DIAGNOSIS DEEP VEIN THROMBOSIS DVT

vaskular pada ekstremitas bawah. Gejala primer dari PTS termasuk nyeri, varikosa vena, edema, ektasia vena, indurasi, dan ulserasi.

2.2.6. DIAGNOSIS

7 Resiko klinis, kecurigaan, dan probabilitas dapat memperingatkan praktisi untuk kemungkinan DVT. Diagnosis kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan kinis dan hasil dari pemeriksaan diagnostik. Identifikasi dari resiko DVT berhubungan dengan faktor patofisiologis berdasarkan hipotesis dari Rudolph Virchow lebih dari 100 tahun yang lalu. Virchow percaya bahwa terbentuknya suatu trombosis merupakan hasil langsung dari interaksi berbagai faktor, termasuk statis vena, kerusakan endotel pembuluh darah dan hiperkoagulabilits dari darah. Kondisi dan faktor predisposisi yang merepresentasikan ketiga aspek penelitian Virchow tadi adalah adanya DVT sebelumnya atau riwayat keluarga trombosis, gangguan koagulasi, usia di atas 55 tahun insiden meningkat dengan usia, kegemukan BMI 25 kgm 2 , imobilitas tirah baring atau duduk untuk jangka waktu yang lama, trauma mayor, riwayat operasi, kanker, terapi kanker hormonal, kemoterapi, atau radioterapi, merokok, sepsis berat, hipertensi, hiperlipidemia, kehamilan atau masa postpartum. 7,24,29,30 Tabel 2.5. Faktor risiko DVT 11,31 Universitas Sumatera Utara Sebagai tambahan dari beberapa keadaan spesifik, intervensi dan penanganan klinis juga dapat meningkatkan resiko terbentuknya DVT. Pada pasien-pasien yang dilakukan tindakan pembedahan, insiden dari DVT dipengaruhi selain oleh faktor-faktor yang sudah ada seperti disebut di atas, juga faktor-faktor yang berhubungan dengan prosedur operasi sendiri, termasuk lokasi, teknik, dan durasi dari prosedur; jenis anestesi, adanya infeksi, dan derajat imobilisasi setelah operasi. Resiko tromboembolisme vena pada pasien-pasien yang dilakukan tindakan pembedahan pada kasus ginekologi yang tidak mendapat profilaksis diperkirakan sekitar 2 sampai 80. 7,29 Tabel 2.6. Tingkatan risiko tromboembolisme pada pasien operasi tanpa profilaksis Sebagai tambahan untuk evaluasi klinis kemungkinan, faktor rIsiko, dan adanya gejala, digunakan juga skoring untuk membantu menentukan diagnosa DVT. Skoring yang sering digunakan dan sudah tervalidasi adalah Modified Wells Score. 29 7 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.7. Modified Wells Score Diagnosis secara klinis tidak sensitif dan tidak akurat karena tanda dan gejala dari DVT bisa tidak spesifik. Tidak dapat diterima untuk mendiagnosis DVT atau PE hanya secara klinis dan memberikan terapi antikoagulan tanpa dilakukannya konfirmasi dengan pemeriksaan objektif. Berbagai algoritma diagnostik yang non-invasif dan efektif dari segi biaya telah dievaluasi. Suatu penanda atau marker laboratorium tunggal yang dapat mengkonfirmasi diagnosis atau menyingkirkan penyakit ini, dalam hal ini D-Dimer, dapat dianggap sebagai suatu kemajuan yang baik dalam bidang medis. 