4.2. Kesimpulan
Dari display data terlihat lamanya pasien yang dirawat di Rumah Sakit Setiabudi selama tujuh-sembilan hari. Tiga pasien yaitu ST, N dan S memilih
Rumah Sakit ini karena rekomendasi dari kerabat dan pelayanan rumah sakit, sedangkan satu pasien yang bernama Z memilih rumah sakit ini dengan alasan
rekomendasi dari dokter. Rasa cemas dan takut dirasakan oleh tiga pasien yaitu ST, Z dan N ketika pertama kali bertemu dengan perawat, berbeda dengan pasien
S yang merasa biasa saja karena sudah mengenal perawat tersebut sebelumnya. Topik yang dibicarakan keempat pasien dengan perawat sama yaitu mengenai
keluarga dan pekerjaan keduanya, mereka juga masing-masing lebih terbuka kepada salah satu perawat sedangkan kepada perawat lain hanya melakukan
komunikasi sekedarnya saja. Pasien ST, Z, N dan S juga mendapatkan dukungan serta motivasi yang tinggi dari semua perawat dan keempatnya merasa puas atas
pelayanan perawat di rumah sakit ini.
4.3. Pembahasan
Komunikasi antarpribadi pasien rawat inap dan perawat dimulai dari pertama bertemunya pasien dengan perawat. Seperti yang diungkapkan dan
didefenisikan oleh Roger Tan yang mengatakan sebuah komunikasi antarpribadi merupakan jenis komunikasi yang dilakukan dengan tatap muka. Hal
ini diungkapkan juga oleh Mulyana yang mengatakan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang
memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.
Dalam hal ini, antara pasien rawat inap dan perawat yang melakukan komunikasi dimulai dari pasien masuk ke rumah sakit sampai pasien dinyatakan
sembuh dan keluar rumah sakit. Setelah dilakukan penelitian, peneliti melihat bagaimana pasien mempunyai alasan tersendiri memilih Rumah Sakit Setiabudi
diantara banyaknya rumah sakit yang terdapat di Medan. Secara garis besar, para informan memilih Rumah Sakit Setiabudi dikarenakan saran dari saudarakerabat
yang pernah dirawat di rumah sakit ini dan memberitahukan bahwa rumah sakit ini memiliki pelayanan yang baik, seperti pada informan satu, tiga dan empat.
Sedangkan pada informan dua memilih rumah sakit ini dikarenakan saran dari
Universitas Sumatera Utara
dokter yang menanganinya. Keempat informan ini tidak memilih dirawat di rumah sakit yang dekat dengan rumah mereka dan tidak menjadikan alasan biaya
murah dalam memilih rumah sakit ini. Komunikasi antarpribadi perawat dan pasien yang disebut juga dengan
komunikasi terapeutik ini dimulai dari tahap pra interaksi, perkenalan, orientasi, tahap kerja dan terminasi Machfoedz, Mahmud : 2009. Tahap pra interaksi
bermula dari awalnya pasien masuk dan bertemu perawat, kemudian tahap perkenalan antara pasien dan perawat, tahap kerja dimana perawat berinteraksi
dengan pasien hingga tahap terminasi yaitu tahap dimana pasien keluar dari rumah sakit.
Informan satu mengungkapkan pada saat tahap pra interaksi yaitu saat ia bertemu pertama kali dengan perawat, ia bertemu dengan perawat yang
berpenampilan rapi dan ramah kemudian perawat tersebut menyebutkan nama, berbeda dengan informan dua, tiga dan empat yang bertemu dengan perawat yang
berpakaian rapi, mengucapkan salam dan menanyakan keluhan tetapi tidak memperkenalkan nama. Sedangkan informan M yang berprofesi sebagai perawat
mengatakan menyebutkan nama merupakan hal yang dilakukan pertama kali ketika ia bertemu dengan pasien.
