16 kemampuan untuk satu dosis pemberian obat yang digunakan selama pengobatan
dan harus menyampaikan obat langsung di lokasi tertentu yang diinginkan dalam pengobatan. Para ilmuwan ini telah berhasil mengembangkan sistem penyampaian
obat yang mendekati sistem penyampaian yang ideal tersebut dan mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan sistem penyampaian obat yang terkontrol atau
“Controlled Release System”. Desain penyampaian obat secara oral dimana obat pelepasannya dipertahankan berlangsung terus menerus ditujukan untuk mencapai
pelepasan obat yang efektif, konsentrasi obat dalam jaringan target dapat ditentukan dan mengoptimalkan efek terapetik obat yang dilakukan dengan cara
mengendalikan pelepasan obat didalam tubuh dengan dosis obat tertentu. Biasanya obat konvensional diberikan dalam dosis berkala yang diformulasikan
sedemikian rupa untuk memastikan stabilitas, aktivitas dan bioavalabilitas sediaan obat Kumar, et al., 2012.
2.4.2 Floating drug delivery system
Sistem penghantaran obat ini dengan sistem mengapung atau sistem hidrodinamis dikendalikan dengan berat jenis yang kecil sehingga dapat
mengapung di atas cairan lambung dan tetap mengapung di lambung tanpa mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung untuk jangka waktu yang lama.
Sementara sistem mengapung ini, obat dilepaskan perlahan pada tingkat yang diinginkan dari sistem ini. Setelah pelepasan obat, sistem residual ini dikosongkan
dari lambung. Hal ini menyebabkan peningkatan waktu retensi lambung yang lebih baik sehingga terjadi peningkatan konsentrasi obat dalam plasma
Gopalakrishnan dan Chenthilnathan, 2011.
Universitas Sumatera Utara
17 Adapun beberapa keuntungan dari penggunaan sistem floating yaitu
meningkatkan kepatuhan pasien, mencapai efek terapi yang baik dari obat dengan waktu paruh yang singkat, menambah absorpsi obat yang larut di lambung dan
dapat mencapai tapak spesifik obat di lambung Pawar, et al., 2011. Keterbatasan dari penggunaan sistem ini yaitu membutuhkan jumlah
cairan yang banyak di lambung bentuk sediaan dimasukkan secara oral dengan jumlah cairan sekitar 200-250 ml, dengan tujuan agar obat tetap mengapung di
lambung Soppimath, et al., 2001.
2.4.2.1 Pembagian sistem floating
Sistem penghantaran obat floating diklasifikasikan dalam dua variabel mekanisme yaitu sistem Effervescent dan sistem Non-effervescent.
a. Sistem Effervescent
Sistem ini dibuat dalam bentuk matriks dengan menggunakan polimer yang dapat mengembang seperti metil selulosa, kitosan, dan berbagai komponen
effervescent seperti natrium bikarbonat, asam tartrat, dan asam sitrat. Sediaan ini dirancang sedemikian rupa, sehingga ketika kontak dengan cairan lambung, maka
gas karbondioksida CO
2
akan terlepas dan terperangkap dalam sistem hidrokoloid yang mengembang.. Hal ini membantu sediaan untuk mengapung.
Bahan tambahan yang sering digunakan dalam sistem ini yaitu HPMC, polimer poliakrilat, polivinil asetat, karbopol, agar, natrium alginat, kalsium klorida,
polietilen oksida, dan polikarbonat Dey dan Saha, 2013. Lapisan terluar dari sistem effervescent terbuat dari polimer yang dapat
mengembang, yang permeabilitas terhadap cairan lambung, sehingga bila
Universitas Sumatera Utara
18 berkontak dengan lapisan effervescent sodium bikarbonat akan menunjukkan
reaksi netralisasi Dey dan Saha, 2013.
Gambar 2.3 Unit tunggal sistem Effervescent FDDS
b. Non-effervescent Floating
Sistem Non-effervescent ini mengembang bila berkontak lama dengan cairan lambung sehingga mencegah keluarnya obat dari lambung. Sistem ini
cenderung menyangkut mendekati spinkter pilori. Salah satu metode formulasi yang dilakukan adalah dengan mencampurkan obat dengan gel, yang
mengembang ketika kontak dengan cairan lambung. Contoh dari tipe FDDS ini adalah sistem koloid gel, sistem kompartemen mikroporos, beads alginat, dan
hollow mikrosfer Dey dan Saha, 2013. Pada umumnya dalam formulasi sistem non-effervescent ini menggunakan bahan yang mampu membentuk gel atau
memiliki kemampuan mengembang yang baik seperti senyawa hidrokoloid, polisakarida. Juga biasa digunakan bentuk matriks dari polimer seperti
polimethacrylate, polyacrylate, plystyrene,dan bioadhesif polimer yaitu kitosan dan karbopol Gopalakrishnan dan Chenthilnathan, 2011.
