dengan dirinya. Hal itu tentu membuat dirinya menjadi enggan untuk memakai bilik asmara tersebut.
“ . . . di tempat kami mengungsi ini kan juga tinggal saudara-saudara kami yang dulunya satu kampung juga sama kami. Jadi kalau lah aku pigi ke bilik asmara itu
terus dilihat sama saudara-saudara ku, hilang lah uda harga diriku di mata saudaraku . . .”
Hal yang sama juga diucapakan oleh ibu Mega, dimana menurutnya kalau saja keluarganya tidak tinggal di tempat pengungsian yang sama dengan dirinya, mungkin ibu Mega
dan suaminya tidak perlu repot-repot untuk menyewa penginapan. Factor tetangga juga menjadi satu hal yang dipertimbangkan oleh ibu Mega, karena tetangganya di Kuta dulu juga ikut tinggal
di tempat pengungsian yang sama dengan dirinya. Sementara tetangga ibu Mega juga sudah menjadi seperti keluarga bagi dirinya, dan sangat menjunjung tinggi rasa saling menghargai.
“ . . . walaupun kami enggak terlalu memikirkan masalah seksual ini, tapi kalau kami enggak tinggal di tempat pengungsian sama saudara kami, mungkin aja
kami mau make bilik asmara itu. Tapi ini kan semua keluargaku ada di sini, jadi enggak mungkin aku berani pigi ke bilik asmara itu . . .”
Beberapa hal yang dikemukakan oleh bapak Darwis dan ibu Mega seharusnya bisa menjadi bahan kajian para pembuat kebijakan. Karena, ternyata apabila pengungsi tidak tinggal
dengan para saudara mereka, maka ada kemungkinan mereka akan mau menggunakan bilik asmara tersebut. Namun, bila hal tersebut pun dilakukan apakah tidak timbul masalah baru
nantinya ? karena tertentu para pengungsi akan lebih nyaman apabila tinggal bersama dengan keluarga dan sanak saudaranya.
3.5. Siwalu Jabu DanAktifitas Seks Penghuninya
Universitas Sumatera Utara
Rumah Adat Karo sangat terkenal akan keindahan seni arsitekturnya yang khas, gagah dan kokoh dihiasi dengan ornamen-ornamennya yang kaya akan nilai-nilai filosofis. Bentuk,
fungsi dan makna Rumah Adat Karo menggambarkan hubungan yang erat antara masyrakat Karo dengan sesamanya dan antara manusia dengan alam lingkungannya. Pemilihan bahan
untuk membangun Rumah Adat Karo serta proses pembangunannya yang tanpa menggunakan paku besi atau pengikat kawat, melainkan menggunakan pasak dan tali ijuk semakin menambah
keunikan Rumah Adat Karo. Keberadaan Rumah Adat Karo juga tak terlepas dari pembentukan Kuta kampung di
Tanah Karo yang berawal dari Barung, kemudian menjadi Talun, dan menjadi Kuta dan di dalam Kuta yang besar terdapat Kesain. Pada sebuah Barung biasanya hanya terdapat sebuah rumah
sederhana, ketika sebuah Barung berkembang dan sudah terdapat 3 rumah di dalamnya disebut dengan Talun dan bila telah terdapat lebih dari 5 Rumah Adat maka sudah bisa disebut sebagai
Kuta. Ketika Kuta sudah berkembang lebih pesat dan lebih besar maka Kuta dibagi atas beberapa Kesain halamanpekarangan, disesuaikan dengan merga-merga yang pertama manteki
mendirikan Kuta tersebut. Pembangunan Rumah Adat Karo tidak terlepas dari jiwa masyarakat Karo yang tak lepas
dari sifat kekeluargaan dan gotong-royong. Rumah Adat menggambarkan kebesaran suatu Kuta kampung, karena dalam pembangunan sebuah Rumah Adat membutuhkan tenaga yang besar
dan memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu pembangunan Rumah Adat dilakukan secara bertahap dan gotong royong yang tak lepas dari unsur kekeluargaan.
Kegiatan gotong-royong ini terutama digerakkan oleh Sangkep Sitelu sukut, kalimbubu dan anak beru yang dibantu oleh Anak Kuta masyarakat kampung setempat. Hal ini tidak
Universitas Sumatera Utara
terlepas dari sistem pemerintahan sebuah Kuta menggambarkan struktur sosial dan tatanan organisasi yang tinggi pada masyarakat Karo, yang terdiri dari pihak Simantek Kuta pendiri
kampung, Ginemgem masyarakat yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Simantek Kuta dan Rayat Derip penduduk biasa.
Pembangunan sebuah Rumah Adat pada jaman dahulu harus mengikuti ketentuan adat dan tradisi masyarakat Karo yang telah ada secara turun-temurun. Sebelum membangun Rumah
Adat diawali dengan ‘Runggu’ musyawarah dalam menentukan hari baik untuk memulai pembangunan, pada hari pembangunan diadakan sebuah upacara untuk meletakkan pondasi
rumah dan meminta petunjuk dan perlindungan dari para leluhur orang Karo agar pelaksanaan pembangunan berjalan dengan baik.
