Rumput Laut Tinjauan Pustaka

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Rumput Laut

Rumput laut adalah bentuk poliseluler dari ganggang algae yang hidup di laut dan tergolong dalam divisi Thallophyta. Tanaman ini tidak mempunyai akar, batang dan daun seperti lazimnya tanaman tingkat tinggi. Struktur tanaman secara keseluruhan merupakan batang yang dikenal sebagai thallus Guhardja, 1981. The International Code of Botanical Nomenclatur membagi ganggang menjadi 4 kelas, yaitu ganggang hijau Chlorophyceae, ganggang biru Cyanophyceae, ganggang merah Rhodophyceae dan ganggang coklat Phaeophyceae. Dari ke 4 kelas tersebut, hanya ganggang merah dan coklat yang mempunyai nilai ekonomi cukup berarti dalam perdagangan. Gambar 1 menyajikan klasifikasi rumput laut dengan hasil ekstraksinya. Kelas : Chlorophyceae Cyanophyceae Ganggang hijau Ganggang biru Rumput Laut Phaeophyceae Rhodophyceae Ganggang coklat Ganggang merah Genus : Ascophyllum laminaria Glacilaria Chondrus Furcellaria Macrocystis Gelidium Eucheuma Gigartina Ekstraksi : Algin Alginat Agar-agar Karagenan Furcellaran Gambar 1. Bagan Klasifikasi Rumput Laut Moirano, 1977 5 Jenis rumput laut coklat yang terdapat di perairan Indonesia ada 28 species yang berasal dari 6 genus yaitu Sargassum, Turbinaria, Padina, Dictyota, Hormophysa dan Hydroclathrus. Sedangkan jenis yang potensial sebagai penghasil alginat di Indonesia adalah jenis-jenis Sargassum polycystum J.G.Agardh, Sargassum crassifolium J.A. Agardh, Turbinaria conoides J.C.A.G Kuetzing dan Hormophysa triquetra Yunizal, 2004. Hampir semua jenis ini hidup di laut dan melekat pada suatu substrat yang keras. Cadangan makanannya terutama berupa karbohidrat yang disebut laminarin. Rumput laut jenis ini dijumpai hampir semua lautan dengan kedalaman tidak lebih dari 20 m Mc Connaugey, 1970. Sargassum sp memiliki ciri-ciri tergolong dalam bentuk thallus yang umumnya silindris atau gepeng, cabangnya rimbun menyerupai pohon di darat, bentuk daun melebar, lonjong atau seperti pedang, mempunyai gelembung udara, panjangnya mencapai 7 meter dan warna thallus umumnya coklat Aslan, 1991. Rhodophyceae terdiri dari jenis-jenis yang sangat komplek. Tempat tumbuhnya berupa batuan atau karang, terutama di daerah pasang surut dan dapat hidup sampai kedalaman 170 m dari permukaan laut Mc Connaugey, 1970. Mc Hugh dan Lanier 1983 menyatakan jenis ini lebih tersebar daripada ganggang coklat, beberapa speciesnya dapat tumbuh di daerah tropic. Demikian juga bentuk thallus dari ganggang ini lebih kecil jika dibandingkan dengan ganggang coklat. Eucheuma cottonii yang berasal dari kelas Rhodophyceae ganggang merah tumbuh subur pada kedalaman sekitar 130 meter dari permukaan laut. Semakin dalam tempat tumbuhnya maka warnanya akan semakin cerah, beberapa lainnya ada yang berwarna agak coklat atau hijau Susanto et al. 1978. Permukaan thallus licin kadang-kadang terdapat tonjolan yang berupa setengah lingkaran bola. Tinggi tanaman dapat mencapai 40 cm, cabang tidak beraturan, tumbuh di bagian yang muda maupun yang tua. Diameter thallus ke arah ujung kelihatan sedikit lebih kecil dibandingkan dengan pangkalnya. Thallus mengembung atau membentuk bulatan jika terdapat bekas luka sebagai regenerasi cabang Dotv, 1973. Sedangkan Glacilaria sp, umumnya pertumbuhannya lebih baik ditempat dangkal. Substrat tempat melekat berupa batu, pasir dan lumpur. Glacilaria sp memiliki cir-ciri kerangka tubuh berbentuk 6 silindris atau gepeng dengan percabangan, warna beragam dan substansi kerangka tubuh tanaman menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan Aslan, 1991. Di Indonesia, daerah penghasil rumput laut yang besar adalah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur dan Maluku. Daerah penghasil lainnya yaitu Sumatera Barat, DI Aceh, Pantai Jawa sebelah selatan, Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Selain produksi laut, sekarang rumput laut sudah dibudidayakan diantaranya ada di Bali, NTB, Sulawesi Selatan untuk jenis