38
5. Pendeteksian Kecurangan
Ramaraya 2008 menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor, dari
literatur yang ada beberapa faktor yang teridentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan, sehingga auditor gagal
dalam usaha mendeteksi kecurangan tersebut. Faktor-faktor penyebab tersebut diantaranya: karakteristik terjadinya kecurangan, standar
pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan, lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit, metode dan prosedur audit yang
tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan. Identifikasi atas faktor- faktor penyebab, menjadi dasar untuk kita memahami kesulitan dan
hambatan auditor menjalankan tugasnya dalam mendeteksi kecurangan. SA Seksi 312.2 PSA No. 25 paragraph 03 dan 04 menyatakan,
“konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian
laporan keuangan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum PABU
di Indonesia”. Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila dampaknya secara individual atau keseluruhan cukup
signifikan sehingga mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Prinsip
Akuntansi Berlaku Umum PABU di Indonesia. Salah saji dapat terjadi sebagai akibat kekeliruan dan kecurangan.
39 Kecurangan fraud perlu dibedakan dengan kekeliruan error.
Kekeliruan dapat di deskripsikan sebagai “unintentional mistake” kesalahan yang tidak disengaja. Kekeliruan dapat terjadi pada setiap
tahap dalam
pengelolaan transaksi,
dari terjadinya
transaksi, pendokumentasian,
pencatatan, pengikhtisaran
hingga proses
menghasilkan laporan keuangan. Kekeliruan error berarti salah saji misstatement atau hilangnya
jumlah pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak disengaja. Boynton dan Kell 1996:55 dalam Ferdinand d
an Na’im 2006: 6 membagi kekeliruan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Kekeliruan dalam mengambil atau memproses data akuntansi yang
akan digunakan untuk membuat laporan keuangan. 2.
Kekeliruan perkiraan akuntansi yang diakibatkan oleh kekeliruan interprestasi terhadap fakta.
3. Kekeliruan dalam penerapan prinsip akuntansi terkait dengan
jumlah, klasifikasi, tujuan dan pengungkapan. Sementara irregularities atau kecurangan adalah salah saji atau
hilangnya jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang disengaja Yusuf, 2001:66
dalam Ferdinand dan Na’im, 2006: 6. Kekeliruan dan kecurangan dibedakan melalui apakah tindakan yang
mendasarinya dan berakibat pada terjadinya salah saji dalam laporan keuangan berupa tindakan yang disengaja atau tidak disengaja. Menurut
SA Seksi 316.2 PSA No. 70, kecurangan berarti” salah saji atau
40 penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan”. Kecurangan irregularities meliputi:
1. Manipulasi, pemalsuan atau mengubah catatan akuntansi atau
dokumen pendukung dari laporan keuangan yang disajikan. 2.
Salah interpretasi atau penghasilan keterangan atas suatu kejadian, transaksi atau informasi lain yang signifikan
3. Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang
berhubungan dengan jumlah tertentu, klasifikasi dan penyajian serta pengungkapan.
Secara umum penyebab terjadinya kecurangan diakibatkan oleh faktor utama faktor internal atau dari diri orang yang bersangkutan dan
faktor sekunder atau faktor eksternal. Penyebab utama internal terjadinya kecurangan, antara lain adalah Vanables and Impey, 1988
dalam Ferdinand dan Na’im, 2006: 8: 1.
Penyembunyian concealment. Kesempatan yang ada tidak terdeteksi oleh pengendalian internal perusahaan, sehingga
kesempatan tersembunyi ini diketahui oleh seorang yang kemudian melakukan kecurangan.
2. Kesempatan opportunity. Pelaku perlu berada pada tempat yang
tepat, waktu yang tepat agar dapat mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam sistem dan juga menghindari deteksi dini.
41 3.
Motivasi motivation. Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti
ketamakan kerakusan dan motivasi lain. 4.
Daya Tarik attraction. Sasaran kecurangan akan direncanakan biasanya jika merupakan sesuatu yang menarik atau yang
menguntungkan pelaku. 5.
Keberhasilan success. Pelaku perlu menilai peluang berhasil atau tidaknya suatu tindakan kecurangan, yang dapat menghindari
penuntutan atau deteksi. Adapun penyebab sekunder terjadinya kecurangan, antara lain:
1. Kurangnya pengendalian internal perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan fasilitas perusahaan yang dianggap sebagai suatu tunjangan karyawan
2. Hubungan antara pemberi kerja dan pekerja yang jelek, yaitu kurang
adanya saling pecaya dan penghargaan yang tidak semestinya. Pelaku dapat menemukan alasan bahwa kecurangan hanya
merupakan kewajiban. 3.
Balas dendam revenge, yaitu ketidaksukaan yang berlebihan terhadap
organisasi dapat
mengakibatkan pelaku
berusaha merugikan organisasi tersebut.
4. Tantangan challenge, yaitu karyawan yang bosan dengan
lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha
42 untuk “merusak sistem”, sehingga mendapatkan kepuasan sesaat
atau pembebasan prustasi.
B. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian dan Perumusan Masalah
1. Variabel pendeteksian kecurangan dengan penerapan aturan etika.
Etika pada dasarnya berkaitan dengan moral yang merupakan kristalisasi dari ajaran-ajaran, patokan-patokan, kumplan aturan dan suatu
ketetapan baik lisan maupun tertulis. Etika dinyatakan tertulis yang disebut kode etik. Pengembangan kesadaran terhadap aturan etika memainkan
peran kunci dalam semua area profesi akuntan. Seorang auditor harus mentaati aturan etika dalam melaksanakan tugasnya untuk memudahkan
auditor dalam mendeteksi adanya kecurangan Louwers, 1997 dalam Gusti dan Ali, 2006. Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam penelitian ini akan
dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha
1
: Penerapan aturan etika berpengaruh signifikan terhadap
pendeteksian kecurangan. 2.
Variabel pendeteksian kecurangan dengan pengalaman. Penelitian dalam psikologi Hayes-Roth and Hayes-Roth 1975;
Hutchinso 1983; Murphy and Wright 1984 telah menunjukan bahwa seseorang dengan pengalaman lebih pada suatu bidang kajian tertentu,
mempunyai lebih banyak hal yang disimpan dalam ingatannya. oleh karena itu, dengan bertambahnya pengalaman auditing, jumlah kecurangan
yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Berdasarkan