7 32 Beberapa evaluasi diagnostik yang digunakan untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis dari DVT, termasuk pemeriksaan: 7,14,33 • D-Dimer D-Dimer yang menggambarkan degradasi fibrin di dalam darah, sering digunakan sebagai pemeriksaan awal adanya DVT. Penelitian klinis mendukung hipotesa bahwa kadar D-Dimer yang rendah dapat menyingkirkan DVT pada pasien-pasien dengan resiko rendah sampai sedang dan skor Well kurang dari 2. Perlu diingat bahwa spesifisitas D-Dimer untuk menyingkirkan DVT tinggi 96, namun karena sensitivitas D-Dimer untuk menegakkan DVT rendah 40, Universitas Sumatera Utara hasil dari pemeriksaan ini lebih terbatas untuk menyingkirkan daripada menegakkan diagnosis DVT. 7,14,32,33 Kadar D-Dimer serum yang dianggap normal atau negatif untuk DVT adalah kurang dari 500 ngmL, sementara kadar D-Dimer 500 ngmL atau lebih dianggap sebagai positif untuk DVT. 34 Beberapa penelitian lain menyebutkan batasan kadar D-Dimer yang lebih rendah yaitu 400 ngmL sebagai batasan untuk menegakkan atau menyingkirkan adanya DVT. 12 Namun pemeriksaan D-Dimer dengan nilai cut-off sebesar 500 ngmL mempunyai spesifisitas paling tinggi yaitu lebih kurang 99 untuk menyingkirkan adanya DVT. • Ultrasonografi 11 Ultrasonografi duplex dengan kompresi merupakan suatu pemeriksaan non invasif yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis DVT dengan sensitifitas untuk thrombosis vena proximal mencapai 97. Ultraonografi menjadi alat diagnostik yang baik, yang banyak digunakan saat ini sebagai standar untuk menegakkan DVT. • Magnetic Resonance Imaging MRI 7,14,32,33 MRI sensitif dan spesifik dalam menegakkan trombosis pada vena pelvis. Biaya MRI cukup mahal, dan alat ini tidak boleh digunakan pada pasien-pasien dengan alat pacu jantung atau implan metal lain, namun MRI dapat menjadi pilihan diagnostik yang efektif pada beberapa pasien. • Contrast venography 7,14,33 Venografi dengan kontras dapat mendeteksi trombus pada betis dan paha, serta dapat menegakkan atau menyingkirkan diagnosa DVT pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan lain tidak dapat memberi kesimpulan. Tetapi masalah biaya merupakan kontroversi, selain itu venografi ini membutuhkan suatu fasilitas radiologi yang lengkap. Beberapa dokter menganggap venorafi sebagai prosedur yang invasif dan mahal. Sebagai tambahan, kontras pada venografi dapat menjadi penyebab dari DVT pada pasien yang menjalani prosedur diagnostik ini. Selain itu, berbagai alasan lain seperti adanya reaksi alergi, kesulitan secara teknis, penelitian yang tidak adekuat, variabilitas dan kurang tersedianya interobserver menyebabkan pemeriksaan ini menjadi kontraindikasi atau tidak dapat digunakan sebagai alat diagnostik pada 20-25 pasien. Walaupun dulu venografi pernah dianggap sebagai standar baku gold standard untuk Universitas Sumatera Utara mendiagnosis DVT, namun saat ini alat ini semakin jarang digunakan. Penelitian-penelitian telah menetapkan bahwa venografi ini telah digantikan perannya sebagai pilihan lini pertama sebagai pemeriksaan diagnostik untuk DVT. 32,35 Pemeriksaan venografi ini masih dianggap sebagai gold standard untuk menegakkan DVT sampai tahun 1995, namun setelah itu dengan dilakukannya berbagai penelitian, USG duplex telah diakui secara luas perannya sebagai gold standard. 7,14,33,34 The American Academy of Family Physicians dan American College of Physicians mengeluarkan suatu pedoman guideline untuk diagnosis VTE termasuk DVT dan PE berdasarkan ulasan sistematis berbasis bukti evidence based systematic review dari berbagai penelitian yang pernah dilaporkan. Rekomendasi pedoman ini berdasarkan penelitan meta- analisa atau ulasan dari Evidence-based Practice Centers EPC. Pedoman yang dikeluarkan adalah :

