Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Uang Tunai Di Bank Di jamin Oleh Perusahaan Asuransi (Studi Pada Bank Tabungan Negara Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

_____, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, 1992. Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, 1996, Medan. Anonim, Hukum Asuransi dalam Perbankan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1998. Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang

Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa). Seksi Hukum Dagang, FH-UGM, Yogyakarta 1980.

Federick G. Crane, Insurance, Principles and Practices, 2nd Edition, John Wiley & Sons, 1984.

Hartono Hadisaputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984.

Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indnesia, Jilid 6 : Hukum Pertanggungan, Cetakan Keempat, Djambatan, Jakarta, 1996.

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mariam Darus Badrul Zaman, Aneka Hukum Bisnis, 2000.

______, 1997, Mencari Sistem Hukum Benda Nasinal, Alumni, Bandung.

______, 1999, Bab Tentang Credit Verband, Gadai dan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti.

Radiks Purba, Meahami Asuransi di Indonesia, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1995.


(2)

Rachmadi Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, PT. Sinar Grafika, Jakarta. ______, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia, Pustaka

Utama, Jakarta.

Solly Lubis, 1989, Serba-Serbi Politik dan Hukum.

Subekti, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intemasa, Jakarta, hal. 62.

Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang di Dambakan, Alumni, Bandung, 2002.

Vollmar H.F.A, Terjemahan I.S. Adimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata.

Lampiran :

UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) KUH Dagang (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Peraturan Perbankan Indonesia.

www.google.com. www.yahoo.com.

Surat Balasan Hasil Riset pada Bank Tabungan Negara Medan Jln. Pemuda.

Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan.

Tanggal 5 Mei 2009.


(3)

BAB III

TINJAUAN YURIDIS ASURANSI TUNAI SEBAGAI SUATU PERJANJIAN A. Defenisi Asuransi Sebagai Suatu Perjanjian

Di dalam literatur istilah asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering

atau assurantie, dalam bahasa Inggris disebut insurance, yang artinya adalah pertanggungan.

Ketentuan dalam Pasal 246 KUH Dagang menyebutkan pengertian asuransi sebagai berikut :

”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.

Dari ketentuan Pasal 246 KUH Dagang ini, Abdul Muis, menjelaskan ada beberapa unsur penting dalam perjanjian asuransi, yaitu :

1. Adanya suatu persetujuan atau perjanjian antara penanggung dengan tertanggung.

2. Dalam perjanjian tersebut terdapat unsur pengalihan risiko dari tertanggung kepada penanggung.

3. Untuk mengalihkan risiki itu tertanggung membayar premi ;

4. Kalau terjadi suatu peristiwa yang semula belum pasti terjadi, penanggung membayar sejumlah uang atau ganti ruginya.35

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Pasal 1 angka 1, dinyatakan sebagai berikut :

35


(4)

”Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Definisi yang diberikan oleh Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 di atas merupakan penyempurnaan dari pengertian asuransi yang dinyatakan di dalam Pasal 246 KUH Dagang. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992, perjanjian asuransi itu dapat berbentuk asuransi kerugian dan asuransi jiwa.

H.M.N. Purwosutjipto, memberikan pengertian yang lebih memenuhi syarat bagi asuransi secara umum, yaitu :

”Pertanggungan adalah suatu perjanjian, pada mana penanggung, dengan menerima uang premi dari lawan pihaknya, penutup asuransi, mengikatkan diri untuk melakukan satu atau beberapa kali pembayaran, pada mana baik perikatan ini maupun pembayaran premi ataupun kedua-duanya digantingkan pada suatu peristiwa tak tentu bagi kedua belah pihak pada waktu ditutupnya perjanjian”36

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, dalam bukunya menjelaskan sebagai berikut:

”Pertanggungan adalah suatu perjanjian, di mana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan diri dari kerugian karena kehilangam, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan akan dapat diderita olehnya, karena kejadian yang belum pasti”.37

36

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indnesia, Jilid 6 : Hukum Pertanggungan, Cetakan Keempat, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1996, hal. 10.

37

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa). Seksi Hukum Dagang, FH-UGM, Yogyakarta 1980, hal. 16.


(5)

Dari pengetian di atas dapat dijabarkan bahwa asuransi sebagai suatu perjanjian mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1. Perjanjian asuransi atau pertanggungan pada azasnya adalah suatu perjanjian penggantian kerugian (schadeverzekering), di mana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian pihak tertanggung yang menderita kerugian, dan kerugian yang diganti seimbang dengan kerugian yang sesungguhnya diderita. 2. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat, di mana

kewajiban mengganti kerugian dari penanggung hanya dilaksanakan bila peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan itu terjadi.

3. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik, dimana kewajiban penanggung mengganti kerugian yang diharapkan diimbangi dengan kewajiban tertanggung membayar premi asuransi.

4. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan.

Frederick G. Crane, dalam bukunya menjelaskan pengertian asuransi yakni

”Insurance may be defined as a system of handling risk by combining many loss exposures, with the cost of the loses being shared by all of the participants”.38

Menurut Frederick C. Crane, “Asuransi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem untuk mengatasi risiko dengan menggabungkan beberapa kerugian yang dibayar dengan biaya kerugian tersebut ditanggung oleh semua peserta”.

38

Federick G. Crane, Insurance, Principles and Practices, 2nd Edition, John Wiley & Sons, 1984, hal. 9.


(6)

Dalam KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasikan sebagai perjanjian untung-untungan (kans overeenkomst). Pasal 1774 KUH Perdata menyebutkan sebagai berikut :

“Suatu persetujuan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak, maupun sementara pihak, bergantung dari suatu kejadian yang belum tentu”.

Demikian adalah :

Perjanjian pertanggungan; Bunga cagak hidup;

Perjudian dan pertaruhan;

Persetujuan yang pertama diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Dalam kaitannya sebagai perjanjian untung-untungan Emmy Pangaribuan Simanjuntak, menjelaskan sebagai berikut :

”Perjanjian pertanggungan itu tidaklah tepat dikatakan kans-overeenkomst oleh karena penanggung di dalam memertimbangkan besarnya risiko yang ditanggungnya dia juga menerima suatu kontra prestasi di dalam bentuk premi dari tertanggung yang seimbang dengan risiko”.39

Jadi walaupun secara umum perjanjian asuransi oleh KUH Perdata disebutkan sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan (kans-overeenkomst), akan tetapi sebenarnya merupakan penerapan yang sama sekali tepat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian asuransi itu sendiri.

Alasan utama adalah bahwa perjanjian untung-untungan mempunyai kecenderungan yang besar menuju pada pertaruhan atau perjudian. Lain halnya dengan perjanjian asuransi, yang ada dasarnya sudah mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu mengalihkan risiko yang sudah ada yang berkaitan pada kemanfaatan

39


(7)

ekonomi tertentu sehingga tetap berada pada posisi yang sama. Posisi atau keadaan ekonomi yang sama tersebut dipertahankan dengan memperjanjikan pemberian ganti rugi karena terjadinya suatu peristiwa belum pasti.

Peristiwa yang belum pasti pada perjanjian untung-untungan yang bersifat pertaruhan atau perjudian tidak sama dengan yang terjadi pada perjanjian asuransi. Pada perjanjian untung-untungan, risiko itu justru diciptakan oleh perjanjian itu sendiri. Lain halnya dengan perjanjian asuransi, risiko itu telah ada sebelum perjanjian dibuat, dan justru perjanjian asuransi ditutup dengan memperalihkan risiko yang sudah ada.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perjanjian asuransi kurang tepat dimasukkan ke dalam persetujuan untung-untungan, karena di dalam perjanjian asuransi terdapat hak dan kewajiban yang bertimbal balik, serta bukan untung atau ruginya yang digantungkan pada peristiwa yang belum pasti, akan tetapi adalah pelaksanaan kewajiban dari penanggung.

B. Pengaturan Perjanjian Asuransi Tunai.

Pengaturan perjanjian asuransi di Indonesia secara umum dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan pengaturan diluar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). 1. Pengaturan dalam Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Di dalam KUHD ada 2 (dua) cara pengaturan hukum pertanggungan, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus.


(8)

Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I titel 9 KUHD, dan pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I titel 10 KUHD, dan Buku II titel 9 dan 10 KUHD yang pengaturannya sebagai berikut :

a. Buku I titel 9, mengatur tentang Asuransi pada umumnya (Pasal 246 sampai dengan Pasal 286 KUHD).

b. Buku I titel 10, mengatur tentang asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan tentang asuransi jiwa (Pasal 287 sampai dengan Pasal 308 KUHD).

c. Buku II titel 9, mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya perbudakan (Pasal 592 samai dengan Pasal 685 KUHD).

d. Buku II titel 10, mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-bahaya pengangkutan di darat dam sungai-sungai serta perairan pedalaman (Pasal 686 sampai dengan Pasal 695 KUHD).

Ketentuan dalam Pasal 248 KUHD menyatakan ”Terhadap segala macam pertanggungan baik yang diatur dalam Buku ini maupun yang diatur dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang ini berlakulah ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal berikut”.

Dari bunyi Pasal 248 KUHD tersebut, maka engaturan yang bersifat umum yang dimuat dalam Buku I titel 9 KUHD diperuntukkan bagi semua jenis erjanjian asuransi, yang dengan demikian berlaku juga terhadap asuransi-asuransi khusus di atur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD.


(9)

2. Pengaturan di luar Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Dalam praktek perasuransian masih dijumpai pengaturan khusus yang diatur tersendiri dalam undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, maupun perjanjian antara dua belah pihak, antara lain :

a. Asuransi wajib kecelakaan penumpang yang diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 1964.

b. Asuransi atas kecelakaan lalu lintas yang diatur dalam Undang-Undang No. 34 Tahun 1964.

c. Asuransi kredit yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1971.

d. Peraturan Pemrintah No. 17 Tahun 1965 sebagai Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 tentang Asuransi Wajib Kecelakaan Penumpang. e. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 sebagai Peraturan Pelaksana

Undang-Undang No. 34 Tahun 1964 tentang Asuransi atas Kecelakaan Lalu Lintas.

f. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1963 tentang Tabungan Asuransi Pegawai Negeri.

g. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).

h. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dengan berbagai peraturan pelaksanaannya.

i. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1965 tentang Pertanggungan kembali (Reasuransi Herverzekering).


(10)

Pada waktu KUHD dirancang lebih dari satu abad yang lalu, bahaya-bahaya yang ada dalam praktek perasuransian sekarang ini belum dikenal. Timbulnya bermacam-macam asuransi khusus dalam praktek menunjukkan bahwa masyarakat semakin berkembang dan mempunyai kesadaran yang tinggi tentang risiko yang akan datang dan semakin menyadari pula akan adanya bermacam-macam bahaya yang mengancam keselamatan harta benda, dan jiwa raga.