2.4.2.2 Kandidat obat untuk sediaan floating
Dalam sistem penghantaran obat ini dimaksudkan untuk obat-obat dengan tujuan pemakaian tertentu, dengan maksud untuk penghantaran dan aktivitas kerja
Universitas Sumatera Utara
19 obat yang lebih baik. Berbagai macam kandidat obat yang tepat untuk
diformulasikan dalam sistem penghantaran obat floating diantaranya: a. Obat-obat yang aktif bekerja secara lokal di lambung.
Seperti: Misoprostol, Antasida. b. Obat-obat yang memiliki tapak absorpsi yang sempit dalam saluran pencernaan.
Seperti: L-DOPA, p-aminobenzoic acid, furosemid, riboflavin. c. Obat-obat yang tidak stabil dalam lingkungan basa di bagian usus atau kolon.
Seperti: Captopril, Ranitidine HCl, Metronidazol. d. Obat-obat yang mengganggu aktivitas kerja mikroba di kolon.
Seperti: Antibiotik yang digunakan dalam pengobatan Helicobacter Pylori, diantaranya Tetracyclin, Clarithromycin, Amoxicilin.
e. Obat-obat yang menunjukkan kelarutan yang rendah pada pH yang tinggi. Seperti: Diazepam, Chlordiazepoxide, Verapamil Nayak, et al., 2010.
Berikut beberapa contoh sediaan obat yang diformulasikan dalam bentuk sediaan Floating ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.
No Bentuk Sediaan
Nama Obat 1 Tablet
Chlorpheniramin maleat, Theophyllin, Furosemid, Ciprofloxacin,
Captopril, Asam
Asetilsalisilat, Nimodipin, Amoxicillin, Verapamil HCl, Isosorbide
dinitrate, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Dilitiazem, Florouracil, Prednisolon.
2 Kapsul Nicardipin,
Chlordiazepoxide HCl,
Furosemid, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Urodeoxycholic.
3 Mikrosper Aspirin, Griseofulvin, p-nitroanilline, Ketoprofen,
Ibuprofen, Terfenadin.
Universitas Sumatera Utara
20 4 Granul
Indometasin, Na-Diklofenak, Prednisolon. 5 Film
Cinnarizine Sementara itu bentuk sediaan floating ini sendiri yang telah tersedia
dipasaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini No Bentuk Sediaan
Nama Obat Brand Name
Perusahaan, Negara Produsen
1 Floating Controlled
Release Capsule Levodopa,
Benserazide MODAPAR
Roche, USA 2
Floating Capsule Diazepam
VALRELEASE Hoffman-
LaRoche, USA
3 Effervescent
Floating Liquid Alginate Preparation
Aluminium hydroxide,
Magnesium Carbonate
LIQUID GAVISON
Glaxo Smith
Kline, INDIA
4 Floating Liquid
Alginate Preparation Aluminium-
Magnesium antacid
TOPALKAN Pierre
Fabre Drug, FRANCE
5 Colloidal gel
forming FDDS Ferrous
sulphate CONVIRON
Ranbaxy, INDIA 6
Gas-generating floating Tablets
Ciprofloxacin CIFRAN OD Ranbaxy, INDIA
7 Bilayer floating
Capsule Misoprostol
CYTOTEC Pharmacia, USA
Gopalakrishnan dan Chenthilnathan, 2011.
2.4.2.3 Keuntungan floating drug delivery system
Sistem penghantaran obat melalui sistem floating ini merupakan teknologi penghantaran obat dengan retensi lambung yang lebih lama dan memiliki
beberapa keuntungan dalam pemberian obat dengan sistem ini. Keuntungan ini meliputi:
a. Bentuk sediaan floating seperti tablet atau kapsul akan bertahan dalam
waktu yang lama bahkan pada pH alkalis saluran cerna.
Universitas Sumatera Utara
21 b.
