Landasan Teori Kemiskinan Kerangka Teori

memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan teori- teori sebagai pedoman kerangka berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk melakukan penelitian dan teori yang dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Kerangka teori diharapkan memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti.

1.5.1 Landasan Teori

Untuk memudahkan penelitian maka terlebih dahulu penyampaian teori- teori yang mendukung pelaksanaan penelitian tersebut yakni menjelaskan semua hal terkit yang bisa memudahkan penulis, dari judul yang penulis ambil maka dapat disampaikan teori-teori yang mendukung terhadap pelaksanaan Program Keluarga Harapan PKH di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. 1.5.2 Kebijakan Publik 1.5.2.1 Pengertian Kebijakan Publik Menurut Chandler dan Plano Tangkilisan, 2003 kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat Universitas Sumatera Utara diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik. Menurut James E. Anderson, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan. 2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah. 3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. 4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Kebijakan publik menurut Thomas Dye Subarsono 2005 : 2 adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan public policy is whatever governments choose to do or not to do. Definisi menurut Dye mengandung makna bahwa 1 kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah Universitas Sumatera Utara Perumusan Masalah penyusunan agenda Forecasting formulasi kebijakan Rekomendasi Kebijakan Adopsi Kebijakan Evaluasi Kebijakan Penilaian Kebijakan bukan organisasi swasta; 2 kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah. Dari beberapa pengertian tersebut, maka diperoleh gambaran awal mengenai konsep kebijakan publik yakni merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan suatu masalah yang terjadi dimasyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan.

1.5.2.2 Mekanisme Kebijakan Publik

Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik Sumber : William N. Dunn, 1994 : 7 dalam Subarsono, 2005 : 9 Monitoring Kebijakan Implementasi Kebijakan Universitas Sumatera Utara Suatu kebijakan publik dibuat memlalui tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Tahapan kebijakana publik dimulai dari penetapan isu atau masalah dalam agenda kebijakan yang kemudian dirumuskan menjadi sebuah kebijakan dan ditetapkan untuk selanjutnya dilaksanakan. Setelah kebijakan dilaksanakan maka tahapan terakhir dari sebuahkebijakan publik adalah evaluasi kebijakan, dimana evaluasi ini bertujuan untuk melihat dampak dari kebijakan itu sendiri. Tabel 1.3 Tahap Analisis kebijakan Tahap Karakteristik Perumusan Masalah Memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah Forecasting formulasi kebijakan Memberikan ormasi mengenai konsekuesi di masa mendatang dri diterapkannya alternatif kebijakan termasuk apabila membuat kebijakan. Rekomendasi kebijakan Memberikan informasi mengenai mamfaat bersih dari setiap alterative dan merekomendasikan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat bersuh paling tinggi. Monitoring kebijakan Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan maasa lalu dari diterapkannya alternative kebijakan termasuk kendala-kendalanya. Evaluasi kebijakan Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan Sumber : Subarsono, 2005 : 10 Universitas Sumatera Utara Tabel diatas menunjukkan bahwa kebijakan publik memiliki dimensi yang sangat luas dari mulai identifikasi masalah publik, desaim program atau kebijakan, implementasi, monitoring, hingga proses evaluasi kebijakan. Sebuah isu, baik berupa masalah bersama maupun tujuan bersama, ditetapkan sebagai suatu isu kebijakan. Dengan isu kebijakan ini, dirumuskan dan ditetapkan kebijakan publik. Kebijakan ini kemudian diimplementasikan atau implementasi kebijakan. Pada saat implementasi, dilakukan pemantauan atau monitoring untuk memastikan implementasi kebijakan konsisten dengan rumusan kebijakan. Hasil implementasi kebijakan adalah kinerja kebijakan. Pada saat inilah diperlukan evaluasi kebijakan. Evaluasi yang pertama berkenaan dengan kinerja kebijakan, yaitu berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan mencapai hasil yang diharapkan. Selanjutnya dilakukan evaluasi secara pararel pada implementasi kebijakan, rumusan kebijakan, dan lingkungan tempat kebijakan dirumuskan, diimplementasikan, dan berkinerja. Hasil evaluasi menentukan apakah kebijakan dilanjutkan ataukah membawa isu kebijakan yang baru, yang mengarah pada dua pilihan: diperbaiki atau revisi kebijakan, ataukah dihentikan, penghentian kebijakan.