Berdasarkan penelitian peneliti, para perawat dalam keadaan rapi ketika bertemu pertama kali dengan keempat informan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Abdul Nasir Komunikasi dalam Keperawatan, 2010:169 yang mengatakan perawat perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi pasien bahkan dalam hal
penampilan agar pasien merasa nyaman dan mengurangi kecemasan pasien. Informan satu menyebutkan merasa cemas dan takut saat pertama kali
bertemu dengan perawat, yaitu perawat M. Ia mencemaskan siapa perawat tersebut dan apa yang bakal dilakukan perawat tersebut, terlihat dari awalnya
informan ini hanya menjawab apa yang ditanyakan perawat. Begitu juga dengan informan dua yang bertemu dengan dua orang perawat dan informan tiga yang
juga bertemu dengan dua orang perawat saat pertama kali masuk ke ruang rawat inap rumah sakit. Sedangkan informan empat merasa biasa saja ketika bertemu
dengan perawat karena sebelumnya ia sudah mengenal perawat tersebut dan dikarenakan ia sudah ketiga kalinya dirawat di rumah sakit ini.
Universitas Sumatera Utara
Kecemasan saat pertama kali bertemu dikaitkan dengan teori pengurangan ketidakpastian oleh Charles Berger dan Richard Calabrese yang menjelaskan
bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian diantara orang asing yang terlibat dalam pembicaraan satu sama lain untuk pertama kali.
Berger dan Calabrese mengemukakan ada delapan aksioma dari teori ini. Aksioma pertama yang menyatakan ketika tingkat ketidakpastian tinggi pada fase awal dan
ketika jumlah komunikasi verbal meningkat, ketidakpastian dalam suatu hubungan akan menurun. Dalam hal ini informan satu, dua dan tiga mempunyai
ketidakpastian yang tinggi terhadap perawat yang pertama kali bertemu dengan mereka terlihat dari kecemasan yang mereka alami, sedangkan informan empat
tidak mengalami cemas ataupun takut, karena pernah bertemu dengan perawat itu sebelumnya.
Kecemasan dan rasa takut yang mereka alami semakin berkurang seiring dengan pertanyaan dan komunikasi yang dilakukan perawat, terlihat dari setelah
mengucapkan salam, perawat melakukan proses perkenalan dan menanyakan keluhan yang dirasakan pasien, informan satu yang bertemu dengan perawat M
awalnya merasa cemas dan takut tetapi ketika perawat M bertanya dengan ramah dan menanyakan keluhan yang dirasakan informan satu, ia pun menceritakan
bagaimana peristiwa kecelakaan yang menimpanya sehingga bisa dirawat di rumah sakit ini, perawat tersebut melihatnya dengan empati dan mendengarkan ia
berbicara sehingga informan satu merasa nyaman. Informan dua dan tiga juga mengalami kecemasan yang sama ketika
pertama kali bertemu dengan perawat, setelah perawat mengucapkan salam dan bertanya sedikit tentang riwayat kesehatan informan dua dan tiga, kecemasan
mereka seiring menurun dan mereka mengatakan semua yang dirasakan, keluhan penyakitnya, informan dua juga merasa nyaman karena pada saat itu perawat
dengan ramah mendengarkan ia berbicara sambil menunjukkan kontak mata yang bersahabat dan sesekali memegang pundaknya sehingga hatinya sedikit tenang,
begitu juga dengan informan tiga, yang awalnya merasa cemas dan takut, tetapi seiring perawat bertanya, melakukan perkenalan dan perawat terlihat melakukan
ekspresi bahasa tubuh yang bersahabat, informan merasa kecemasannya berkurang, ini dikaitkan dengan aksioma yang kedua yang mengatakan ketika
Universitas Sumatera Utara
ekspresi non verbal meningkat, tingkat ketidakpastian menurun dalam situasi interaksi awal dan penurunan tingkat ketidakpastian akan menyebabkan
peningkatan ekspresi non verbal. Aksioma ketiga yang menyatakan tingkat ketidakpastian tinggi
menyebabkan meningkatnya perilaku pencarian informasi. Ketika tingkat ketidakpastian menurun, perilaku pencarian informasi juga menurun. Aksioma ini
terbukti terjadi pada ketiga informan, informan satu, dua dan tiga bagaimana mereka mencari informasi satu sama lain ketika pertemuan pertama itu, dan
semakin mereka merasa pasti, pencarian informasi atau pertanyaan satu sama lain juga berkurang. Pada ketiga informan yaitu informan satu, dua dan tiga awalnya
memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi yang menyebabkan rendahnya tingkat keintiman dari komunikasi, tetapi semakin lama mereka berbicara dan tingkat
ketidakpastiannya rendah, tingkat keintiman mereka menjadi tinggi, ini terkait dengan aksioma keempat yaitu jika tingkat ketidakpastian tinggi dalam sebuah
hubungan menyebabkan penurunan tingkat keintiman dari isi komunikasi, dan jika tingkat ketidakpastian rendah menghasilkan tingkat keintiman tinggi.