FDDS menguntungkan untuk obat-obat yang bekerja secara lokal di lambung contohnya: antasida.
c. Bentuk sediaan FDDS menguntungkan untuk kasus seperti pergerakan
saluran cerna yang kuat dan diare untuk menjaga agar obat tetap berada dalam kondisi mengapung dalam lambung untuk memberikan respon efek
yang lebih baik. d.
Zat-zat asam seperti aspirin dapat menyebabkan iritasi saat berkontak dengan dinding lambung, untuk itu formulasi FDDS berguna untuk
menghantarkan obat aspirin dan obat-obat lain yang sejenis. e.
FDDS menguntungkan untuk obat-obat yang diabsorpsi di lambung contohnya Fero sulfat, Antasida.
Berbagai keuntungan ini yang menjadikan sistem lebih dikembangkan lagi untuk menghasilkan sistem penghantaran yang ideal Goyal, dkk., 2011.
2.4.2.4 Kekurangan floating drug delivery system
Disamping memiliki banyak keuntungan dalam sistem floating ini, terdapat pula kekurangan dari sistem ini. Kekurangan ini meliputi:
a. Retensi lambung dipengaruhi oleh banyak faktor seperti makanan, pH dan
motilitas lambung. Faktor-faktor ini tidak pernah tetap dan karenanya daya apung sediaan tidak dapat diprediksi.
b. Obat-obatan yang menyebabkan iritasi dan lesi pada mukosa lambung
tidak cocok untuk sistem pemberian obat ini. c.
Variabilitas tinggi dalam waktu pengosongan lambung. d.
Pengosongan lambung untuk subjek pada posisi tidur telentang terjadi secara acak tidak dapat diprediksi dan bergantung pula pada diameter dan
Universitas Sumatera Utara
22 ukuran sediaan floating tersebut. Oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan
sediaan ini saat pasien akan tidur Sharma, et al., 2011.
2.5 Saluran Pencernaan 2.5.1 Lambung
Lambung memiliki fungsi utama untuk memproses dan mengangkut makanan. Selain itu lambung sebagai tempat penyimpanan makanan dalam jangka
singkat, yang memungkinkan untuk mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak secara cepat. Proses pencernaan secara enzimatik berlangsung didalam
lambung Narang, N., 2011. Anatomi lambung dibagi menjadi 3 wilayah yaitu bagian fundus, bagian
badan dan bagian antrum pilorus. Bagian proksimal terdiri dari bagian fundus dan bagian badan yang bertindak sebagai tempat untuk bahan tercerna, sedangkan
bagian antrum adalah bagian utama untuk gerakan mencampur makanan dan juga bertindak sebagai pompa dalam pengosongan lambung untuk mendorong
makanan menuju bagian saluran pencernaan selanjutnya Narang, N., 2011. Lambung adalah organ berbentuk huruf J terletak pada bagian kiri atas rongga
perut di bawah diafragma dapat dilihat pada gambar 2.4. Lambung terdiri dari epitel selapis toraks dengan lekukan-lekukan, sehingga terbentuk lubang-lubang
pada permukaan lambung. Lubang-lubang ini merupakan muara dari kelenjar lambung. Lambung dapat diregangkan sehingga mampu menampung sejumlah
besar makanan Leeson, dkk., 1989. Waktu pengosongan lambung saat berpuasa ataupun sampai saat makan
dipengaruhi beberapa faktor dalam tubuh. Hal ini berkaitan dengan gerakan atau motilitas dari otot-otot lambung yang mengakibatkan perbedaan waktu
Universitas Sumatera Utara
23 pengosongan lambung diantara kedua keadaan ini. Siklus yang baik makanan
melalui lambung dan usus setiap 2 sampai 3 jam. Siklus ini disebut siklus mioelektrik bagian saluran pencernaan atau perpindahan suatu bahan tercerna
dalam saluran pencernaan yang dipengaruhi motilitas saluran pencernaan. Dalam siklus ini dibagi dalam 4 tahapan:
1. Tahap I fase basal yang berlangsung selama 30 sampai 60 menit dengan
terjadinya awal motilitas kontraksi. 2.
Tahap II fase preburst yang berlangsung selama 20 sampai 40 menit dengan potensial aksi dan motilitas kontraksi. Dalam fase ini berlangsung
dengan intensitas dan frekuensi motilitas kontraksi yang meningkat secara bertahap.