1.5.3 Implementasi Kebijakan

1.5.3.1 Pengertian Implementasi

Kamus Webster dalam Wahab 1997:64, pengertian implementasi dirumuskan secara pendek bahwa “to implement” mengimplementasikan berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” menyajikan sarana Universitas Sumatera Utara untuk melaksanakan sesuatu; menimbulkan dampak berakibat sesuatu. Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Bahkan Udoji dalam Wahab 1997:65 menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Menurut Nakamura dan Smallwood dalam Tangkilisan 2003:17, hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkannya ke dalam keputusan yang bersifat khusus. Sedangkan Jones dalam Tangkilisan 2003:18, implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam proses implementasi, yaitu : a. penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke dalam pengaturan yng dapat diterima dan dapat dijalankan, b. organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan, Universitas Sumatera Utara c. penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya. Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku darisemua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnyaberpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif Tangkilisan, 2003:19.

1.5.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi implemetasi kebijakan

Keberhasilan implementas kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. 1. Teori George C. Edward III 1980 Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu : a. Komunikasi Keberhasilan implemetasi kebijakan mensyaratkan agar implementasi mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus di transmisikan kepada kelompok Universitas Sumatera Utara sasaran target group sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Persyaratan pertama bagi implementaasi kebijakan adalah bahwa mereka yang harus mengimplementasikan suatu keputusan mesti tahu apa yang harus mereka kerjakan. Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat sebelum bisa diikuti. Secara alami, komunikasi ini membutuhkan keakuratan dan komunikasi mesti secara akurat pula diterima oleh para implemantor. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, kejelasan dan konsistensi. Transmisi artinya sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Konsistensi, artinya bahwa jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Kejelasan; jika kebijakan sebagaimana yang dinginkan, maka petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para implementor, tetapi juga komunikasi kebijakan harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. Universitas Sumatera Utara b. Sumberdaya Sumberdaya merupakan salah satu faktor penting dalam proses implementasi suatu keputusan agar pelaksanaan keputusan tersebut dapat berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementator dan sumberdaya financial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementator yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya financial adalah kecukupan model investasi atas sebuah program atau kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi program atau kebijakan pemerintah. Sebab tanpa kehandalan implementator, kebijakan menjadi kurang energik dan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan sumber daya financial yang memadai, program atau kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai program tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran. Kewenangan merupakan sumber penting lainnya untuk implementasi kebijakan. Kewenangan ada dalam berbagai bentuk, dari pemberian bantuan hingga prilaku yang menghalangi. c. Disposisi Disposisi adalah karakteristik yang menempel erat pada implementator kebijakan atau program. Karakter penting dimiliki olem implementator adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis. Universitas Sumatera Utara Implementator yang memiliki komitmen tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam program atau kebijakan yang dilaksanakan. Komitmen dan kejujuran membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik implementator dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran