KONFLIK BUDAYA DALAM SURAT KABAR

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KONFLIK BUDAYA DALAM SURAT KABAR

(Studi Analisis Isi Perbandingan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Dalam Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Periode Agustus – Desember 2009)

Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Dalam Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Oleh:

Ronny Mallo Tju

D1208613

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Hari : Selasa

Tanggal : 14 Desember 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D

NIP. 197102171998021001 NIP. 198104292005012002


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari : Senin

Tanggal : 10 Januari 2011

Panitia Penguji :

Ketua : Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D. ( )

NIP. 19540805 198503 1 002

Sekretaris : Mahfud Anshori, S.Sos. ( )

NIP. 19790908 200312 1 001

Penguji I : Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D ( )

NIP. 197102171998021001

Penguji II : Nora Nailul A., S.Sos, M.LMEd, Hons. ( )

NIP. 198104292005012002

Mengetahui,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan

Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 195301281981031001


(4)

commit to user MOTTO

Yang terpenting di dalam menjalankan hati kepercayaan adalah hati kepercayaan yang kuat, ada kesungguhan hati di dalam doa dan memiliki

jiwa yang dapat mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin…

(Bimbingan Yang Arya Jitoku Kawabe)

Yang dikatakan ‘budi’ adalah tinggi, meskipun langit itu tinggi namun tingginya tidaklah setinggi ‘budi’. Dan ‘budi’ adalah tebal. Tanah memang

tebal tetapi tidaklah setebal ‘budi’.


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Penulisan Karya Ilmiah ini saya persembahkan dan dedikasikan untuk:

My Beloved Mother

- Wiliana

dan

Alm. Ayah saya Leo Ohari.

Dan juga untuk

kakak

2

saya, Roby dan Riny

.


(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan untuk memporoleh gelar sarjana ilmu komunikasi.

Penyusunan skripsi dengan judul “Konflik Budaya dalam Surat Kabar” (Studi Analisis Isi Perbandingan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Dalam Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode Agustus – Desember 2009), diawali dengan ketertarikan penulis terhadap hubungan pasang-surut antara Indonesia dan Malaysia dalam berbagai hal sehingga menyebabkan terjadinya konflik. Seperti yang diketahui, konflik antara Indonesia dan Malaysia ada beragam, namun yang menjadi pengamatan peneliti adalah isu konflik budaya yang seiring waktu terus terjadi.

Penulisan berita terkait isu konflik budaya kedua negara sempat menjadi

hot topic dalam berbagai macam pemberitaan dalam surat kabar beberapa tahun lalu, namun pada tahun 2009 isu ini kembali mencuat dan menjadi perhatian baik dari pemerintah maupun penduduk kedua negara tersebut. Sehingga mengundang banyak pemberitaan dari surat kabar kedua negara, baik itu memberitakan secara positif, negatif maupun netral. Pada penelitian ini peneliti ingin melihat perbedaan-perbedaan berita terkait konflik budaya pada dua surat kabar yang memiliki perbedaan mencolok terkait asal dan peredarannya, yakni Utusan Malaysia yang berasal dari Malaysia, dan Media Indonesia yang berasal dari Indonesia.


(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

Dalam skripsi ini, peniliti memaparkan semua informasi yang dilengkapi dengan data-data akurat yang berisi mulai dari perumusan masalah hingga hasil perhitungan penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan berita terkait konflik budaya pada kedua surat kabar yang diteliti.

Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan tidak terlepas dari kesalahan penulisan di dalam skripsi ini. Untuk itu peneliti berharap, para peneliti dimasa yang akan datang dapat menyempurnakannya demi kemajuan bidang ilmu sosial.

Diakhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan masyarakat luas. Terima kasih.

Surakarta, Desember 2010


(8)

commit to user

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini tidak akan mudah diselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph. D dan Nora Nailul A., S.Sos, M.LMEd, Hons.

selaku pembimbing skripsi; yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, saran, kritik dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Dan mohon maaf atas kesalahan-kesalahan penulis.

2. Prof. Drs. H. Pawito, Ph. D. dan Mahfud Anshori, S.Sos. selaku penguji

skripsi; atas masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Nora Nailul A., S.Sos, M.LMEd, Hons. selaku Pembimbing Akademik,

yang telah memberikan arahan dan waktunya selama menempuh pendidikan di Ilmu Komunikasi FISIP UNS.

4. Segenap staf dosen FISIP UNS Surakarta atas segala ilmu yang telah

diajarkan selama ini.

5. Rekan-rekan S1 Ilmu Komunikasi Swadana Transfer 2008. Umi Era, Titi,

Pupud, Wawa, Arwan, Abung, Diki, Gunawan, Iswan, Ezi, Latief, Matius, Icha, Achi, Iva, Citra, Ade dan Fera, Alit, Desti, Mawar, dan semuanya.. Terima Kasih untuk kebersamaan, keceriaan, dan bantuannya. Sukses

selalu buat kalian, keep contact!

6. Keluarga besar di Sulawesi Selatan, Aji’-Monita, Untuk Om Toni


(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

7. Teman-Teman kos putra Stannum, dan keluarga Ibu Sri, Destina atas

bantuan-bantuannya, Andi Yan, Indra, Ko Andre, Mba Yani, Mba Chandra, Mba Novi, Mba Retno, Mbah Jo, Taufik, Anugerah dan semuanya.. Sukses selalu buat kalian..

8. Teman-Teman Yogya dan teman online, Jimmy Anthony Sarapung –

Terima Kasih atas kesabaran dan supportnya yang sangat berharga buat

penulis, Nina atas supportnya, Indra ‘aandaku’, Pram2, Kancalini, Qinan,

Om Wahnce, Holy, Stef, Mba Nuke, Jeje, Once, Titis, Dee, Tante, Maia, Yoke, Tere, Jembet, dan semuanya.. Sukses selalu buat kalian.


(10)

commit to user DAFTAR ISI

JUDUL……….. i

PERSETUJUAN……….. ii

PENGESAHAN………... iii

MOTTO……….... iv

PERSEMBAHAN……… v

KATA PENGANTAR………. vi

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR TABEL……….... xvi

DAFTAR GAMBAR………... xx

ABSTRAK……….... xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. B. Perumusan Masalah………. C. Tujuan Penelitian……….……… D. Manfaat Penelitian………... E. Kerangka Pemikiran dan Telaah Pustaka……….... 1. Definisi Komunikasi………...………... 11

1.1. Komunikasi Massa……….……….……….. 12

1.1.1 Surat Kabar………. 14

1.1.2. Berita……….. 17 1 9 10 10 11


(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

1.2. Komunikasi Antarbudaya….……….………... 22

1.2.1. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Antarbudaya……….………... 26

1.2.2. Konflik Budaya………...….……….……... 28

1.2.3. Penerapan Komunikasi Antarbudaya dalam Penelitian... 30

2. Analisis Isi sebagai Teknis Analisis……….……… 31

3. Penelitian Terdahulu……….…………... 34

3. Kerangka Pemikiran……….…………... 37

F. Hipotesis……….……….. G. Definisi Konsepional dan Operasional……….…………... 1. Definisi Konsepsional……….………. 39

2. Definisi Operasional……….……….... 42

H. Kategorisasi……….. 1. Pokok Permasalahan Berita………..…... 46

2. Arah Pemberitaan….……….... 46

3. Sumber Berita…….……….………... 47

4. Faktualitas Berita.………. 48

5. Bentuk Penulisan Berita……… 49

I. Metodologi Penelitian………... 1. Jenis Penelitian……….. 50

2. Teknik Penelitian……….. 50

3. Obyek Penelitian………... 52

4. Populasi dan Sampel………... 52 39 39

45


(12)

commit to user

5. Teknik Pengumpulan Data……….………….. 53

6. Teknik Pengukuran………..………. 53

7. Teknik Analisis Data……… 54

8. Reliabilitas……… 55

BAB II DESKRIPSI PENELITIAN A. Utusan Group……… 56

1. Sejarah dan Perkembangan………... 56

2. Visi, Misi dan Objektif Perusahaan………. 58

3. Tata Kerja Perusahaan………. 60

3.1. Struktur Organisasi…….………...……….…………. 60

3.2. Editorial Utusan Malaysia……….……….……….. 62

4. Kebijakan Redaksional………... 63

5. Layanan Usaha Perusahaan……….. 64

6. Produk Usaha………... 69

7. Profil Pembaca……….……… 74

B. Media Indonesia………... 75

1. Sejarah dan Perkembangan……….. 75

2. Visi, Misi dan Objektif Perusahaan………... 77

3. Struktur Organisasi……….. 79

4. Kebijakan Redaksional………... 81

4.1. Pola Penyajian………...………….………... 82


(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

3.1. Penyajian Data Isi Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia –

Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia……….……….. 91 3.1.1. Sajian Data Kategori Pokok Permasalahan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

Utusan Malaysia……… 92 3.1.2. Sajian Data Kategori Arah Pemberitaan Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia……… 95 3.1.3. Sajian Data Kategori Sumber Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia………... 98 3.1.4. Sajian Data Kategori Faktualitas Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia………... 102 3.1.5. Sajian Data Kategori Bentuk Penulisan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

Utusan Malaysia………... 103 3.2. Penyajian Data Isi Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia -

Malaysia Pada Surat Kabar Media Indonesia………... 106 3.2.1. Sajian Data Kategori Pokok Permasalahan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar


(14)

commit to user

3.2.2. Sajian Data Kategori Arah Pemberitaan Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media

Indonesia………... 109 3.2.3. Sajian Data Kategori Sumber Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media

Indonesia………. 112 3.2.4. Sajian Data Kategori Faktualitas Berita Tentang Konflik

Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media

Indonesia………. 116 3.2.5. Sajian Data Kategori Bentuk Penulisan Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar

Media Indonesia……….………. 118 3.3. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Isi Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Edisi Agustus –

Desember 2009………... 120 3.3.1. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Pokok

Permasalahan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Edisi Agustus – Desember 2009……… 122 3.3.2. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Arah

Pemberitaan Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media


(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

Indonesia Edisi Agustus – Desember 2009……… 125 3.3.3. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Sumber

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

Edisi Agustus – Desember 2009………. 128 3.3.4. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Faktualitas

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

Edisi Agustus – Desember 2009………. 130 3.3.5. Analisis Data dan Pembahasan Statistik Kategori Bentuk

Penulisan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Edisi Agustus – Desember 2009………. 133

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………... 136

B. Saran………. 144

DAFTAR PUSTAKA


(16)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Sampel Pemberitaan Terkait Konflik Budaya

Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan

Malaysia dan Media Indonesia... 52

Tabel 2.1 Direksi Utusan Group... 61

Tabel 2.2 Direksi Anak Perusahaan Utusan Group... 62

Tabel 2.3 Editor Utusan Malaysia... 62

Tabel 2.4 Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin... 85

Tabel 2.5 Persentase Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 85

Tabel 2.6 Persentase Berdasarkan Tingkat Usia... 85

Tabel 2.7 Persentase Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 86

Tabel 2.8 Persentase Berdasarkan Tingkat Pengeluaran... 86

Tabel 3.1 Hasil Uji Reliabilitas pada Surat Kabar Utusan Malaysia... 89

Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas pada Surat Kabar Media Indonesia... 89

Tabel 3.3 Distribusi Frekuensi Data Kategori Pokok Permasalahan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus – Desember 2009... 92


(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

Tabel 3.4 Distribusi Frekuensi Data Kategori Arah Pemberitaan

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 96

Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Data Kategori Sumber Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 99

Tabel 3.6 Distribusi Frekuensi Data Kategori Faktualitas Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 102

Tabel 3.7 Distribusi Frekuensi Data Kategori Bentuk Penulisan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia Periode Agustus -

Desember 2009... 104

Tabel 3.8 Distribusi Frekuensi Data Kategori Pokok Permasalahan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 107

Tabel 3.9 Distribusi Frekuensi Data Kategori Arah Pemberitaan

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -


(18)

commit to user

Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Data Kategori Sumber Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 113

Tabel 3.11 Distribusi Frekuensi Data Kategori Faktualitas Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 116

Tabel 3.12 Distribusi Frekuensi Data Kategori Bentuk Penulisan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Media Indonesia Periode Agustus -

Desember 2009... 118

Tabel 3.13 Perbedaan Distribusi Frekuensi Berita Tentang

Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode

Agustus - Desember 2009... 121

Tabel 3.14 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Pokok

Permasalahan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia - Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Periode Agustus – Desember 2009... 123

Tabel 3.15 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Arah

Pemberitaan Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia


(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

Tabel 3.16 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Sumber Berita

Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode

Agustus - Desember 2009... 128

Tabel 3.17 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Faktualitas

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia - Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media

Indonesia Periode Agustus – Desember 2009... 131

Tabel 3.18 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kategori Bentuk Penulisan

Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Pada Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia


(20)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Edisi Perdana Utusan Malaysia...

Gambar 2.2 Edisi Sekarang Utusan Malaysia...

70


(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxi

ABSTRAK

RONNY MALLO TJU. D1208613. KONFLIK BUDAYA DALAM SURAT KABAR (Studi Analisis Isi Perbandingan Berita Tentang Konflik Budaya Indonesia – Malaysia Dalam Surat Kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia Periode Agustus – Desember 2009). Skripsi. Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.

Hubungan Indonesia – Malaysia secara bilateral sampai saat ini masih terjalin dengan baik, namun dibalik itu berbagai permasalahan yang terjadi menyelimuti hubungan Indonesia dan Malaysia. Konflik yang sebenarnya sudah lama terjadi, hingga kini masih kerap terulang, bahkan dengan isu yang lebih beragam. Berbagai isu konflik sudah dimulai sejak adanya konfrontasi era tahun 1960an, lalu konflik Blok Ambalat, kasus TKI, konflik budaya, dan yang baru saja terjadi pelanggaran batas laut di wilayah Kepulauan Riau. Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan isu konflik budaya sebagai objek penelitian.

Penggunaan surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia dikarenakan kedua surat kabar tersebut paling banyak memuat berita mengenai konflik budaya dalam harian mereka selama bulan Agustus hingga Desember 2009. Selain itu Utusan Malaysia dan Media Indonesia adalah dua surat kabar yang memiliki jangkauan negara yang berbeda. Utusan Malaysia merupakan surat kabar nasional yang berasal dan beredar di Malaysia, sedangkan Media Indonesia merupakan surat kabar nasional yang berasal dan beredar di Indonesia.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode analisis isi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia dalam menyajikan isi pemberitaan mengenai konflik budaya antara Indonesia dan Malaysia, dilihat dari pokok permasalahan berita, arah pemberitaan, sumber berita, faktualitas berita hingga bentuk penulisan berita yang diukur dari frekuensi kemunculannya selama periode Agustus – Desember 2009. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tersebut, maka data dianalisis dengan menggunakan test uji beda Chi-Square.

Dari kedua surat kabar diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan signifikan dalam hal frekuensi penyajian berita mengenai konflik budaya Indonesia – Malaysia antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia. Hasil perbedaan dapat dilihat dari jumlah berita yang diperoleh dari kedua surat kabar, pada surat kabar Utusan Malaysia ada 29 berita dan Media Indonesia ada 31 berita. Sedangkan berdasarkan pada hasil hipotesis ditemukan perbedaan yang signifikan pada hasil uji beda Chi-Square kategori sumber berita,

hasil perhitungan memperlihatkan nilai χ2

hitung lebih besar dari χ2tabel (21,71>9,49).

Perbedaan keduanya terletak pada porsi sumber berita yang dilibatkan, dimana Media Indonesia lebih banyak menggunakan narasumber, sedangkan Utusan


(22)

commit to user

Malaysia hanya menggunakan beberapa narasumber. Untuk kategori faktualitas

berita, hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai χ2

hitung lebih besar daripada

nilai χ2

tabel (24,51>3,84), dimana perbedaan keduanya terletak pada Utusan

Malaysia yang lebih dominan menggunakan opinionative dari wartawan

bersangkutan, dibanding Media Indonesia sebaliknya karena faktor banyaknya narasumber yang dilibatkan. Sedangkan pada kategori pokok permasalahan berita, arah pemberitaan dan bentuk penulisan berita tidak terdapat perbedaan yang signifikan.


(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiii

ABSTRACT

RONNY MALLO TJU. D1208613. CULTURAL CONFLICT IN NEWS (Analysis Study of News Comparison About Cultural Confilct Indonesia – Malaysia on Utusan Malaysia and Media Indonesia News during period Agustus – Desember 2009). Thesis. Communication Study Faculty of Social and Political Sciences. Sebelas Maret University Surakarta. 2010.

Relationship between Indonesia and Malaysia bilaterally is still well-maintained, but behind it there are various problems that occurred surrounding the relationship between Indonesia and Malaysia. The actual conflict has occurred quite a while, and still often repeated, even with a wider range of issues. Conflict issues have been commenced in the 1960s: era of confrontation and then Blok Ambalat conflict, TKI case, cultural conflict, and that just happened sea encroachment in the area of Riau Islands. But in this study, researchers used the issue of cultural conflict as the object of research.

Use of the Utusan Malaysia and Media Indonesia newspaper is because most of the newspaper carried stories about cultural conflict in their daily during August to December 2009. Besides that, Utusan Malaysia and Media Indonesia are the two national newspapers which have a range of different countries. Utusan Malaysia is a newspaper that originate and circulate in Malaysia, while Media Indonesia is the media of national newspapers that originate and circulate in Indonesia.

The research is a descriptive research using content analysis. The purpose of this study is to determine whether there are significant differences between Utusan Malaysia and Media Indonesia newspaper in presenting the content of news about cultural conflict between Indonesia and Malaysia, could be seen from the subject matter of the news, point of the news, news resources, factual news to the way of writing the news, which measured by frequency of occurrence during the period August to December 2009. To determine whether or not there are differences, then the data were analyzed using different test of Chi-Square.

These two newspapers generate the result that have significant differences in terms of presentation frequency of significant news about the conflict culture of Indonesia - Malaysia between Utusan Malaysia and Media Indonesia newspaper. The result of the difference could be seen from the number of news obtained from the two newspapers, there are 29 news on Utusan Malaysia newspaper and Media Indonesia has 31 news. Besides that, based on hypothetical results, there are significant differences in the results from different test of Chi-Square news source

categories, the calculation results χ2

calculation value is greater than χ2table (21.71>

9.49). The difference lies in the portion of both news sources are involved, the Media Indonesia use many sources, while Utusan Malaysia only use a few sources. For the category of factual news, results of data analysis showed that the

value χ2


(24)

commit to user

lies in the dominance from Utusan Malaysia of using opinionative from the

related journalist, rather than Media Indonesia where many resources are involved. While on the categories of subject matter of the news, point of the news and way of writing the news have no significant difference.


