1
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan zaman hingga saat ini semakin membuat masyarakat menuntut adanya penyelenggaraan lembaga negara yang bersih dan baik,
yang mana menghendaki pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengendalian internal yang baik dalam pelaksanaan kepemerintahan dan pengelolaan sistem
keuangan negara. Ini sebagaimana halnya untuk menjamin bahwa kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai dengan kebijakan, peraturan, dan
hukum yang telah ditetapkan. Namun pada kenyataannya di Indonesia masih banyak kegagalan yang ditemukan, seperti maraknya kasus korupsi atau
penyelewengan keuangan negara yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan. Karena hal tersebutlah, peran lembaga pemerintah Indonesia dalam
melaksanakan dan mengelola keuangan negara dinilai belum baik dan berdampak pada kondisi tidak baiknya perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Terkait pelaksanaan dan pengelolaan keuangan, peran auditor internal
sangat diandalkan dalam dunia bisnis maupun pemerintahan untuk membantu mewujudkan bisnis ataupun pelaksanaan pemerintahan yang bersih, baik, dan
sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Auditor internal dalam menjalankan profesinya diatur oleh kode etik profesi dan standar profesi
audit, yang mana bertujuan untuk menjaga sikap dan perilaku auditor dalam
2 melaksanakan tugasnya dan standar profesi audit dengan maksud agar
kualitas hasil audit yang dilaksanakan tetap terjaga. Sehingga dengan adanya aturan-aturan tersebut juga dapat memungkinkan pengguna laporan untuk
mengamati atau menilai auditor internal khususnya pada lembaga pemerintahan.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal 2004 menyatakan bahwa di Indonesia, pembentukan fungsi audit internal merupakan keharusan
bagi Badan Usaha Milik Negara BUMN, Bank, dan Lembaga Pemerintah. Salah satu lembaga pemerintah Indonesia yang diharuskan membentuk fungsi
audit internal, yakni Otoritas Jasa Keuangan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Otoritas Jasa
Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap kegiatan dalam sektor jasa keuangan.
OJK terbilang lembaga baru, yang mana merupakan penggabungan peran antara Bapepam-LK dalam mengatur dan mengawas pasar modal dan
lembaga keuangan, dengan Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi bank, juga melindungi konsumen industri jasa keuangan. Terbentuknya OJK
dilatarbelakangi di antaranya oleh krisis perekonomian yang terjadi di tahun 1997, kasus BLBI, dan kasus Bank Century di tahun 2008 yang merupakan
kegagalan masalah efektivitas pengaturan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia. Namun pemerintah dan DPR baru membentuk OJK, sebagai
3 lembaga baru yang berfungsi sebagai pengawas sektor jasa keuangan yang
independen, pada tahun 2012 padahal semestinya pembentukan paling lambat tahun 2010 akhir berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Menurut Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2011, OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; 2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil; dan 3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Berpindahnya fungsi pengawasan perbankan dari BI kepada OJK dikarenakan penilaian atas pengawasan bank oleh BI kurang efektif. Maka dari itu OJK
dituntut untuk mengawasi semua institusi yang sekarang dipegangnya dengan adil dan dituntut untuk pastinya lebih baik dalam menjalankan fungsinya. Hal
ini agar pembentukan lembaga baru ini yang tentunya mengeluarkan anggaran negara yang banyak, dapat memberikan manfaat yang besar dan
tercapai tujuan dari pembentukannya. Untuk mendukung tuntutan dan mencapai tujuan-tujuannya, OJK
membentuk fungsi audit internal untuk saling bekerja sama dengan komite audit dan dewan komisaris, karena dalam hal ini peran auditor internal yang
melaksanakan pengendalian internal secara teratur. Dalam menjalankan fungsi audit internal, OJK penting didukung oleh kinerja para auditor
4 internalnya. Kinerja auditor menurut Mulyadi 1998:11 dalam Trisnaningsih
2007 adalah auditor dalam melaksanakan penugasan pemeriksaan examination secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan kewajaran laporan keuangan agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal
yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Ramadika dkk 2014 juga menyatakan bahwa kinerja auditor merupakan hasil evaluasi
terhadap pekerjaan auditor dalam melakukan pemeriksaan yang diukur berdasarkan standar audit yang berlaku. Kinerja auditor yang baik yakni telah
melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar dan aturan yang berlaku. Setahun berjalan, manfaat pembentukan OJK belum dapat terlihat,
seperti dinyatakan dalam Kusuma 2014 bahwa Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional Perbanas menilai keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
OJK belum dirasakan manfaatnya oleh pelaku industri jasa keuangan. Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono menyatakan hal yang sama, fungsi OJK
sebagai regulator di industri jasa keuangan belum terlihat, dirinya menambahkan bahwa OJK justru membebani melalui pungutan fee.