3. Tahap III fase burst yang berlangsung 10 sampai 20 menit. Fase ini
mencakup kontraksi intens dan rutin yang terjadi dalam waktu singkat 4.
Tahap IV berlangsung selama 0 sampai 5 menit dan terjadi diantara fase II dan fase I yang terjadi motilitas kontraksi secara terus-menerus
Arunachalam, et al., 2011.
Gambar 2.4
Anatomi lambung Arunachalam, et al., 2011
Universitas Sumatera Utara
24 Tahapan siklus kontraksi dapat dilihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5
Pola motilitas saluran pencernaan Lambung terdiri dari empat lapisan umum yaitu: mukosa, submukosa,
muskularis, dan serosa Leeson, dkk., 1989. Mukosa lambung berwarna pucat, merah-keabuan dan dibatasi oleh epitel selapis kolumnar. Mukosa lambung tebal
0,5 sampai 1,5 mm karena adanya massa kelenjar lambung, yang bermuara ke permukaan melalui sumur-
sumur atau “foveolae”. Kelenjar lambung bentuknya tubular simpleks atau tubular bercabang, masuk jauh ke dalam mukosa, hingga
mendekati muskularis mukosa, dan di antara kelenjar terdapat lamina propia, yang sukar dilihat oleh akrena terpisah-pisah menempati ruangan di antara sumur-
sumur dan kelenjar-kelenjar Leeson, dkk., 1989. Submukosa terdapat di antara jaringan mukosa dan muskularis yang
meluas ke dalam rugae atau lipatan memanjang lambung, dan terdiri atas jaringan ikat jarang, dengan serat-serat kolagen dan elastin. Selain fibroblas, terdapat pula
kumpulan limfosit dan sel plasma, terutama dekat kardia dan pilorus, serta sel mast dan biasanya terdapat beberapa sel lemak. Leeson, dkk., 1989.
Muskularis dibentuk oleh tiga lapisan otot polos: 1 Lapisan luar longitudinal dan 2 Lapisan tengah sirkular yang merupakan lanjutan dari kedua
Universitas Sumatera Utara
25 lapisan otot esofagus dan ditambah dengan 3 Lapisan serong oblik berbentuk
lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus Leeson, dkk., 1989.
Serosa merupakan lapisan terluar, dibentuk oleh jaringan areolar elastis yang relatif padat. Pada banyak tempat ia diliputi oleh peritoneum yaitu satu lapis
sel mesotel gepeng, dan pada keadaan ini disebut sebagai serosa. Pembuluh darah dan linfa terdapat di sini, dan melaluinya menuju ke lapisan-lapisan yang lain
Leeson, dkk., 1989.
2.6 Kapsul
Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam obat atau lebih danatau bahan inert lainnya yang dimasukkan kedalam
cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin bisa lunak dan bisa juga keras. Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul
yang semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi
masyarakat dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan di lingkungan para pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul pada umumnya Ansel,
2005. Kulit kapsul dibuat dari gelatin pelentur, dan air. Kulit kapsul dapat juga
mengandung bahan-bahan tambahan seperti pengawet, bahan pewarna dan bahan pengeruh, pemberi rasa, gula, asam, dan bahan obat untuk mendapat efek yang
diinginkan. Plasticizier pelentur yang digunakan dengan gelatin pada pembuatan kapsul lunak relatif sedikit. Yang paling banyak adalah Gliserin USP, Sorbitol
USP, Pharmaceutical Grade Sorbitol Special, dan kombinasi-kombinasinya.
Universitas Sumatera Utara
26 Perbandingan berat plastisator kering terhadap gelatin kering menetukan
kekerasan kulitcangkang gelatin, dengan anggapan tidak ada pengaruh dari bahan yang dikapsulkan Lachman, dkk., 2008. Gelatin bersifat stabil diudara bila
dalam keadaan kering, akan tetapi mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembap atau disimpan dalam larutan berair. Biasanya cangkang kaspul
gelatin mengandung uap air antara 9 –12 . Bilamana disimpan dalam lingkungan
dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam
lingkungan udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin
akan remuk bila dipegang Ansel, 2005. Cangkang kapsul keras gelatin harus dibuat dalam dua bagian yaitu badan
kapsul dan bagian tutupnya yang lebih pendek. Kedua bagian saling menutupi bila dipertemukan, bagian tutup akan menyelubungi bagian tubuh secara tepat dan
ketat Ansel, 2005.