Sedangkan untuk informan empat karena ia sudah lebih dulu mengenal perawat tersebut, ia memiliki ketidakpastian yang rendah sehingga memiliki tingkat
keintiman yang tinggi terhadap perawat tersebut. Aksioma kelima dari Berger dan Calabrese menyatakan ketidakpastian
yang tinggi menghasikan tingkat resiprositas yang tinggi, tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat resiprositas yang rendah, terjadi pada informan
satu, dua dan tiga bagaimana di awal ketidakpastian yang tinggi, mereka hanya menceritakan apa yang ditanyakan perawat, tidak cenderung meniru perilaku
masing-masing, karena disini perawat terus menanyakan dan mencoba membuka komunikasi. Setelah peneliti amati, kemiripan diantara orang akan mengurangi
ketidakpastian, sementara ketidakmiripan akan meningkatkan ketidakpastian ini terbukti bagaimana keempat informan membuka diri dan lebih terbuka kepada
orang yang dianggap memiliki kemiripan dengan dirinya yang terlihat setelah informan beberapa hari di rumah sakit sesuai dengan aksioma keenam Berger dan
Calabrese, sedangkan pada awal perjumpaan kemiripan itu belum terlihat antara informan dengan perawat dan tidak berpengaruh.
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan komunikasi yang dirasakan informan kepada perawat di awal perjumpaan menurut peneliti cukup puas, karena pengurangan ketidakpastian
pasien disini terlihat, bagaimana pasien tidak bertambah cemas semakin lama berbicara dengan perawat, dan semakin berkurang ketidakpastian informan
kepada perawat, mereka akan lebih menyukai lawan bicara dan merasa puas akan komunikasi tersebut. Terlihat tidak ada satupun informan, baik informan satu, dua,
tiga dan empat yang mengeluh atas komunikasi yang dilakukan perawat terhadap mereka terutama di awal perjumpaan, bagaimana perawat dan informan
menunjukkan hubungan yang baik di awal perjumpaan mereka, ini terkait dengan aksioma ketujuh yaitu bagaimana penurunan dalam ketidakpastian akan
meningkatkan kesukaan dan hubungan ini berkaitan dengan kepuasan dalam berkomunikasi.
Sedangkan aksioma terakhir yang berhubungan dengan hubungan yang sudah melampaui tahap awal, yaitu bagaimana pengurangan ketidakpastian akan
berkurang ketika memiliki hubungan interaksi dalam jaringan sosial, ini tidak bisa terlihat dari semua informan, dikarenakan informan dengan perawat bukan
merupakan teman dari mitra sosial mereka atau punya ikatan anggota keluarga satu sama lain.
Setelah melewati tahap orientasi, dimana tahap itu adalah tahap ketika pasien menceritakan keluhannya dan apa yang dirasakan kepada perawat, tahap
komunikasi yang terjadi adalah tahap kerja, di tahap inilah komunikasi antarpribadi pasien dan perawat paling banyak terjadi. Keempat informan mulai
sedikit demi sedikit membuka diri kepada perawat sejak masuk ke rumah sakit ini hal ini membuktikan bahwa seseorang akan mengungkapkan diri karena lawan
bicaranya juga mengungkapkan diri. Disini dapat dilihat tahapan penetrasi sosial yang terjadi pada pengungkapan diri yang dilakukan pasien terjadi dimulai dari
tahap orientasi, pertukaran penjajakan afektif sampai pertukaran afektif dimana hubungan ditandai dengan kenyamanan kepada kedua belah pihak.
