Pemilihan Umum Multipartai Tahun 1990

3. The People’s Democracy Party. Partai in diketuai oleh Thakin Lwin yang pernah menjadi pendiri Burmese Workers and Peasant Party BWPP. Partai ini terdaftar pada tanggal 4 Oktober 1988. 4. The Democracy Party. Terbentuknya partai ini atas dukungan mantan Perdana Menteri U Nu. Dibentuk pada tanggal 14 Oktober 1988 dan dipimpin oleh Thu Wai dan Bohmu Aung. 5. The Democratic Front For National Reconstruction. Partai ini diisi oleh veteran BWPP dan dipimpin oleh Thakin Chit. 6. The Unity and Development Party. Partai ini dipimpin oleh Thakin Soe yang pernah ditangkap pemerintah pada tanggal 13 November 1970 dan dibebaskan melalui amnesti umum tahun 1980. 7. The Anti Facist People’s Freedom League AFPFL. Sebuah institusi politik pertama kali pada zaman kemerdekaan Myanmar dan di bentuk kembali oleh Bo Kyaw Nyunt. Penyelenggaraan pemilu multipartai ini berdasarkan konstitusi 1974. Pemerintah militer memang memberikan kesempatan bagi setiap kandidat untuk menyampaikan program-programnya melalui kampanye terhadap masyarakat Myanmar. Namun kesempatan ini tetap dibatasi oleh pemerintah militer bahkan masyarakat dilarang mengadakan pertemuan dengan kandidat. Beberapa peraturan lain dibuat oleh pemerintah militer demi mengontrol hasil perolehan suara dalam pemilu tersebut. Beberapa peraturan itu adalah : 58 1. Setiap mengadakan pawai atau pidato harus melapor kepada SLORC tingkat lokal. 58 Agus Budi Rahmanto, “Tantangan Demokrasi di Myanmar : Studi Kasus National League for Democracy NLD”, Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 2002, h. 70. 2. Materi kampanye harus sudah terkumpul tujuh hari sebelumnya. 3. Beberapa publikasi atau pidato yang dapat diintepretasikan mengganggu kedaulatan negara dan integritas teritorial bangsa serta memecah belah bangsa termasuk etnis minoritas yang berbeda-beda, meremehkan martabat militer, menyinggung agama dilarang. 4. Tiap-tiap partai politik diberi kesempatan untuk berkampanye berupa pidato yaitu lima belas menit di radio dan sepuluh menit di televisi. Pada akhirnya pemilu diselenggarakan pada 27 Juli 1990 dengan aman tanpa adanya insiden. Hasil pemilu menunjukkan NLD sebagai pemenang dengan meraih 392 dari 485 kursi pada parlemen nasional. Sedangkan partai militer NUP hanya memperoleh 3 kursi parlemen. Hasil yang diluar dugaan militer pada akhirnya tidak diakui oleh militer, melalui Jenderal Maung Maung pemerintah militer tidak mengakui hasil pemilu secara sepihak. 59 Beberapa alasan melatarbelakangi penolakan pemerintah militer terhadap hasil pemilu, alasan tersebut antara lain : Pertama, pemilu adalah sarana untuk membentuk Konvensi Nasional dan bukan untuk transformasi kekuasaan. Kedua, menurut ketentuan yang ada, seorang calon yang bersuamikan orang asing dan lama bermukim di luar negeri tidak dapat mengikuti pemilu. Ketiga, pada saat itu belum ada konstitusi, karena itu belum ada prosedur yang mengatur peralihan kekuasaan. 60 Untuk memperkuat tindakannya, militer membuat Deklarasi No. 190 yang ditandatangani tanggal 27 Juli 1990. Deklarasi ini memuat kebijaksanan pemerintah untuk menyelenggarakan konferensi nasional guna menyusun draf 59 Nurani Chandrawati, “Perluasan ASEM dan Masalah Myanmar : Melanjutkan Strategi Kompromistis atau Membentuk Kriteria Baru”, Jurnal Kajian Wilayah Eropa, Vol. II No. 3, 2006, h.86. 60 “Sang Merah Putih di Tanah Pagoda, Kenangan, Masa Kini dan Harapan”, Kedutaan Besar Republik Indonesia,Yangon, Edisi ke-2 2002, h. 77. pedoman dimana Pyithu Hluttaw akan dibentuk melalui konstitusi baru yang permanen. Berdasarkan Deklarasi ini SLORC membatalkan pemilu 1990 hingga terbentuknya konstitusi baru yang permanen. 61 Menanggapi keotoriteran militer kali ini, NLD terus berusaha mendesak pemerintah untuk segera menyerahkan kekuasaan kepada NLD. Akan tetapi, pemerintah militer tetap pada keputusan semula tidak akan menyerahkan kekuasaan kepada NLD. Terlebih NLD dinyatakan sebagai partai yang tidak sah dan harus dibubarkan. Menanggapi hal tersebut NLD mengeluarkan Deklarasi No. 46 400 pada tanggal 6 April 2000, yang menyebutkan bahwa partai ini adalah resmi dan telah terdaftar pada Multy Party Democracy Election Commission sesuai dengan Undang-Undang yang dikeluarkan oleh SLORC No. 488 pada tanggal 7 September 1988. 62 Langkah pemilu multipartai pada akhirnya tidak dapat menjadikan Myanmar sebagai negara yang demokratis. Semua gerakan oposisi dalam memperjuangkan demokrasi dan kebebasan hidup masih memiliki hambatan yang besar dari militer. Sehingga menjadikan Myanmar semakin jauh pada kenyataan hidup bebas di bawah naungan negara demokrasi.