(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil dengan jumlah penduduk mencapai 230juta lebih saat ini. Dengan kelebihan yang dimiliki membuat Indonesia kaya akan beragam sumber daya alam dan keanekaragaman budaya. Kelebihan ini dapat menjadi nilai jual bagi Indf Tonesia sendiri maupun negara-negara lain yang ingin mengakses keindahan Indonesia (http://www.indonesia.go.id).

Indonesia saat ini mempunyai 33 jumlah propinsi dengan masing-masing propinsi memiliki 1 – 8 ibu kota dan diikuti oleh puluhan jumlah suku-suku yang tersebar di penjuru tanah air. Masing-masing daerah atau suku mempunyai ciri

khasnya sendiri dan jenis budaya yang beranekaragam bentuknya.

Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia meliputi: rumah adat, tarian, lagu, musik, alat musik, gambar, patung, pakaian, suara, sastra/tulisan, serta makanan. Kebudayaan ini bisa dinamakan sebagai kebudayaan lokal dimana seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.

Terlepas dari hal tersebut, asal muasal budaya Indonesia yang beranekaragam ini pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayan besar lainnya yang berasal dari luar seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India,


(26)

commit to user

dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.

Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi. Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok. Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.


(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Meskipun latar belakang budaya Indonesia dipengaruhi oleh budaya luar, namun ke-eskstensian budaya yang ada masih terjaga dengan baik seperti sedia kala. Kebudayaan di Indonesia biasanya bersifat turun-temurun dimana para leluhur yang telah menciptakan budaya tersebut akan terus dilestarikan oleh penerusnya. Oleh karena itu hingga kini Indonesia masih memiliki aneka ragam jenis kebudayan yang masih terjaga keasliannya

Adapun beberapa jenis budaya yang dimiliki oleh Indonesia hingga saat ini adalah sebagai berikut (http://www.budaya-indonesia.org/):

1. Rumah Adat

1) Sumatera Barat : Rumah Gadang 2) Sumatera Selatan : Rumah Limas 3) Jawa : Joglo

4) Papua : Honai

5) Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)

6) Sulawesi Tenggara: Istana buton 7) Sulawesi Utara: Rumah Panggung 8) Kalimantan Barat: Rumah Betang 9) Nusa Tenggara Timur: Lopo

2. Tarian

1) Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog. 2) Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet. 3) Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji 4) Aceh: Saman, Seudati.

5) Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin

6)Betawi: Yapong

7) Sunda: Jaipong, Reog, Tari Topeng

8) Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci 9) Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor

10) Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis

11) Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung.


(28)

commit to user

3. Pakaian

1) Jawa: Batik.

2) Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.

3) Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule. 4) sumatra selatan: Songket

5) Lampung: Tapis

6) Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur

7) Bugis - Makassar: Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu

4. Lagu

1) Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung. 2) Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama 3) Melayu : Soleram, Tanjung Katung

4) Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang

5) Aceh : Bungong Jeumpa

6) Sulawesi Selatan: Angin Mamiri, Pakarena 7) Sumatera Utara: Sinanggar Tulo, Anju Ahu 8) Papua: Apuse

9) Jawa Barat: Es Lilin

Selain data-data diatas, Indonesia masih memiliki aneka ragam kebudayaan dari jenis makanan, alat musik, patung hingga karya sastra. Indonesia sebenarnya kaya akan budaya yang terlampau banyak jumlahnya hingga jika semuanya ditelusuri, masih banyak penduduk Indonesia sendiri yang tidak paham akan kebudayan tersebut.

Ketidakpedulian penduduk Indonesia terhadap budaya yang dimiliki merupakan cerminan bahwa penduduk Indonesia sebagian besar tidak terlalu fokus akan budaya alamiah mereka, dan kini sudah terpengaruhi oleh budaya barat. Hal ini yang menjadikan negara lain perlahan-lahan mulai mengakui beberapa kebudayaan Indonesia menjadi kepunyaan mereka.


(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Sebutlah Malaysia yang beribukotakan Kuala Lumpur, dengan jumlah penduduk hanya 28,310,000 yang berbanding jauh dengan penduduk Indonesia.

Ardiansyah (dalam,

http://www.roabaca.com/serba-serbi/sejarah-konfrontasi-indonesia-vs-malaysia-6.html) mengemukakan bahwa sejak awal Malaysia terlibat konflik atau konfrontasi dengan Indonesia pada tahun 1963. Konfrontasi yang terjadi pada waktu itu berawal dari integritas bangsa yang telah dilecehkan oleh Malaysia, sehingga menyebabkan Presiden Soekarno pada waktu itu sangat marah dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan nama Ganyang Malaysia.

Menjelang akhir 1965, Jendral Soeharto memegang kekuasaan di Indonesia setelah berlangsungnya G30S/PKI. Oleh karena konflik domestik ini, keinginan Indonesia untuk meneruskan perang dengan Malaysia menjadi berkurang dan peperangan pun mereda. Dan pada 28 Mei 1966 di sebuah konferensi di Bangkok, Kerajaan Malaysia dan pemerintah Indonesia mengumumkan penyelesaian konflik. Kekerasan berakhir bulan Juni, dan perjanjian perdamaian ditandatangani pada 11 Agustus dan diresmikan dua hari kemudian.

Setelah konfrontasi yang terjadi pada era tahun 1963 – 1966, Indonesia juga disibukkan dengan adanya konflik blok Ambalat yang hingga kini, masih terjadi pelanggaran pelintasan kapal perang Malaysia di wilayah perairan laut Sulawesi. Seolah-olah pihak Malaysia sengaja memancing kemarahan Pemerintah Indonesia untuk segera bertindak terhadap status blok tersebut. Meskipun berdasarkan hasil pemetaan dan letak geografi oleh Mahkamah Internasional


(30)

commit to user

PBB, letak ambalat masih masuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lantas apa yang ingin dikuasai oleh Malaysia terhadap Ambalat? Ternyata ulah Malaysia memang sudah dapat ditebak bahwasanya pulau Ambalat memiliki blok-blok yang didalamnya berisi minyak dan gas yang berlimpah. Tidak heran apabila Malaysia bersikukuh mendapatkan Ambalat setelah berhasil memenangkan pulau Sipadan dan Ligitan oleh Mahkamah Internasional.

Masalah demi masalah kini terus berdatangan terhadap hubungan Indonesia – Malaysia, belum lagi kasus Ambalat selesai dan kasus TKI, kini Indonesia disibukkan dengan adanya klaim budaya yang dilakukan oleh Malaysia. Pengakuan terhadap kebudayaan Indonesia berawal pada perebutan status batik dimana Malaysia entah secara sengaja atau tidak memperkenalkan batik sebagai salah satu dari kebudayaan asli mereka. Belum lagi tuntas dengan masalah batik,

Malaysia berulah dengan mengakui angklung, yang notabene-nya alat kesenian

Jawa Barat sebagai salah satu alat musik kebudayaan mereka.

Masalah datang silih berganti, ketidaktegasan Pemerintah Indonesia dalam melindungi dan mempertahankan kebudayaannya menjadikan celah bagi Malaysia untuk terus ‘masuk’ dari belakang. Sempat terbesik kabar bahwa Malaysia juga ikut mengklaim Keris sebagai salah satu warisan kebudayaan mereka. Kemudian disusul penggunaan lagu Rasa Sayange pada salah satu iklan pariwisata Malaysia. Hal ini juga membuat Indonesia kebakaran jenggot melihat kesewenang-wenangan Malaysia terhadap kebudayaan Indonesia. Berbagai protes datang silih berganti menghujat Malaysia, baik dari kalangan budayawan Indonesia, LSM,


(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

mahasiswa hingga pelajar-pelajar sekolah dasar ikut melakukan demonstrasi kepada Malaysia. Lantas belum ada titik terang dari masalah tersebut, muncul isu mengenai tarian Reog di Indonesia bahwasanya asal-usulnya berasal dari tarian Reog Malaysia. Isu tersebut secara tidak langsung mengakui bahwa Reog merupakan bagian dari kebudayaan mereka. Hal ini membuat kumpulan atau komunitas Reog Ponorogo marah-marah dan melakukan demonstrasi di Kedutaan Malaysia yang terletak di jalan H.R Rasuna Said Jakarta Selatan itu.

Dari beberapa kejadian tersebut, Malaysia akhirnya meminta maaf kepada Indonesia atas hal penggunaan lagu Rasa Sayange dan Isu Reog tersebut. Namun tidak ada tanda-tanda kejelasan mengenai isu klaim batik dan angklung tersebut. Setelah kejadian tersebut hubungan kedua negara belum sepenuhnya pulih, hingga mulai memanas lagi ketika kapal patroli Malaysia terlihat melintasi dan menjaga Kepulauan Ambalat sekitar pertengahan tahun 2009 serta diikuti dengan kemunculan Tari Pendet pada iklan pariwisata Malaysia, yang secara tidak langsung juga Malaysia mengakui bahwa Tari Pendet adalah kepunyaan mereka.