Dalam perkembangan terakhir, pemerintah telah mengeluarkan Undang No.2 Tahun 1992 yang mengatur tentang Usaha Perasuransian. Undang-Undang No.2 Tahun 1992 lahir dengan konsiderans bahwa dalam pelaksanaan pembangunan dapat terjadi berbagai ragam dan jenis risiko yang perlu ditanggulangi oleh masyarakat. Dengan demikian dapat terlihat kesadaran untuk menanggulangi risiko yang dihadapi dalam proses kehidupan bermasyarakat dan bernegara semakin tinggi sehingga diatur secara khusus usaha-usaha yang bergerak di bidang perasuransian secara nasional.

C. Hak dan Kewajiban Tertangung dan Penangung dalam Asuransi Tunai

Asuransi tunai termasuk salah satu jenis asuransi baru yang berkembang dalam kaitannya dengan kegiatan perbankan. Jenis asuransi ini belum diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang karena jenis ini baru ada setelah Kitab Undang-undang Hukum Dagang terbentuk. Demikian pula belum ada buku yang secara khusus mengupas masalah asuransi tunai ini. Namun demikian dalam praktek perbankan asuransi sudah menjadi sangat populer sejak pertama kali kemunculannya.


(11)

Munculnya asuransi tunai didorong oleh adanya kebutuhan rasa aman dari bank-bank yang selalu berhubungan dengan uang tunai. Sering terdengar bahwa terjadi perampokan uang tunai di bank yang mengakibatkan kerugian hingga milyaran rupian. Begitu pula sering terdengar bahwa pengiriman uang tunai dengan menggunakan mobil khusus dan pengawalan ketat masih dirampok oleh kawanan penjahat. Apalagi sekarang dengan selalu tersedianya uang tunai di dalam mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) yang tidak ada penjaganya, padahal mesin uang itu menyimpan puluhan juta rupiah per harinya. Mesin ATM ini sangat riskan terhadap tindak kejahatan perampokan. Bahkan penyimpanan uang di dalam brankas sekalipun dengan tingkat pengamanan yang sangat tinggi sangat mungkin terjadi dicuri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Semua kemungkinan kerugian terhadap uang tunai di atas mendorong pihak bank, dalam hal ini bertindak sebagai tertanggung untuk menjalin kerjasama dengan pihak asuransi,dalam hal ini sebagai penanggung untuk bekerjasama mengadakan penutupan asuransi tunai terhadap sejumlah uang tunai yang harus disediakan oleh pihak bank setiap harinya. Dengan adanya penutupan asuransi tunai maka apabila terjadi kerugian pada uang tunai yang diasuransikan oleh bank, maka pihak perusahaan asuransi mengganti kerugian tersebut sesuai dengan jumlah uang yang mengalami kerugian. Di lain pihak, untuk mendapatkan perlindungan dari perusahaan asuransi maka pihak bank harus membayar premi yang besarnya berupa prosentase tertentu dari jumlah uang tunai yang diasuransikan.


(12)

Dari uraian yang telah diberikan di atas dapat diketahui bahwa asuransi tunai adalah persetujuan dengan mana pihak perusahaan asuransi, penanggung, mengikatkan diri terhadap pihak bank, tertanggung, untuk mengganti kerugian yang dapat diderita oleh tertanggung, dan yang belum tentu serba kebetulan, dengan mana pula tertanggung berjanji untuk membayar premi.

a. Hak dan Kewajiban Tertanggung

Tertanggung atau terjamin asuransi tunai adalah orang atau badan hukum, sebagai pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian dalam jumlah dan dalam hal yang telah disetujui dalam perjanjian asuransi tunai, dan untuk itu ia berkewajiban membayar sejumlah uang yang disebut dengan premi.

Dalam penutupan asuransi tunai yang menjadi tertanggung dapat berupa orang per orang atau badan hukum. Orang per orang dapat menjadi tertanggung misalnya seseorang yang akan mengadakan perjalanan bisnis dan memerlukan uang tunai dalam jumlah besar yang akan dibawanya sendiri. Orang tersebut dapat menghubungi perusahaan asuransi yang menyediakan jasa penutupan asuransi tunai dan meminta perlindungan perusahaan asuransi tersebut terhadap kemungkinan kerugian yang terjadi atas uang tunai miliknya. Adapun badan hukum yang menjadi tertanggung dalam penutupan asuransi tunai dapat berupa lembaga keungan, baik lembaga keungan bank atau lembaga bukan bank, dapat pula badan-badan sosial, misalnya yayasan, lembaga amal dan lain-lain. Namun demikian dalam praktek yang


(13)

berkembang selama ini yang menjadi tertanggung dalam penutupan asuransi tunai adalah pihak bank.

Sebagaimana halnya dengan penutupan asuransi yang lain pihak bank sebagai tertanggung memiliki hak dan kewajiban.

Hak tertanggung antara lain:40 a. Menerima polis asuransi.

Polis yang akan diterima disesuaikan dengan jenis asuransi tunai yang ditutup oleh tertanggung.

b. Mendapat ganti kerugian bila terjadi peristiwa yang diperjanjikan.

Peristiwa yang diperjanjikan dalam hal ini adalah adanya kerugian yang dialami uang tunai karena adanya peristiwa yang tidak pernah diduga sebelumnya. Dengan kata lain apabila peristiwa itu direncanakan, maka penggantian kerugian tidak akan diberikan kepada tertanggung.

c. Hak-hak lain yang merupakan kewajiban penanggung.

Di antara kewajiban-kewajiban penanggung yang menjadi hak tertanggung adalah hak untuk untuk mengajukan klaim atas kerugian yang dialami oleh uang tunai yang diasuransikan oleh tertanggung. Besarnya tuntutan ganti rugi yang diajukan dalam klaim biasanya sama besar dengan jumlah kerugian nyata yang dialami oleh tertanggung.

Di lain pihak, kewajiban tertanggung asuransi tunai adalah:41

40

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009


(14)

a. Membayar premi.

Sebagaimana jenis asuransi yang lain, maka sebagai kompensasi dari perlindungan yang diberikan perusahaan asuransi kepadanya, maka tertanggung berkewajiban untuk membayar premi yang telah ditentukan kepada pihak perusahaan asuransi. Besar premi yang dibayar oleh tertanggung tergantung pada besar uang yang dipertanggungkan. Dalam hal ini cara perhitungan premi adalah dengan mengalihkan jumlah uang tunai yang dipertanggungkan dengan prosentase tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak asuransi.

b. Memberi pengamanan yang memenuhi standar terhadap uang tunai yang dipertanggungkan.

Pengamanan yang memenuhi standar yang dimaksud di sini adalah pengamanan sebagaimana disyaratkan oleh pihak perusahaan asuransi. Adanya pengamanan terhadap uang tunai yang dipertanggungkan merupakan syarat yang tidak dapat ditawar. Karena dalam hal ini walaupun uang tunai itu telah diasuransikan, tetapi bukan berarti bahwa tertanggung telah lepas dari kewajiban untuk melindungi kepentingannya terhadap uang tunai tersebut.

c. Mencegah agar kerugian dapat dibatasi.

Tindakan pencegahan kerugian berkaitan langsung dengan adanya tindakan pengamanan yang dilakukan oleh tertanggung. Dalam hal ini apabila suatu uang tunai yang diasuransikan tidak mendapat pengamanan yang disyaratkan, maka

41

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009


(15)

pihak asuransi tidak akan memenuhi klaim yang diajukan oleh tertanggung, karena dianggap kerugian itu terjadi karena kelalaian pihak tertanggung sehingga pihak asuransi tidak berkewajiban untuk menutup kerugian tersebut. d. Kewajiban khusus yang mungkin disebutkan dalam polis.

Kewajiban khusus yang dimaksud dalam hal ini misalnya penambahan jumlah anggota pengamanan yang ditugaskan untuk mengamankan uang tunai yang diasuransikan. Sebagai contoh, untuk mengawal uang tunai yang dikirim melalui jalan darat yang kurang dari satu milyar, maka yang ditugaskan untuk mengamankan cukup satu orang Satuan Pengaman (Satpam) saja. Akan tetapi untuk pengawalan pengiriman uang yang lebih dari satu milyar, maka yang ditugaskan untuk mengamankan minimal satu orang satpam dan satu polisi atau lebih.

Berlakunya hak dan kewajiban penanggung seperti yang telah diuraikan di atas dimulai setelah adanya perjanjian penutupan asuransi tunai oleh pihak asuransi sebagai penanggung dengan pihak bank sebagai tertanggung.

b.

Hak dan Kewajiban Penanggung

Penanggung dalam asuransi tunai adalah pihak yang menerima peralihan risiko terhadap uang tunai, disebut juga penjamin, adalah mereka yang mendapat premi berjanji akan mengganti kerugian terhadap uang tunai dengan membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung.


(16)

Seperti halnya tertanggung, penanggung dalam asuransi tunai juga memiliki hak tertentu, antara lain:

a. Menerima premi.

Premi merupakan kontrak prestasi dari jaminan yang diberikan oleh penanggung terhadap tertanggung.

b. Mengetahui segala transaksi dan kegiatan yang berkaitan dengan uang tunai yang diasuransikan.

Transaksi dan kegiatan yang berkaitan dengan uang tunai misalnya pengiriman uang tunai melalui jalan dari satu kantor cabang sebuah bank kepada unit-unitnya. Dalam hal ini pihak asuransi wajib diberitahukan segera sebelum pengiriman uang itu dilakukan. Apabila pemberitahuan ini tidak dilakukan maka dianggap bahwa pihak asuransi tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang dapat menimpa uang tunai tersebut.

c. Meminta agar tertanggung memberi pengamanan yang sebaik-baiknya terhadap uang tunai yang diasuransikan.

Pengamanan yang sebaik-baiknya yang dimaksud disini disesuaikan dengan kondisi dan keadaan uang yang diasuransikan. Sebagai contoh untuk uang tunai yang diletakkan di dalam brankas maka pihak asuransi berhak untuk meminta agar brankas tersebut dijaga ketat oleh satuan pengamanan atau polisi. Contoh lain misalnya apabila uang tunai itu diletakkan di tempat kasir, maka pihak asuransi berhak meminta agar uang tunai itu diletakkan di dalam lemari yang tidak setiap orang mempunyai hak untuk membukanya. Apabila


(17)

uang tunai itu dikirim melalui jalan darat, maka pihak asuransi berhak untuk meminta agar uang tunai dikawal oleh satuan pengaman atau polisi dan meminta daftar nama satuan pengamanan atau polisi yang mengawal perjalanan uang tunai itu, dan lain-lain tindakan pengamanan yang dianggap perlu oleh pihak asuransi.

d. Hak untuk menolak pertanggung jawaban terhadap kerugian yang dialami oleh tertanggung.