3.3 Tindakan Pemerintah Militer Myanmar Menghadapi Gerakan

Demokrasi Pemerintah militer Myanmar dikenal sebagai pemerintahan yang selalu menggunakan kekerasan dalam menghadapi gerakan-gerakan demokrasi rakyat. 61 Agus Budi Rahmanto, Op.Cit., h. 72-73. 62 “Sang Merah Putih di Tanah Pagoda, Kenangan, Masa Kini dan Harapan”, Op.Cit., h. 102. Sejak tahun 1988, pemerintah telah menunjukkan kekuatannya membasmi gerakan-gerakan perlawanan dari rakyat. Penahanan aktor-aktor demokrasi dan mahasiswa, penewasan para demonstran serta penculikan menjadi kejadian yang telah mewarnai kehidupan rakyat Myanmar. Fenomena tersebut menyebabkan Myanmar menjadi negara yang mengerikan bagi rakyatnya sendiri. Dalam perkembangan terakhir, protes terhadap tindakan pemerintah militer dipimpin oleh para biksu Buddha. Protes biksu diawali ketika SPDC melakukan kebijakan sewenag-wenang dengan meningkatkan BBM sampai 500. Kebijakan yang diumumkan pada bulan Agustus ini menimbulkan kemarahan bagi rakyat Myanmar. Rakyat yang sudah dalam keadaan sulit semakin dibebani dengan kenaikan BBM. Keadaan ini membuat biksu Buddha tidak dapat berdiam diri. Demi melakukan perubahan, biksu Buddha yang sangat dihormati Sangha merelakan dirinya untuk terjun kedalam urusan negara dengan memimpin aksi protes di Yangoon khususnya di Pagoda Sule. Dalam mewakili kebutuhan masyarakat, biksu menuntut tiga permintaan, yaitu : mudahkan kondisi hidup masyarakat Myanmar, bebaskan semua tahanan politik, dan segera lakukan dialog yang bermakna bagi rekonsiliasi nasional. 63 Aksi protes biksu yang terjadi pada 28 Agustus 2007, ditindak oleh militer dengan cara yang brutal. Akibat dari tindakan SPDC adalah banyaknya korban jiwa bahkan SPDC telah menewaskan seorang jurnalis Jepang, Kenji Nagai. Tindakan ini menjadi bukti pemerintahan militer yang tidak menghargai 63 Christopher B.Roberts, “Plight of Myanmar’s People : Challenges for the Internasional Community ”, dalam “Strategic Currents : Emerging Trends in Southeast Asia” , Insitute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2009, h. 35. komunitas biksu. 64 Kerepresifan militer yang telah mengakibatkan korban jiwa bahkan terdapat korban warga asing telah membuat masalah Myanmar semakin rumit terlebih mengenai hubungannya dengan Jepang. Militer Myanmar yang sebagian besar hanya memiliki sedikit pendidikan atau pelatihan profesional menyebabkan mereka selalu menghadapi para demonstran dengan cara yang brutal. Militer yang berbasis di daerah perbatasan juga terbiasa melakukan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok-kelompok etnis minoritas. Sebelum melaksanakan tugasnya memberantas aksi demonstrasi, komandan militer telah menyediakan dosis methamphetamine bagi tentaranya untuk meningkatkan agresivitas, dan taktik tersebut juga diadopsi ketika menghadapi aksi protes biksu di Yangoon. 65 Militer tidak hanya menangkap para biksu, politisi prodemokrasi bahkan masyarakat sipil lainnya yang mendukung protes biksu juga menjadi korban kerepresifan militer. Win Naing, seorang aktor komedi menjadi salah satu korban militer yang ditangkap di rumahnya karena memberikan makanan dan air kepada para biksu yang menggelar protes. Sebelumnya Naing juga pernah ditangkap pada 8 Maret 2007 karena mengadakan konfrensi pers aktivis menggugat kesulitan ekonomi yang dialami rakyat. Selain itu, aktor komedi Zaganar juga ditangkap karena menyerukan rakyat agar mendukung protes para biksu dalam wawancara di radio. 66 Kehidupan demokrasi sangat dibutuhkan masyarakat Myanmar, mengingat masyarakat Myanmar selalu hidup dalam bayang-bayang aksi kemanusiaan yang 64 Alexdra Retno Wulan, “Isu Myanmar, Semenanjung Korea dan Konflik Darfur”, Jurnal Analisis CSIS, Vol. 36. No. 4, 2007, h. 368. 65 Christopher B.Roberts, Op.Cit., h. 36. 66 ”Suu Kyi Dipindah ke Penjara Insein”, Kompas, 27 September 2007.