Tabel 2 Refugee population, end of year--main countries of asylum
main countries in 2005
Asylum Country
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
Thailand 104,033
105,216 101,686
99,716 104,569
110,313 112,238
118,762 120,814
116,499 Bangladesh
30,578 21,497
22,174 22,131
21,556 22,106
21,967 19,743
20,402 21,053
Malaysia 5,114
5,104 5,113
5,136 5,134
5,151 5,247
4,152 9,601
14,208 United States
810 1,135
1,508 2,079
3,006 5,268
5,551 4,789
5,342 6,793
India 440
463 588
696 779
876 1,043
940 1,162
1,471 Other
2,042 2,357
2,338 1,905
2,084 2,142
2,455 2,998
3,692 4,840
Total 143,017
135,772 133,407
131,663 137,128
145,856 148,501
151,384 161,013
164,864 UNHCR estimates for most industrialized countries
Sumber diolah dari http:www.unhcr.org4641be720.html diakses pada 1 Desember 2010. 46
Negara-negara anggota ASEAN lain mulanya menunjukkan sikap ketidaksetujuannya menerima Myanmar menjadi anggota ASEAN disebabkan
adanya kasus pembunuhan ratusan ribu muslim Rohingya di Myanmar yang dipaksa mengungsi di Bangladesh. Namun menjelang Myanmar menjadi anggota
penuh, sikap tersebut berubah, Malaysia kini berubah haluan menjadi mendukung gagasan menerima Myanmar dalam keanggotaan ASEAN.
70
Sedangkan Singapura, Indonesia, Vietnam dan Philipina juga mendukung hal tersebut dengan acuan prinsip non-interference. Perubahan sikap ini
merupakan respon dari adanya kebijakan Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar karena bagi negara-negara anggota ASEAN, penundaan
keanggotaan Myanmar akan membuka peluang bagi Amerika untuk menginjak- injak prinsip otonomi regional ASEAN.
71
Meskipun Myanmar belum resmi menjadi anggota ASEAN, ASEAN tidak menginginkan kawasan Asia Tenggara
di intervensi oleh negara lain. Dari sebelum hingga menjadi anggota ASEAN, Myanmar telah menjadi
sumber masalah rumit bagi ASEAN. Melalui pendekatan ”constructive engagement”, ASEAN berfikir bahwa permasalahan di Myanmar secara perlahan
akan teratasi. Reformasi politik, demokratisasi, penghormatan Hak Asasi Manusia, pembebasan Aung San Suu Kyi dan aktor-aktor prodemokrasi lainnya
akan segera dipenuhi oleh pemerintahan militer Myanmar. Namun, ciri pemerintahan militeristik mematahkan harapan tersebut. Pendekatan konfrontatif
70
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, h.72.
71
Ibid, h.72.
maupun pendekatan konstruktif tidak membendung kegigihan militer untuk dapat mempertahankan kekuasaan.
Kerepresifan dan pembangkangan pemerintah Myanmar memang telah mencoreng citra ASEAN di mata internasional. Keanggotaan dalam ASEAN tidak
mengubah watak otoriter rezim militer Myanmar. Myanmar benar-benar telah membuat ASEAN kecewa dengan menganggap bahwa ASEAN tidak mampu
memberikan langkah konkrit terhadap Myanmar. Rasa kekecewaan yang mendalam pernah diungkapkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahatir
Muhammad, dengan mengatakan bahwa jika Myanmar terus-menerus mempermalukan ASEAN, bukan tidak mungkin Myanmar akan disingkirkan dari
keanggotaan ASEAN.
72
Namun setelah terbentuknya Piagam ASEAN, pendapat ini bertentangan dengan Piagam tersebut sebab berdasarkan Piagam ASEAN yang telah disepakati
bersama, tidak terdapat pasal yang mengatur tentang pengeluaran anggota.
73
Dengan demikian, sebesar apapun kekecewaan akibat pembangkangan pemerintahan militer Myanmar, ASEAN tidak dapat mengeluarkan Myanmar dari
keanggotaannya. Namun disisi lain, ini akan menjadi kelemahan di pihak ASEAN karena bukan tidak mungkin permasalahan Myanmar akan berangsur lebih lama
lagi karena kerepresifan pemerintahan militer terus mendominasi Myanmar.
72
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, h. 162.
73
Wawancara dengan Ade Padmo Sarwono, Direktur Politik dan Keamanan ASEAN, Kemlu RI, 3 Agustus 2010.