Pada dasarnya dengan adanya penutupan asuransi tunai maka pihak penanggung berkewajiban untuk mengganti kerugian yang diasuransikan oleh tertanggung. Namun demikian penanggung berhak untuk menolak pertanggung jawaban tersebau apabila penanggung dapat membuktikan bahwa adanya kerugian itu disebabkan kelalaian tertanggung sendiri. Sebagai contoh dalam pengiriman uang tunai melalui jalan darat ternyata dilakukan dengan tanpa pengawalan satpam atau polisi, sehinggga ketika terjadi perampokan yang menyebabkan kerugian terhadap uang tunai itu, maka penanggung berhak untuk menolak pertanggungjawaban tersebut karena pengiriman itu telah dilakukan tanpa memenuhi syarat pengamanan yang telah ditentukan. e. Hak-hak khusus lain yang mungkin disebutkan di dalam polis.

Hak-hak khusus penanggung yang mungkin disebutkan dalam polis misalnya hak penanggung untuk memberikan tenaga pengamanan tambahan guna memastikan keamanan uang yang diasuransikan.


(18)

a. Memberikan polis asuransi tunai kepada tertanggung.

Polis merupakan bukti telah terjadi penutupan asuransi. Polis ini dibuat rangkap dua, yang sati dipegang oleh penanggung dan yang satu dipegang olaeh tertanggung.

b. Mengganti kerugian tertanggung dalam peristiwa dan jumlah tertentu sesuai dengan yang diperjanjikan.

Mengganti kerugian yang dialami oleh tertanggung merupakan kewajiban utama penanggung dalam penutupan asuransi. Pengganti kerugian ini hanya dilakukan apabila peristiwa yang menyebabkan kerugian itu benar-benar peristiwa yang tidak pernah dapat diduga sebelumnya (evenement) dan tidak ada faktor kesengajaan atau kelalaian tertanggung. Apabila terbukti ada faktor kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang menyebabkan kerugian itu,maka penanggung tidak mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami oleh tertanggung.

c. Memberikan penggantian kerugian dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Mengingat uang tunai sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, maka

penggantian atas uang tunai milik tertanggung harus dilaksanakan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Namun demikian dalam waktu cepat atau lambat penggantian kerugian tergantung juga kepada tertanggung dalam melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penggantian kerugian. Setelah semua syarat dan dokumen yang diperlukan untuk penggantian kerugian


(19)

dipenuhi oleh tertanggung, maka piha penanggung akan segera memproses pelaksanaan penggantian kerugian tersebut.42

D. Perbedaan Asuransi Tunai dengan Asuransi yang Lain

Secara prinsipil letak perbedaan asuransi tunai dengan asuransi yang lain adalah mengenai saat pembuatan polis guna penutupan asuransi. Pada jenis asuransi yang lain, penutupan polis asuransi dilakukan sebelum pertanggungan berjalan, sedangkan pada asuransi tunai penutupan polis baru dilakukan setelah pertanggungan berakhir.

Adapun alasan dilakukannya pembuatan polis pada akhir pertanggungan adalah karena pembayaran premi tidak dilakukan pertransaksi, tetapi dihitung dari keseluruhan transaksi dan besarnya uang yang ditransaksikan. Dengan kata lain jumlah premi yang harus dibayar tergantung dari besarnya premi uang yang ditransaksikan pada suatu masa pertanggungan tertentu dan biasanya transaksi terjadi beberapa kali sehingga akan merepotkan jika semua transaksi dibuatkan polinya.

Satu masa pertanggungan asuransi tunai dapat satu bulan, dapat pula satu tahun. Untuk pertanggungan yang satu bulan pembuatan polis dilakukan pada akhir bulan berjalan, sedangkan untuk pertanggungan yang berlaku untuk satu tahun pembuatan polis dilakukan pada akhir tahun berjalan.

42

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009


(20)

Guna kepentingan administrasi agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan besar premi yang harus dibayar oleh pihak bank, maka setiap kali mengadakan transaksi atau kegiatan, pihak bank diwajibkan untuk mengirimkan bukti telah terjadinya transaksi atau kegiatan itu. Bukti ini disebut dengan deklarasi. Dari deklarasi ini dapat dilihat berapa jumlah uang yang ditransaksikan oleh pihak bank. Selanjutnya setelah masa pertanggungan pihak asuransi akan membuatkan polis dengan data jumlah asuransi berdasarkan deklarasi yang dibuat.

E. Manfaat Asuransi Tunai

Asuransi tunai pada dasarnya sangat bermanfaat bagi tertanggung maupun bagi penanggung, dan secara tidak langsung asuransi ini juga bermanfaat bagi nasabah yang berhubungan dengan bank yang bersangkutan.

Manfaat asuransi tunai bagi tertanggung adalah lepasnya tertanggung dari rasa takut akan kerugian besarnya yang akan menimpanya seandainya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap uang tunai miliknya, karena tertanggung telah melimpahkan risiko kerugian yang dipikulnya itu kepada penanggung. Dengan adanya rasa aman tertanggung, maka tertanggng dapat melakukansemua kegiatan operasionalnya dengan lebih baik. Akibat lebih lanjut adalah akan meningkatnya produktivitas tertanggung di masa yang akan akan datang.

Bagi penanggung manfaat asuransi tunai berupa perolehan premi atas pertanggungan yang dilakukannya. Premi ini bisa dipinjamkam penanggung kepada


(21)

pihak lain yang membutuhkan guna dijadikan modal untuk membiayai proyek-proyek yang dapat menghasilkan keuntungan. Dari peminjaman modal ini penanggung akan menikmati bunga ataupun pembagian keuntungan dari peminjam modal. Sementara itu modal akan mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankannya. Dengan adanya keuntungan ini maka peminjam modal dapat mengangkat perekonomiannya sendiri dan juga perekonomiannya sendiri dan juga perekonomian orang lain yang berada di sekitarnya, sehingga akhirnya terwujud kemakmuran bagi seluruh masyarakat.

F. Berakhirnya Perjanjian Asuransi

Dalam ketentuan KUH Dagang tidak terdapat pengaturan secara tegas tentang berakhirnya perjanjian asuransi. Karena tidak terdapat pengaturan secara tegas, maka timbullah berbagai pendapat dari para sarjana, doktrin mengenai berakhirnya perjanjian asuransi.

Radiks Purba menyatakan berakhirnya suatu perjanjian asuransi disebabkan oleh 2 (dua) macam penyebab, yaitu :43

1. Perjanjian berakhir secara wajar, karena masa berlakunya perjanjian telah berakhir sebagaimana yang telah diperjanjian semula.

2. Perjanjian berakhir secara tidak wajar, karena dibatalkan oleh salah satu pihak walaupun masa berlakunya perjanjian belum berakhir.

Jadi apabila suatu perjanjian asuransi telah berakhir maka semua kerugian yang diderita oleh tertanggung tidak lagi mendapat ganti rugi dari pihak penanggung.

43


(22)

Berdasarkan pendapat Abdul Kadir Muhammad, maka suatu perjanjian berakhir karena :

1. Tenggang waktu berlakunya telah habis

2. Terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian. 3. Pertanggungan berhenti.

4. Pertanggungan gugur.44

Berdasarkan pendapat dari Abdul Kadir Muhammad, daat berakhirnya perjanjian asuransi daat dijabarkan secara lebih terperinci :

1. Tenggang waktu berlakunya telah habis. Ketentuan-ketentuan KUHD tidak mengatur secara tegas tentang tenggang waktu berlakunya perjanjian asuransi. Akan tetapi dalam praktek, perjanjian asuransi biasanya diadakan dalam suatu jangka waktu yang tertentu. Jangka waktu tersebut telah ditentukan dalam suatu polis perjanjian asuransi. Jadi apabila jangka waktu yang telah ditetapkan bahwa polis perjanjian asuransi telah jatuh tempo, maka perjanjian asuransi berakhir, atau pihak menanggung dan tertanggung membuat kesepakatan baru memperbaharui perjanjian asuransi.

2. Terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian. Apabila perjanjian pertanggungan telah berjalan, terjadi peristiwa yang belum pasti dan menimbulkan kerugian pada tertanggung, maka penanggung akan menyelidiki apakah tertanggung benar-benar mempunyai kepentingan atas benda atau jiwa

44

Abdul Kadir, Muhammad Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, 1992, Bandung.


(23)

yang dipertanggungkan. Apabila tertanggung memang mempunyai kepentingan atas benda atau jiwa yang dipertanggungkan dan terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian tersebut sesuai dengan ketentuan dalam polis perjanjian asuransi, maka perjanjian asuransi berakhir, diikuti dengan pembayaran ganti kerugian oleh penanggung kepada tertanggung. Tentang pembayaran ganti kerugian yang timbul dalam perjanjian asuransi ditentukan jumlah maksimum yang harus dibayar oleh penanggung.

Mengenai pembayaran ganti kerugian, ketentuan dalam Paal 23 KUHD menyatakan sebagai berikut :

Ayat 1. Suatu pertanggungan melebihi jumlah harga atau kepentingan yang sesungguhnya, hanyalah sah sampai jumlah tersebut.

Ayat 2. Apabila harga penuh sesuatu barang tidak dipergunakan, maka apabila timbul kerugian si penanggung hanyalah diwajibkan menggantinya menurut imbangan daripada bagian yang dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak dipertanggungkan.

Ayat 3. Namun demikian bolehlah para pihak memperjanjian dengan tegas, bahwa dengan tak mengingat harga lebihnya barang yang dipertanggungkan, kerugian yang menimpa barang itu, akan diganti sepenuhnya sampai jumlah yang dipertanggungkan.

3. Pertanggungan berhenti. Berhentinya suatu perjanjian pertanggungan dapat disebabkan karena persetujuan antara kedua belah pihak, maupun karena faktor-faktor diluar kemauan kedua belah pihak.

Pertanggungan berhenti yang disebabkan oleh kemauan kedua belah pihak dapat terjadi antara lain premi pertanggungan tidak dibayar dan ini biasanya diperjanjian dalam polis pertanggungan.


(24)

Pertanggungan berhenti karena faktor-faktor diluar kemauan kedua belah pihk dapat terjadi antara lain terjadi pemberatan risiko setelah pertanggungan berjalan seperti yang terdapat dalam ketentuan pasal 293 KUHD. Ketentuan dalam Pasal 293 KUHD menyatakan sebagai berikut :

”Apabila sebuah gedung yang dipertanggungkan, diperuntukkan untuk suatu keperluan lain dan karena itu memikul bahaya kebakaran yang lebih besar, sehingga si penanggung, seandainya itu sudah terjadi sebelum diadakannya pertanggungan, tidak akan menanggung gedung tersebut ataupun tidak akan menanggungnya atas syarat-syarat yang sama, maka berhentilah kewajiban si penanggung tadi”.