1. Rekomendasi I : Prediksi klinis yang tervalidasi dapat memperhitungkan kemungkinan

VTE, dan menjadi dasar dari pemeriksaan lanjutan. 15 Bukti yang ada menunjukkan bahwa penggunaan prediksi secara klinis yang sudah tervalidasi dapat menentukan kemungkinan penyakit ini. Skor prediksi Wells untuk menilai DVT dan PE telah tervalidasi dan digunakan secara luas untuk menentukan kemungkinan VTE sebelum dilakukannya pemeriksaan lanjutan. Penggunaan skor Wells dapat dipercaya lebih baik pada pasien-pasien dengan usia lebih muda tanpa komorbid atau riwayat adanya VTE dibandingkan pasien lain. Klinisi perlu melakukan penliaian klinis pada kasus-kasus dimana pasien memiliki usia yang lebih tua dan memiliki komorbid.

2. Rekomendasi II : Pada pasien-pasien tertentu dengan resiko rendah untuk DVT atau PE

berdasarkan penilaian skor Wells, diperlukan dilakukan pemeriksaan D-Dimer, dan jika hasilnya negatif, kemungkinan untuk terjadinya VTE rendah. 15 Pada pasien dengan kelompok resiko rendah berdasarkan kriteria skor Wells, nilai dari pemeriksaan D-Dimer yang negatif untuk VTE memiliki spesifisitas dan negative predictive value yang tinggi untuk mengurangi diperlukannya dilakukan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan D-Dimer memiliki negative predictive value paling tinggi ketika digunakan untuk menyingkirkan VTE pada pasien dengan usia lebih muda tanpa adanya Universitas Sumatera Utara komorbid atau riwayat VTE, dan dengan durasi gejala yang pendek. Pada pasien dengan usia lebih tua, yang berhubungan dengan komorbid, dan memiliki gejala dengan durasi yang lama, pemeriksaan D-Dimer sendiri mungkin tidak cukup untuk menyingkirkan adanya VTE. 15

3. Rekomendasi III

: Ultrasonografi direkomendasikan pada pasien dengan resiko sedang sampai tinggi untuk menilai adanya DVT pada ekstremitas bawah. Penggunaan USG dalam diagnostik thrombosis pada vena proximal dari tungkai bawah direkomendasikan pada pasien dengan kelompok resiko sedang sampai tinggi berdasarkan kriteria skor Wells. Pada pasien dengan adanya DVT yang terbatas pada betis penggunaan USG kurang sensitif, diperlukan pemeriksaan USG ulangan ataupun jika diperlukan dilakukan venografi pada pasien yang dicurigai memiliki DVT pada betis dimana USG memberi hasil negatif dan pemeriksaan USG yang dilakukan tidak adekuat atau memberi hasil tersamar. 15 Beberapa peneliti merekomendasikan dilakukannya USG ulangan apabila pada pemeriksaan pertama USG memberikan gambaran negatif DVT. Pemeriksaan USG ulangan ini dilakukan di antara hari 1 sampai hari ke-14 setelah dilakukannya pemeriksaan pertama. Namun hal ini memerlukan biaya tambahan dan memberikan rasa tidak pasti pada pasien karena pemeriksaan yang dianggap sama oleh pasien dilakukan berulang. Selain itu, dari berbagai penelitian dijumpai adanya DVT pada pemeriksaan kedua sangat jarang hanya berkisar 0,6 sampai 1,2. Oleh karena alasan ini, banyak peneliti yang menyarankan bahwa pemeriksaan USG ulangan tidak perlu dilakukan. 35 Bernardi dkk. menyatakan bahwa pada pasien-pasien dengan pemeriksaan USG yang menunjukkan hasil negatif dan memiliki kadar D-Dimer yang normal, pemeriksaan USG ulangan ataupun pemeriksaan tambahan lain yaitu venografi tidak perlu dilakukan, karena dari penelitiannya ditemukan bahwa selama follow-up DVT hanya terjadi pada 0,2 dari keseluruhan pasien, sementara DVT dijumpai pada 9 pasien dengan D- Dimer yang positif. 36 Universitas Sumatera Utara

2.3. D-DIMER SEBAGAI PENANDA DVT