Rumah sakit ini memiliki jumlah perawat yang sedikit, ini memungkinkan setiap pasien memiliki intensitas untuk bertemu dengan perawat yang sama.
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit ini, informan satu mengaku mengenal empat perawat yaitu M,R,T dan D tetapi ia lebih sering berbicara
Universitas Sumatera Utara
dengan D yang ternyata satu kampung dengan informan, diketahui setelah informan sering berbicara dengan D. informan dua mengenal tiga perawat yaitu A,
L dan B tetapi ia lebih sering berbicara dengan A dan L. Informan dua lebih menyukai jika A yang melayaninya karena menurutnya A merupakan sosok yang
lembut dan ramah. Informan tiga lebih banyak mengenal perawat, beberapa perawat seperti M,D,T,A,R,H dan L. Informan tiga mengungkapkan ia lebih
sering berbicara dengan R dan H. Dari pembicaraan itulah ia mengetahui bahwa R berdekatan rumah dengannya dan ternyata ibunya H mempunyai sakit yang sama
seperti dirinya. Sedangkan informan empat mengenal beberapa perawat seperti B,H,I,T dan A, informan empat lebih sering berbicara dengan perawat B bahkan
sampai ia sudah keluar rumah sakit pada saat ia dirawat sebelumnya. Topik pembicaraan yang dilakukan informan tidak hanya masalah
kesehatan saja, dan sering diluar masalah kesehatan. Hal ini dapat dilihat pada Informan satu ketika berbicara dengan perawat D mengenai keluarga perawat,
pekerjaannya dan perawat juga mempertanyakan hal yang sama kepada dirinya, Pada Informan dua ketika berbicara dengan perawat terutama perawat A, topik
yang dibicarakan mengenai keluarga perawat A, pekerjaan suami A sampai anak A, sedangkan dengan perawat lain, ia hanya bertanya sekedar saja walaupun juga
terkadang diluar masalah kesehatan. Perawat A juga menanyakan hal yang sama. Informan tiga yang lebih sering berbicara dengan R dan H sering berbicara
dengan topik diluar masalah kesehatan, seperti informan menanyakan keluarga perawat R , pekerjaan R bahkan sampai membicarakan rumah makan yang berada
di sekitar tempat tinggal mereka, begitu juga dengan perawat H juga seperti itu, dengan perawat lain informan tiga juga berbicara sampai diluar masalah
kesehatan, tetapi tidak seperti dengan perawat R dan H. Sedangkan informan empat yang lebih sering berbicara dengan perawat B juga berbicara diluar masalah
kesehatan seperti tempat tinggal perawat B, dan keluarga B, begitu juga dengan perawat B sering menanyakan tentang apa saja yang berhubungan dengan diri
informan, tidak begitu dengan perawat lain, informan 4 hanya sekedar menjawab pertanyaan dari perawat yang kebetulan sedang mengganti infus atau
menyuntikkan obat.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Devito ada banyak faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri seseorang. Keempat informan merasa terbuka kepada orang yang disukainya,
yang bersifat mendukung dan positif.Tidak mengherankan mengapa pada informan dua tidak mau mengungkapkan dirinya kepada perawat yang tidak
ramah dan terkesan kurang bersahabat, ia pun tidak mau melanjutkan percakapan lagi dengan perawat tersebut, sehingga keterbukaan dengan perawat tersebut tidak
terjadi. Setelah peneliti amati, ketika pasien merasa perawat tidak bersikap baik dan kurang ramah maka pasien tidak akan mengungkapkan dirinya lebih dalam
kepada perawat tersebut. Terkait dengan hubungan komunikasi antarpribadi menurut Devito, dalam
hal ini pasien memiliki rasa terbuka terhadap perawat, terlihat dari topik yang mereka bicarakan, begitu juga dengan perawat yang peneliti wawancarai, menurut
informan M, perawat sebisa mungkin untuk selalu terbuka dengan pasien dimulai dari masuknya pasien ke rumah sakit, tahap perkenalan sampai terminasi, agar
terciptanya hubungan yang baik antar keduanya. Menurut Jourard, membuka diri memiliki arti berbicara tentang diri sendiri kepada orang lain sehingga orang lain
mengetahui apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan oleh diri. Hal ini yang diungkapkan oleh keempat informan kepada perawat, semua informan masing-
masing mempunyai cara untuk memberitahukan apa yang mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan, dan inginkan. Begitu juga dengan keempat informan
masing-masing memberitahukan kepada perawat dan mengungkapkan dirinya dan yang dirasakannya kepada masing-masing perawat di Rumah Sakit Setiabudi.
