16 2.3.2.8 Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk menambah atau mengurangi kelembaban pada kompos agar sampai pada kelembaban yang optimum. Pengadukan juga dapat
dilakukan untuk meratakan distribusi nutrien untuk mikroorganisme. Pengadukan merupakan faktor yang penting dalam mengontrol kelembaban, kebutuhan udara atau
oksigen untuk keadaan aerob. Untuk kompos dengan menggunakan sampah organik membutuhkan 15 hari periode pengomposan dengan kelembaban 50 - 60 dan
pengadukan lebih baik dilakukan setelah hari ketiga dan dilakukan setelah hari itu sampai mendapatkan pengadukan 4
– 5 kali [23]. Menurut Schloss et al, pengadukan sangat berpengaruh pada pencapaian suhu yang maksimum dan memperpanjang
periode pengambilan oksigen. Pengadukan yang dilakukan dalam penelitiannya adalah setiap hari, 4 hari sekali, dan 8 hari sekali dimana pengadukan yang dilakukan
setiap hari akan lebih mengurangi panas dalam gundukan karena proses penguapan. Penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa pengadukan 4 hari sekali relatif efektif
dalam pencapaian suhu maksimum dan pengurangan kadar air [24].
2.4 PENGGUNAAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TKKS SEBAGAI KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK
Industri kelapa sawit memberikan kontribusi signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia apabila mampu mampu menciptakan produk dari olahan limbahnya, seperti pembuatan produk kompos. Peningkatan proses
pengomposan dapat dicapai dengan menambahkan bahan amandemen organik seperti kotoran hewan dan limbah pabrik kelapa sawit yang lain [7]. Menerapkan
POME sebagai bahan amandemen dapat dianggap menguntungkan karena dapat mengurangi total aliran POME kepengolahan air limbah.
Banyak penelitian terdahulu dilakukan untuk pengolahan kompos dari TKKS. Zahrim dan Asis melakukan penelitian mengenai produksi semi-kompos tandan
kosong kelapa sawit tanpa diparut dengan mencampurkan POME . Dimana penelitian ini dilakukan tanpa memotong TKKS karena dengan memotong dan
merobek TKKS dapat menyulitkan, dan limbah cair yang disemprotkan mudah tercuci dari tumpukan. Prosesnya dilakukan dengan metode open turned windrow
dengan dimensi area panjang 4 m, tinggi 1,5 m dan lebar 40 m. Setiap windrow berisi
Universitas Sumatera Utara
17 sekitar 120 metrik ton TKKS dan 324 metrik ton POME. Setelah inokulasi dengan
bakteri, TKKS disemprot dengan POME, proses pembalikan dilakukan dengan menggunakan traktor dilengkapi alat macerator untuk menghomogenkan kompos dan
meningkatkan kemampuan aerasi. Proses pembalikan dilakukan pada hari ke- 10, 20, 30 dan 40 dan pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di sembilan titik pada
unit widrow. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa total waktu pengomposan termasuk persiapan adalah sekitar 40-45 hari, temperatur selama pengomposan
mengalami fluktuasi dimana suhu awal pengomposan adalah 53 C. Setelah dua hari,
suhu turun di bawah 50 C, setelah dilakukan pembalikan pertama, terjadi
peningkatkan suhu lebih dari 50 C. Pada hari 10 sampai hari 25, suhu dipertahankan
pada sekitar 45 sampai 55 º C dengan bantuan putar yang kecil, namun pembalikan pada hari ke 40 tidak terjadi peningkatan suhu dan untuk kandungan oksigen
dipertahankan di atas 10 . Kompos yang dihasilkan memiliki kualitas pH 7,9 ; N 1,9; P
2
O
5
0,6 ; K
2
O 2,0; MgO 0,8 dan rasio CN 20. Penelitian yang dilakukan oleh Hayawin et al. mengenai vermicomposting
dari TKKS dengan tambahan POME. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi kualitas nutrisi kompos yang dihasilkan dari TKKS dan POME dengan
menggunakan epigeic cacing tanah Eisinia fetida. Vermicompos merupakan penguraian bahan organik menjadi kompos dengan bantuan cacing. Prosesnya TKKS
diparut menjadi bahan berserat longgar panjang ≈ 3,68 mm, lebar ≈ 165,45 μm
menggunakan mekanik thermo refiner, Pengomposan dilakukan pada enam unit vermicomposter dengan dimensi panjang 14 cm, lebar 12 cm dan tinggi 7 cm. Setiap
vermicomposter diisi dengan komposisi TKKS dan POME yang berbeda. Setelah 15 hari TKKS dan POME dicampur pada masing
– masing unit vermicomposter dengan komposisi yang telah ditentukan, lalu ditambahkan 5 gr Eisinia fetida pada masing
vermicomposter dan kelembapan substrat dipertahankan sekitar 80 ± 10 dengan memercikan air ke bahan. Semua sampel dianalisa jumlah karbon organik TOC,
total kjeldhal nitrogen TKN, jumlah kalium TK, jumlah kalsium total TCA, total potassium TP, pH dan rasio CN. Adapun hasil yang diperoleh setelah
pengomposan yaitu rasio CN dari enam buah vermicomposter mengalami penurunan disetiap waktunya, nilai pH meningkat secara bertahap selama proses
vermicomposting dan tetap dalam kisaran 7,9 – 8,5. Sedangkan nilai TKN, TP dan
Universitas Sumatera Utara
18 TK tertinggi dan perbandingan komposisi yang baik untuk pengomposan diperoleh
pada rasio 50 TKKS + 50 POME. Penelitian yang dilakukan oleh Kananam et al. adalah untuk mengetahui
perubahan biokimia pengomposan TKKS dengan lumpur decanter dan kotoran ayam sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian ini juga dilakukan penambahan tanah
merah yang mengandung Fe, berfungsi untuk acceptor elektron mikroorganisme dalam kondisi anaerobik, dan lumpur decanter yang digunakan berasal dari limbah
pabrik kelapa sawit. Prosesnya divariasikan dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Untuk kondisi aerobik pada penelitian ini ditambahkan benih mikroorganisme yang
terdiri dari jamur Corynascus sp., Scytalidium sp., Chaetomium sp., dan Scopulariopsis sp dan bakteri Bacillus sp, sedangkan untuk kondisi anaerobik
benih mikroorganisme yang ditambahkan mengndung ragi Saccharomyces sp, bakteri asam laktat Lactobacillus sp, dan bakteri katabolisme protein Bacillus sp.