terhadap implementator dan program atau kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. d. Struktur birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar standard operating procdures atau SOP yang dicantumkan dalam guideline program atau kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami oleh siapapun karena SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam melaksanakan program atau kebijakan tersebut. Sedangkan struktur organisasi pelaksanan pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang dan kompleks, karena struktur organisasi yang panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan Universitas Sumatera Utara menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks sehingga menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Gambar 1.2 Model Implementasi Edward III Komunikasi Sumberdaya Implementasi Disposisi Struktur birokrasi Sumber : Edwards III, 1980 : 148 dalam Subarsono, 2005 : 90 Berdasarkan gambar diatas, Edwards III menerangkan bahwa dalam proses implementasi sebuah kebijakan atau program setiap faktor- faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut saling berkaitan satu sama lain, artinya bahwa suatu kebijakan dapat berhasil dilaksanakan apabila keempat faktor tersebut sudah berjalan dengan baik dan saling mendukung dalam keberhasilan pelaksanaan kebijakan atau program tersebut. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.4 Aplikasi Konseptual Model Edward III Perspektif Implementasi Kebijakan Aspek Ruang Lingkup Komunikasi a. Siapakah implementator dan sasaran dari program atau kebijakan ? b. Bagaimana sosisalisasi program atau kebijakan efektif dijalankan ?  Metode yang digunakan  Intensitas komunikasi Sumberdaya a. Kemampuan implementator  Tingkat pendidikan  Tingkat pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program  Kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan b. Ketersediaan dana  Berapa dana yang dialokasikan  Prediksi kekuatan dana dan besrn biaya untuk implementasi program atau kebijakan. Disposisi Karakterisrtik pelaksana Universitas Sumatera Utara  Tingkat komitmen dan kejujuran : dapat diukur dengan tingkat konsistensi antara peaksana kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan. Semakin sesuai dengan guideline semakin tinggi komitmennya  Tingkat demokrasi, dapat diukur dengan intensitas pelaksana melakukan proses sharing dengan kelompok sasaran, mencari solusi dari masalah yang dihadapi dan melakukan diskresi yang berbeda dengan guideline guna mencapai tujuan dan sasaran program Struktur birokrasi a. Ketersediaan SOP yang medah dipahami b. Struktur organisasi  Seberapa jauh rentang kendali antara pucuk pimpinan dan bawahan dalam struktur organisasi pelaksana. Semakin jauh berarti semakin rumit, birokratis dan lambat untuk merespon perkembangan program. Sumber : Indiahono, 2009 : 34 2. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn 1975 Universitas Sumatera Utara Menurut Van Meter dan van Horn dalam Subarsono 2005:99 menyatakan bahwa ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi yakni 1. Standar dan Sasaran Kebijakan Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standard an sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. 2. Sumber Daya Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia human resource maupun sumber daya non manusia non- human resources. 3. Komunikasi antar Organisasi dan Penguatan Aktivitas Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. 4. Karakteristik agen pelaksana Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola- pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok- Universitas Sumatera Utara kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. 6. Disposisi implementor Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni a respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Gambar 1.3 Model Implementasi kebijakan-Van Meter dan Van Horn . S umber : Indiahono, 2009 Komunikasi antar organisasi Dan pelaksana kegiatan Standar Dan sasaran Karakteristik badan pelaksana Sikap pelaksan a Kinerja kebijakan Sumber daya Lingkungan sosial, ekonomi dan politik Universitas Sumatera Utara