Terhadap pertanggungan berhenti, maka berlakulah Premi Restorno, yaitu pembayaran kembali uang premi pertanggungan karena batalnya/gugurnya pertanggungan. Ketentuan tentang Premi Restorno, diatur secara khusus dalam ketentuan Pasal 281 KUHD yang berbunyi : 3

”Dalam segala hal dimana perjanjian pertanggungan itu untuk seluruhnya atau sebagai gugur atau menjadi batal, sedangkan si tertanggung telah bertindak dengan itikad baik, maka si penanggung diwajibkan mengembalikan preminya untuk seluruhnya ataupun untuk sebagian yang sedemikian untuk mana ia telah menghadapi bahaya”.

4. Pertanggungan gugur. Terhadap pertanggungan gugur, ketentuan dalam Pasal 307 KUHD menyatakan ”Apabila seseorang yang telah mempertanggungkan jiwanya, membunuh diri, atau dihukum mati maka gugurlah pertanggungan itu”. Dengan gugurnya suatu pertanggungan maka pihak penanggung berhak untuk tidak membayar klaim pertanggungan, dan pihak tertanggung tidak berhak untuk menuntut klaim asuransi, biasanya syarat-syarat gugurnya pertanggungan diatur secara tersendiri dalam polis perjanjian pertanggungan.


(25)

BAB 4

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP UANG TUNAI DI BANK DIJAMIN OLEH PERUSAHAAN ASURANSI

PADA BANK TABUNGAN NEGARA MEDAN

A. Bentuk Perjanjian Kerja sama antara Bank Tabungan Negara Medan dengan Perusahaan Asuransi

Dewasa ini Bank mempunyai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat yaitu sebagai penghimpun dana sebagai penyalur dana masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan Undang Nomor 10 Tahun 1998 untuk selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Perbankan, pengertian Bank diartikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank dalam menyalurkan pinjaman kepada masyarakat (nasabah) berupa uang dalam bentuk pemberian kredit mensyaratkan adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit. Di dalam pemberian kredit, Bank sangat bertanggung jawab terhadap resiko, sehingga dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, ditentukan bahwa dalam memberikan kredit Bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan pemberian kredit yang sangat beresiko tersebut menuntut Bank untuk menerapkan prinsip kehati-hatian untuk mengatasi dan


(26)

menghindari resiko-resiko yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi. Untuk itu Bank bekerja sama dengan perusahaan asuransi guna untuk menghindari resiko yang tidak diinginkan.

Perusahaan Asuransi memberikan proteksi untuk mengganti kerugian ekonomi yang mungkin akan diderita oleh pihak Bank dan melindungi Bank dari resiko-resiko terjadinya perampokan, pencurian yang disertai tindak kekerasan. Sesuai dalam perjanjian yang telah disepakati antara pihak Bank dengan perusahaan Asuransi.

Dalam penulisan ini, Bank yang penulis maksud adalah Bank Tabungan Negara yang bekerja sama dengan PT Asuransi Binagriya Upakara selaku perusahaan Asuransi. Bank Tabungan Negara dan PT Asuransi Binagriya Upakara melakukan perjanjian kerjasama dalam bentuk penjaminan terhadap uang tunai.

PT Asuransi Binagriya Upakara menjamin dan menanggung kerugian terhadap hilangnya uang pada Bank Tabungan Negara Medan dalam bentuk : 45

1. Cash in safe (CIS) atau uang tunai dalam brankas.

Memberikan ganti rugi terhadap kerugian dan kehilangan uang yang disimpan dalam brankas pada Bank Tabungan Negara Medan yang disebabkan oleh tindak pencurian, perampokan yang disertai pengrusakan, sehingga dirasakan perlu untuk melindungi uang tunai yang ada dalam brankas dengan program asuransi tunai CIS. Nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransi yang diberi

45

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.


(27)

wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan senilai maksimal 20 milyar rupiah,

2. Cash in Cashier’s Box (CICB) atau uang tunai yang dipegang kasir.

Memberikan ganti rugi terhadap kerugian dan kehilangan uang yang disimpan dalam Cashier Box pada Bank yang disebabkan oleh pencurian yang disertai pengrusakan yang berlaku pada jam kerja saja. Setelah jam kerja usai, uang disimpan kembali ke dalam brankas yang ditutup dengan Cash in safe, dengan mengikuti program asuransi CICB maka pihak Bank akan mendapatkan penggantian atas kerugian yang menimpa uang tunai yang dipegang oleh kasir.

Dalam Cash in Cashier Box nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransi yang diberi wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan adalah senilai 200 juta sampai dengan 1 milyar rupiah,

3. Cash in Transit (CIT) atau uang tunai dalam perjalanan.

Sering kali Bank melakukan pengiriman uang secara langsung. Uang yanng dikirim secara langsung ini disebut dengan uang tunai dalam perjalanan. Uang ini dikirim dari satu tempat ke tempat lain, misalnya dari kantor cabang BTN ke kantor unit BTN (Bank Tabungan Negara), dengan menggunakan alat transportasi tertentu, seperti mobil, pesawat, kereta api dan sebagainya. Untuk melakukan pengiriman uang yang di asuransikan dengan asuransi CIT maka ada syarat khusus bagi pembawa uang tersebut yaitu adanya pengawalan khusus, baik oleh satpam maupun oleh polisi. Apabila pengiriman uan itu tidak dikawal oleh satpam atau pun polisi maka bila terjadi kerugian terhadap uang itu pihak asuransi tidak


(28)

akan bertanggung jawab karena hal itu dianggap akibat dari kelalaian pihak Bank sendiri. Nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransi yang diberi wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan adalah senilai 4 milyar sampai dengan 10 milyar rupiah,

4. Cash in Automatic Teller Machine (CIATM) atau uang tunai yang berada Di ATM (Anjungan Tunai Mandiri).

Mesin ATM adalah mesin yang melayani penarikan uang tunai oleh para nasabah Bank tertentu. Dengan demikian didalam mesin ATM selalu tersedia uang tunai yang dapat terancam kerugian, misalnya pencurian. Untuk melindungi uang tunai yang berada di mesin ATM maka Bank dapat mengikuti program asuransi uang tunai CIATM.46

Memberikan ganti rugi terhadap kerugian dan kehilangan uang yang disimpan di dalam setiap unit mesin ATM Bank Tabungan Negara yang ada diseluruh Indonesia. Dalam Cash in ATM nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransi yang diberi wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan adalah senilai 64 juta sampai dengan 110 juta rupiah.

PT Asuransi Binagriya Upakara memberikan jaminan All Risk terhadap uang tunai yang meliputi selama tidak dikecualikan atas hilangnya uang atau surat–surat

46


(29)

berharga karena perampokan, penodongan, penjambretan dengan aksi kekerasan yang meliputi :47

a. Uang yang dibawa atau dalam perjalanan yang dilakukan oleh tertanggung atau wakilnya ataupun dikirim melalui pos

b. Dalam premises tertanggung selama jam kerja

c. Disimpan pada Bank di malam hari (Night Save Bank)

d. Dalam brankas terkunci (Locked Save) setelah jam kerja

e. Di tempat tertanggung diluar jam kerja dan tidak dalam brankas

f. Uang yang dibawa oleh kolektor selama dalam perjalanan sejak diterima dari langganan dan sepanjang itu diantarkan ke tempat tertanggung atau Bank dan kantor selama 24 jam

g. Kerusakan pada brankas dan ruangannya karena usaha pencurian

Adapun resiko-resiko yang tidak ditanggung oleh PT Asuransi Binagriya Upakara terhadap uang tunai pada Bank Tabungan Negara Medan adalah sebagai berikut :48

1. Kurangnya uang akibat kesalahan hitung oleh bagian keuangan atau

Accounting

2. Kerugian yang terjadi diluar wilayah dalam perjanjian pada polis yang tertera seperti perang, kerusuhan dan sejenisnya

47

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.

48

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.


(30)

Untuk mengatasi resiko – resiko tersebut maka pihak bank harus mengadakan perjanjian penutupan asuransi tunai dengan perusahaan asuransi yang menyelenggarkan asuransi tunai tersebut.

Dalam hal ini para pihak yang menjadi perjanjian para pihak dalam perjanjian penutupan asuransi tunai adalah pihak bank dan pihak asuransi saja, sedangkan nasabah bank bukan merupakan pihak di dalam perjanjian penutupan asuransi, walaupun dalam hal ini secara tidak langsung kepentingan nasabah juga terlibat di dalam perjanjian penutupan asuransi tunai tersebut.

Dalam kaitannya dengan penutupan asuransi tunai ini, Bank Tabungan Negara Medan telah melakukan kerjasama penutupan asuransi tunai dengan perusahaan asuransi PT Binagriya Upakara, yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor B54 – DRIADAK/1993 sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Kantor Pusat BTN No. S72 / DRI / DCS/6/ 1990.

Dengan ditutupnya asuransi tunai oleh Bank Tabungan Negara Medan pada perusahaan asuransi ini, maka setiap kerugian yang menimpa uang tunai, baik uang tunai dalam perjalanan, uang tunai dalam brankas, uang tunai pada kasir, maupun uang tunai pada mesin ATM, akan mendapatkan ganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi sepanjang kerugian itu terjadi karena peristiwa tak tentu sebagaimana diperjanjikan dalam polis asuransi penutupan asuransi tunai.


(31)

B. Pelaksanaan Penutupan Asuransi Uang Tunai Pada Bank Tabungan Negara Medan Oleh Perusahaan Asuransi

Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa uang tunai yang ada di Bank Tabungan Negara Medan (BTN) ditutup asuransinya pada perusahaan asuransi. Dalam penelitian ini BTN yang diteliti adalah BTN Kantor cabang Pemuda Medan. Adapun perusahaan asuransi yang menjadi mitra BTN kantor cabang Pemuda Medan dalam penutupan asuransi uang tunai adalah PT. Asuransi Binagriya Upakara.

Pada dasarnya uang yang ditutup asuransinya oleh BTN kepada PT Asuransi Binagriya Upakara termasuk juga uang nasabah yang disimpan di Bank. Namun demikian dalam kaitannya dengan penutupan asuransi uang tunai milik nasabah, maka nasabah yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan langsung dengan pihak PT Asuransi Binagriya Upakara, karena dalam hal ini yang menjadi nasabah PT Asuransi Binagriya Upakara adalah BTN, sehingga dalam penutupan asuransi uang tunai nasabah Bank cukup berhubungan dengan pihak BTN saja. Selanjutnya BTN yang akan berhubungan dengan PT Asuransi Binagriya Upakara.

Berikut akan diuraikan secara rinci proses pelaksanaan penutupan asuransi tunai oleh BTN di PT Asuransi Binagriya Upakara.49

49

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.


(32)

1. Pengajuan Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA)

Prosedur awal penutupan asuransi uang tunai adalah pihak bank mengajukan Surat Permintaan Pertanggungan Asuransi (SPPA) kepada PT Asuransi Binagriya Upakara. Untuk itu pihak Bank diwajibkan mengisi formulir SPPA kemudian ditandatangani oleh unsur pimpinan yang mengepalai Bank tersebut.

