BAB IV ELECTRONIC DATA CAPTURE EDC SEBAGAI TRANSAKSI NON
TUNAI BERSAMA BERKAITAN DENGAN PERJANJIAN KERJASAMA BANK BNI DENGAN TOKO MERCHANT
A. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Studi
pada PT. Bank BNI, Tbk Medan
PT. Bank Negara Indonesia, Tbk selanjutnya disebut BNI berdiri sejak 1946 merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah
Indonesia. Mempunyai visi yaitu menjadi bank yang unggul, terkemuka, dan terdepan dalam layanan dan kinerja. Untuk itu, BNI memiliki 5 lima visi, yaitu:
1. Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada
seluruh nasabah dan selaku mitra pilihan utama the bank choice. 2.
Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor. 3.
Menciptakan kondisi terbaik bagi karyawan sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi.
4. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan
dan sosial. 5.
Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.
Dalam upaya mewujudkan sasaran-sasaran di atas, terdapat budaya kerja BNI yang merupakan tuntunan perilaku insan BNI, terdiri dari:
a. 4 empat nilai budaya kerja, yaitu:
1. Profesionalisme
2. Integritas
66
3. Orientasi pelanggan
4. Perbaikan tiada henti
b. 6 enam nilai perilaku utama insan BNI, yaitu:
1. Meningkatkan kompetensi dan memberikan hasil terbaik.
2. Jujur, tulus, dan ikhlas.
3. Disiplin, konsisten, dan bertanggung jawab.
4. Memberikan layanan yang terbaik melalui kemitraan yang sinergis.
5. Senantiasa melakukan penyempurnaan.
6. Kreatif dan inovatif.
Selaku badan usaha berbadan hukum berbentuk bank yang berfungsi mengatur mengenai perbankan sesuai undang-undang yang mengaturnya, dalam
melaksanakan kegiatannya lembaga ini harus menyesuaikan diri terhadap perkembangan masyarakat yang dinamis dan mengikuti arus perkembangan
teknologi informasi untuk dapat menjangkau segala kebutuhan nasabah. Umumnya keberadaan perusahaan perbankan bertujuan untuk memperoleh
keuntungan maksimal bagi perusahaan, menjamin kelangsungan hidup perusahaan, memenuhi kebutuhan masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan.
Guna mencapai tujuan itulah, Bank sebagai salah satu financial institution tidak terlepas dari kegiatan untuk melaksanakan perjanjian baik terhadap nasabah
maupun pihak ketiga seperti para pelaku usaha merchant mengingat kehadiran sebuah usaha Bank sangat erat kaitannya dengan perkembangan perdagangan
yang semakin „menjamur‟ akhir-akhir ini. Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka open system,
artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang. Hal ini dapat
disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang- undang bagi mereka yang membuatnya”.
Dalam membuat perjanjian, ada dikenal suatu proses prakontrak. Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam pembuatan formation suatu
kontrak, yaitu :
73
a. Sudahkah kesepakatan tercapai, hal ini diatur oleh ketentuan tentang kapan
terjadinya penawaran offer dan penerimaan acceptance; b.
Apakah kontrak tersebut telah mengikat secara sah. Hal ini akan dijawab oleh syarat sahnya suatu kontrak, dalam KUH Perdata diatur pada Pasal
1320; c.
Apakah ada faktor-faktor yang dapat membatalkan invaliditate kontrak. Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan penelitian apakah dalam kontrak
tersebut tidak ada unsur-unsur: i.
Informasi bohong misrepresentation ii.
Kesalahan mistake iii.
Paksaan duress, iv.
Penyalahgunaan keadaan undue influence, v.
Posisi tawar yang berat sebelah unconscionable bargains vi.
Ketidaksahan illegality, dan
73
Taryana Soenandar, Op.cit., hlm. 108
vii. Ketidakmampuan incapacity
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis di PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan selanjutnya disebut Bank, di dalam pelaksanaan
perjanjian kerjasama mesin EDC di merchant-merchant diperlukan adanya suatu perjanjian antara Bank acquirer yaitu pemilik mesin EDC dengan para pedagang.