Demikian juga ketika Rumah Adat telah selesai dibangun, maka diadakan lagi upacara Mengket Rumah Mbaru memasuki rumah baru. Upacara ini juga diawali dengan Runggu, untuk
menentukan hari baik untuk mengketi mendiami rumah baru tersebut. Pada hari yang ditentukan diadakan upacara pengucapan syukur kepada leluhur, dan memohon agar rumah yang
telah selesai dibangun dapat bertahan lama dan para penghuninya hidup harmonis serta menjadi berkat dan dijauhkan dari bencana.
Rumah Adat Karo disebut juga Rumah Siwaluh Jabu karena pada umumnya dihuni oleh Waluh Jabu delapan keluarga, selain rumah siwaluh jabu ada juga rumah adat yang lebih besar
yaitu Sepuludua Jabu dua belas keluarga yang dulu terdapat di kampung Lingga, Sukanalu dan rumah adat yang terbesar adalah Rumah adat Sepuluenem Jabuenam belas keluarga yang
pernah ada di Kampung Juhar dan Kabanjahe, tetapi sekarang rumah adat Sepuludua Jabu dan Sepuluenem Jabu sudah tidak ada lagi.
Universitas Sumatera Utara
Setiap Jabu keluarga menempati posisi di Rumah Adat sesuai dengan struktur sosialnya dalam keluarga. Letak Rumah Adat Karo selalu disesuaikan dari arah Timur ke Barat yang
disebutDesa Nggeluh, di sebelah Timur disebut Bena Kayu pangkal kayu dan sebelah barat disebut Ujung Kayu. Sistem Jabu dalam Rumah Adat mencercerminkan kesatuan organisasi,
dimana terdapat pembagian tugas yang tegas dan teratur untuk mencapai keharmonisan bersama yang dipimpin Jabu Bena KayuJabu Raja.
Nama, Posisi dan Peran Jabu dalam Rumah Adat Karo Rumah Siwaluh Jabu : 1. Jabu Bena Kayu
Merupakan tempat bagi keluarga simanteki Kuta Bangsa Taneh keluarga yang pertama mendirikan Kuta. Jabu Bena Kayu juga disebut Jabu Raja, posisinya sebagai pimpinan seluruh
anggota Jabu dalam sebuah Rumah Adat, berperan sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab baik internal maupun eksternal untuk segala permasalahan dan pelaksanaan
adat menyangkut kepentingan rumah dan seisi penghuni rumah. 2. Jabu Ujung Kayu
Merupakan tempat bagi Anak Beru pihak perempuansaudari dari Jabu Bena Kayu. Jabu Ujung Kayu berperan untuk membantu Jabu Bena Kayu dalam menjaga keharmonisan
seisi rumah dan mewakili Jabu Bena Kayu dalam menyampaikan perkataan atau nasehat- nasehatnya kepada setiap penghuni rumah. Dengan kata lain Jabu ujung Kayu adalah pembantu
utama dari Jabu Bena Kayu baik di dalam urusan dalam rumah maupun di dalam lingkup adat. 3. Jabu Lepar Bena Kayu
Universitas Sumatera Utara
Merupakan tempat bagi pihak saudara dari Jabu Bena Kayu. Jabu Lepar Bena Kayu disebut juga Jabu Sungkun-SungkunBerita Tempat bertanya Kabarberita. Penghuni Jabu ini
masih termasuk golongan bangsa taneh.Jabu Lepar Bena Kayu berperan untuk mengawasi keadaan rumah dan keadaan Kuta kampung kemudian memberi kabar kepada Jabu Bena
Kayu. Jika ada permasalahan di dalam rumah atau di Kuta seperti terjadi pencurian atau akan terjadi perang, maka Jabu Lepar Bena Kayu harus menyelidikinya terlebih dahulu kemudian
mengabarkannya kepada Jabu Bena Kayu. 4. Jabu Lepar Ujung Kayu
Merupakan tempat bagi pihak Kalimbubu Pihak dari Klan ibu dari Jabu Bena Kayu. Penghuni Jabu ini sangat dihormati dan disegani karena kedudukannya sebagai Kalimbubu.
Kalimbubu dalam masyarakat karo merupakan derajat tertinggi dalam struktur adat. Jabu Lepar Ujung Kayu disebut juga sebagai Jabu Simangan Minem pihak yang makan dan minum. Jika
Jabu Bena Kayu mengadakan pesta adat maka Jabu Lepar Ujung Kayu akan menduduki posisi yang terhormat, dia tidak ikut bekerja hanya hadir untuk makan dan minum.