Setelah formulir diisi, maka formulir itu segera diserahkan kepada PT Asuransi Binagriya Upakara. Dalam hal ini karena asuransi uang tunai yang ditutup adalah keempat-empatnya, maka ada empat buah formulir SPPA yang diisi, yaitu SPPA CIT (Surat Permohonan Penutupan Asuransi Cash In Transit), SPPA CIS (Surat Permohonan Penutupan Asuransi Cash In Cashier Box), dan SPPA CIATM (Surat Permohonan Penutupan Asuransi Cash In Automatic Tel

ler Machine).

2.

Peninjauan ke tempat penyimpanan uang tunai

Berdasarkan SPPA yang telah diajukan oleh pihak BTN, maka apabila dimungkinkan PT Asuransi Binagriya Upakara akan melakukan penelitian secara langsung (survey on the spot) kepada tempat penyimpanan uang yang diasuransikan. Di sini dikatakan apabila dimungkinkan, karena apabila tidak mungkin (karena tempatnya jauh dan sebagainya) maka PT Asuransi Binagriya Upakara cukup meminta uraian yang sejelas-jelasnya mengenai keadaan keamanan bank tersebut dari Bank yang bersangkutan.


(33)

Dalam survey on the spot hal yang perlu diketahui oleh pihak Asuransi adalah apakah ada atau tidak tenaga pengaman baik berupa Satpam maupun polisi di Bank yang akan menjadi nasabah Asuransi tersebut. Hal ini sangat perlu mengingat uang tunai adalah obyek pertanggungan yang sangat riskan terhadap bahaya pencurian, perampokan, penodongan, dan sebagainya. Jika dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa tingkat keamanan bank kurang terjamin, maka pihak asuransi akan mengusulkan agar tenaga keamanan ditambah, sehingga keamanan uang lebih terjamin.

Selain mengetahui ada tidaknya pengaman, pihak asuransi juga memastikan apakah sistem pengamanan yang diberikan terhadap tempat-tempat yang digunakan untuk menyimpan uang tunai sudah maksimal atau belum, misalnya apakah di ruangan tempat brankas ada alarm atau tidak, jika tidak ada alarm maka pihak asuransi akan meminta pada pihak bank agar memasangkan alarm pengaman yang berhubungan langsung dengan kantor polisi terdekat.

3.

Penentuan besar premi asuransi

Pada asuransi tunai jumlah premi tidak dapat ditentukan secara pasti, karena besarnya premi tergantung dari besarnya uang yang diasuransikan oleh pihak bank kepada pihak asuransi, yang mana jumlahnya tidak pernah sama. Namun demikian di sini ditentukan berapa besarnya prosentase yang harus dibayar sebagai premi oleh bank apabila bank mengasuransikan bank tersebut.


(34)

Dari wawancara dengan Bapak Pudjo Mursito Deputy Branch Manager Bank Tabungan Negara Medan, tanggal 05 Mei 2009, diketahui bahwa premi asuransi uang tunai untuk masing-masing jenis asuransi adalah sebagai berikut : 50

a. Untuk asuransi CIT (Cash In Transit) dan CICB (Cash In Cashier’s Box) pembayaran premi dilakukan per bulan yaitu pada akhir bulan (akhir masa pertanggungan untuk bulan yang bersangkutan ). Besarnya premi adalah 0,0825% dari jumlah uang yang diasuransikan. Nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransiyang diberi wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan adalah senilai 4 milyar sampai dengan 10 milyar rupiah.

b. Untuk asuransi CIS (Cash In Safe ) dan CIATM (Cash In Automatic Teller Machine) pembayaran premi dilaksanakan per tahun, yaitu pada akhir tahun (akhir masa pertanggungan untuk tahun yang bersangkutan). Besarnya premi adalah 0,9% dari jumlah uang yang diasuransikan. Nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransi yang diberi wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan senilai maksimal 20 milyar rupiah

4. Pembuatan Polis Asuransi

Pembuatan polis asuransi untuk asuransi uang tunai tidak sama dengan pembuatan polis asuransi untuk jenis asuransi tunai tidak dapat dilakukan di muka, karena belum diketahui berapa banyak uang yang akan digunakan bank dalam

50

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.


(35)

transaksi-transaksinya. Baru setelah akhir bulan (untuk CIT dan CICB) atau akhir tahun (untuk CIS dan CIATM) akan diketahui berapa banyak jumlah uang yang ditransaksikan pada masa pertanggungan itu sebelum polis asuransi dibuat maka pihak bank akan membuat deklarasi (bukti terjadinya transaksi yang diberikan kepada pihak asuransi. Deklarasi ini sesuai dengan jenis asuransinya masing-masing. Jadi deklarasi untuk CICB disebutkan Deklarasi Cash In Cashier Box, dan seterusnya.

Pada akhir bulan (untuk CIT dan CICB) dan pada akhir tahun (untuk CIS dan CIATM) dibuatkan daftar deklarasi oleh pihak bank. Daftar deklarasi memuat keseluruhan kegiatan transaksi pada masa pertanggungan yang bersangkutan. Oleh pihak asuransi daftar deklarasi ini dicocokkan dengan deklarasi-deklarasi satuan yang sebelumnya sudah diberikan pihak bank kepada pihak asuransi. Setelah cocok dan tidak ada transaksi yang terlewat atau tersebut dua kali, barulah pihak asuransi membuatkan polis asuransi yang disertai dengan jumlah premi yang harus di bayar oleh pihak bank atas segala transaksi uang tunai yang telah dilakukannya.

Polis asuransi dibuat rangkap dua, satu diserahkan kepada pihak bank dan satu diserahkan pihak bank dan satu lagi dipegang oleh pihak asuransi sendiri sebagai bukti bahwa telah terjadi penutupan asuransi tunai. Adapun isi dari masing-masing polis asuransi tunai pada dasarnya hampir sama, hanya namanya saja yang berbeda disesuaikan dengan masing-masing jenis asuransi yang ditutup (CIS, CICB, CIT, CIATM). Semua isi dari polis asuransi tunai adalah : 51

51

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.


(36)

a. Identitas pihak asuransi dan nasabah asuransi, terdiri dari nama, alamat dan jenis usaha yang dilakukan .

b. Tanggal pembuatan polis.

c. Jumlah uang yang diasuransikan. d. Besarnya premi asuransi.

e. Jenis bahaya yang dijamin oleh pihak asuransi yaitu hilangnya uang tunai, termasuk di dalamnya kertas cheque, yang terjadi bukan karena kesengajaan. f. Saat kapan bahaya mulai dijamin oleh pihak asuransi dan berakhirnya.

g. Syarat-syarat khusus lain, misalnya untuk pengiriman uang tunai (CIS) ditentukan bahwa pengiriman harus dikawal oleh petugas keamanan dan atau polisi.

h. Kehilangan uang bukan disebabkan oleh perang, invasi, aktivitas tentara negara asing, perang sipil, pemberontakan revolusi, perebutan kekuasaan dan huru-hara atau kerusuhan massa.

Adanya syarat khusus seperti dalam butir g sangat penting di dalam perjanjian penutupan asuransi, karena hal ini menunjukkan itikad baik dari kedua belah pihak untuk bersama-sama mengamankan uang yang diasuransikan itu dan membatasi risiko yang akan diambil oleh pihak asuransi.


(37)

5.

Pengesahan Penutupan Asuransi Tunai

Mengenai masalah yuridis formal tentang kapan penutupan asuransi uang tunai itu sah, maka dapat digunakan Pasal 2 ayat (6) ketentuan perjanjian kerjasama antara BTN dan PT. Asuransi Binagriya Upakara sebagai dasarnya. Pasal ini menyebutkan bahwa penutupan asuransi mulai berlaku setelah disetujui oleh penanggung, yang dalam hal ini ditandai dengan ditandatanganinya SPPA oleh pihak asuransi.

Jadi untuk asuransi tunai pengesahan penutupan asuransi tunai bukan setelah ditandatangani polis asuransi oleh pihak asuransi. Hal ini berbeda dengan jenis-jenis asuransi lain yang mana pengesahan penutupan asuransi tunai dianggap setelah penandatanganan polis asuransi. Seperti diketahui bahwa polis asuransi tunai baru dibuat pada akhir masa pertanggungan sehingga tidak mungkin untuk menjadikan penandatanganan polis asuransi sebagai saat pengesahan penutupan asuransi tunai, karena dengan demikian berarti sebelum polis itu ditandatangani pihak asuransi belum bertanggung jawab terhadap kerugian yang dapat menimpa uang tunai padahal dalam prakteknya pihak asuransi sudah bertanggung jawab sejak saat terjadinya persetujuan terhadap SPPA.


(38)

6. Pengalihan Risiko dari PT. Asuransi Binagriya Upakara kepada Perusahaan

Asuransi Lain (reasuransi)

Pelaksanaan penutupan asuransi tunai antara pihak BTN dan PT. Asuransi Binagriya Upakara telah selesai. Akan tetapi bagi pihak PT. Asuransi Binagriya Upakara sendiri proses penutupan asuransi uang tunai ini tidak berhenti sampai di situ, akan tetapi dilanjutkan lagi dengan mengalihkan lagi risiko untuk menutup kerugian atas uang tunai kepada perusahaan reasuransi. Selanjutnya perusahaan reasuransi inilah yang akan membayar kerugian dalam hal benar-benar terjadi peristiwa tak tentu yang menimbulkan kerugian pada pihak bank.

Dalam menjalin kerjasama dengan perusahaan reasuransi, pihak PT. Asuransi Binagriya Upakara memberikan prosentase tertentu dari premi yang diperolehnya dari pihak bank kepada perusahaan reasuransi.52 Perusahaan reasuransi yang berhubungan dengan PT. Asuransi Binagriya Upakara tidak hanya satu, tetapi ada 12 buah perusahaan reasuransi. Masing-masing perusahaan reasuransi itu mempunyai tanggung jawab untuk mengganti kerugian yang diderita oleh nasabah perusahaan asuransi. Dalam hal ini besarnya penggantian kerugian yang harus dibayar oleh masing-masing perusahaan reasuransi dibagi sesuai dengan besarnya pembagian premi yang diperolehnya dari perusahaan asuransi.

Dari rangkaian proses penutupan asuransi tunai di atas, dapat dilihat bahwa peristiwa penutupan asuransi tunai melibatkan banyak lembaga yang dalam hal ini

52

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.


(39)

tidak diketahui oleh nasabah bank. Dalam arti nasabah bank hanya tahu bahwa dia berhubungan dengan pihak BTN, padahal dalam prakteknya banyak lembaga-lembaga lain yang terlibat dalam penutupan asuransi tunai.

C.

Pelaksanaan Pemenuhan Klaim Asuransi Tunai pada PT Asuransi Binagriya Upakara Jakarta

Pada dasarnya penutupan asuransi tunai yang dilakukan oleh pihak bank bertujuan untuk menutup kerugian yang diderita pihak bank jika uang itu mengalami peristiwa tak tentu seperti dirampok, dicuri, dan peristiwa-peristiwa tak tentu lainnya. Untuk itu jika peristiwa tak tentu itu benar-benar terjadi dan karena itu kerugian diderita oleh pihak bank, maka pihak bank dapat mengajukan klaim ganti rugi kepada perusahaan asuransi.