Perjanjian timbul setelah adanya penawaran produk mesin EDC milik bank yang dilakukan oleh petugas marketing kepada pedagang merchant dan pihak yang
ditawari tersebut setuju untuk mengikatkan dirinya. Bank berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada para nasabahnya dengan menyediakan fasilitas untuk
mempermudah masyarakat dalam bertransaksi yaitu meminjamkan mesin EDC sebagai media transaksi nontunai di berbagai merchant. Untuk dapat
merealisasikan hal tersebut, Bank melalui petugas marketing menawarkan mesin EDC kepada merchant. Dalam hal ini petugas marketing akan mendatangi
pedagang merchant atau sebaliknya merchant dapat menghubungi Bank dan petugas marketing akan segera menindaklanjuti.
Jika dikaitkan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama berkaitan dengan Electronic Data Capture EDC, dengan keberadaan teknologi yang semakin
canggih dan maju. Hukum harus menyesuaikan diri dengan perkembangan di masyarakat yang dinamis termasuk dalam aspek ilmu pengetahuan dan teknologi
IPTEK. Hal ini dapat menimbulkan fenomena hukum yang sulit terjangkau oleh hukum positif. Melalui interaksi bisnis yang terjadi sekarang ini, diperlukan
harmonisasi hukum yang berpotensial meningkatkan keamanan dan keefisienan dalam
bertransaksi kepada
para nasabah
dan pelaku-pelaku
usaha.
Hasil penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa kontrak kerjasama yang dilakukan antara bank dengan merchant adalah kontrak kerjasama
kontraktual, karena: 1.
Kerjasama yang dibuat oleh para pihak yaitu antara Bank dalam hal penyediaan mesin EDC adalah bersifat perorangan atau menjalin
kerjasama dengan perusahaan yang sudah ada, yaitu merchant yang telah berbadan hukum
2. Kontrak kerjasama dapat sewaktu-waktu diakhiri oleh para pihak sesuai
dengan substansi kontrak yang telah disepakati sebelumnya 3.
Dalam hal penyewaan mesin EDC milik Bank, Bank akan meninjau terlebih dahulu apakah merchant telah memenuhi syarat untuk penyediaan
fasilitas EDC 4.
Bank tidak mempersulit kliennya jika ingin menyediakan fasilitas mesin EDC karena dalam hal ini Bank selalu berusaha memberikan pelayanan
yang baik untuk para nasabahnya. Hal ini sesuai seperti apa yang dikemukakan oleh Munir Fuady di dalam
bukunya yang berjudul Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, yang mana Beliau mengemukakan bahwa :
74
1. Kerjasama kontraktual tidak mendirikan perusahaan baru tetapi hanya
menjalin ikatan kontrak dengan perorangan atau perusahaan yang sudah ada
74
Munir Fuady, Hukum Kontrak-Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.179
2. Kerjasama kontraktual bersifat temporer
3. Dengan kerjasama kontraktual, mengenal terlebih dahulu calon mitra
bisnisnya 4.
Kerjasama kontraktual dapat bersifat lebih spekulatif 5.
Jika menyangkut dengan pengembangan usahanya ke luar negeri, maka kerjasama kontraktual lebih bersifat loosely regulated.
6. Prosedur untuk memformulasi dan merealisasi kerjasama kontraktual lebih
mudah, cepat, dan efisien Pada prinsipnya kata sepakat dalam menjalin kerjasama dicapai melalui
penawaran dan penerimaan. Tanpa didahului penawaran tidak mungkin ada penerimaan, begitu pula sebaliknya. Sumber hukum kontrak bisa berasal dari
prinsip-prinsip UNIDROIT. Guna kepentingan kontrak kerjasama Internasional, para penyusun prinsip-prinsip UNIDROIT turut melihat unsur praktis dari proses
terjadinya kontrak.
15
Di dalam praktik, kontrak yang menyangkut transaksi yang rumit seringkali baru terwujud setelah melalui negosiasi yang cukup panjang tanpa
dapat diketahui urutan penawaran dan penerimaannya, sehingga sulit menentukan kapan kata sepakat itu terjadi.