2.7 Natrium Alginat
Alginat sangatlah berlimpah dialam indonesia karena alginat ini sebagai kompoenen struktural yang terdapat dalam alga coklat Phaeophyceae, yang
komponennya mencapai 40 dari bahan keringnya Draget, et al., 2005 Natrium Alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang
diekstraksi dari alga coklat Phaeophyceae dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak
larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Aschophyllum
dan Sargassum Belitz, et. al., 2009.
Universitas Sumatera Utara
27 Alginate komersil umumnya diproduksi dari Laminaria hyperborean,
Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria japonica, Edonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea Antarctica, dan
Sargassum sp Draget, et al., 2005.
Tabel menunjukkan perbandingan asam uronat dalam berbagai sepsies alga yang ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field.
Draget, et al., 2005. Asam alginat merupakan kopolimer biner yang terdiri dari residu β-D-
mannuronat M dan α-L-asam guluronat G yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linier Grasdalen, et. al., 1979. Kedua unit tersebut berikatan
pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu MM dan GG dan suatu blok heteropolimer dari dua residu MG Thom, et al.,
1980.
Universitas Sumatera Utara
28 Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam
industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan
penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel dengan ion kalsium, disebabkan oleh
adanya ikatan silang membentuk khelat antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai. Natrium alginat mempunyai
rantai poliguluronat menunjukkan sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar Morris, et al., 1980.
Kelarutan alginat dalam air ditentukan dan dibatasi oleh tiga parameter berikut, antara lain:
i pH pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan
adanya muatan elektrostatik pada residu asam uronat. ii
Kekuatan ionik total zat terlarut juga berperan penting terutama efek salting-out
kation-kation non-gelling, dan iii
Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan Draget, et al., 2005.
Kegunaan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air
meningkat bila jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pH dibawah 3 terjadi pengendapan. Secara
umum, alginat dapat mengabsorpsi air dan dapat digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas yang rendah Zhanjiang, 1990.
Universitas Sumatera Utara
29 Dilaboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa
tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung. Dimana cangkang kapsul tersebut dibuat dengan bahan dasar berupa natrium
alginat dengan kalsium klorida menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan pH
1,2. Utuhnya cangkang kapsul alginat didalam medium lambung buatan pH 1,2 disebabkan komponen penyusun cangkang kapsul alginat yaitu kalsium guluronat
masih utuh Bangun, dkk., 2005.
2.8 Difraksi Sinar-X
Teknik X-Ray Diffraction XRD berperan penting dalam proses analisis padatan kristal maupun amorf. XRD adalah metode karakterisasi lapisan yang
digunakan untuk mengetahui senyawa kristal yang terbentuk. Teknik XRD dapat digunakan untuk analisis struktur kristal karena setiap unsur atau senyawa
memiliki pola tertentu. Apabila dalam analisis ini pola difraksi unsur diketahui, maka unsur tersebut dapat ditentukan. Metode difraksi sinar-x merupakan metode
analisis kualitatif yang sangat penting karena bentuk kristal dari material pola difraksi serbuk yang karakteristik, oleh karena itu metode ini disebut juga metode
sidik jari serbuk powder fingerprint method. Penyebab utama yang menghasilkan bentuk pola-pola difraksi serbuk tersebut, yaitu: a ukuran dan
bentuk dari setiap selnya, b nomor atom dan posisi atom-atom di dalam sel Smallman, 2000.
Difraksi merupakan penyebaran atau pembelokan gelombang pada saat gelombang melewati penghalang. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang antara 0,5 Å – 2,5 Å dan memiliki energi foton antara
Universitas Sumatera Utara
30 1,2 x 103 eV
– 2,4 x 105 eV yang dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron energi tertinggi. Dengan karakterisasi tersebut sinar-x mampu menembus
zat padat sehingga dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal. Hamburan sinar ini dihasilkan bila suatu elektron logam ditembak dengan elektron-elektron
berkecepatan tinggi dalam tabung hampa udara Atkins, 1999.
2.9 Disolusi 2.9.1 Kelarutan
Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia senyawa obat yang penting dalam menentukan derajat absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat-obat
yang mempunyai kelarutan kecil dalam air poorly soluble drugs seringkali menunjukkan ketersediaan hayati rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap
penentu rate limiting step pada proses absorpsi obat Leuner dan Dressman, 2000.
2.9.2 Uji disolusi