Adapun prosedur selengkapnya untuk mengajukan klaim ganti rugi asuransi tunai kepada perusahaan asuransi adalah sebagai berikut : 53

1. Pihak bank memberitahukan tentang peristiwa yang menyebabkan kerugian itu setelah peristiwa itu terjadi. Pemberitahuan ini dapat secara langsung dengan mengirim utusan ke perusahaan asuransi, dapat pula melalui telepon, faksimili, internet, maupun sarana-sarana telekomunikasi lain.

53

Hasil Wawancara dengan Deputy Branch Manager, Bank Tabungan Negara Medan. Tanggal 5 Mei 2009.


(40)

2. Pihak bank harus mengajukan tuntutan ganti rugi yang diminta. Biasanya ganti rugi yang diminta dan akan diberikan oleh pihak asuransi adalah sama dengan jumlah kerugian yang diderita.

3. Pihak asuransi akan memberitahukan adanya klaim sementara itu kepada Kantor Pusat di Jakarta. Selanjutnya Kantor Pusat di Jakarta memberitahukan lebih lanjut adanya klaim tersebut ke perusahaan reasuransi agar perusahaan reasuransi dapat mempersiapkan uang tuntutan ganti rugi yang diminta.

4. Setelah mengajukan klaim sementara, pihak bank harus mengajukan klaim tetap yang dilengkapi dengan syarat-syarat formal (dokumen klaim) lain yang harus dipenuhi guna pengajuan klaim ganti rugi. Syarat-syarat formal ini berupa bukti deklarasi transaksi yang dilakukan pihak bank yang sebelumnya juga telah diterima oleh pihak asuransi dan surat laporan kehilangan yang diminta kepada kepolisian yang mewilayahi tempat kerugian itu terjadi. Bukti deklarasi merupakan deklarasi merupakan pengganti dari bukti polis asuransi yang seharusnya disertakan. Dalam hal ini tidak mungkin untuk menyertakan bukti berupa polis asuransi karena seperti telah diketahui polis asuransi itu belum dibuat. Jika pihak bank tidak melengkapi syarat-syarat formal ini maka klaim sementara yang diajukan dianggap tidak pernah ada.

5. Setelah pihak bank melengkapi semua dokumen klaim, maka dokumen klaim tersebut dikirim ke Kantor Pusat di Jakarta.

6. Kantor pusat segera memberikan salinan dokumen klaim tersebut ke perpustakaan reasuransi. Dengan adanya pengiriman salinan dokumen klaim ini berarti bahwa


(41)

permintaan ganti rugi yang tadinya sudah diketahui perusahaan reasuransi dari klaim sementara, kini menjadi klaim tetap dan harus segara dipenuhi. Oleh karena itu perusahaan reasuransi segera mengirimkam uang ganti rugi ke Kantor Pusat PT. Asuransi Binagriya Upakara di Jakarta dan selanjutnya Kantor Pusat mengirimkan uang itu ke Kantor Cabang PT Asuransi Binagriya Upakara yang melayani klaim yang bersangkutan.

7. Kantor cabang asuransi segera memanggil pihak bank dan menyerahkan uang ganti rugi tersebut.

8. Dengan telah diterimanya ganti rugi oleh pihak bank, maka selesailah tugas pihak asuransi melindungi kepentingan nasabah.

D. Peranan Asuransi Tunai Terhadap Bank Tabungan Negara dan Nasabah Bank Tabungan Negara

Berbicara tentang peranan asuransi tunai bagi pihak bank dan nasabah bank, sebenarnya tidak terlepas dari alasan diadakannya penutupan asuransi tunai itu sendiri.

Bank Tabungan Negara merupakan bank milik pemerintah yang bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara melayani masyarakat yang ingin menyimpan dan meminjam uang di bank. Dalam melayani kegiatan simpan pinjam ini Bank Tabungan Negara selalu berurusan dengan uang tunai yang jumlahnya tidak sedikit. Uang yang tidak sedikit itu dapat mengundang tindak


(42)

kejahatan yang dapat berupa pencurian, perampokan, penodongan dan lain-lain. Padahal uang itu bukan milik bank sendiri, tetapi adalah milik masyarakat yang dipercayakan pengelolaannya kepada BTN. Sebagai pihak yang telah diberi kepercayaan oleh masyarakat maka apabila uang yang telah dipercayakan masyarakat pada bank hilang mau tidak mau bank harus mengganti uang yang hilang itu, sehingga bank akan dirugikan karenanya. Dilain pihak masyarakat sendiri akan rugi karena dengan hilangnya uang tersebut, maka masyarakat terhambat untuk menggunakan uangnya guna keperluan usaha, sehingga masyarakat juga akan dirugikan.

Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa manfaat asuransi tunai bagi Bank Tabungan Negara adalah untuk menghindari kerugian yang akan diderita oleh Bank Tabungan Negara karena harus mengganti uang tunai yang hilang. Disamping itu dengan adanya pengalihan risiko kepada pihak asuransi, maka pihak bank akan merasa aman sehingga dapat melakukan tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Manfaat lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan mengikuti program asuransi tunai maka kepercayaan masyarakat kepada bank akan bertambah, sehingga bank akan semakin mudah menghimpun dana dari masyarakat penabung.

Bagi masyarakat sebagai nasabah Bank Tabungan Negara manfaat asuransi tunai adalah bahwa masyarakat akan merasa aman menyimpan uang tunainya di bank, karena jika uangnya di bank hilang, ada pihak asuransi yang akan mengganti uang tersebut. Dengan adanya rasa aman ini maka masyarakat dapat melaksanakan kegiatan dengan baik tanpa ada rasa khawatir.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perjanjian kerjasama penjaminan uang tunai pada Bank Tabungan Negara Medan oleh Perusahaan Asuransi dilakukan oleh pihak Bank Tabungan Negara Medan pelaksanaanya dengan cara bekerja sama untuk mengalihkan resiko pada PT Asuransi Binagriya Upakara Jakarta.

2. Pelaksanaan penutupan asuransi uang tunai oleh Bank Tabungan Negara pada perusahaan asuransi dalam prakteknya dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Pengajuan Surat Permohonan Penutupan Asuransi (SPPA)

Pihak bank mengisi formulir SPPA. Dalam hal ini formulir SPPA yang diisi sesuai dengan jenis asuransi yang ingin ditutup. Jika asuransi uang tunai yang ditutup adalah keempat-empatnya, maka ada empat buah formulir SPPA yang diisi, yaitu SPPA CIT (Surat Permohonan Penutupan Asuransi

Cash In Transit), SPPA CIS (Surat Permohonan Penutupan Asuransi Cash


(44)

In Cashier Box), dan SPPA CIATM (Surat Permohonan Penutupan Asuransi

Cash In Automatic Teller Machine).

b. Peninjauan ke tempat penyimpanan uang tunai

Berdasarkan SPPA yang telah diajukan oleh pihak BTN, maka apabila dimungkinkan PT. Asuransi Binagriya Upakara akan melakukan penelitian secara langsung (survey on the spot) kepada tempat penyimpanan uang yang diasuransikan. Dalam survey on the spot hal yang perlu diketahui oleh pihak asuransi adalah apakah ada atau tidak tenaga pengaman baik berupa Satpam maupun polisi di bank yang akan menjadi nasabah asuransi tersebut. Hal ini sangat perlu mengingat uang tunai adalah obyek pertanggungan yang sangat riskan terhadap bahaya pencurian, perampokan, penodongan, dan sebagainya. Jika dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa tingkat keamanan bank kurang terjamin, maka pihak asuransi akan mengusulkan agar tenaga keamanan ditambah, sehingga keamanan uang lebih terjamin. Selain mengetahui ada tidaknya pengaman, pihak asuransi juga memastikan apakah sistem pengamanan yang diberikan terhadap tempat-tempat yang digunakan untuk menyimpan uang tunai sudah maksimal atau belum, misalnya apakah di ruangan tempat brankas ada alarm atau tidak, jika tidak ada alarm maka pihak asuransi akan meminta pada pihak bank agar memasangkan alarm pengaman yang berhubungan langsung dengan kantor polisi terdekat.


(45)

c. Penentuan besar premi asuransi

Pada asuransi tunai jumlah premi tidak dapat ditentukan secara pasti, karena besarnya premi tergantung dari besarnya uang yang diasuransikan oleh pihak bank kepada pihak asuransi, yang mana jumlahnya tidak pernah sama. Namun demikian di sini ditentukan berapa besarnya prosentase yang harus dibayar sebagai premi oleh bank apabila bank mengasuransikan bank tersebut, yaitu:

1) Untuk asuransi CIT (Cash In Transit) dan CICB (Cash In Cashier’s Box) pembayaran premi dilakukan per bulan yaitu pada akhir bulan (akhir masa pertanggungan untuk bulan yang bersangkutan). Besarnya premi adalah 0,0825% dari jumlah uang yang diasuransikan. Nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransiyang diberi wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan adalah senilai 4 milyar sampai dengan 10 milyar rupiah

2) Untuk asuransi CIS (Cash In Safe) dan CIATM (Cash In Automatic Teller Machine) pembayaran premi dilaksanakan per tahun, yaitu pada akhir tahun (akhir masa pertanggungan untuk tahun yang bersangkutan). Besarnya premi adalah 0,9% dari jumlah uang yang diasuransikan. Nilai nominal uang yang dijamin oleh Perusahaan Asuransi yang diberi wewenang oleh Bank Tabungan Negara Medan senilai maksimal 20 milyar rupiah


(46)

d. Pembuatan polis asuransi

Pembuatan polis asuransi untuk asuransi uang tunai tidak sama dengan pembuatan polis asuransi untuk jenis asuransi tunai tidak dapat dilakukan di muka, karena belum diketahui berapa banyak uang yang akan digunakan bank dalam transaksi-transaksinya. Baru setelah akhir bulan (untuk CIT dan CICB) atau akhir tahun (untuk CIS dan CIATM) akan diketahui berapa banyak jumlah uang yang ditransaksikan pada masa pertanggungan itu sebelum polis asuransi dibuat maka pihak bank akan membuat deklarasi (bukti terjadinya transaksi yang diberikan kepada pihak asuransi. Deklarasi ini sesuai dengan jenis asuransinya masing-masing. Jadi deklarasi untuk CICB disebutkan Deklarasi Cash In Cashier Box, dan seterusnya.

e. Pengesahan penutupan asuransi tunai

Penutupan asuransi dianggap sah setelah disetujui oleh penanggung, yang dalam hal ini ditandai dengan ditandatanganinya SPPA oleh pihak asuransi. f. Pengalihan risiko dari PT. Asuransi Binagriya Upakara kepada perusahaan

asuransi lain (reasuransi)

Pelaksanaan penutupan asuransi tunai antara pihak BTN dan PT. Binagriya Upakara telah selesai. Akan tetapi bagi pihak PT. Binagriya Upakara sendiri proses penutupan asuransi uang tunai ini tidak berhenti sampai di situ, akan tetapi dilanjutkan lagi dengan mengalihkan lagi risiko untuk menutup kerugian atas uang tunai kepada perusahaan reasuransi. Selanjutnya perusahaan reasuransi inilah yang akan membayar kerugian dalam hal


(47)

benar-benar terjadi peristiwa tak tentu yang menimbulkan kerugian pada pihak bank.

