Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Moisture Content MC

44 Pada Gambar 4.6 dapat dilihat profil suhu pada pagi dan sore hari selama proses pengomposan. Dari grafik tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara suhu pagi dan sore pada 3 titik sampling komposter, yaitu pada ketinggian 1, 2 dan 3 meter. Berdasarkan ketinggian terlihat perbedaan suhu selama terjadinya proses pengomposan, dimana suhu semakin meningkat seiring dengan semakin dalamnya tumpukan. Pada Gambar 4.6, terlihat selama proses pengomposan berlangsung, terjadi fluktuasi suhu. Suhu meningkat berturut-turut pada ketinggian 3 meter hingga 1 meter. Suhu masing-masing ketinggian melewati 50 o C setelah 24 jam penambahan POA awal. Ini mencerminkan mikroba pendekomposisi aktif di dalam komposter. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Siong et al 2009, bahwa jika bahan yang mengandung organik tinggi ditambahkan ke bahan yang mengandung selulosa seperti TKKS maka panas yang dihasilkan dalam tumpukan berasal dari proses biodegradasi [33]. Profil suhu cenderung mulai menurun setelah hari ke-5 dan perlahan mulai mencapai konstan pada hari ke-30. Hal ini menunjukkan bahwa proses degradasi telah selesai. Hal ini juga sesuai seperti yang dilaporkan oleh dan Siong et al 2009, yang menyatakan bahwa setelah peningkatan suhu yang cepat selanjutnya perlahan- lahan suhu akan menurun dan ini mengindikasikan bahwa proses degradasi melambat seiring dengan menipisnya ketersediaan nutrisi [33]. Setelah hari ke-11, profil suhu pada ketinggian 3 meter terhenti disebabkan terjadinya penyusutan volume kompos yang melebihi 1 meter.

4.3.2 Profil dan Analisis Kompos Berdasarkan Moisture Content MC

MC adalah parameter penting untuk mengoptimalkan proses pengomposan. Menurut Siong et al 2009, ketergantungan mikroba terhadap air untuk mendukung pertumbuhannya dapat mempengaruhi biodegradasi bahan-bahan organik [33]. Pada penelitian ini, penambahan POA ke TKKS pada komposter 1 dengan ukuran TKKS utuh selain untuk menambah mikroba dan nutrisi, juga untuk mempertahankan nilai MC berkisar 55-65. Profil hasil analisa MC pada komposter 1 dapat dilihat pada Gambar 4.7. Universitas Sumatera Utara 45 10 20 30 40 50 60 70 80 90 5 10 15 20 25 30 35 40 Mo itu re Co n ten t Hari Ketinggian 1 m Ketinggian 2 m Ketinggian 3 m Pada Gambar 4.7, terlihat profil MC terhadap waktu pengomposan. Terlihat adanya perbedaan nilai yang signifikan antara ketinggian 1 meter dan 2 meter. Hal ini disebabkan distribusi POA pada komposter yang tidak merata. Gambar 4.7 Profil Moisture Content pengomposan TKKS pada komposter 1 MC hari pertama setelah penambahan POA berturut-turut ketinggian 1,2 dan 3 meter adalah sebesar 64,76 , 63,72 dan 61,78 . Penambahan POA dilakukan pada hari ke-1, 16, 18, 25, 26 dan 35. Pada 10 hari pertama terlihat pada ketinggian 1 meter MC perlahan meningkat disebabkan distribusi POA yang perlahan turun dari ketinggian 3 meter dan tertahan didasarnya. Pada ketinggian 2 meter dan 3 meter MC perlahan menurun yang disebabkan distribusi POA yang tidak merata serta peningkatan suhu akibat proses degradasi. Hal tersebut sesuai dengan yang dilaporkan Tiquia et al 2001 bahwa tingginya suhu diiringi dengan proses pengadukan dalam pengomposan bisa menyebabkan hilangnya air terus-menerus dalam bentuk penguapan [28]. Ketidakteraturan profil MC pada grafik disebabkan pengambilan titik sampel pada beberapa bagian yang tidak sama. Penyimpangan terlihat diantara hari ke-15 hingga hari ke-35 dimana MC pada ketinggian 2 meter berada dibawah 55. Penambahan POA tidak dilakukan untuk menghindari MC pada ketinggian 3 meter melebihi 80 sesuai dengan yang dilaporkan Tiquia et al 2001 bahwa kadar air sekitar 40 sampai 60 diperlukan untuk kelangsungan hidup mikroba sementara itu kadar air melebihi 80 bisa membunuh mikroba aerobik karena kekurangan udara [28]. Penambahan POA Universitas Sumatera Utara 46 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 5 10 15 20 25 30 35 40 pH Waktu Pengomposan Hari Ketinggian 1 m Ketinggian 2 m Ketinggian 3 m MC akhir ketinggian 1 dan 2 meter diperoleh sebesar 51,2 dan 65,68 dengan rata-ratanya sebesar 58,44 sesuai dengan MC yang diharapkan.

4.3.3 Analisis Kompos Berdasarkan pH

Dokumen yang terkait

Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pupuk Organik Aktif Dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit : Pengaruh Lubang Asupan Udara

11 89 124

Composting Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dengan POA : Pengaruh Sirkulasi Tumpukan TKKS

1 63 112

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

1 31 69

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 16

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 2

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 4

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 15

Pengomposan Shredded Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks) Dengan Aktivator Pupuk Organik Aktif (Poa) Di Dalam Menara Composter: Pengaruh Sirkulasi Tumpukan Tkks

0 0 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Ukuran Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Proses Komposting Menggunakan Pupuk Organik Aktif (POA) di Dalam Komposter Menara

0 0 20

PENGARUH UKURAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) TERHADAP PROSES KOMPOSTING MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK AKTIF (POA) DI DALAM KOMPOSTER MENARA SKRIPSI

0 0 18