Berdasarkan historikal konflik budaya Indonesia – Malaysia tersebut mendorong peneliti untuk melakukan kajian dengan fokus perbandingan isi berita yang dimuat oleh dua surat kabar dari negara masing-masing, yakni Utusan Malaysia dan Media Indonesia.

Pemilihan surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia berdasarkan

berbagai pertimbangan. Pertama, konflik ini menyangkut dua negara yang

bertetanggaan, dengan ras yang serumpun dan jenis bahasa yang hampir mirip. Oleh karena itu peneliti ingin membandingkan isi berita kedua surat kabar tersebut


(32)

commit to user

agar terkesan adil melihat sudut pandang permasalahan dari kedua belah surat kabar dari negara masing-masing.

Utusan Malaysia sesuai namanya adalah koran nasional yang berasal dari Malaysia dan diakui sebagai koran nasional terbaik di negaranya. Penduduk Malaysia mempunyai pandangan tersendiri mengenai konflik budaya tersebut. Diantaranya seperti yang diungkapkan mantan Menteri Penerangan Malaysia Tan Sri Zainuddin pada surat kabar Utusan Malaysia, bahwa suasana kebebasan baru dari media di Indonesia menyebabkan penyebaran informasi terjadi dengan cepat dan tanpa pembatasan termasuk bersifat benar dan tidak benar, resmi dan tidak resmi, setengah benar, sensasi dan provokasi. Adanya pendapat yang lain juga disinggung oleh Perdana Menteri Tun Abdul Najik bahwasanya tidak ada keuntungan yang diperoleh dari pertikaian tersebut, lebih banyak peluang yang

bisa diperoleh dari interaksi hubungan diplomasi kedua negara

(http://www.utusan.com.my).

Mengenai surat kabar Media Indonesia yang notabene-nya merupakan

koran nasional terbesar kedua di Indonesia menyajikan isi berita terkait konflik budaya Indonesia – Malaysia dengan porsi yang lebih banyak dari surat kabar nasional lainnya. Pandangan penduduk Indonesia yang dirangkup dalam media tersebut juga beragam dalam menanggapi konflik tersebut. Seperti halnya yang dikatakan oleh Al Azhar seorang Budayawan Riau yang menegaskan bahwa klaim Malaysia atas Tari Pendet sebagai tari asli negara itu sama sekali tidak masuk akal. Klaim itu justru menunjukkan kebohongan besar bangsa Malaysia, karena dalam sejarah Melayu tidak pernah disebutkan Tari Pendet merupakan tari daerah


(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

semenanjung Malaya maupun Riau (http://www.mediaindonesia.com). Perbedaan sikap dan pandangan antara kedua negara membuktikan bahwa terkadang media massa sepenuhnya tidak bersikap netral, apalagi berkaitan dengan unsur nasionalisme.

Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan boilogis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktik-praktik, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Budaya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh setiap faset aktivitas manusia (Mulyana dan Rakhmat, 2009:55).

Pertimbangan kedua, surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia

memiliki market yang cukup besar di negara masing-masing, serta memiliki

pembaca yang beragam latar belakang. Ketiga, masing-masing surat kabar

tersebut merupakan surat kabar non pemerintah yang independen.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan oleh peneliti diatas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan signifikan antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia dalam menyajikan isi pemberitaan mengenai konflik budaya antara Indonesia dan Malaysia, dilihat dari pokok permasalahan berita, arah pemberitaan, sumber berita, faktualitas berita hingga bentuk penulisan berita yang diukur dari frekuensi kemunculannya selama periode Agustus – Desember 2009?


(34)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Dengan adanya rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan, maka peneliti memiliki tujuan penelitian sebagai berikut:

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia dalam menyajikan isi pemberitaan mengenai konflik budaya antara Indonesia dan Malaysia, dilihat dari pokok permasalahan berita, arah pemberitaan, sumber berita, faktualitas berita hingga bentuk penulisan berita yang diukur dari frekuensi kemunculannya selama periode Agustus – Desember 2009

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan

kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berfokus pada penelitian mengenai konflik budaya antar negara melalui media massa.

2. Sebagai bahan perbandingan baik membandingkan antar teori serta

sebagai bahan perbandingan dengan penelitian terdahulu.


(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

E. Kerangka Pemikiran dan Telaah Pustaka

Pada penelitian ini, telaah pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan sebagai penunjang penelitian berkisar pada media dan topik yang digunakan. Seperti yang diketahui bahwa dalam penelitian ini, media yang digunakan adalah surat kabar, yang merupakan bagian dari komunikasi massa. Oleh karena itu peneliti mengangkat teori-teori yang berhubungan dengan komunikasi massa terlebih dahulu, kemudian menjabarkan tentang teori-teori yang juga berhubungan dengan komunikasi antar budaya, mengingat topik penelitian yang diangkat merupakan bagian dari komunikasi antar budaya. Dalam penjabaran mengenai komunikasi antar budaya, peneliti juga menjabarkan secara teori tentang konflik budaya. Oleh karena itu, berikut adalah penjabaran keseluruhan mengenai telaah pustaka dan kerangka pemikiran dalam penelitian ini:

1. Defenisi Komunikasi

Kata komunikasi atau communication berasal dari kata Latin

communis yang berarti ”sama”, communico, communicatio, atau communicare

yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi merujuk pada

suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan yang dianut secara sama. Selain itu, Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang dimulai semenjak keberadaan manusia. Melalui komunikasi manusia menyampaikan semua yang dirasakan. Mulai dari keinginan, ide, perasaan suka atau tidak suka, sampai ekspresi (senang, sedih atau marah). Komunikasi dilakukan


(36)

commit to user

manusia dalam berbagai situasi dan kondisi. Komunikasi adalah proses penyampaian ide atau perasaan melalui simbol atau kata (tertulis atau lisan) menurut Berelson dan Steiner yang disadur oleh Mursito BM dalam bukunya Memahami Institusi Media. (Mursito,2006:26).

Sedangkan lima unsur komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Pengirim pesan : individu atau orang yang mengirim pesan. Pesan

atau informasi yang akan dikirimkan berasal dari otak sipengirim pesan.

2. Pesan : informasi yang akan dikirimkan kepada sipenerima. Pesan ini dapat berupa pesan verbal dan non verbal.

3. Saluran : jalan yang dilalui pesan dari pengirim ke penerima.

4. Penerima pesan : orang yang bertugas menganalisis dan

menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. 5. Efek : respon terhadap pesan yang diterima penerima

pesan (Muhammad, 1992:17-18).

1.1.Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah singkatan dari komunikasi media massa, yaitu komunikasi dengan khalayak tersebar. Komunikasi massa pada dasarnya merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khlayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, dan telivisi (Pawito, 2007:16). Sedangkan komunikasi massa ditentukan oleh sifat unsur-unsur yang dicakupnya, yakni:


(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

1. Sifat komunikator : komunikator adalah sebuah lembaga.

2. Sifat pesan : universal

3. Sifat media : keserempakan dan kecepatan.

4. Sifat komunikan : ditujukan khlayak yang jumlahnya relatif besar,

heterogen dan anonim.

5. Sifat efek : tergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan

komunikator.

Media massa elektronik dan cetak sebagai saluran penyampai pesan-pesan komunikasi biasa disebut sebagai pers. Sementara dalam arti yang sempit pers sering diidentikan dengan media massa cetak atau penerbitan. Pers atau media massa sering juga disebut sebagai lembaga sosial. Dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, mendefinisikan pers sebagai

“Lembaga sosial dan dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia” (Yustisia, 2005:8).

Media pers lebih dikenal dengan istilah media persuratkabaran atau koran, majalah dan bentuk-bentuk media cetak lainnya. Media pers lebih tepat disebut emdia cetak, sebab pesan dikomunikasikan melalui bentuk tulisan atau cetakan dan komunikan menerima pesan tersebut dengan membacanya.


(38)

commit to user

1.1.1 Surat Kabar

Surat kabar merupakan salah satu bentuk media cetak. Surat kabar yaitu kumpulan berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu sekali (Djuroto, 2004:11).

Arti penting surat kabar terletak pada kemampuannya untuk menyajikan berita-berita dan gagasan-gagasan tentang perkembangan masyarakat pada umumnya, yang dapat mempengaruhi kehidupan modern seperti sekarang ini. Selain itu surat kabar mampu menyampaikan sesuatu setiap saat kepada pembacanya melalui surat kabar pendidikan, informasi dan interpretasi mengenai beberapa hal, sehingga hampir sebagian besar dari masyarakat menggantungkan dirinya kepada pers untuk memperoleh informasi.

Menurut Onong Uchjana Effendy ada empat ciri yang dapat dikatakan sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh surat kabar, antara lain:

1. Publisitas, mengandung arti penyebaran kepada khalayak atau kepada

publik, bahwa surat kabar diperuntukkan untuk umum karena berita, tajuk rencana, artikel dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum.

2. Periodesitas, berarti keteraturan dalam suatu penerbitan. Sebuah

penerbitan dapat dikatakan sebagai surat kabar apabila dalam terbit secara periodik, yakni bisa satu kali sehari, bisa juga satu atau dua kali terbit dalam seminggu.