Berdasarkan peraturan OJK seluruh industri jasa keuangan termasuk perbankan ditarik pungutan sebesar 0,03-0,45 dari aset Kusuma, 2014.
Pendanaan kegiatan operasional OJK itu sendiri bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara APBN dan iuran dari para industri
keuangan. Mardana 2015 menyatakan Anggota Komisi XI DPR RI Rudi Hartono Bangun mempertanyakan OJK menghabiskan 70 anggaran
5 kegiatan administrasi dalam tiga bulan yang nilainya triliunan rupiah, padahal
serapan anggaran Otoritas Jasa Keuangan OJK tahun 2015 masih dalam kisaran 30 - 40.
Dalam artikel Jawa Pos pada Blitar, 21 Mei 2015 05.30 WIB dilansir mengenai kasus gratifikasi PT DBS Dua Belas Suku, Kejaksaan Negeri
Kejari Blitar merencanakan untuk meminta daftar nama seluruh pegawai di beberapa Kantor Otoritas Jasa Keuangan OJK yakni ada tiga kota, Malang,
Kediri, dan Surabaya. Hal ini terkait ketika kasus investasi bodong PT DBS yang mengakibatkan uang anggotanya 125 miliar rupiah menguap yang
terungkap beberapa lalu, petugas mendapatkan daftar oknum penerima gratifikasi dalam buku pengeluaran PT DBS tersebut. Terdapat empat nama
oknum dari kantor OJK Kediri, Malang, dan Surabaya dalam daftar tersebut. OJK sebagai lembaga pengawas independen yang baru resmi dibentuk
tahun 2012, masih harus berupaya keras dalam tugas mendapatkan tuntutan dan kepercayaan berbagai pihak, termasuk masyarakat dan pihak-pihak
terkait atau berkepentingan, bahwa OJK dapat diandalkan dalam melaksanakan visi dan misinya dan mampu menerapkan good government.
Peningkatan kinerja auditor merupakan salah satu hal terpenting bagi keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi atau lembaga dalam mencapai
tujuannya. Begitu pula dengan keberhasilan OJK untuk mencapai good government dalam pelaksanaan dan pengawasan OJK serta dalam
mewujudkan tujuannya mendorong sektor jasa keuangan yang sehat dan
6 transparan, maka sangat dibutuhkan kinerja para auditor internal yang baik
dan berkualitas. Kinerja auditor internal yang berkualitas baik akan menciptakan hasil
audit yang sesuai dengan aturan prosedur audit internal, sehingga hasil auditnya dapat diandalkan penyajiannya. Kinerja auditor internal dapat
dipengaruhi oleh sikap dan psikis auditor. Kinerja auditor internal dapat ditentukan oleh perilaku para auditor internalnya. Sikapperilaku auditor
seperti halnya profesionalisme dan komitmen organisasi, psikis auditor yakni job stress stres kerja.
Profesionalisme auditor adalah seorang auditor harus memiliki tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki oleh auditor pada umumnya dan harus
menggunakan keterampilan tersebut dengan kecermatan dan keseksamaan yang wajar Ramadika dkk, 2014. Auditor dituntut untuk berperilaku sewajar
mungkin dengan kualitas dan keahlian diri yang dimilikinya dalam menyelesaikan tanggung jawabnya sesuai waktu yang ditentukan. Hal
tersebut agar profesionalisme yang dimiliki oleh seorang auditor dapat tetap terjaga di mata masyarakat dan pengguna informasi lainnya. Profesionalisme
seorang auditor dapat tercermin dari sikap dan perilaku dari diri auditor itu sendiri.