Apabila merchant menyepakati penawararan penyediaan mesin EDC tersebut, selanjutnya pihak bank penerbit mengadakan pertemuan dengan calon
15
Lihat Taryana Soenandar, Op.cit., hlm. 47. Pasal 2.1. UPICCs menyatakan : A contract may be concluded either by the acceptance of an offer or by conduct of the parties that is sufficient
to show agreement. Inti dari ketentuan ini adalah bahwa persetujuan terjadi karena : 1 penawaran dan penerimaan
2 perilaku yang menunjukkan adanya persetujuan untuk terikat kontrak.
prospek guna bernegosiasi dan menawarkan kembali red yang berlaku untuk pengadaan mesin EDC. Red adalah biaya yang dikenakan kepada merchant. Biaya
tersebut akan menjadi keuntungan bank. Jika omset 25juta maka merchant dikenakan biaya sebesar Rp 100.000 seratus ribu rupiah per bulan, dan apabila
omset merchant 25 juta maka penyewaan mesin EDC tidak dikenakan biaya bulanan.
75
Perjanjian yang dibuat oleh bank penerbit mesin EDC yaitu secara tertulis dalam bentuk formulir aplikasi. Formulir aplikasi adalah salah satu wujud dari
kontrak baku. Praktik penggunaan kontrak baku ini telah biasa digunakan dalam dunia bisnis. Apabila calon prospek telah menandatangani formulir aplikasi maka
pihak merchant secara otomatis telah menyepakati seluruh substansi yang ada dalam kontrak baku.
76
Kontrak baku merupakan kontrak tertulis yang substansinya dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan sering sekali kontrak sudah
tercetak boilerplate dalam bentuk formulir-formulir tertentu, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya. Di dalam dunia bisnis, kehadiran dari kontrak baku tersebut
sangat diperlukan untuk mempermudah operasi bisnis dan mengurangi ongkos- ongkos.
77
75
Hasil wawancara dengan Ade Chandra, Marketing Manager Cards and Business Merchant, PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan, 12 Maret 2015
76
Hasil wawancara dengan Ade Chandra, Marketing Manager Cards and Business Merchant, PT. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan, 12 Maret 2015
77
Munir Fuady, Hukum Kontrak-Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti Buku Kedua, Bandung, 2001, hlm.76
Mengenai kontrak baku, baik KUH Perdata maupun RUU Perjanjian tidak mengatur mengenai hal ini. Padahal kontrak baku di dalam dunia bisnis saat ini
merupakan praktik transaksi sehari-hari. Menurut Ole Lando, istilah kontrak baku memiliki banyak padanan kata seperti adhesion contract, agreed document,
document made by official bodies, dan general conditions. Kontrak baku merupakan perjanjian yang ditetapkan secara sepihak, yakni oleh produsen atau
penjual produk dan mengandung ketentuan yang berlaku umum massal, pihak lain konsumen dalam hal ini hanya memiliki dua opsi yakni menyetujui atau
menolaknya. Kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 1 KUH
Perdata sangat ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak posisi tawarnya seimbang antara satu dengan yang lain. Apabila dalam suatu perjanjian,
kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak yang lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan di
dalam perjanjian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. Bank Negara
Indonesia, Tbk Medan, di dalam hal perjanjian kerjasama sewa-menyewa mesin EDC, Bank sebagai pihak yang mempunyai hak milik sepenuhnya atas mesin
EDC membuat suatu formulir aplikasi yang dipergunakan saat akan menjalin kerjasama dengan kliennya. Hal ini dapat mempermudah Bank dalam hal efisiensi
waktu, kepraktisan, dan ketepatan kinerjanya. Seluruh substansi kontrak dibuat sepenuhnya oleh Bank selaku pihak yang menyewakan. Dengan demikian, calon
prospek merchant hanya menerima segala apa yang telah dibuat oleh Bank
dalam formulir aplikasi tersebut. Kedudukan calon prospek yang akan menjalin kerjasama dengan Bank
terlihat lemah, karena hanya mempunyai 2 dua pilihan take it or leave it. Hal ini menjadi konsekuensi yang harus diterima calon prospek. Oleh karena itu, perlu
ada negosiasi yang dilakukan antara Bank dengan calon prospek yaitu pedagang merchant guna mencapai kata sepakat.
