasuk yang berada di wilayah terpencil remote area. Dalam
konteks kesetaraan ini termasuk diantaranya asas resiprositas antar negara. Maksudnya adalah kesamaan kesempatan yang diberikan bagi penyelenggara
sistem pembayaran untuk beroperasi di suatu negara. Sehingga peran bank sentral disini harus dapat memastikan hak-hak yang sama bagi pelaku industri sistem
pembayaran untuk beroperasi di antara negara yang saling bekerjasama. Prinsip keempat, bank sentral perlu memperhatikan aspek perlindungan
konsumen dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Artinya, setiap penyelenggaraan wajib menerapkan asas perlindungan konsumen secara wajar
dalam kegiatan operasionalnya. Prinsip ini sebenarnya memberikan keseimbangan hak dan kewajiban antara penyedia dan penyelenggara dengan pengguna layanan
jasa pembayaran. Prinsip di atas menjadi dasar berpijak dalam setiap kebijakan yang
dikeluarkan Bank Indonesia. Hingga saat ini, beberapa kebijakan yang telah diambil terkait peran Bank Indonesia sebagai pengatur, pengembang, dan
pemantau atau pengawas sistem pembayaran nontunai mengacu pada empat prinsip tersebut. Dalam sistem operasional perbankan, Bank Indonesia bersinergi
untuk melakukan pengawasan dalam ranahnya masing-masing. yang menjadi wilayah pengawasan BI adalah sistem pembayaran berupa kartu kredit, uang
elektronik, kliring dan Real Time Gross Setlement RTGS. Sedangkan yang
menjadi ranah pengawasan OJK adalah tabungan, deposito dan kredit perbankan. Berdasarkan prinsip-prinsip umum tersebut, kelebihan sekaligus manfaat
EDC bagi nasabah dapat meminimalisir resiko yang sering dihadapi jika menggunakan sistem pembayaran menggunakan uang tunai, meningkatkan
efisiensi dan kepraktisan bagi nasabah customer, meminimalisir keberadaan uang receh dengan menerapkan cash less, memperlambat perputaran uang tunai,
dan dapat digunakan untuk bertransaksi selama 24 jam. Dengan mesin EDC, kelebihan yang diperoleh merchant, yaitu dapat menambah jumlah transaksi
merchant karena dapat melayani transaksi dengan menggunakan kartu menjaring customer yang tidak membawa uang tunai, dapat menambah daya saing merchant
dengan merchant yang ada di sekitarnya karena dapat melayani transaksi tunai dan transaksi menggunakan kartu, dapat meningkatkan volume penjualan dan
meningkatkan sirkulasi keuangan merchant karena dapat menjaring customer yang tidak membawa uang tunai.
Kemudahan transaksi ini harus diikuti dengan dukungan sistem yang andal. Tidak hanya memberikan kemudahan, kepraktisan, dan keefisienan, tetapi
juga memberikan keamanan. Aspek keamanan sangat penting mengingat salah satu kunci penting dalam bertransaksi adalah keamanan bagi yang melakukan
transaksi. Namun, keberadaan mesin EDC masih belum banyak digunakan oleh
nasabah mengingat sosialisasi yang belum merata dilakukan. Hal ini menjadi suatu target yang ingin dicapai oleh Bank Indonesia untuk mengurangi
penggunaan uang tunai dalam melakukan transaksi. Penggunaan sistem
pembayaran nontunai juga bergantung pada sistem transfer uang elektronik terhadap keandalan infrastruktur jaringan komunikasi.
Kinerja yang kurang baik dari jaringan telekomunikasi dapat menimbulkan risiko operasional yang menyebabkan kelambatan proses atau terjadi kekeliruan
akibat ketidakandalan teknologi. Gangguan operasional yang terjadi akan memiliki dampak yang sangat luas, karena perpindahan nilai uang antara dua
pihak tidak berjalan sesuai ketentuan. Ini dapat juga berakibat sangat fatal dan menyebabkan banyak pihak yang dirugikan.
Selain itu, yang menjadi kelemahan sistem pembayaran nontunai ini ialah masih dihadapkan pada risiko fraud atau human error yang dapat terjadi saat
melakukan transaksi di toko merchant. Baik karena kesengajaan maupun ketidaksengajaan yang merugikan nasabah.
Oleh karena itu, sebuah sistem pembayaran harus benar-benar dapat mencegah berbagai resiko yang mungkin timbul. Banyak jenis resiko yang dapat
terjadi, dan semuanya harus dapat dicegah dan ditanggulangi.
BAB IV ELECTRONIC DATA CAPTURE EDC SEBAGAI TRANSAKSI NON
TUNAI BERSAMA BERKAITAN DENGAN PERJANJIAN KERJASAMA BANK BNI DENGAN TOKO MERCHANT
A. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Studi