26 komitmen akan menimbulkan rasa ikut memiliki sense of belonging bagi
karyawan terhadap organisasi Trisnaningsih, 2007. Pernyataan Abdullah dan Arisanti 2010 bahwa komitmen
organisasi pada dasarnya akan tercipta jika adanya tanggung jawab yang besar dari personil organisasi terhadap pekerjaan yang diberikan padanya,
sedikitnya peluang untuk memperoleh pekerjaan lain, serta adanya usaha yang maksimal dari organisasi untuk membantu karyawan dalam
memahami organisasi secara keseluruhan serta pekerjaan yang dibebankan padanya. Luthans 1998 menyebutkan jika seorang individu memiliki
komitmen organisasi yang tinggi, maka pencapaian tujuan organisasi menjadi hal penting bagi organisasi tersebut, sebaliknya individu dengan
komitmen organisasi yang rendah akan memiliki perhatian yang rendah pula terhadap tujuan organisasi dan cenderung untuk memenuhi
kepentingan pribadi Abdullah dan Arisanti, 2010. Jadi, seorang karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang
tinggi berarti ia memiliki rasa keterlibatan dan kesetiaan terhadap organisasi tempatnya bekerja. Sehingga karyawan akan memberikan
perilaku positifnya dalam pencapaian tujuan organisasi tempatnya bekerja
7. TekananStres Kerja Job Stress
Dalam Sinaga dan Sinambela 2013 dinyatakan bahwa stres yang dialami seseorang yang berhubungan dengan pekerjaannya disebut stres
kerja. Stres merupakan suatu keadaan di mana seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya,
27 kondisi-kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam maupun luar diri
seseorang. Gibson, et. al., 1996:339 dalam Sinaga dan Sinambela 2013 mengemukakan stres sebagai suatu kekuatan atau perangsang yang
menekan individu yang menimbulkan tanggapan respons terhadap ketegangan. Job stress dapat dilihat sebagai faktor positif atau negatif
terhadap kepuasan kerja dan kinerja. Job stress dapat bertindak sebagai motivator yang mana memunculkan daya cipta dan kepuasan diantara
pegawai Shaherah, et. al., 2013. Locker dan Olga 2005:44 dalam Abdullah dkk, 2012 stres adalah
keseimbangan antara bagaimana seseorang memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana seseorang berpikir bahwa seseorang itu dapat mengatasi
semua tuntutan yang menentukan apakah seseorang tidak merasakan stres, merasakan eustres tanggapan positip atau distress tanggapan negatip.
Tuntutan-tuntutan atau faktor-faktor lingkungan yang menimbulkan stres disebut stressor. Dengan kata lain, stressor adalah suatu prasyarat untuk
mengalami respons stres. Ronald 2000:73 dalam Panjaitan dan Jatmiko 2014 mengartikan stres sebagai fisiologis, emosi, dan psikologis terhadap
keadaan lingkungannya yang bersifat mengancam. Dengan cara yang sederhana stres dapat diartikan sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan
interaksi antara orang dengan lingkungan organisasi. Stres akibat kerja merupakan tekanan dalam pekerjaan yang membuat keadaan tegang, takut,
cemas, ataupun bingung serta perasaan tegang yang dialami pada saat situasi mengancam, menyakitkan ataupun menggembirakan.
28 Gibson, et. al., 1995 dalam Abdurrahman 2014, membagi
penyebab stres kerja di tempat kerja ke dalam empat kategori faktor internal sebagai berikut:
a. Stresor lingkungan fisik. Berupa sinar, kebisingan, temperatur dan udara yang kotor.
b. Stresor individu. Berupa konflik peran, peranan ganda, beban kerja yang berlebihan, tanggung jawab terhadap orang lain, tidak ada
pengendalian, perkembangan karir dan kondisi kerja. c. Stresor kelompok. Berupa hubungan yang buruk dengan rekan sejawat,
bawahan dan atasan. d. Stresor keorganisasian. Berupa ketiadaan partisipasi, struktur
organisasi, tingkat jabatan dan ketiadaan kebijaksanaan yang jelas. Lebih lanjut Gibson, et. al., 1995 mengidentifikasi 5 jenis dampak stres
yang potensial, yaitu: a. Dampak subjektif: kekhawatiranketakutan, rasa bosan, apatis, depresi,
keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.
b. Dampak perilaku: mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat-obatan, luapan emosional, makan atau merokok
secara berlebihan, berperilaku impulsif dan tertawa gugup. c. Dampak kognitif: ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang
masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik.
29 d. Dampak fisiologis: kandungan glukosa darah meningkat, denyut
jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata membesar, tubuh panas dan dingin.
e. Dampak organisasi: angka absensi, produktifitas rendah, terasing dari rekan kerja, ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi dan loyalitas
berkurang. Respons stres adalah suatu langkah yang penting dan perlu dalam
upaya untuk mengatasi stres secara efektif. Menurut Manahan 2004 dalam Dwilita 2008 tiga komponen stres, yaitu:
a. Komponen perangsang, yang mana meliputi kekuatan-kekuatan yang menyebabkan adanya ketegangan atau stres, yang bersumber dari
lingkungan, organisasi, dan individu. b. Komponen tanggapan, meliputi reaksi fisik, psikis atau perilaku
individu terhadap tekanan lingkungannya, di mana penekanannya paling tidak ada dua tanggapan terhadap stres yang paling sering
diidentifikasi yaitu frustasi dan gelisah. c. Komponen interaksi, interaksi khusus antara keadaan rangsangan dalam
lingkungan dan kecenderungan individu memberi tanggapan. Keadaan stres seseorang yang berkepanjangan dan tidak diatasi
dapat mengakibatkan gangguan mentalpsikis terhadap seseorang tersebut, sehingga akan berdampak juga pada kesehatan fisiknya. Apabila sudah
tmenyebabkan gangguan psikis dan kesehatan fisik maka dapat
30 mengganggu pekerjaan seseorang tersebut dan akan berpengaruh terhadap
penurunan kinerjanya. Gustiarti 2002 dalam Dwilita 2008 memaparkan bahwa dalam
ruang lingkup organisasi, terdapat tiga pendekatan stres kerja, yaitu: a. Pendekatan berorientansi pada karakteristik objektif situasi kerja.
Pendekatan ini berdasarkan pada konsep stres sebagai suatu kondisi yang mampu menimbulkan pergolakan kekacauan, atau perubahan yang
bersifat reaktif dalam diri individu. Pendekatan ini sering digunakan untuk membahas situasi-situasi kerja yang dapat menimbulkan stres
pada pekerja. b. Pendekatan berorientasi pada karakteristik pekerja.
Pendekatan ini bertolak dari pendapat bahwa individu memiliki ambang stres yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
individu yang juga berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu usia, jenis kelamin, kebangsaan, taraf hidup, kecenderungan, depresi,
self esteem, fleksibilitas kepribadian. c. Pendekatan berorientasi pada pendekatan interaksi.
Stres tidak semata-mata disebabkan oleh situasi lingkungan kerja, atau semata-mata oleh karakteristik karyawan, melainkan oleh interaksi
antara kedua faktor tersebut. Untuk hal ini peneliti tidak menggunakan pendekatan berorientasi pada
karakteristik pekerja dalam penelitiannya.
31
8. Kinerja