Maka, melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan kepentingan
dalam suatu kontrak melalui proses tawar-menawar dan kemudian diperoleh penerimaan dari pedagang merchant, sehingga kemudian para pihak sama-sama
memperoleh manfaat. Kewajiban membaca duty to read suatu kontrak sangat penting.
Penandatanganan suatu kontrak mengartikan bahwa para pihak telah menyetujui kontrak yang dibuat dengan segala isinya. Ketentuan ini menyimpulkan bahwa
sebelum menandatangani suatu kontrak, para pihak harus membaca kontrak dan mengerti
terhadap isi
kontrak tersebut
terlebih dahulu
sebelum menandatanganinya.
Karena yang merancang format dan isi kontrak adalah pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, dapat dipastikan bahwa kontrak tersebut memuat
klausul-klausul yang menguntungkan baginya, atau meringankan atau menghapuskan beban-beban atau kewajiban-kewajiban tertentu yang seharusnya
menjadi bebannya yang biasanya dikenal dengan klausula eksonerasi.
78
Klausula
78
Lihat Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994,
eksonerasi biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausul tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya ditemukan di dalam kontrak baku.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian baku dengan klausul eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak kreditor
untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki ciri sebagai berikut:
79
a Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditor yang posisinya relatif kuat
daripada debitur. b
Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu. c
Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut.
d Bentuknya tertulis.
Dalam perjanjian kerjasama EDC antara pihak Bank dengan merchant, perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis tidak hanya berfungsi sebagai alat
pembuktian saja, namun juga merupakan syarat untuk adanya bestaanwaarde perjanjian itu. Penggunaan kontrak baku pada dasarnya dibolehkan untuk
memudahkan pembuatan kontrak. Karena untuk transaksi barang produksi massal yang menguasai hajat hidup orang banyak, tidak mungkin dibuat kontrak satu per
satu. Namun, pada umumnya kontrak baku dibuat secara sepihak yang seringkali menguntungkan pihak yang membuatnya, sehingga perlu ada aturan hukum yang
hlm.47. Klausula eksonerasi adalah klausul yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan
mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.
79
Ibid., hlm.50
dapat memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang lemah.
80
Hal tersebut di atas tentunya perlu disikapi dan dipahami secara objektif dalam menilai isi kontrak, terutama terkait dengan klausul-klausul kontrak yang
dianggap berat sebelah. Seringkali terjadi kesalahan persepsi mengenai eksistensi kontrak, khususnya mengenai pertanyaan, apakah suatu kontrak itu seimbang atau
tidak seimbang berat sebelah. Perdebatan mengenai ada atau tidaknya keseimbangan posisi para pihak
pada dasarnya kurang relevan untuk dikaitkan dengan kontrak komersial. Dimensi kontrak komersial yang lebih menekankan aspek kemitraan dan kelangsungan
bisnis efficiency and profit oriented, tidak lagi berkutat pada keseimbangan matematis, tetapi justru lebih menekankan pada proposionalitas hak dan
kewajiban diantara pelaku-pelakunya. Dengan diterimanya prinsip-prinsip universal seperti itikad baik dan transaksi yang adil dan jujur good faith and fair
dealing; redelijkheid en billijkheid; kepatutan dan keadilan dalam praktek bisnis, membuktikan bahwa yang diutamakan adalah memberikan jaminan bahwa
perbedaan kepentingan diantara para pihak telah diatur melalui mekanisme pembagian beban kewajiban secara proporsional, terlepas dari berapa proporsi
hasil akhir yang diterima para pihak yaitu antara merchant sebagai penyewa mesin EDC dan bank acquirer sebagai pihak yang menyewakankan mesin EDC. Hak
dan kewajiban para pihak sudah tentu disepakati apabila telah melalui negosiasi.
80
Taryana Soenandar, Op.cit., hlm. 27
B. Prosedur Sistem Electronic Data Capture dan Otorisasi oleh Bank