Berdasarkan pendapat Jourard pengungkapan diri memiliki tiga dimensi yaitu keluasan breadth, kedalaman depth dan target atau sasaran pengungkapan
diri target person. Dimensi keluasan mengacu kepada sikap dan pendapat, rasa dan minat, pekerjaan atau kuliah, uang, kepribadian dan tubuh. Keluasan
breadth pada diri informan satu, dua, tiga dan empat mengacu pada banyak topik. Topik yang dibicarakan semua informan mengacu kepada topik tentang
keluarga, pekerjaan, keadaanperasaan yang dialami, dan para informan masing- masing tidak menceritakan hal yang tabu untuk dibicarakan.
Burhan Bungin juga mengungkapkan self disclosure merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
Pengungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang sebagai jalan keluar atas tekanan-tekanan yang terjadi pada dirinya. Ini terjadi pada diri pasien dimana
mereka mengungkapkan perasaan mereka kepada perawat agar merasa nyaman atas kondisi mereka.
Hubungan antar pribadi yang kedua menurut Devito ialah empati, keempat pasien merasa mendapatkan empati dari perawat yang artinya perawat
memberikan rasa empati hingga pasien merasakan kenyamanan dengan perawat, bagaimana informan satu yang merasakan bagaimana perawat selalu
mendengarkan ia berbicara ketika ia menceritakan keluhannya dimulai dari ia masuk ke rumah sakit, perawat menanyakan bagaimana keluhannya hingga
membuatnya nyaman dalam bercerita begitu juga dengan informan dua, tiga dan empat semua perawat dirasakan mereka penuh dengan kesabaran dalam
menghadapi dan mendengarkan segala keluhan ataupun hal apa saja yang membuat para informan merasa nyaman. Informan lima atau perawat M juga
menuturkan untuk dalam hal apapun mereka harus siap mendengarkan segala keluh kesah pasien.
Sedangkan hubungan antarpribadi menurut devito yang ketiga ialah dukungan, dukungan yang diterima pasien dan yang diberikan perawat disini
terlihat pada semua informan, pada informan satu bagaimana perawat selalu memberikannya dukungan apalagi sebelum dia melakukan operasi pemasangan
pen, perawat jaga pada saat itu sangat memberikannya semangat, begitu juga dengan informan dua yang menerima dukungan dari perawat seperti terlihat dari
bagaimana perawat juga memberikan kata kata berupa semangat agar informan kuat sebelum dia melakukan operasi hingga berkurang rasa takutnya sampai
sesudah operasi dilakukan, perawat juga selalu menyarankan untuk makan dan makan obat yang teratur. Informan tiga juga merasa mendapatkan semangat dan
dukungan seperti kata-kata penyemangat sebelum dia melakukan operasi, bahkan perawat jaga saat itu yang bernama T berkata bahwa banyak pasien yang
melakukan operasi seperti informan N dan berjalan baik. Begitu juga dengan informan empat yang sering dan setiap kali menerima dukungan dari semua
perawat yang memberikannya kata-kata motivasi agar kuat dan untuk sering latihan seperti yang diajarkan perawat terhadapnya.