(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

3. Universalitas, berarti kemestaan dan keragaman. Dalam arti bahwa

memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia, dan tentang segala aspek kehidupan manusia.

4. Aktualitas, kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di

masyarakat kepada khalayak. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan faktor yang amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan berhubungan dengan nama baik surat kabar yang bersangkutan (Effendy, 1993:119-121).

Meskipun kini sudah banyak jenis media massa modern yakni media elektronik, seperti televisi, radio hingga internet, namun peran surat kabar tidak tergantikan oleh munculnya media elektronik tersebut. Hal ini terjadi karena surat kabar memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Pembaca dapat mempelajari isi berita secara berulang-ulang agar dapat

memperoleh pengertian yang lebih baik dari isi media tersebut.

2. Informasi yang disampaikan dapat didokumentasikan/disimpan dan

sewaktu-waktu dapat dibaca kembali.

3. Khalayak tidak terikat oleh waktu (Pratikno, 1982:253).

Masing-masing surat kabar mempunyai perbedaan dalam

menyampaikan informasi. Perbedaan tersebut tercipta karena harus menyesuaikan dengan berbagai kepentingan, terutama kepentingan publik sebagai audiensnya. Selain itu, kebijakan redaksional yang berbeda membuat satu surat kabar dengan surat kabar lainnya selalu berbeda dalam melihat suatu peristiwa yang sama sehingga menjadikan pertimbangan terhadap isi


(40)

commit to user

pemberitaan. Redaksional menjadi pedoman dan ukuran dalam menentukan kejadian macam apa yang akan dipilih untuk ditampilkan di surat kabar sehingga dapat menjadi berita maupan bahan komentar (Oetama, 2001:146).

Salah satu produk surat kabar yang menjadi pengamatan peniliti adalah Utusan Malaysia dan Media Indonesia. Keduanya mempunyai karakteristik yang sama, yakni sama-sama merupakan surat kabar nasional. Disebut surat kabar nasional karena cakupan wilayah distribusi dan fokus pemberitaan.

Sementara Sumadiria mengklasifikasikan surat kabar kedalam lima kelompok berdasarkan jenis dan wilayah sirkulasinya serta segmentasi

pasarnya, yakni surat kabar komunitas (community newspaper), surat kabar

lokal (local newspaper), surat kabar regional (regional newspaper), surat

kabar nasional (national newspaper), dan surat kabar internasional

(international newspaper) (Sumadiria, 2006:41)

Pada surat kabar nasional, diartikan sebagai surat kabar yang berkedudukan di ibukota negara (kebanyakan). Wilayah sirkulasi meliputi seluruh provinsi. Kebijakan redaksional lebih banyak menekankan kepada masalah, isu, aspirasi, tuntutan dan kepentingan nasional secara keseluruhan tanpa memandang sekat-sekat geografis atau ikatan promodial seperti agama, budaya, dan suku bangsa. Dari sisi isi, isu-isu yang dimunculkan adalah isu yang tidak hanya berlaku secara nasional tetapi juga mengjangkau wilayah

serta kepentingan masyarakat global secara universal (Sumadiria,


(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Pernyataan tersebut diatas yang menjadi tolak ukur, kenapa Utusan Malaysia dan Media Indonesia disebut sebagai surat kabar nasional. Utusan Malaysia memiliki cakupan distribusi di seluruh wilayah Malaysia, sedangkan untuk Media Indonesia memiliki cakupan distribusi di seluruh wilayah Indonesia atau provinsi di seluruh Indonesia. Keduanya juga mempunyai wilayah jangkauan pembaca dan distribusi serta muatan berita yang berbeda. Sebagai contoh, dalam penelitian ini peristiwa yang diolah oleh surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia adalah sama, yaitu Konflik Budaya Indonesia – Malaysia. Namun dalam pengolahannya hingga menjadi berita yang siap dikonsumsi oleh pembaca menjadi tidak sama, tergantung dari kepentingan pembaca dan sikap dasar masing-masing surat kabar, salah satunya kebijakan redaksi.

1.1.2 Berita

Menurut batasan atau defenisi, berita dalam arti teknis jurnalistik adalah:

“Laporan tentang fakta atau ide yang terbaru, yang dipilih oleh staf suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, entah karena pentingnya atau akibatnya,

entah pula karena ia mencakup segi-segi human interest seperti humor,

emosi dan ketegangan” (Assegaff, 1983:24).

Berita yang baik adalah berita yang mengacu kepada nilai-nilai berita yang kemudian dipadukan dengan unsur-unsur berita sebagai rumus umum penulisan berita. Fakta dan data yang dikumpulkan harus memenuhi unsur-unsur berita 5W + 1H seperti berikut (Mursito, 1999:58):


(42)

commit to user

1. What – Apa yang terjadi?

2. Who – Siapa(-siapa) yang terlibat dalam suatu kejadian?

3. Why – Mengapa (apa yang menyebabkan) kejdian itu timbul?

4. Where – Dimana kejadian itu?

5. When – Kapan kejadiannya?

6. How – Bagaimana kejadiannya (duduk perkaranya)?

Berita merupakan nyawa dari media massa manapun dan berita pula yang memberi hidup pada media massa. “Berita” belum tentu identik dengan “fakta”. Antara “peristiwa” sebagai realitas faktual dan sampai terbitnya “berita” terdapat proses yang panjang dan unik. Betapapun hebat dan pentingnya suatu peristiwa dan fakta, tanpa diketahui, dilihat dan dilaporkan wartawan pada pihak publik maka peristiwa/kejadian tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sebuah berita.

Kejadian-kejadian dan sumber yang ditulis menjadi sebuah berita tentunya bermacam-macam. Hubungan antara macam berita dan sumber berita, yakni macam berita menentukan sumber berita. Macam berita dapat dibagi menjadi empat hal pokok, yakni (Assegaf, 1983:38):

a. Berdasarkan sifat kejadian berita;

Dikategorikan menjadi dua jenis:

1. Berita yang diduga, yakni berita-berita yang sudah diduga akan terjadi.

2. Berita yang tak terduga, yakni berita-berita yang kejadiannya tidak


(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

b. Berdasarkan sosial atau masalah yang dicakup berita;

Pada kategori ini macam beritanya sangat banyak. Biasanya dibedakan menjadi berita politik, ekonomi, kejahatan, kecelakaan/kebakaran, olahraga, militer, ilmiah, pendidikan, agama, pengadilan, “dunia wanita”, “manusida dan peristiwa”.

c. Berdasarkan jarak kejadian dan publikasi berita;

Suatu kejadian bisa masuk ke dalam lebih dari satu kategori. Isu tentang kesenjangan sosial, misalnya bisa masuk berita ekonomi, sosial – politik, bahkan kebudayaan. Kebodohan juga bisa masuk kategori berita pendidikan, tetapi bisa pula menjadi berita ekonomi karena kebodohan berhubungan dengan tingkat pendapatan seseorang.

d. Berdasarkan isi berita.

Apapun isi berita yang ditulis, tentu berasal dari sumber berita, baik sumber yang memberikan berita “sudah jadi” maupun sumber yang hanya memberikan “bahan mentah”.

Selain itu, untuk mendukung suatu penulisan berita yang benar dan terarah, maka berita tersebut harus sesuai dengan dua bentuk berita sebagai berikut:

1. Berita lugas (hard news)

Suatu kejadian yang baru saja terjadi akan menarik perhatian sebagian besar publik, sehingga harus disampaikan secepat mungkin. Berita yang padat berisi informasi fakta yang disusun berdasarkan urutan


(44)

commit to user

berita berisikan sari atau inti dari kejadian yang ingin disampaikan dengan

elaborasi detail kemudian, dan gaya ini disebut dengan ‘bottom line’.

Topik menarik berita lugas misalnya pecah perang antara dua negara, peledakan bom bunuh diri, gunung api yang meletus, tabrakan antara dua kereta api, dan lain-lain. Tetapi ada kalanya berita lugas ini berisi kejadian-kejadian rutin seperti kegiatan pemerintahan, politik, ekonomi, pengadilan dan lainnya yang bagi sebagian besar audiences membosankan (dull news).

2. Berita halus (soft news)

Terdapat peristiwa/cerita yang memang tidak bisa atau sulit disampaikan sebagai berita lugas, misalnya cerita yang sarat berisi unsur kemanusiaan. Daniel R. Willamson, seorang peneliti profesional,

merumuskan bahwa reportase dalam bentuk berita halus, seperti feature,

sebagai penelitian cerita yang kreatif, subyektif, yang dirancang untuk menyampaikan informasi dan hiburan kepada pembaca. Terdapat beberapa

jenis feature:

a. Bright

Bright yang sering disebut dengan brite, yaitu sebuah tulisan kecil yang menyangkut kemanusiaan (human interest featurette), biasanya ditulis dengan gaya anekdot dengan klimaks pada akhir cerita.


(45)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

b. Sidebar

Cerita feature ini mendampingi atau melengkapi suatu berita utama.