TKKS dipotong dengan ukuran 2-5 cm dengan mesin penggiling lalu dimasukkan ke dalam bak silinder, dimana untuk kondisi aerobik diberi lubang pada dinding untuk
mengalirkan oksigen, selanjutnya setiap bak silender yang mengandung TKKS divariasikan komposisi penambahan lumpur decanter, kotoran ayam dan tanah
merah. Benih mikroorganisme yang telah ditentukan, selanjutnya ditambahkan ke masing
–masing komposter baik kondisi aerobik maupun anaerobik. Untuk kondisi aerobik tumpukan dibasahi dengan air dan kelembaban dipertahankan 50-70,
sedangkan tumpukan anaerobik juga dibasi dengan air dengan kelembaban dijaga lebih dari 80. Hasil yang diperoleh penggunaan lumpur decanter dan kotoran
ayam dalam kondisi aerob dapat diselesaikan dalam waktu 30 hari sedangkan pada kondisi anaerob waktu pengomposan gagal diselesaikan dalam waktu 90 hari. Suhu
awal pengomposan semua tumpukan 28 C dan mengalami peningkatan setelah 2
hari, pada kondisi aerobik berkisar 49-59 C dan kondisi anaerobik berkisar 31-34
C, pH yang diperoleh untuk kedua kondisi selama pengomposan adalah 7,50
– 8,60. Jumlah pertumbuhan mikroba untuk kondisi aerobik meningkat setelah 15 hari
pengomposan dan kemudian secara bertahap menurun dan konstan sampai akhir pengomposan, sedangkan untuk kondisi anaerobik pertumbuhan mikroba tidak
mengalami perubahan pada saat pengomposan sedangkan bahan organik, karbon
Universitas Sumatera Utara
19 organik yang terkandung serta rasio CN untuk semua tumpukan dan kondisi secara
bertahap menurun selama waktu pengomposan. Penelitian yang dilakukan oleh Samsu et al. mengenai pengaruh dari POME
anaerobic sludge yang berasal dari 500 m
3
closed anaerobic methane ddigested tank dengan TKKS yang telah ditekan dan dirobek pada proses pengomposan. POME
anaerobic sludge yang digunakan berasal dari pengolahan biogas, limbah ini memiliki nutrisi dan sumber mikroba yang tinggi dan cocok digunakan untuk bahan
tambahan proses pengomposan. Proses dilakukan pada unit composter berbentuk blok yang disusun dari batu bata dengan dimensi panjang 2,1 m, lebar dan tinggi 1,5
m. Pada penelitian ini TKKS ditekan dan dirobek dengan ukuran panjang 15 sampai 20 cm, lalu dicampur di blok composter dengan POME anaerobic sludge, rasio
penambahan TKKS : POME sebanyak 1:1. Untuk mempertahankan kadar air tumpukan kompos, POME ditambahkan setiap tiga hari dengan menggunkan pompa
dan penambahan POME dihentikan seminggu sebelum dilakukan panen, sedangkan pengadukan dilakukan tiga kali seminggu. Hasil yang diperoleh waktu pengomposan
singkat, yaitu 40 hari dengan rasio CN akhir 12,4. Suhu pengomposan selama pengolahan terjadi pada fase termofilik yaitu 60-67
C, sedangkan pH tumpukan kompos hampir konstan selama proses berkisar 8,1-8,6. Kadar air kompos
mengalami penurunan dari awal sampai akhir composting yaitu dari 64,5 menjadi 52 dan banyaknya jumlah nutrisi serta rendahnya tingkat logam berat yang
terdapat pada kompos.
2.5 STANDAR KUALITAS KOMPOS INDONESIA