3. Pelaksanaan pemenuhan klaim ganti rugi yang berhubungan dengan uang tunai dilakukan dengan melewati tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pihak bank memberitahukan tentang peristiwa yang menyebabkan kerugian itu setelah peristiwa itu terjadi. Pemberitahuan ini dapat secara langsung dengan mengirim utusan ke perusahaan asuransi, dapat pula melalui telepon, faksimili, internet, maupun sarana-sarana telekomunikasi lain.

b. Pihak bank harus mengajukan tuntutan ganti rugi yang diminta. Biasanya ganti rugi yang diminta dan akan diberikan oleh pihak asuransi adalah sama dengan jumlah kerugian yang diderita.

c. Pihak asuransi akan memberitahukan adanya klaim sementara itu kepada Kantor Pusat di Jakarta. Selanjutnya Kantor Pusat di Jakarta memberitahukan lebih lanjut adanya klaim tersebut ke perusahaan reasuransi agar perusahaan reasuransi dapat mempersiapkan uang tuntutan ganti rugi yang diminta.

d. Setelah mengajukan klaim sementara, pihak bank harus mengajukan klaim tetap yang dilengkapi dengan syarat-syarat formal (dokumen klaim) lain yang harus dipenuhi guna pengajuan klaim ganti rugi. Syarat-syarat formal ini berupa bukti deklarasi transaksi yang dilakukan pihak bank yang sebelumnya juga telah diterima oleh pihak asuransi dan


(48)

surat laporan kehilangan yang diminta kepada kepolisian yang mewilayahi tempat kerugian itu terjadi. Bukti deklarasi merupakan deklarasi merupakan pengganti dari bukti polis asuransi yang seharusnya disertakan. Dalam hal ini tidak mungkin untuk menyertakan bukti berupa polis asuransi karena seperti telah diketahui polis asuransi itu belum dibuat. Jika pihak bank tidak melengkapi syarat-syarat formal ini maka klaim sementara yang diajukan dianggap tidak pernah ada. e. Setelah pihak bank melengkapi semua dokumen klaim, maka dokumen

klaim tersebut dikirim ke Kantor Pusat di Jakarta.

f. Kantor pusat segera memberikan salinan dokumen klaim tersebut ke perpustakaan reasuransi. Dengan adanya pengiriman salinan dokumen klaim ini berarti bahwa permintaan ganti rugi yang tadinya sudah diketahui perusahaan reasuransi dari klaim sementara, kini menjadi klaim tetap dan harus segara dipenuhi. Oleh karena itu perusahaan reasuransi segera mengirimkam uang ganti rugi ke Kantor Pusat PT. Asuransi Binagriya Upakara di Jakarta dan selanjutnya Kantor Pusat mengirimkan uang itu ke Kantor Cabang PT Asuransi Binagriya Upakara yang melayani klaim yang bersangkutan.

g. Kantor cabang asuransi segera memanggil pihak bank dan menyerahkan uang ganti rugi tersebut.

h. Dengan telah diterimanya ganti rugi oleh pihak bank, maka selesailah tugas pihak asuransi melindungi kepentingan nasabah.


(49)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada Bank Tabungan Negara disarankan untuk mengasuransikan semua uang tunai yang dimilikinya sehingga tingkat keamanan uang tunai yang dimiliki benar-benar optimal. Hal ini dikarenakan pada masa sekarang sering terjadi perampokan, pencurian, dan peristiwa-peristiwa tidak diinginkan lainnya yang menimpa uang tunai.

2. Kepada nasabah disarankan untuk meningkatkan kehati-hatian setelah mengambil uang tunai di bank atau di ATM karena peristiwa tidak diinginkan sering menimpa nasabah yang baru saja mengambil uang tunai di bank atau di ATM. 3. Kepada perusahaan asuransi PT Binagriya Upakara disarankan untuk menambah

jenis asuransi yang ditawarkan kepada klien, yaitu dengan asuransi tunai untuk uang yang telah diambil nasabah dari bank atau dari ATM. Jadi asuransi yang dibuat ini kliennya adalah orang per orang, bukan bank. Jenis asuransi ini akan meningkatkan keamanan nasabah dari hal-hal yang tidak diinginkan di lapangan.


(50)

BAB II

TINJAUAN YURIDIS HUKUM JAMINAN PADA UMUMNYA

A. Pengertian hukum jaminan 1. Hukum jaminan

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of Law, zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang (kredit) yang diterima debitur (pemberi jaminan) terhadap kreditornya (penerima pinjaman).11

Dalam perspektif hukum perbankan, istilah” jaminan” (benda atau orang tertentu) dibedakan dengan istilah ”agunan” dibawah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan, tidak dikenal istilah ”agunan”, yang ada istilah ”jaminan”. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memberikan pengertian yang tidak sama dengan istilah ”jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.

Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah ”agunan” atau ”tanggungan”, sedangkan ”jaminan” menurut Undang-Undang Nomor

11


(51)

7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain, yaitu ”keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”.

Sehubungan dengan itu, penjelasan pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menyatakan sebagai berikut :

Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau

pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan

tersebut, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur.12

Adapun istilah ”agunan”, ketentuan dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diartikan sebagai berikut :

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

Dalam dunia perbankan, masyarakat umum mengartikan jaminan sebagai alternatif terakhir dari sumber pelunasan kredit tidak dapat dilunasi oleh nasabah debitur dari kegiatan usahanya karena kegiatan usahanya mengalami kesulitan untuk menghasilkan uang.

12

Rachmadi Usman, SH, MH, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta., hal. 67.


(52)

Dalam era Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967, industri perbankan Indonesia sangat collateral oriented (penilaian agunan). Hal ini disebabkan oleh ketentuan dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 secara tandas menentukan bahwa Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapa pun juga. Ketentuan Pasal ini telah menciptakan orientasi bank yang bukan lebih mengutamakan feasibility (kelayakan) dari proyek atau usaha nasabah tetapi lebih mengutamakan kecukupan agunan. Sering kali proyek atau usaha-usaha yang

feasibility (kelayakan) ditolak permohonan kredit hanya karena calon nasabah debitur tidak menyediakan agunan yang cukup.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ingin mengubah orientasi bank ini. Bahkan memberikan kelonggaran kepada nasabah dalam hubungannya dengan kesulitan nasabah untuk dapat menyerahkan agunan. Sekali pun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak lagi colateral oriented (penilaian agunan) namun perbankan tampaknya masih belum mengubah orientasinya.

Bagaimana pun penting unsur-unsur lainnya selain colateral, hal itu belum menjamin pelunasan atau pengembalian hutang debitur. Lebih baik jika pemberian hutang atau pinjaman itu seyogyanya diamankan melalui pengikatan agunan dan kalau perlu diamankan lagi melalui personal guarantee (jaminan perseorangan) dan


(53)

Secara yuridis, agunan merupakan sesuatu yang sudah pasti dan meyakinkan, karena agunan berupa harta kekayaan milik pribadi debitur, terkecuali kredit yang diberikan diperuntukkan bagi pembelian barang atau benda-benda tertentu. Dengan diserahkan, dijaminkan atau ditahannya harta pribadi tertentu milik debitur, dari semula nasabah debitur akan menyadari bila usahanya mengalami kegagalan, agunan itulah yang menjadi gantinya, namun sebaliknya jika usaha nasabah debitur berhasil keuntungan yang akan didapat boleh jadi jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh bank.

Djuhendah Hasan mengemukakan bahwa pertimbangan dan penilaian terhadap unsur character, capital, capacity, condition of economy debitur tanpa memberikan tekanan kepada colateral memang dapat membantu para pengusaha yang menjalankan usaha dengan prospek usaha yang baik dan dalam kondisi perusahaan yang sehat dan berjalan dengan baik tetapi akan menjadi masalah bagi pihak bank apabila dalam perusahaan debitur tersebut tidak berjalan mulus sebagaimana yang telah dinilai oleh semua pihak bank. Ini merupakan satu dilema, disisi yang satu bank harus membantu golongan ekonomi lemah, namun pada sisi lain juga melindungi pihak bank sebagai kreditor. Begitu tingginya resiko yang harus dihadapi pihak bank sebagai kreditor oleh karena itu perlu pernyataan kembali ketentuan peraturan tentang jaminan dalam perjanjian kredit yang lebih menjadi kepastian kembalinya kredit yang disalurkan. Sebagai salah satu tindakan prefentif akan lebih baik apabila dalam penilaian bagi perjanjian kredit tertentu, bank sebagai kreditor selain melakukan tindakan pengawasan terhadap jalannya proyek dan


(54)

penggunaan kredit yang diterima debitur dalam kaitan jaminannya pihak bank selalu meminta jaminan pokok, juga dapat meminta jaminan tambahan kepada calon debiturnya.13

Dalam perspektif hukum perbankan agunan dibedakan atas dua macam yaitu agunan pokok dan agunan tambahan. Hal ini ditegaskan dalam penjelasan atas Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Agunan pokok adanya barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, maupun tagihan debitur, sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan yang ditambahkan sebagai agunan.

Istilah jaminan telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dan telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan tentang lembaga jaminan daripada istilah agunan. Oleh karena itu istilah yang digunakan bukan hukum agunan, lembaga agunan, agunan kebendaan, agunan perorangan atau hak agunan, melainkan hukum jaminan, lembaga jaminan, jaminan kebendaan, jaminan perorangan, hak jaminan. Istilah jaminan melingkupi jaminan kebendaan dan jaminan kebendaan.

KUH Perdata maupun peraturan perundang-undangan lain menjadi sumber hukum jaminan tidak memberikan perumusan pengertian istilah jaminan. Dalam

13


(55)

keputusan seminar hukum jaminan, yang diselenggarakan oleh badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dari tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta, mengartikan jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.

Mariam Darus Badrulzaman mengartikan jaminan sebagai suatu tanggugan yang diberikan oleh seorang debitur dan pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.14

Hartono Hadisaputro menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.15

Dari perumusan pengertian jaminan diatas dapat disimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditor sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditor dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberiakan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari

14

Mariam Darus Badrul Zaman, Aneka Hukum Bisnis, 2000, hal.12.

15

Hartono Hadisaputro, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1984.


(56)

pinjaman atau utang debitur kepada kreditornya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman utangnya berakhir.