Cerita tentang banjir besar misalnya, bisa disajikan dengan sidebar tentang wawancara dengan keluarga korban,dll.

c. Sketsa kepribadian atau profil

Suatu sketsa yang biasanya pendek dan hanya mengenai satu aspek dari kepribadian, seperti misalnya seseorang yang hobinya mengumpulkan model kapal layar antik. Profil lebih panjang dari sketsa, lebih detail dan secara psikologis lebih dalam. Profil mencoba menggambarkan dasar yang dalam seperti apa sebenarnya individu tersebut.

d. Berita feature (newsfeature)

Ini adalah sebuah berita yang ditulis dengan gaya feature. Daripada

ditulis secara langsung dan lugas, cerita itu disampaikan dengan teknik

feature, seperti pembukaan cerita dengan suatu ilustrasi anekdot, walaupun sebenarnya tujuan utama dari cerita itu adalah menyampaikan berita.

e. Wawancara

Walaupaun kebanyakan feature didasarkan pada wawancara, feature

wartawan khusus melukiskan suatu analog antara seorang wartawan dengan orang lain, biasanya seorang tokoh masyarakat atau selebriti. Terkadang ditulis dalam format tanya-jawab.


(46)

commit to user

f. Narasi

Berdasarkan pengamatan bahwa cerita atau narasi merupakan salah

satu bentuk feature, dan dalam pengertian murninya memang

demikian. Narasi bagaikan cerita pendek, namun narasi berhubungan dengan materi yang faktual. Narasi memaparkan adegan demi adegan dengan memanfaatkan deskripsi, karakterisasi, dan plot (Ishwara, 2005:58-65).

1.2.Komunikasi Antarbudaya

Setelah menjabarkan mengenai definisi komunikasi, maka kita harus memahami dengan betul tentang pengertian budaya. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, dan milik yang diperoleh sekolompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok (Mulyana dan Rakhmat, 2009:18).

Namun bagaimana dengan hubungan antara komunikasi dan budaya? Berikut penjabaran tentang hubungan keduanya yang dipaparkan oleh Mulyana dan Rakhmat (2009:19):

Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita

sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan.

Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komukasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.


(47)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Jika sebelumnya kita sudah mengatahui definisi dari komunikasi, dan disusul definisi singkat mengenai budaya, maka daapt disimpulkan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan suatu komunikasi yang antara sumber sebagai satu faktor utama yang paling penting dan penerimanya yang adalah faktor penunjang dalam terjadinya proses komunikasi berasal dari budaya yang berbeda. Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya (Mulyana dan Rakhmat, 2009:20-21).

Adapun pengertian dari komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang bukan saja komunikasi yang ada dalam satu kalangan dengan latar belakang pribadi yang memiliki perbedaan budaya namun juga karena perbedaan etnik dan ras yang telah cukup lama mereka pegang dan akan tetap selamanya mereka pegang, sehingga akan sulit sekali bagi mereka untuk melakukan satu komunikasi. Karena kesulitan untuk melepas prinsip latar belakang budaya mereka yang bagi mereka sangat bersifat pribadi (Liliweri, 2001:164).

Melengkapi diri dengan kemampuan komunikasi antarbudaya tidak sekedar untuk tujuan pragmatis pergaulan, namun lebih dari itu memiliki tujuan tertentu yang bersifat kognitif dan afektif. Litvin (dalam Mulyana, 2009:xi) menguraikan tujuan tersebut sebagai berikut:

1. Menyadari bias budaya sendiri.

2. Lebih peka secara budaya.


(48)

commit to user

4. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang.

5. Membantu memahami budaya sebagai hal yang menghasilkan dan

memelihara semesta wacana dan makna bagi para anggotanya.

6. Membantu memahami kontak antar budaya sebagai suatu cara

memperoleh pandangan ke dalam budaya sendiri: asumsi-asumsi, nilai-nilai, kebebasan-kebebasan dan keterbatasan-keterbatasannya.

7. Membantu memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi

bidang komunikasi antarbudaya.

8. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat

dipelajari secara sistematis, dibandingkan dan dipahami.

Untuk melengkapi tujuan studi komunikasi antarbudaya, maka diperlukan sasaran dari komunikasi antarbudaya tersebut. Ada 3 (tiga) sasaran komunikasi antarbudaya yang selalu dikehendaki dalam proses komunikasi antarbudaya, yakni sebagai berikut (Liliweri, 2003:276):

1. Agar kita berhasil melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan

orang-orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda.

2. Agar dapat meningkatkan hubungan antar pribadi dalam suasana antar

budaya.

3. Agar tercapainya pernyesuaian antar pribadi.

Sasaran komunikasi antarbudaya jika berhasil berhasil dilaksanakan dan bisa mempengaruhi lingkungan sekitar tentunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya. Adapun beberapa prinsip-prinsip umum komunikasi antarbudaya (Devito, 1997:486):


(49)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

1. Relativitas Budaya

Bahasa membantu menstruktur apa yang kita lihat dan bagaimana kita melihatnya, tetapi tidak menjadi penghambat yang serius untuk komunikasi yang bermakna.

2. Bahasa sebagai Cermin Budaya

Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin besar perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal komunikasi akan sulit dilaksanakan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya lebih banyak kesalahan komunikas, kesalahan kalimat, lebih besar salah paham, dan makin banyak salah persepsi.

3. Mengurangi Ketidak-pastian

Makin besar perbedaan budaya maka makin besar ketidak-pastian atau lebih dikenal dengan istilah ambiguitas dari makin besar ketidak-pastian yang ada maka seseorang akan semakin sulit untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku orang lain.

4. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antar Budaya

Perlu adanya kesadaran dalam diri untuk menyadari bahwa perbedaan akan selalu ada dalam lingkungan kita dan dari adanya kesadaran diri tersebut akan lebih mempermudah kita untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda budaya dengan kita.

5. Interaksi Awal dan Perbedaan Antar Budaya

Interaksi awal akan sangat mempengaruhi seseorang untuk tetap berhubungan dengan orang lain yang berbeda budaya dengan dia atau akan


(50)

commit to user

mempengaruhi hubungan tersebut. Perbedaan antar budaya yang didasari

oleh interaksi awal akan berangsur-angsur menurun tingkat

kepentingannya bila hubungan sudah menjadi lebih dekat.

6. Memaksimalkan Hasil Interaksi

Dalam komunikasi antarbudaya kita perlu untuk memaksimalkan hasil interaksi. Beragam jenis interaksi terkadang mempengaruhi sifat dan perilaku seseorang, sehingga terkadang terjadi perbedaan pendapat. Oleh karena itu diperlukan sikap saling tenggang rasa antar sesama penduduk/masyarakat yang terlibat dalam suatu hubungan komunikasi agar bisa menghasilkan hubungan interaksi yang maksimal.

1.2.1. Faktor-Faktor Penghambat Komunikasi Antarbudaya

Setiap melakukan proses komunikasi antara komunikan dan komunikator terkadang terjadi hambatan yang menyebabakan pesan tidak sampai dengan jelas diterima oleh lawan bicara. Begitu halnya dengan komunikasi antarbudaya, juga terkadang mengalami hambatan.

Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai Communication

Barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Chaney and Martin, 2004:11). Dalam hal ini konsep hambatan yang dimaksud adalah saat seseorang melakukan komunikasi dengan lawan bicara mereka yang berbeda latar belakang budaya. Ada 3 (tiga) faktor penghalang atau penghambat dalam melakukan komunikasi antarbudaya yaitu:


(51)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

a. Etnosentrisme

Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain secara tidak sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri sebagai kriteria untuk segala penilaian (Mulyana dan Rakhmat, 2009:76).

Etnosentrisme terkadang muncul dalam keadaan seseorang tidak sadar, namun selalu diekspresikan dalam keadaan sadar. Sehingga diperlukan kewaspadaan dalam menangani seseorang yang termasuk dalam tipe etnosentrisme untuk menghindari terjadinya konflik antar budaya.

b. Streotip

Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping),

yakni mengeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatan orang-orang dan obyek-obyek ke dalam kategori-kategori yang mapan, alih-alih berdasarkan karakterikstik mereka (Mulyana, 2001:218).

Sikap seperti ini seringkali nampak ketika seseorang menilai orang lain pada basis kelompok etnis tertentu, dan selanjutnya dibawa pada penilaian terhadap pribadi individu tersebut.

c. Prasangka

Prasangka (prejudice) yakni salah satu rintangan atau hambatan berat bagi


(52)

commit to user

belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi (Effendi, 1993:49).

Berdasarkan pengertian diatas, sikap prasangka telah membuat seseorang memasang tembok pembatas terhadap orang lain dalam pergaulan dan justru membuat orang tersebut cenderung menjadi emosional ketika prasangka terancam oleh hal-hal yang bersifat kontradiktif.

1.2.2. Konflik Budaya

Budaya lebih dari sekedar bahasa, pakaian, dan jenis makanan. Budaya dapat terbagi dalam kelompok ras, etnis, atau kebangsaan, tetapi budaya juga dapat muncul dari adanya perpecahan generasi, kelas sosial ekonomi, orientasi seksual, kemampuan dan kecacatan, afliasi politik dan agama, bahasa dan gender.

Dua hal yang perlu diperhatikan mengenai kebudayaan, yakni mereka selalu berubah, dan mereka berkaitan dengan dimensi simbolis kehidupan. Dimensi simbolik adalah tempat dimana kita selalu membuat makna dan memberlakukan identitas kita (LeBaron:2003).