Universitas Sumatera Utara
Rasa positif merupakan hubungan komunikasi antarpribadi yang keempat menurut devito. Pasien yang awalnya cemas ketika pertama kali bertemu dengan
perawat seiring berkurang kecemasannya dengan komunikasi yang dilakukan perawat terhadapnya. Rasa positif pasien terhadap perawat terlihat dari
kepercayaan pasien dalam menerima semua perlakuan dan komunikasi yang dilakukan perawat terhadapnya. Seperti pada informan satu yang selalu
menceritakan keluhannya kepada perawat dan percaya dengan apapun yang dikatakan dan dilakukan perawat, begitu juga dengan informan dua yang mengaku
tidak pernah melawan atau melanggar nasihat perawat apalagi sampai berdebat karena ia percaya apapun yang dilakukan perawat adalah untuk kebaikannya.
Informan tiga juga memliki rasa positif terhadap perawat dan percaya terhadap komunikasi dan perlakuan perawat dan tidak ada sama sekali berprasangka buruk
begitu juga dengan informan empat. Informan lima atau M yang merupakan informan perawat juga selalu menjelaskan apa saja yang diberikannya kepada
pasien dalam hal memberikan obat atau suntikan serta kegunaannya agar pasien mengerti dan percaya kepada apapun yang dilakukan perawat terhadapnya. Dalam
hal ini rasa positif yang tercipta diantara keduanya sangat baik. Menurut Devito, hubungan komunikasi antarpribadi yang kelima ialah
kesamaan. Setelah peneliti amati, semua informan lebih terbuka dan berkomunikasi mengenai apa saja kepada perawat yang mempunyai kesamaan
terhadap mereka. Seperti informan 1 yang lebih sering berkomunikasi dengan perawat D yang ternyata satu kampung halaman dengannya. Begitu juga dengan
informan dua yang memiliki jarak umur yang tidak jauh dengan perawat A sehingga informan merasa pembicaraannya selalu nyambung. Informan tiga yang
lebih sering berkomunikasi dengan perawat R dan H, R yang tempat tinggalnya berdekatan dengan dirinya dan ibunya H mempunyai sakit yang sama seperti
informan tiga. Informan empat juga seperti informan dua, yang memiliki umur yang sebaya dengan perawat B sampai waktu dulu ia keluar rumah sakit.
Dimensi kedalaman pengungkapan diri yang dilakukan masing-masing informan kepada perawat tergantung kepada siapa ia orang yang ia ajak
berinteraksi, ketika seorang perawat yang ia ajak berkomunikasi memiliki kesamaan terhadapnya, maka pasien tersebut mengungkapkan diri semakin dalam.
Universitas Sumatera Utara
Jika dikaitkan dengan pengungkapan diri johari window yang merupakan empat
kaca jendela yang diperkenalkan Joseph Luft, bagaimana komunikasi yang dilakukan pasien dengan perawat di rumah sakit setiabudi ini setiap informannya
terjalin hubungan saling percaya yang merupakan wilayah terbuka Open Area yang jika wilayah ini semakin melebar maka komunikasi antara mereka akan
semakin efektif. Lain pada kasus dimana perawat bertindak ketus dan kasar yang tidak menyadari bahwa perbuatannya merugikan pasien, seperti yang dialami
informan dua. Wilayah buta Blind Self akan melebar sehingga komunikasi tidak terjalin dengan efektif. Pasien juga terkadang merahasiakan dan menyimpan
masalahnya sendiri sehingga membuat perawat mengalami kesulitan dalam hal ini ketika wilayah tersembunyi yang melebar Hidden Area komunikasi juga tidak
akan berjalan dengan baik. Setelah pasien dinyatakan sembuh dan keluar rumah sakit tahap ini disebut
tahap terminasi. Pada tahap ini terjadi pengrusakan hubungan, dimana terjadi penurunan hubungan dan ikatan antara kedua pihak melemah. Keempat informan
masih mendapatkan dukungan berupa motivasi dan kata-kata penyemangat sampai informan mau meninggalkan rumah sakit. Perawat Rumah Sakit Setiabudi