5. Jabu Sedapuren Bena Kayu Merupakan tempat bagi anak beru menteri dari Jabu Bena Kayu. Jabu Sedapuren
Bena Kayu juga disebut Jabu Peninggel-ninggel Pihak yang mendengarkan. Perannya adalah untuk mendengarkan segala pembicaraan di dalam suatu Runggu musyawarah para anggota
Rumah Adat. Selain sebagai pihak pendengar, Jabu Sedapuren Bena Kayu juga berperan sebagai saksi untuk berbagai kepentingan setiap anggota Rumah Adat, baik di lingkup rumah
maupun di lingkup Kuta. 6. Jabu Sedapuren Ujung Kayu
Universitas Sumatera Utara
Merupakan tempat anak atau saudara dari dari penghuni Jabu Bena Kayu. Jabu ini disebut juga sebagai Jabu Arinteneng yang memberi ketenangan. Posisinya diharapkan dapat
menjadi penengah setiap permasalahan, memberikan ketenangan dan ketentraman bagi seluruh Jabu di Rumah Adat. Jabu arinteneng sering juga ditempati oleh Penggual atau Penarune
pemain musik tradisional, yang terkadang menghibur seisi rumah dengan alunan musiknya yang menentramkan.
7. Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu Merupakan tempat bagi anak atau saudara penghuni Jabu Ujung Kayu. Jabu Sedapuren
Lepar Bena Kayu juga disebut Jabu Singkapuri Belo penyuguh sirih. Jabu Sedapuren Lepar Bena Kayu berperan dalam membantu Jabu Bena Kayu dalam menerima dan menjamu tamunya.
Jabu Singkapuri Belo secara umum berperan sebagai penerima tamu keluarga di dalam sebuah Rumah Adat dan bertugas menyuguhkan sirih bagi setiap tamu keluarga yang menghuni Rumah
Adat. 8. Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu
Merupakan kedudukan bagi Guru dukun tabib. Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu juga disebutJabu Bicara guru yang mampu mengobati. Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu
berperan sebagai penasehat spiritual bagi penghuni Jabu Bena Kayu, mengumpulkan ramuan- ramuan dari alam untuk pembuatan obat-obatan bagi seisi rumah, menilik hari baik dan buruk,
menyiapkan pagar tolak bala bagi seisi rumah, selain itu dia juga berperan dalam pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
upacara terhadap leluhur kiniteken pemena dan upacara-upacara yang menyangkut dengan kepercayaan pada masyarakat karo jaman dahulu. Jadi Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu atau
Jabu Bicara Guru berperan dalam hal pengobatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat Karo pada jaman dahulu.
Demikian nama, posisi dan peran masing-masing kedelapan Jabu dalam Rumah Adat Karo Siwaluh Jabu. Walau peran dan tugas masing-masing Jabu berbeda-beda dan telah dibagi
menurut kedudukannya tetapi keseluruhan Jabu dalam Rumah Adat merupakan suatu kesatuan yang utuh dan saling terikat dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sehingga tak
dapat dipungkiri bahwa masyarakat Karo adalah masyarakat sosial yang memiliki ikatan yang sangat erat satu dengan yang lainnya dan memiliki sifat kekeluargaan saling membantu dan
saling melengkapi gotong-royong yang tercermin dari Rumah Adat Siwaluh Jabu. Selain banyaknya makna simbolis yang terdapat di rumah Siwalu Jabu tersebut, ternyata
terdapat pula kisah menarik lainnya mengenai para penghuni Siwalu Jabu. Abdiman Ginting 50 tahun merupakan salah seorang yang dulu keluarganya pernah menempati rumah Siwalu Jabu.
Bapak Abdiman mengatakan bahwa dahulu masyarakat Karo yang menempati rumah Siwalu Jabu harus melakukan hubungan seksual di luar rumah. Hal ini terjadi karena kondisi yang tidak
memungkinkan karena rumah Siwalu Jabu memiliki bentuk dalam yang tidak bersekat. Sehingga apabila ada Jabu keluarga yang melakukan hubungan seksual sudah pasti akan diusir karena
sudah melakukan hal yang sangat memalukan, walaupun setatusnya suami isteri. Abdiman menjelaskan tidak mungkin ada anggota keluarga pada masa itu yang
melakukan hubungan seksual di dalam rumah. Maka para Jabu tersebut melakukan hubungan seksualnya di luar rumah dalam hal ini di ladang. Menyikapi maraknya fenomena pasutri yang
Universitas Sumatera Utara
saat ini melakukan hubungan seksual di ladang, menurut bapak Abdiman hal itu biasa-biasa saja. Sebab menurutnya catatan sejarah juga pernah menunjukan hal yang serupa, namun bedanya
pada saat ini Pasutri melakukan hubungan seksual karena setatusnya sedang berada di pengungsian. Menurut bapak Abdiman ngeseks di ladang juga bukan hanya dilakukan oleh
keluarga yang tinggal di Siwalu jabu ataupun pengungsi, tetapi juga dilakukan oleh pengantin baru yang belum Njayo masih tinggal bersama orang tua. Biasanya beberapa pengantin baru
yang masih harus tinggal seatap dengan orang tuanya juga akan melakukan hubungan seksual di ladang, karena takut bila melakukannya di rumah akan membuat rasa malu.
3.6. Pegangan Hidup Yang Disebut Cikapen Silima