Budaya dan konflik memang tidak terlepas dari hubungan yang erat. Namun, hal ini tidak berati bahwa perbedaan budaya pasti menghasilkan konflik. Konflik adalah bagian normal dari interaksi manusia dan tidak harus diselesaikan dengan perang. Hal ini dapat terwujud pada berbagai tingkatan, termasuk dimensi perilaku,


(53)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

emosional atau perspektif. Konflik dapat mencakup segregasi (pemisahan/pengasingan), diskriminasi, dan pengucilan. Berikut anggapan-anggapan dasar mengenai pandangan pendekatan konflik, yakni (Nasikun, 2001:16):

1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan

yang tidak pernah berakhir, atau dengan perkataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.

2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya,

atau dengan perkataan lain, konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.

3. Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan

bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial.

Budaya tertanam dalam setiap konflik dikarenakan konflik kerap kali muncul dalam hubungan antar manusia. Konflik yang terjadi seringkali beragam tetapi prosesnya hampir sama, antara lain (Abubakar, 2003:41-42):

1. Ada gejala membangun superiority untuk menundukkan pihak lain

lebih baik pada sisi sosial budaya, maupun dari sisi ekonomi.

2. Kekurangmampuan aparat Pemerintah menjabarkan semangat

reformasi yang sedang muncul dan berkembang sehingga dalam menginformasikan perubahan yang terjadi keberpihakan opini yang menimbulkan sikap berseberangan antar pihak-pihak yang merasa terlindungi dengan adanya pihak yang merasa tertekan.


(54)

commit to user

3. Adanya gejala-gejala moral dan etik, HAM dan harkat martabat

adat/hukum tidak secara nyata ditegakkan.

4. Rasa termarginalkan kelompok minoritas/lokal sehingga

berlindung pada atribut etnis agama.

Konflik budaya antar negara yang berlarut dapat merambat ke konflik lainnya jika tidak ditangani dengan baik, mengingat bahwa ketakutan tiap negara akan mengakibatkan perpecahan yang lebih besar apabila konflik tersebut sudah mempengaruhi/melecehkan politik, hukum dan etika dari suatu negara (Riles:2008).

Dalam masalah penyelesaian konflik, toleransi dan kesabaran merupakan faktor kuncinya. Belajar mengenai keanekaragaman budaya yakni melalui pendidikan multikultural, dapat membukakan diri terhadap adanya kemungkinan perbedaan tersebut sehingga kita dapat bergerak maju agar mendapatkan pemahaman yang benar dan apresiasi terhadap bagaimana budaya yang unik. Dengan demikian, kita dapat membangun rasa hormat dan toleransi dalam menghadapi perbedaan budaya (Kumbara, 2009:534).

1.2.3. Penerapan Komunikasi Antarbudaya dalam Penelitian

Prinsip-prinsip komunikasi dalam penerapan konteks

kebudayaan akan lebih dapat dipahami dalam konteks perbedaan

budaya dalam mempersepsikan obyek-obyek sosial tertentu.


(55)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

yang mirip terhadap suatu obyek sosial atau peristiwa. Masalah-masalah kecil yang timbul dalam komunikasi seringkali akibat dari perbedaan persepsi. Perbedaan persepsi ini diakibatkan oleh derajat kesamaan dan ketidaksamaan yang dicapai dalam integrasi sosial antara komunikator dan komunikan.

Perbedaan persepsi dalam kasus klaim budaya antara Indonesia dan Malaysia pada kerangka pemikiran dan telaah pustaka ini sangat berkaitan dengan topik yang diangkat dari penelitian ini, yakni konflik budaya Indonesia - Malaysia dalam surat kabar.

Konflik budaya Indonesia – Malaysia ini mewakili proses dari komunikasi antarbudaya. Proses konflik dari kedua negara tersebut merupakan bagian dari komunikasi antar negara yang terlibat perseteruan dan konflik tersebut bersumber pada klaim budaya yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia. Sehingga secara tidak langsung proses ini merupakan penerapan dari komunikasi antarbudaya yang terjadi antara negara, Indonesia dan Malaysia.

2. Analisis Isi sebagai Teknis Analisis

Berdasarkan asumi dan bahan penelitian, maka peneliti berusaha membandingkan surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia dalam hal

mengukur frekuensi isi berita dengan point of interest budaya-budaya


(56)

commit to user

Batik. Adapun metode yang digunakan oleh peneliti adalah analisis isi (content analysis).

Analisis isi adalah suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi. Analisis isi telah sering dipakai untuk mengkaji pesan-pesan media. Oleh karena metode ini adalah suatu cara untuk menguji isi secara kuantitatif, keyakinan-keyakinan dan kepentingan-kepentingan para editor dan penerbit-penerbit, kecenderungan para pembaca, dan pola-pola kebudayaan dari bangsa-bangsa seutuhnya, bahkan telah dipelajari dengan menggunakan tehnik penelitian ini.

Tehnik ini menurut Bernard Berelson didasarkan pada beberapa asumsi:

a. Bahwa kesimpulan-kesimpulan tentang hubungan antara maksud dan isi

serta antara isi dan efek dapat ditarik secara sah, dan hubungan sebenarnya ditetapkan.

b. Bahwa pengkajian isi nyata adalah sangat berarti. Kategori-kategori dapat

dibuatkan pada isi yang sesuai dengan arti yang dimaksud oleh komunikator dan dimengerti oleh para pembaca.

c. Bahwa uraian isi komunikasi secara kuantitatif adalah sangat berarti.

Asumsinya mengandung arti bahwa frekuensi kejadian dari pelbagai sifat isi itu sendiri merupakan faktor penting dalam proses komunikasi, dalam keadaan-keadaan tertentu (Flournoy, 1989:12-13).

Pendekatan secara kuantitatif dapat mensyaratkan pada suatu penelitian, termasuk penggunaan metode analisis isi yang memiliki keandalan (reliability) dan kesahihan (validity) yang baik. Tingkat keandalan / reliabilitas


(57)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

(reliability) dalam metode analisis isi mengacu pada tingkat konsistensi yang

ditampilkan oleh satu atau lebih pengkode (coders) dalam mengklasifikasi isi

menurut nilai tertentu dalam variabel yang lebih spesifik. Selain itu, reliabilitas juga dapat didemonstrasikan dengan mengkaji hubungan antara penilaian dari sampel yang sama untuk hasil yang relevan, oleh pengkode

yang berbeda (inter-coder reliability), atau oleh pengkode yang sama dalam

saat yang berbeda (intra-coder reliability). Untuk dapat mencapai tingkat

reliabilitas (kepercayaan) yang tinggi, peneliti wajib:

1. Mendefinisikan variabel dan nilai secara jelas dan tepat dan menjamin

bahwa semua pengkode dapat memahami definisi ini dalam cara yang sama.

2. Melatih pengkode dalam menerapkan kriteria terdefinisi untuk setiap

variabel dan nilai.

3. Mengukur konsistensi inter-coder dimana dua atau lebih pengkode

menerapkan kriteria (definisi-definisi) dengan menggunakan kumpulan contoh serupa.

Menurut Krippendorf, analisis isi menempati kedudukan yang penting diantara metodologi penelitian karena kemampuan yang dimilikinya. Pertama, ia mampu menerima komunikasi simbolik yang relatif tidak terstruktur sebagai

data; dan kedua, menganalisis gejala yang tak teramati (unobserved) melalui


(58)

commit to user

4. Penelitian Terdahulu

Untuk melengkapi bahan penelitian ini, maka peneliti merujuk pada penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang menjadi rujukan oleh peneliti adalah hasil penelitian yang mempunyai nilai korelasi terhadap tema/kajian yang diangkat oleh peneliti, akan tetapi peneliti tidak memilih penelitian terdahulu berdasarkan tema ataupun metodologi yang sama, namun mengacu pada penelitian yang sama-sama berkaitan dengan analisis isi, konflik budaya atau konflik antar negara dalam media massa.

Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan rujukan dan refrensi pada penelitian yang dilakukan kali ini antara lain penelitian oleh Purnami Wulansari dalam skripsi “Perempuan dalam Foto Jurnalistik (Studi Analisis Isi Foto Jurnalistik tentang Citra Perempuan dalam Surat Kabar Bali Post dan Kedaulatan Rakyat Periode Maret-Mei 2005)”. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui perbedaan penyajian (pemuatan) foto jurnalistik dengan point of

interest perempuan dalam menggambarkan citra perempuan dilihat dari kategori jenis foto jurnalistik, peran perempuan, halaman berita, lingkup berita yang diukur dari frekuensi kemunculan dan volume berita.

Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua surat kabar yakni Bali Post dan Kedaulatan Rakyat, lebih dominan menunjukkan foto berita. Dari kategori peran perempuan, Bali Post dominan menyajikan peran sebagai

entertainer/penghibur, sedangkan Kedaulatan Rakyat dominan menyajikan peran sebagai profesional. Untuk kategori halaman berita, kedua surat kabar


(1)

commit to user

mengandung opnionative) sebanyak 15 item atau 51,72%. Sedangkan pada

surat kabar Media Indonesia, hasil frekuensi tidak mencampur fakta dan opini mencapai 28 item atau 90,32%, sedangkan untuk isi berita yang mencampur fakta dan opini wartawan hanya 3 item atau 9,68%. Dari hasil sajian data diatas, hasil perhitungan menunjukkan bahwa pemberitaan pada surat kabar Utusan Malaysia lebih beragam, melihat porsi pemberitaan yang menyertai pencampuran fakta dan opini pada isi beritanya. Pencampuran fakta dan opini apabila terdapat kata-kata

opinionative yang berasal dari wartawan. Pada kedua surat kabar yang diteliti, Media Indonesia memiliki kekuatan pada narasumbernya, sehingga isi berita hanya sedikit yang mencampur fakta dan opini atau

menggunakan opinionative dari wartawan bersangkutan. Alhasil pemuatan

berita pada surat kabar Media Indonesia tidak banyak mencampur fakta dan opini dibanding pemuatan berita dalam surat kabar Utusan Malaysia yang hasilnya mendekati sama antara mencampur dan tidak mencampur adanya fakta dan opini dan isi berita tentang konflik budaya Indonesia - Malaysia.

5) Pada kategori bentuk penulisan berita, dengan sub kategori hard news dan

soft news. Ditemukan hasilnya pada surat kabar Utusan Malaysia, yakni

pada bentuk berita hard news mempunyai hasil tertinggi dengan jumlah 16

item atau 55,17%, kemudian berita soft news dengan 13 item atau 44,83%.

Sedangkan dalam surat kabar Media Indonesia, hasil frekuensi untuk hard


(2)

commit to user

item atau 45,16%. Dari hasil penyajian data diatas, kedua media yang diteliti tidak menempatkan porsi bentuk pemberitaan ini sepenuhnya

menjadi sebuah berita lugas/hard news. Dapat dilihat bahwa pemberitaan

dengan bentuk berita halus/soft news juga mempunyai porsi yang banyak

dalam pemberitaan yang ada. Berdasarkan hasil koding, bentuk pemberitaan pada surat kabar Utusan Malaysia cenderung ke berita lugas, sedangkan pada surat kabar Media Indonesia lebih kepada berita halus.

Hasil sajian data diatas ikut membuktikan hasil hipotesa yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini, yakni terdapat perbedaan-perbedaan signifikan dalam hal frekuensi penyajian berita mengenai konflik budaya Indonesia – Malaysia antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia periode Agustus – Desember 2009. Untuk melengkapi perbedaan-perbedaan tersebut, maka perhitungan juga dilakukan pada uji beda kategori-kategori yang digunakan yakni pokok permasalahan berita, arah pemberitaan, akurasi pemberitaan, faktualitas berita hingga bentuk penulisan berita. Berikut hasil perhitungan uji beda signifikan dari tiap kategori yang diteliti dimulai dengan adanya perbedaan, yakni:

1) Terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal frekuensi penyajian berita

tentang konflik budaya Indonesia – Malaysia pada kategori sumber berita antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia periode Agustus – Desember 2009. Hal ini terbukti melalui hasil analisis uji beda

menggunakan rumus Chi-Square, dengan hasil untuk nilai χ2


(3)

commit to user

sedangkan pada χ2

tabel = 9,49. Maka besarnya nilai χ2 hasil perhitungan

tercatat lebih dari 9,49 atau 21,71>9,49.

2) Terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal frekuensi penyajian berita

tentang konflik budaya Indonesia – Malaysia pada kategori faktualitas berita antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia periode Agustus – Desember 2009. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan dimana nilai χ2

hitung = 24,51. Sedangkan untuk nilai χ2tabel = 3,84. Jadi, besarnya

nilai χ2 hasil perhitungan (χ2

hitung = 24,51) tercatat lebih dari 3,84 atau

24,51>3,84.

3) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal frekuensi penyajian

berita tentang konflik budaya Indonesia – Malaysia pada kategori pokok permasalahan berita antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia periode Agustus – Desember 2009. Hal ini berdasarkan hasil

perhitungan dimana nilai χ2

hitung = 2,51. Sedangkan untuk nilai χ2tabel =

3,84. Jadi, besarnya nilai χ2 hasil perhitungan (χ2

hitung = 2,51) tercatat

kurang dari 3,84 atau 2,51<3,84.

4) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal frekuensi penyajian

berita tentang konflik budaya Indonesia – Malaysia pada kategori arah pemberitaan antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia periode Agustus – Desember 2009. Hal ini berdasarkan hasil untuk nilai

χ2

hitung = 0,82, dan χ2tabel = 5,99. Maka besarnya nilai χ2 hasil perhitungan


(4)

commit to user

5) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal frekuensi penyajian

berita tentang konflik budaya Indonesia – Malaysia pada kategori bentuk penulisan berita antara surat kabar Utusan Malaysia dan Media Indonesia periode Agustus – Desember 2009. Hal ini dibuktikan melalui hasil nilai

χ2

hitung = 0,62, sedangkan pada tabel nilai kritis Chi-Square menunjukkan

nilai χ2

tabel = 3,84. Besarnya nilai χ2 hasil perhitungan tercatat kurang dari

3,84 atau 0,62<3,84.

B. Saran

Setelah menjabarkan hasil kesimpulan penelitian, maka peneliti mencoba untuk memberikan saran secara keseluruhan yang ditujukan kepada penelitian selanjutnya, terutama bagi yang ingin melakukan penelitian analisis isi pemberitaan terkait konflik Indonesia – Malaysia dan melibatkan surat kabar dari kedua negara masing-masing. Namun tidak sekedar hanya membadingkan isi berita, penelitian berikutnya dapat juga diterapkan dengan mempertimbangkan proses penelitian berikut:

1. Penggunaan Isu konflik lainnya

Hubungan Indonesia – Malaysia secara bilateral sampai saat ini masih terjalin dengan baik, namun dibalik itu berbagai permasalahan yang terjadi menyelimuti hubungan Indonesia dan Malaysia. Konflik yang sebenarnya sudah lama terjadi, hingga kini masih kerap terulang, bahkan dengan isu yang lebih beragam. Berbagai isu konflik sudah dimulai sejak adanya konfrontasi era tahun 1960an, lalu konflik Blok Ambalat, kasus


(5)

commit to user

TKI, konflik budaya, dan yang baru saja terjadi pelanggaran batas laut di wilayah Kepulauan Riau. Namun pada penelitian ini, peneliti menggunakan isu konflik budaya sebagai objek penelitian.

Untuk itu, diharapkan pada penelitian selanjutnya bisa memanfaatkan isu konflik lainnya selain konflik budaya yang digunakan saat ini. Sehingga hasil penelitian terkait konflik negara Indonesia – Malaysia bisa lebih beragam dan menjadi panutan bahan penelitian lainnya terkait isu konflik antar negara.

2. Penerapan terhadap metode penelitian lainnya

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah analisis isi yang bersifat kuantitatif. Metode penelitian ini digunakan karena dirasa lebih maksimal karena perhitungan yang dilakukan dapat lebih menonjolkan isi pemberitaan dari kedua surat kabar tersebut. Namun pengukuran perbedaan isi berita dalam perbandingan surat kabar dapat juga menggunakan metode analisis lainnya yang bersifat kualitatif, yakni menggunakan metode analisis wacana. Analisis wacana merupakan salah satu alternatif untuk melengkapi dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang digunakan oleh peneliti, selain itu analisis wacana tidak hanya menekankan pada pemaknaan teks/naskah, melainkan seringkali menggali apa yang terdapat dibalik teks/naskah penelitian yang digunakan. Sehingga nantinya hasil perbedaan yang diperoleh bisa lebih akurat.

Oleh karena itu, diharapkan pada penelitian selanjutnya, penggunaan metode analisis wacana dapat diterapkan oleh peneliti lainnya


(6)

commit to user

yang akan melakukan penelitian terhadap perbandingan isi berita dengan menggunakan surat kabar.

3. Perolehan data mentah yang lebih akurat

Permasalahan yang diangkat terdengar sangat sensitif, apalagi pemberitaan ini berkaitan dengan konflik atau konfrontasi yang berkepanjangan antara dua negara serumpun Indonesia dan Malaysia, sehingga pemberitaan yang dimuat menjadi tidak maksimal. Keterlibatan surat kabar Malaysia dalam penelitian ini agar peneliti dapat mengumpulkan data yang lebih akurat dan maksimal, melihat format pemberitaan tiap negara berbeda-beda. Namun, untuk memperoleh data mentah terkait informasi dari surat kabar dari negara bersangkutan dirasa sangat sulit. Hal tersebut dikarenakan media Malaysia tidak begitu tertarik dalam menanggapi isu konflik budaya ini. Begitu pula yang terjadi oleh peneliti dalam memperoleh data mentah mengenai segala informasi terkait topik permasalahan penelitian maupun deskripsi perusahaan surat kabar Utusan Malaysia. Sehingga data yang digunakan peniliti sangat terbatas,

hanya mengandalkan pada situs/website yang berhubungan dengan Utusan

Malaysia.

Oleh karena itu, diharapkan pada penelitian berikutnya para peneliti dapat lebih intens dalam melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan media bersangkutan, sehingga dapat memudahkan dalam memperoleh data yang dibutuhkan, mengingat tema yang diangkat mengenai konflik antar negara dirasa sangat sensitif.