2. Fungsi dari Jaminan

Dalam praktek perbankan khususnya dalam pemberian kredit jaminan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum pada pihak bank bahwa kreditnya tetap akan kembali apabila debitur wanprestasi atau cidera janji yakni dengan cara mengeksekusi jaminan kredit tersebut. Adapun fungsi jaminan adalah untuk : 16

a. Memberikan hak dan kepuasan terhadap bank untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu membayar kembali utangnya pada waktu yang dijanjikan.

b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan mengikatkan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau seku-rang - kuseku-rangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil. c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya khususnya

mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetu-jui agar debitur atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan oleh bank.

16


(1)

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr.wb

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang mana atas Berkat, Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat memulai dan kemudian menyelesaikan skripsi ini, Shalawat beriring salam juga penulis persembahkan pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis berkesempatan memenuhi salah satu kewajiban untuk melengkapi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini diberi judul : “TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP UANG TUNAI DI BANK DIJAMIN OLEH PERUSAHAAN ASURANSI” (Studi kasus pada Bank Tabungan Negara Medan).

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya ilmiah ini penulis dihadang banyak kesulitan, hambatan maupun rintangan baik karena keterbatasan literatur maupun karena beberapa hal lainnya. namun kendati demikian karena di dorong oleh rasa ingin tahu secara lebih dalam serta hasrat untuk menyajikan suatu karya ilmiah yang mempunyai warna tersendiri, maka penulis dalam segala keterbatasan berusaha memulai dan menyelesaikan skripsi ini dengan harapan kiranya dapat sekedar memberi variasi guna menambah pembendaharaan ilmu pengetahuan terhadap skipsi ini dan pada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maklum tak ada pengetahuan yang dapat di andalkan kecuali hanya sekedar kesungguhan, keuletan serta ketekunan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon kemurahan hati pembaca agar kiranya sudi memberikan teguran, kritik dan saran guna membangun bagi penyempurnaan karya ilmiah ini.


(2)

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka dengan hati yang ikhlas dan penuh rasa syukur maka penulis menghaturkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

2. Bapak Prof.Dr. Suhaidi SH. M.Hum, selaku PUDEK I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan,SH,M.Hum, selaku PUDEK II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak M.Husni SH. MH., selaku PUDEK III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan juga dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan kepada saya dalam menyempurnakan skripsi saya ini.

5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS. Selaku Ketua Jurusan Keperdataan pada Fakultas Hukum Univrsitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak memberi masukan pada penulis bagi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH. MH., selaku Dosen pembimbing II yang telah bermurah hati untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.

7. Bapak/Ibu Dosen serta Asisten Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

8. Teristimewa persembahan kepada orang tuaku : H. Zulkifli Abdullah SE. dan Hj. Surya Ningsih. Terima kasih atas kasih sayangnya yang tak terbatas dan doa-doa yang tak pernah putus serta motivasi yang selalu membangun dan juga dukungan moril dan materi yang tak kan mungkin bisa terbalaskan.

9. Buat adik-adikku Wulan dan Jihan, terima kasih atas dukungan kalian selama ini. 10.Buat keluarga besarku : Alm. Kakek Djasmin, Almh. Nenek Sapiah, Bang Alim,

Rahmad, Kak Ega, Bang Aldi, Bang Zia, Tante Yus, dan semua saudara-saudaraku yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan kalian selama ini.


(3)

11.Buat yang tersayang Wya Farahnaz terima kasih atas segala rasa sayang, bantuan dan dukungannya yang selalu memotivasiku setiap saat untuk menyelesaikan skipsi ini tepat waktu.

12.Untuk semua teman sejawat khususnya bagi teman-teman pada Program Reguler Mandiri Stambuk 2005 Wanda, Winiqa, Tutut, Wira, Hendri, Sahat, Ega, Adi, Yosef dan lainnya yang telah banyak membantu guna kelancaran penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap agar Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Semoga Allah SWT, selalu memberikan Rahmat dan KaruniaNya pada kita semua. Amin.

Wassalammu’alaikum wr.wb

Medan, Mei 2009 Hormat Penulis,

DEMA 050200119


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN YURIDIS HUKUM JAMINAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Hukum Jaminan ... 16

1. Hukum jaminan... 16

2. Fungsi dari Jaminan ... 22

3. Penggolongan Perjanjian Jaminan ... 23

B. Sumber Pengaturan Hukum Jaminan ... 26

1. Tempat Pengaturan Hukum Jaminan ... 28

2. Sifat Pengaturan Hukum Jaminan ... 41

C. Jenis-Jenis Lembaga Jaminan ... 43

1. Gadai (Pand) ... 44

2. Lembaga Jaminan Fidusia... 45

3. Hipotek (Hypotheek)... 46

D. Sistem Hukum Jaminan Di Indonesia ... 47


(5)

SUATU PERJANJIAN

A. Definisi Asuransi Tunai Sebagai Suatu Perjanjian ... 52

B. Pengaturan Perjanjian Asuransi Tunai ... 56

C. Hak dan Kewajiban Tertanggung dan Penanggung dalam Asuransi Tunai ... 59

a. Hak dan Kewajiban Tertanggung... 61

b. Hak dan Kewajiban Penanggung ... 64

D. Perbedaan Asuransi Tunai dengan Asuransi Lain ... 68

E. Manfaat Asuransi Tunai ... 69

F. Berakhirnya Perjanjian Asuransi ... 70

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP UANG TUNAI DI BANK DIJAMIN OLEH PERUSAHAAN ASURANSI PADA BANK TABUNGAN NEGARA MEDAN A. Bentuk Perjanjian Kerjasama Antara Bank Tabungan Negara Medan dengan Perusahaan Asuransi Dalam Penjaminan Uang Tunai ... 74

B. Pelaksanaan Penutupan Asuransi Uang Tunai pada Bank Tabungan Negara Medan oleh Perusahaan Asuransi. ... 80

C. Pelaksanaan Pemenuhan Klaim Asuransi Tunai pada PT. Asuransi Binagriya Upakara Jakarta... 88

D. Peranan Asuransi Tunai Terhadap Bank Tabungan Negara Dan Nasabah Bank Tabungan Negara ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 92

B. Saran-saran... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

ABSTRAKSI

Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan perusahaan Asuransi adalah suatu lembaga yang memberikan perlindungan atas nilai ekonomi hidup manusia, dunia usaha masyarakat, keluarga dan siapa saja yang mempunyai kepentingan terhadap objek perjanjian perlindungan yang diberikan oleh perusahaan asuransi dilakukan dengan cara memberikan ganti rugi maksimal sebesar kerugian yang diderita oleh pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini Bank dan perusahaan Asuransi bertanggungjawab terhadap resiko yang dapat merugikan masyarakat banyak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan Skripsi ini adalah Bagaimanakah bentuk perjanjian kerja sama antara Bank Tabungan Negara dengan PT, Asuransi Binagriya Upakara dalam Penjaminan Uang Tunai, bagaimanakah Pelaksanaan Penutupan Asuransi terhadap uang tunai di Bank Tabungan Negara Medan oleh Perusahaan Asuransi, Bagamanakah Pelaksanaan Klaim Ganti Rugi yang berhubungan dengan uang tunai di Bank Tabungan Negara Medan. Adapun penulis dalam membuat penulisan ini menggunakan metode penulisan dengan memperoleh data langsung dari hasil penelitian di Bank Tabungan Negara Medan Jalan Pemuda, dan data yang diperoleh dari kepustakaan. Dalam hal penjaminan terhadap uang tunai pada Bank Tabungan Negara Medan Bank bekerjasama dengan perusahaan Asuransi PT Asuransi Binagriya Upakara untuk menjamin dan menanggung kerugian terhadap terjadinya resiko Bank dari perampokan, pencurian, dan lain-lain. Untuk mengatasi resiko – resiko tersebut maka pihak bank harus mengadakan perjanjian penutupan asuransi tunai dengan perusahaan asuransi yang menyelenggarkan asuransi tunai tersebut. Dalam hal ini para pihak yang menjadi perjanjian para pihak dalam perjanjian penutupan asuransi tunai adalah pihak bank dan pihak asuransi saja, sedangkan nasabah bank bukan merupakan pihak di dalam perjanjian penutupan asuransi, walaupun dalam hal ini secara tidak langsung kepentingan nasabah juga terlibat di dalam perjanjian penutupan asuransi tunai tersebut. Dalam kaitannya dengan penutupan asuransi tunai ini, Bank Tabungan Negara Medan telah melakukan kerjasama penutupan asuransi tunai dengan perusahaan asuransi PT Binagriya Upakara, yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor B54 – DRIADAK/1993 sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Kantor Pusat BTN No. S72 / DRI / DCS/6/ 1990. Dengan ditutupnya asuransi tunai oleh Bank Tabungan Negara Medan pada perusahaan asuransi ini, maka setiap kerugian yang menimpa uang tunai, baik uang tunai dalam perjalanan, uang tunai dalam brankas, uang tunai pada kasir, maupun uang tunai pada mesin ATM, akan mendapatkan ganti kerugian dari pihak perusahaan asuransi sepanjang kerugian itu terjadi karena peristiwa tak tentu sebagaimana diperjanjikan dalam polis asuransi penutupan asuransi tunai.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) Menurut Kuh Perdata Dan Pbi Nomor 16/8/Pbi/2014 (Studi Pada Pt. Bank Negara Indonesia, Tbk Medan)

4 133 110

“Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT. Bank Central Asia, Tbk dengan PT. Dana Purna Investama (Studi Penelitian pada PT. Bank Central Asia, Tbk Kanwil V Medan)

4 73 109

Tinjauan Hukum Terhadap Peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pengikatan Jaminan Bank

2 61 93

Tinjauan Yuridis Peralihan Kredit Kepemilikan Rumah Yang diagunkan Tanpa Persetujuan Bank (Studi di Bank Tabungan Negara Cabang Pemuda Medan)

8 70 133

Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)

0 69 135

Perikatan Antara Bank Dan Asuransi Dalam Melindungi Uang Tunai Yang Ada Di Bank (Studi Pada Bank Sumut Dan PT. Asuransi Askrida)

0 35 163

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Pemilikan Rumah Antara Conocophillips Indonesia Inc Ltd Dan Karyawannya

0 25 106

Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Uang Tunai Di Bank Di jamin Oleh Perusahaan Asuransi (Studi Pada Bank Tabungan Negara Medan)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Uang Tunai Di Bank Di jamin Oleh Perusahaan Asuransi (Studi Pada Bank Tabungan Negara Medan)

0 0 15

BAB III TINJAUAN YURIDIS ASURANSI TUNAI SEBAGAI SUATU PERJANJIAN A. Defenisi Asuransi Sebagai Suatu Perjanjian - Tinjauan Yuridis Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Uang Tunai Di Bank Di jamin Oleh Perusahaan Asuransi (Studi Pada Bank Tabungan Negara Med

0 1 47