sesama pengungsi di tempat penginapan. Menurut ibu Mega, bila ada pasutri yang bertemu di tempat penginapan pasti masing-masing merasa sangat malu.
3.2.2. Berhubungan Seks Di Kebun
Ada hal yang menarik didapati peneliti setelah beberapa kali bolak-balik ke tempat pengungsian dan mewawancarai informan baru. Salah satunya adalah data yang mengatakan
bahwa beberapa pengungsi lebih suka berhubungan seksual di ladang pada siang hari. Hal ini dikemukakan oleh bapak SP 35 tahun yang juga merupakan pengungsi di bekas Kampus
Quality Karo di Kabanjahe. Awalnya memang bapak SP sedikit ragu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti terkait dengan kehidupan seksualnya selama di pengungsian.
Namun, berkat komunikasi yang intens, peneliti berhasil meyakinkan bapak SP bahwa informasi yang diberikannya tidak akan membawa dampak buruk baginya.
Dari penuturan bapak SP dirinya lebih suka melakukan hubungan seksual bersama isterinya di ladang yang disewanya dari penduduk setempat. Menurut bapak SP berhubungan
seksual di ladang memiliki sensasi tersendiri, sangat berbeda bila melakukannya di tempat penginapan seperti para pengungsi lainnya.
“ . . . sebenarnya kalau ditanya kenapa melakukannya di ladang ya salah satu faktornya karena lebih menantang dia, jadi beda rasanya kalau kita
ngelakukannya di tempat penginapan. Bedanya apa, ya cuman saya lah yang tahu, yang pasti susuh la kalau dijelaskan . . .”
Namun selain alasan sensasi tersebut, salah satu factor lainnya adalah efisiensi waktu dan juga biaya. Menurut bapak SP dirinya dan isteri dapat menghemat biaya sampai
Rp.300.000bulan, bila diasumsikan harga sewa per kamar di penginapan Rp.50.000 dan frekuensi berhubungan seks 6 kali dalam sebulan. Kemudian waktu yang bapak SP miliki pun
Universitas Sumatera Utara
tidak terbuang, karena dirinya melakukan hubungan seksualnya ketika selesai bekerja di ladang. Sementara menurutnya jika harus menyewa tempat penginapan, maka paling tidak dirinya harus
menyisihkan waktu sekitar 2 jam berada di penginapan. Menurut pengakuan bapak SP dirinya menyewa ladang dari salah seorang warga di
sekitar lokasi pengungsian. Ladang tersebut berada sekitar 5 Km dari lokasi pengungsian dan harus ditempuh bapak SP dengan menaiki sepeda motor. Ladang bapak SP biasanya ditanami
oleh jenis-jenis sayuran seperti kol, sawi, wortel dan tanaman horticultural lainnya. Di area ladang tersebut terdapat satu pondok yang biasanya digunakan oleh para pemilik ladang untuk
beristirahat. Bentuk pondoknya hanya 2 X 2 meter, dengan atap seng dan tanpa dinding.
Foto 7 : Sapo Yang Berada Di Puncak Bukit
Sumber : Peneliti. Tahun 2016 Tentu jika melakukan hubungan seksual di pondok tersebut maka akan kelihatan oleh
orang lain dari luar, namun bapak SP dan isterinya mensiasatinya dengan menutup pondok tersebut dengan kain selendang yang dibawa dari rumah. Menurut bapak SP, tanda untuk
Universitas Sumatera Utara
mengajak isterinya agar berhubungan seksual di ladang adalah ketika bapak SP menyuruh isterinya untuk membawa selendang panjang ketika akan berangkat ke ladang. Hal ini sudah
dimengerti oleh isteri SP dan dengan sendirinya akan mengiyakan permintaan tersebut. Menurut bapak SP, menyuruh isteri membawa kain panjang ke ladang merupakan bahasa
halus yang digunakan untuk mengatakan bahwa dirinya ingin melakukan hubungan seksual. Menurut bapak SP ajakan langsung untuk melakukan hubungan seksual merupakan hal yang
tidak sopan, sehingga dibutuhkan gestur-gestur lain untuk menyatakan keinginan untuk berhubungan seksual.
Foto 8 : Suasana Sapo Di Ladang
Sumber : Peneliti. Tahun 2016 Menurut pengakuan bapak SP dirinya melakukan hubungan seksual cukup sering yaitu
seminggu tiga kali. Menurut bapak SP alasan dari seringnya beliau melakukan hubungan seks mungkin saja karena factor cuaca yang dingin sehingga membuat nafsu seksnya muncul. Bahkan
menurut bapak SP dirinya pernah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kain
Universitas Sumatera Utara
selendang sebagai penutup pondoknya. Hal ini terjadi karena pada awal keberangkatan dari rumah bapak SP sebenarnya tidak punya niatan untuk melakukan hubungan seks pada hari itu.
Namun, ketika sudah berada di ladang entah mengapa hasrat seksualnya muncul dan tidak bisa tertahan lagi, maka bapak SP dan isterinya nekat berhubungan seks di pondok tanpa ada penutup
kain. Salah satu hal lainnya juga yang membuat bapak SP memilih berhubungan seksual adalah
karena dirinya tidak perlu repot-repot untuk membohongi anak-anaknya. Karena, biasanya orang yang ingin pergi ke penginapan akan berbohong terlebih dahulu kepada anak-anaknya dengan
mengatakan akan pergi ke pesta atau semacamnya. Namun, dengan melakukan hubungan seks di ladang maka bapak SP tidak perlu membohongi anak-anaknya, karena bapak SP selalu pergi ke
ladang pada pukul 08.00 pagi dimana anak-anaknya sudah pergi ke sekolah. Sehingga bapak SP sudah mengetahui kapan anaknya akan menyusul ke ladang dan akan melakukan hubungan
seksual sebelum anak-anaknya pulang sekolah. Menurut pengakuan bapak SP dirinya biasa melakukan hubungan seksual pada pukul
10.00 hingga pukul 11.00 pagi, di atas jam tersebut bapak SP mengaku sudah tidak mau berhubungan seks karena ada kemungkinan anak-anaknya sudah tiba di ladang. Menurut bapak
SP perilaku ngeseks di ladang ini sebenarnya merupakan kebiasaan masayarakat Karo pada zaman dulu. Menurut cerita dari orang tua yang pernah bapak SP dengar pada saat dulu para
pasutri selalu mekalukan hubungan seksual di ladang karena berkaitan dengan bentuk rumah yang ditinggalinya yakni rumah adat karu Siwalu Jabu. Peneliti pun memutuskan untuk mencari
tahu lebih detil hubungan antara peristiwa romantisme masa lalu ini yang berkaitan dengan rumah adat Karo tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3.3. Bilik Asmara Yang Tidak Terpakai