4.2 Peran ASEAN dalam Menegakkan Demokrasi di Myanmar
Pada masa Perang Dingin masalah demokrasi merupakan masalah internal suatu negara. Kini setelah Perang Dingin berakhir masalah demokrasi dianggap
sebagai suatu bentuk ancaman keamanan non-konvensional yang harus dihadapi oleh negara-negara dunia ketiga dan negara-negara berkembang termasuk negara-
negara di kawasan Asia Tenggara. Pergeseran konsep masalah demokrasi ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Reorientasi kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat yang dibuat oleh Presiden William Bill Clinton. Reorientasi kebijakan ini memberikan perhatian
lebih besar pada masalah-masalah lingkungan hidup, penegakan HAM dan demokratisasi. Dengan adanya reorientasi kebijakan tersebut, AS berhasil
menjadikan isu-isu urusan domestik menjadi urusan internasional. Kemajuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan terjadinya arus penyebaran informasi
secara cepat ke seluruh penjuru dunia. Munculnya desakan yang kuat dari berbagai kelompok dalam masyarakat, seiring pula dengan terjadinya peningkatan
kualitas hidup rakyat akibat keberhasilan pembangunan ekonomi. Semakin kuatnya jaringan kerjasama antar LSM di belahan dunia mengakibatkan sebuah
pelanggaran HAM dan demokratisasi yang terjadi di suatu negara akan dengan cepat menyebar ke negara lain. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan pergeseran
konsep masalah demokrasi.
74
Munculnya Amerika Serikat sebagai negara adidaya tunggal pasca Perang Dingin menjadikan Amerika merasa memiliki kewajiban moral untuk
74
Anna Juliastuti, “ASEAN dan Masalah Hak Asasi Manusia”, Global Jurnal Politik Internasional, No. 1, September 2000, h. 45.
mendemokrasikan dunia, menjamin sebanyak mungkin warga dunia hidup dengan kebebasan. Walaupun hal ini bertentangan dengan prinsip non-intervensi dan
kedaulatan nasional, prinsip inilah yang selanjutnya menjadi pijakan dari kebijakan demokrasi dan HAM pemerintahan Amerika Serikat di luar negeri.
75
Dengan adanya kebijakan Amerika Serikat maka peranan ASEAN sebagai organisasi regional dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Myanmar
sangat diperhatikan oleh masyarakat internasional. Seberapa besar perilaku politik dan seberapa kuat pengaruh ASEAN di kawasan menentukan citra ASEAN di
mata internasional. Upaya ASEAN untuk terus melakukan pendekatan terhadap pemerintahan militer Myanmar guna mengembangkan demokrasi merupakan
prasyarat yang tidak dapat ditawar.
76
Sebagaimana ditegaskan dalam teori peranan, perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian
besar perilaku politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran yang kebetulan dipegang oleh aktor politik. Peranan ini tergantung juga pada posisi
atau kedudukan struktur itu dan harapan lingkungan sekitar terhadap struktur tadi. Peranan juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi serta kemampuan dari si
pemeran.
77
Melalui peranan ASEAN dalam masalah Myanmar ini dapat dilihat perilaku politik yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan ASEAN,
tentang apa yang bisa dan tidak bisa ASEAN lakukan. Dengan memaparkan
75
Endi Haryono, ”ASEAN Menanggapi Sanksi Ekonomi AS terhadap Myanmar 1997”, Jurnal Paradigma, Vol. 1 No. 2, 1997, h. 58.
76
Fautinus Andrea, “Lingkungan Strategis Asia Tenggara dan Asia Timur : ASEAN, Myanmar dan Krisis Semenajung Korea”. Jurnal Analisis CSIS, Vol. 35 No. 2, 2006, h. 184.
77
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, h. 30-31.
variable-variable peran ASEAN dalam permasalahan yang terjadi di Myanmar, akan terlihat seberapa besar peran ASEAN dan seberapa besar pengaruhnya
terhadap perkembangan kehidupan demokrasi Myanmar.
ASEAN Regional Forum
ASEAN Regional Forum ARF merupakan suatu forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai suatu wahana bagi dialog
dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik dan keamanan di kawasan, serta untuk membahas dan menyamakan pandangan antara
negara-negara peserta ARF untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan kawasan.
78
Sebagai suatu wahana utama dalam mewujudkan tujuan ASEAN dalam menciptakan dan menjaga stabilitas serta keharmonisan kawasan,
ARF menetapkan dua tujuan utama yang terdiri atas:
79
1. Mengembangkan dialog dan konsultasi konstruktif mengenai isu-isu politik dan keamanan yang menjadi kepentingan dan perhatian
bersama. 2. Memberikan kontribusi positif dalam berbagai upaya untuk
mewujdkan confidence building measures CBM dan preventive diplomacy PD di kawasan Asia Pasifik.
Pendekatan yang dianut oleh ARF bersifat evolusioner dan berlangsung dalam tiga tahap besar, yaitu Confidence Building, Preventive
78
http:www.aseanregionalforum.orgPubliclibraryARFChairmansStatementsandReports tabid66Default.aspx diakses pada 29 November 2010.
79
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, h. 209.