Putri dan Suputra 2013 mengatakan bahwa apabila seorang auditor tidak memiliki atau telah kehilangan sikap profesionalismenya sebagai
seorang auditor maka sudah dapat diyakini bahwa auditor tersebut tidak akan dapat menghasilkan hasil kinerja yang memuaskan dan dengan baik, maka
7 dengan begitu kepercayaan dari masyarakat akan hilang begitu saja terhadap
auditor tersebut. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan mereka pada KAP di Bali, yakni profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja auditor,
semakin tinggi tingkat profesionalisme maka semakin tinggi hasil kinerja yang dihasilkan oleh auditor. Hal ini didukung oleh Prabhawa dkk 2014,
yang menyatakan bahwa profesionalisme yang tinggi akan membuat auditor dapat dipercaya dan diandalkan untuk melaksanakan pekerjaannya, sehingga
dapat berjalan dengan lancar dan mendatangkan hasil yang diharapkan. Profesionalisme yang dimiliki seorang auditor menjadikan hal tersebut
sebagai indikator penting yang harus ada dalam diri seorang auditor dalam melaksanakan
tugas dan
tanggung jawabnya.
Sehingga apabila
profesionalisme telah diterapkan dalam diri auditor, maka hal tersebut akan berpengaruh dalam peningkatan kinerja auditor yang dihasilkan. Dari sinilah,
pandangan dan tuntutan masyarakat untuk transparansi dan good government dapat tercapai. Sehingga jika profesionalisme seseorang tinggi maka kinerja
seseorang tersebut pun akan tinggi. Hal yang dapat mempengaruhi kinerja auditor internal selanjutnya
adalah komitmen organisasi. Seperti yang dikemukakan Novatiani dan Mustofa 2014 bahwa untuk menciptakan peningkatan kinerja auditor
internal, maka seorang auditor internal dituntut untuk memiliki sikap profesionalisme dan komitmen organisasi terhadap pekerjaannya. Perilaku
auditor internal dapat terlihat dari komitmennya pada organisasi dan motivasinya untuk meningkatkan kinerjanya. Karyawan yang loyal terhadap
8 organisasi akan menunjukan sikap dan perilaku yang positif terhadap
lembaganya, memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu
mewujudkan tujuan organisasi Larasati dan Laksito, 2013. Adanya rasa memiliki, keterikatan, dan loyalitas pada diri seseorang
dalam melaksanakan pekerjaan di lembaganya akan menimbulkan rasa senang dalam bekerja walaupun lembaganya pastinya tidak selalu terhindar
dari adanya masalah, inilah yang dikatakan dengan komitmen organisasi. Apabila seseorang sudah memiliki rasa komitmen pada organisasinya, maka
ia akan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya agar organisasilembaga tempat ia bekerja dapat mencapai tujuannya.
Hal ketiga yang berpengaruh terhadap kinerja auditor internal, yaitu tekananstres kerja job stress.
Stres kerja secara umum merupakan suatu fenomena yang dialami oleh seseorang pada saat apa yang diharapkan tidak
menjadi suatu kenyataan dan kondisi ini membuat suatu tekanan dalam hidupnya Newstrom dan Davis, 1997, dalam Abdullah dkk, 2012. Kondisi
stres ini selalu memiliki pengaruh negatif, terutama pada kinerja individu yang menjalaninya. Pada sisi lain, stres yang berkelanjutan atau stres yang
tidak ditangani secara serius cenderung melahirkan suatu bentuk traumatik yang relatif sukar untuk dikembalikan Cordes dan Daugherty, 1993, dalam
Abdullah dkk, 2012. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Shaherah Abdul Malik,
et. al., 2013 bahwa penting bagi para pekerja untuk mampu mengelola stres
9 kerja mereka agar meningkatkan kepuasan dan kinerja kerja mereka. Karena
apabila karyawan yang tidak mampu mengelola stres kerja dan pada akhirnya stres kerja yang terlalu tinggi dapat menyebabkan prestasi kerja seseorang
mengalami penurunan, sehingga berdampak pula pada kinerja karyawan yang menurun.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh profesionalisme, komitmen organisasi, dan stres kerja job stress
terhadap kinerja auditor internal. Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan, yakni oleh Ramadika dkk 2014 terkait
profesionalisme terhadap kinerja auditor, Handayani dan Yusrawati 2013 terkait profesionalisme dan komitmen organisasi terhadap kinerja internal
auditor, dan penelitian oleh Abdullah dkk 2012 dan Sari dkk 2014 terkait stres kerja terhadap kinerja auditor.
Dari hal-hal di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan objek penelitian pada auditor internal Otoritas Jasa Keuangan OJK
yang sekaligus menjadi pembeda dari penelitian-penelitian sebelumnya, dengan
judul “Pengaruh Profesionalisme Auditor, Komitmen Organisasi, dan Job Stress Terhadap Kinerja Auditor Internal pada Otoritas Jasa Keuangan
OJK”.
B. Rumusan Masalah