Konflik Budaya Komunikasi Antarbudaya

commit to user 28 belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi Effendi, 1993:49. Berdasarkan pengertian diatas, sikap prasangka telah membuat seseorang memasang tembok pembatas terhadap orang lain dalam pergaulan dan justru membuat orang tersebut cenderung menjadi emosional ketika prasangka terancam oleh hal-hal yang bersifat kontradiktif.

1.2.2. Konflik Budaya

Budaya lebih dari sekedar bahasa, pakaian, dan jenis makanan. Budaya dapat terbagi dalam kelompok ras, etnis, atau kebangsaan, tetapi budaya juga dapat muncul dari adanya perpecahan generasi, kelas sosial ekonomi, orientasi seksual, kemampuan dan kecacatan, afliasi politik dan agama, bahasa dan gender. Dua hal yang perlu diperhatikan mengenai kebudayaan, yakni mereka selalu berubah, dan mereka berkaitan dengan dimensi simbolis kehidupan. Dimensi simbolik adalah tempat dimana kita selalu membuat makna dan memberlakukan identitas kita LeBaron:2003. Budaya dan konflik memang tidak terlepas dari hubungan yang erat. Namun, hal ini tidak berati bahwa perbedaan budaya pasti menghasilkan konflik. Konflik adalah bagian normal dari interaksi manusia dan tidak harus diselesaikan dengan perang. Hal ini dapat terwujud pada berbagai tingkatan, termasuk dimensi perilaku, commit to user 29 emosional atau perspektif. Konflik dapat mencakup segregasi pemisahanpengasingan, diskriminasi, dan pengucilan. Berikut anggapan-anggapan dasar mengenai pandangan pendekatan konflik, yakni Nasikun, 2001:16: 1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir, atau dengan perkataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat. 2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya, atau dengan perkataan lain, konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat. 3. Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial. Budaya tertanam dalam setiap konflik dikarenakan konflik kerap kali muncul dalam hubungan antar manusia. Konflik yang terjadi seringkali beragam tetapi prosesnya hampir sama, antara lain Abubakar, 2003:41-42: 1. Ada gejala membangun superiority untuk menundukkan pihak lain lebih baik pada sisi sosial budaya, maupun dari sisi ekonomi. 2. Kekurangmampuan aparat Pemerintah menjabarkan semangat reformasi yang sedang muncul dan berkembang sehingga dalam menginformasikan perubahan yang terjadi keberpihakan opini yang menimbulkan sikap berseberangan antar pihak-pihak yang merasa terlindungi dengan adanya pihak yang merasa tertekan. commit to user 30 3. Adanya gejala-gejala moral dan etik, HAM dan harkat martabat adathukum tidak secara nyata ditegakkan. 4. Rasa termarginalkan kelompok minoritaslokal sehingga berlindung pada atribut etnis agama. Konflik budaya antar negara yang berlarut dapat merambat ke konflik lainnya jika tidak ditangani dengan baik, mengingat bahwa ketakutan tiap negara akan mengakibatkan perpecahan yang lebih besar apabila konflik tersebut sudah mempengaruhimelecehkan politik, hukum dan etika dari suatu negara Riles:2008. Dalam masalah penyelesaian konflik, toleransi dan kesabaran merupakan faktor kuncinya. Belajar mengenai keanekaragaman budaya yakni melalui pendidikan multikultural, dapat membukakan diri terhadap adanya kemungkinan perbedaan tersebut sehingga kita dapat bergerak maju agar mendapatkan pemahaman yang benar dan apresiasi terhadap bagaimana budaya yang unik. Dengan demikian, kita dapat membangun rasa hormat dan toleransi dalam menghadapi perbedaan budaya Kumbara, 2009:534.

1.2.3. Penerapan Komunikasi Antarbudaya dalam Penelitian