1.5.4 Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak uyang disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemiskinan dapat dimaknai sebagai ketidaksamaan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. basis keuasaan sosial meliputi: a Modal produktif atau aset tabah, perumahan, alat produksi, kesehatan; b Sumber keuangan Pekerjaan, kredit; c Organsiasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk encapai kepentingan bersama Koperasi, partai politik, orgaisasi sosial; d Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan brang, jasa; e Pengetahuan dan keterampilan, dan f Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup Friedman, dalam Nainggolan, dkk. 2012: 9. Berbagai konsep kemiskinan telah dinyatakan dalam beberapa penelitian kemiskinan, diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh World Bank dalam Analisis Data Kemiskinan,2011 : 4. Menurut Bank Dunia, kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan. Berdasarkan definisi tersebut kemiskinan dapat dipandang dari beberapa sisi. Dari pandangan konvensional kemiskinan dipandang dari sisi moneter, dimana kemiskinan diukur dengan membandingkan pendapatankonsumsi individu dengan beberapa batasan tertentu, jika mereka berada di bawah batasan tersebut, maka mereka dianggap miskin. Pandangan mengenai kemiskinan berikutnya adalah bahwa kemiskinan tidak hanya sebatas ukuran moneter, tetapi juga mencakup miskin nutrisi yang diukur dengan memeriksa apakah pertumbuhan anak-anak terhambat. Selain itu, juga bisa dari Universitas Sumatera Utara miskin pendidikan, misalnya dengan menggunakan indikator angka buta huruf. Selanjutnya pandangan yang lebih luas mengenai kemiskinan adalah kemiskinan ada jika masyarakat kekurangan kemampuan dasar, sehingga pendapatan dan pendidikan yang dimiliki tidak memadai atau kesehatan yang buruk, atau ketidakamanan, atau kepercayaan diri yang rendah, atau rasa ketidakberdayaan, atau tidak adanya hak bebas berpendapat. Berdasarkan pandangan ini, kemiskinan adalah fenomena multi dimensi, dan solusi untuk mengatasinya tidaklah sederhana. Menurut World Bank dalam Analisis Data Kemiskinan,2011 : 4 ada 4 alasan mengapa kemiskinan diukur. Pertama adalah untuk membuat orang miskin terus berada dalam agenda; jika kemiskinan tidak diukur, maka orang miskin akan mudah terlupakan. Kedua, orang harus mampu mengidentifikasi orang miskin jika salah satu tujuannya adalah untuk keperluan intervensi dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Ketiga adalah untuk memantau dan mengevaluasi proyek-proyek atau kebijakan intervensi yang diarahkan kepada orang miskin. Dan terakhir adalah untuk mengevaluasi efektivitas lembaga-lembaga pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Chambers 1983 : 112 mengemukan bahwa kemiskinan mengakibatkan kelemahan fisik yang disebabkan oleh kekurangan makanan, tubuh kecil, kekurangan gizi sehingga menyebabkan rendahnya respon imun yang rendah terhadap infeksi. Kemiskinan dapat dilihat dari ketidakmampuan membayar layanan kesehatan, membayar biaya pendidikan, membeli sepeda atau radio, Universitas Sumatera Utara untuk mampu melakukan perjalanan dalam mencari pekerjaan atau tinggal dipudat kota. Sedangkan Sherraden 2006 : 48 mengatakan bahwa dilihat dari teori prilaku kemiskinan disebabkan oleh sikap individu yang tidak produktif. Disisi lain, teori struktural sosial melihat bahwa kondisi miskinlah yang menyebabkan perilaku tertentu pada setiap individu, yaitu munculnya sikap individu yang tidak produktif merupakan akibat dari adaptasi dengan keadaan miskin. Mencher dalam Siagian 2012 : 5 mengemukakan, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai degan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hal yang cukup menarik dari apayang dikemukan Mencher adalah bahwa dalam upaya mencapai taraf hidup yang layak, seseorang atau sekelompok orang membutuhkan dukungan, baik dari diri sendiri maupun dari faktor eksternal. Chambers 1983 : 109 mengemukakan lima karakteristik sebagai ketidakberuntungan disadventages yang melingkupi orang miskin atau keluarga miskin antara lain : a poverty; b physically weakness; c isolated; d vulnerable; and e powerless. Emil salim dalam Siagian, 2012 : 23 menyatakan bahwa ada lima karakteristik kemiskinan, yaitu; 1 penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri; 2 penduduk miskin pada umumnya juga tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi jika dengn Universitas Sumatera Utara kekuatan sendiri; 3 penduduk miskin pada umumnya memilki tingkt pendidikan rendah; 4 Banyak diantara penduduk miskin tidak mempunyai fasilitas sehingga hidupnya tidak layak; dan 5 dintara penduduk miskin terdapat kelompok dengan usia relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan yang memadai. Data kemiskinan dilakukan lewat tahapan keluraga sehajtera yang dibagi menjadi lima tahap, yaitu: 1 keluarga Pra Sejahtera sangat miskin; 2 Keluarga Sejahtera I miskin; 3 Keluarga Sejahtera II; 4 Keluarga Sejahtera III; 5 Keluarga Sejahtera III plus Nainggolan, dkk. 2012 : 15 Dari beberapa pendapat para ahli mengenai kemiskinan diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah keadaan seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor baik faktor internal yaitu sikap individu yang tidak produktif maupun faktor eksternal yaitu lingkungan tempat tinggal yang terisolasi, tidak memiliki sumber pendapatan yang jelas, tidak memiliki fasilitas hidup yang layak dan tidak mempunyai kekuatan utuk memperoleh perlindungan hukum. 1.5.5 Program Keluarga Harapan PKH 1.5.5.1