Analisis Kompos Berdasarkan pH Analisis Kompos Berdasarkan Bacterial Count BC Terhadap Suhu

46 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 5 10 15 20 25 30 35 40 pH Waktu Pengomposan Hari Ketinggian 1 m Ketinggian 2 m Ketinggian 3 m MC akhir ketinggian 1 dan 2 meter diperoleh sebesar 51,2 dan 65,68 dengan rata-ratanya sebesar 58,44 sesuai dengan MC yang diharapkan.

4.3.3 Analisis Kompos Berdasarkan pH

Untuk melihat keberlangsungan proses pengomposan, maka perlu diukur pH kompos dalam komposter setiap hari sekali. Pada pengomposan ini, menggunakan TKKS utuh pada komposter 1. Data hasil pengukuran pH pada komposter 1 disajikan pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Grafik Perubahan pH pada komposter 1 selama pengomposan Pada Gambar 4.7, rentang pH selama 40 hari pengomposan adalah berkisar antara 7,8 hingga 9,3 yang cenderung bersifat basa. pH dari setiap ketinggian meningkat pada 10 hari pertama dan mulai menurun serta cenderung konstan hingga hari ke-40. Perubahan pH selama proses pengomposan diakibatkan oleh aktifitas mikroba [11,29]. Peningkatan suhu hingga hari ke-10 yang puncaknya mencapai 9,3 terjadi karena N berubah menjadi NH 3 atau NH 4 + dalam proses amonifikasi, sehingga pH meningkat [11]. Namun pada hari berikutnya cenderung menurun sampai skala 7,8 dan mengalami peningkatan hingga 8,4. Penurunan pH ini disebabkan oleh proses penguapan ammonium dan pelepasan ion hidrogen sebagai akibat dari proses nitrifikasi [6]. Hingga pada akhirnya kompos berada pada pH 8,4 dan 7,9 pada ketinggian 1 dan 2 meter. Secara keseluruhan kondisi yang terjadi selama pengomposan cenderung basa yaitu rata-rata berkisar 8. Hal ini terjadi karena adanya lubang aerasi pada Universitas Sumatera Utara 47 komposter yang digunakan. Dengan adanya lubang aerasi ini dapat mengeluarkan CO 2 yang terperangkap dalam ruang kosong antar partikel kompos, sehingga mencegah terjadinya kondisi asam pada tumpukan atau penurunan pH yang signifikan [34,35]. Meningkatnya pH menjadi kondisi basa baik untuk proses pengomposan. Karena kondisi basa dapat menghambat pertumbuhan patogen seperti jamur yang dapat hidup dalam kondisi asam.

4.3.4 Analisis Kompos Berdasarkan Bacterial Count BC Terhadap Suhu

Untuk melihat pertumbuhan mikroba selama proses pengomposan perlu dilakukan analisa Bacterial Count, sehingga dapat dilihat perubahan jumlah koloni mikroba selama terjadinya proses pengomposan. Grafik bacterial count yang disertakan dengan grafik perubahan suhu yang telah dirata-ratakan menggunkana error bar pada komposter 1 ditunjukan pada Gambar 4.9 Gambar 4.9 Grafik Bacterial Count dan Suhu Pada Komposter 1 Selama Pengomposan Berdasarkan profil suhu pada Gambar 4.9, terlihat adanya 2 fase selama proses pengomposan, yaitu fase termofilik dari hari ke-1 hingga hari ke-15 dan mesofilik hari ke-16 hingga hari ke-40. Nilai awal BC adalah 60 x 10 6 . Setelah memasuki fase termofilik pada hari ke-1, nilai BC mengalami penurunan drastis. Hal ini disebabkan total BC yang awalnya didominasi oleh bakteri mesofilik sebagian mengalami kematian seiring meningkatnya suhu menuju fase termofilik. Pada hari ke-10 hingga ke-20, nilai BC mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan 10 20 30 40 50 60 70 10 20 30 40 50 60 70 5 10 15 20 25 30 35 40 Bacteri al Cou n t SPC x 10 6 Su h u o C Waktu Pengomposan Hari Suhu Rata-Rata Bacterial Count Universitas Sumatera Utara 48 oleh ketersediaan nutrisi, bakteri mesofilik yang bertahan pada fase termofilik mengalami pertumbuhan. Pada hari ke-30 hingga ke-40, setelah berada pada fase mesofilik, jumlah bakteri perlahan mulai berkurang seiring dengan menurunnya ketersediaan nutrisi.

4.3.5 Analisis Kompos Berdasarkan CN

Dokumen yang terkait

Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara

11 89 124

Composting Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dengan POA : Pengaruh Sirkulasi Tumpukan TKKS

1 63 112

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

1 31 69

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 16

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 2

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 4

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 15

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Ukuran Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Proses Komposting Menggunakan Pupuk Organik Aktif (POA) di Dalam Komposter Menara

0 0 20

PENGARUH UKURAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) TERHADAP PROSES KOMPOSTING MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK AKTIF (POA) DI DALAM KOMPOSTER MENARA SKRIPSI

0 0 18