terlihat masih memberikan mereka semangat dan dukungan sampai pasien mau keluar dari rumah sakit, telihat dari informan satu yang diantar oleh perawat T
sampai pintu keluar saat meninggalkan rumah sakit, dan perawat tersebut memberikannya semangat dengan berkata cepat sembuh dan cepat pulih bekas
operasinya, begitu juga dengan informan dua yang ketika tahap terminasi diantar oleh dua orang perawat L dan B yang tetap memberikannya semangat dan
berharap keadaanya cepat pulih. Informan tiga yang diantar oleh perawat M dan L sampai pintu keluar juga merasakan hal yang sama, perawat tersebut masih
memberikannya semangat serta perhatian, Informan empat yang sudah ketiga kalinya dirawat di rumah sakit ini juga diantar hingga pintu keluar rumah sakit
dengan perawat A, perawat tersebut mengingatkan S untuk selalu latihan setelah satu bulan pasca operasi seperti yang diajarkan terapisnya. Sejalan dengan
perkataan informan perawat yang bernama M yang menjelaskan motivasi dan nasehat agar selalu diberikan sampai pasien sembuh dan meninggalkan rumah
sakit. Pada tahap ini perawat mengantarkan pasien sampai ke pintu keluar dan
Universitas Sumatera Utara
memberikan kata-kata penyemangat serta pesan untuk kebaikan pasien. Sebagaimana hubungan komunikasi antarpribadi yang diungkapkan oleh
De Vito yang terjalin pada informan satu, dua dan tiga hanya terjadi sampai pada pengrusakan yakni ketika pasien keluar dari rumah sakit, bukan tahap pemutusan,
karena tidak adanya konflik diantara mereka dan setiap informan merasa puas akan hubungan yang terjalin dengan semua perawat dan terdapat kemungkinan
untuk menjalin komunikasi lagi jika ingin berobat ke rumah sakit ini, tidak begitu dengan informan empat yang hubungan komunikasinya dengan salah satu perawat
yang kembali lagi ke tahap keakraban, karena ia menjalin komunikasi dengan baik bahkan ketika sudah keluar rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil temuan yang telah disajikan dalam bab IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik pasien yang melakukan pengobatan di Rumah Sakit
Setiabudi berbeda-beda baik dari segi suku, pendidikan, pekerjaan. Suku dari keempat pasien yaitu, dua orang bersuku batak, satu orang bersuku
minang dan satu orang bersuku jawa. Dalam hal pekerjaan, dua dari empat orang pasien sebagai ibu rumah tangga dan dua lagi sebagai karyawan.
Satu dari empat informan pasien mengaku lebih mengenal perawat karena sering melakukan pengobatan di Rumah Sakit Setiabudi. Peneliti menarik
kesimpulan semakin lama pasien melakukan perawatan semakin ia mengenal dan merasa terbuka dengan perawat
2. Tiga pasien yaitu ST, N dan S memilih melakukan pengobatan di Rumah
Sakit Setiabudi Medan karena saran dari kerabat, sedangkan satu pasien yaitu Z dirawat di rumah sakit ini karena saran dari dokter, yang
membuktikan bahwa keempat pasien tidak memilih rumah sakit yang berdekatan dengan tempat tinggalnya.
3. Pasien mengalami rasa cemas ketika bertemu pertama kali dengan perawat
kecuali pasien yang bernama S yang sudah beberapa kali masuk rumah sakit ini tetapi kecemasan tersebut semakin berkurang dengan semakin
banyaknya komunikasi yang dilakukan perawat. 4.
Hubungan Komunikasi antarpribadi pasien dan perawat sudah cukup baik terjalin di Rumah Sakit Setiabudi terlihat dari pernyataan pasien yang
merasa puas akan komunikasi dan pelayanan dari perawat. 5.
Kemiripan atau kesamaan pasien dengan perawat tertentu membuat pasien lebih terbuka kepada perawat dengan topik pembicaraan yang bukan hanya
masalah kesehatan saja.
Universitas Sumatera Utara