Eucheuma. Sedangkan untuk jenis Glacilaria diantaranya ada di Lamongan, Jawa Timur, Pangkep dan Sulawesi Selatan. Rumput laut dibudidayakan di pantai yang terhindar dari ombak kuat, air harus jernih, bebas dari limbah industri atau bahan pencemar lain seperti oli serta jauh dari muara sungai. Kadar garam optimal adalah 30– 34 permil dengan suhu air 27 – 32 o C, pH 6 – 8,5 Angka Suhartono, 2000. Data produksi rumput laut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Rumput Laut, 1999-2004 Tahun Volume ton 1999 133.720 2000 2.937 2001 212.478 2002 223.080 2003 231.927 2004 397.964 Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Indonesia, 2005. 2.2. Komposisi Kimia Rumput Laut Kualitas rumput laut di pengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, musim, kadar garam, gerakan air dan zat hara. Cahaya, suhu, pH dan unsur hara akan berpengaruh terhadap berlangsungnya fotosintesa. Fotosintesa merupakan proses perubahan zat anorganik menjadi zat organik, sehingga faktor- faktor tersebut di atas secara tidak langsung akan menentukan kandungan protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat rumput laut Kadi et al. 1988. Menurut Winarno 1990, komposisi kimia rumput laut bervariasi tergantung pada spesies, tempat tumbuh dan musim. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat gula atau vegetable gum, protein, sedikit lemak dan abu yang 7 sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Vegetable gum yang dikandungnya merupakan senyawa karbohidrat yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna seluruhnya oleh enzim dalam tubuh, sehingga dapat menjadi makanan diet dengan sedikit kalori Suwandi et al. 2002. Kandungan air rumput laut segar, sama seperti tanaman pada umumnya, yaitu sekitar 80 – 90 dan setelah pengeringan dengan udara menjadi 10 – 20 Ito et al. 1989. Komposisi kimia Eucheuma cottonii dalam keadaan segar menurut Astawan et al. 2004 dan Ristanti 2003 dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan kandungan kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii menurut Ristanti 2003 dan Sihombing 2003 disajikan pada Tabel 3. Jenis alga merah lainnya yaitu Glacilaria sp, komposisi kimia disajikan pada Tabel 4. Dalam penggunaannya, jenis rumput laut ini dapat digunakan sendiri atau dicampur dengan Glacilaria tambak budidaya untuk mendapatkan hasil ekstrak agar yang lebih baik. Table 2. Komposisi kimia Eucheuma cottonii segar berat kering Zat gizi Astawan et al. 2004 Ristanti 2003 Kadar abu 29,97 2,7 Kadar protein 5,91 4,3 Lemak 0,28 2,1 Kadar karbohidrat 63,84 90,9 Serat pangan tidak larut air 55,05 52,4 Serat pangan larut air 23,89 30,8 Serat pangan total 78,94 83,2 Tabel 3. Komposisi kimia tepung rumput laut Eucheuma cottonii berat kering Zat gizi Ristanti 2003 Sihombing 2003 Kadar air 23,3 bb 26,5 bk Kadar abu 15,4 5,1 Kadar protein 8,5 5,4 Kadar lemak 0,8 1,5 Kadar karbohidrat 75,4 - Serat pangan larut air 30,8 38,8 Serat pangan tidak larut air 60,5 43,2 Serat total 91,3 82,0 Kadar iodium ugg 19,4 54,6 8 Tabel 4. Komposisi kimia rumput laut Glacilaria sp Komposisi Jumlah Kadar air 9,38 Kadar abu 32,76 Kadar lemak 0,68 Kadar protein 6,59 Karbohidrat 41,68 Serat Kasar 8,92 Sumber : Yunizal 2004. Selain kandungan gizi, menurut Winarno 1990, rumput laut merah sangat kaya akan trace element terutama iodium. Kandungan iodium bervariasi antar spesies dan habitat rumput laut. Secara umum, konsentrasi trace element dari rumput laut lebih tinggi daripada tumbuhan Ito et al. 1989. Menurut Rai 1996 kandungan iodium tumbuhan laut umumnya tinggi yaitu sekitar 2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak dibandingkan kandungan iodium sayur-sayuran yang tumbuh di daratan. Menurut Suryaningrum 1988, rumput laut Eucheuma cottonii potensial sebagai penghasil karagenan dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan. Karagenan terdiri dari 2 senyawa utama, yaitu senyawa sulfat yang bersifat hidrophilik dan mampu membuat cairan menjadi kental, dan senyawa 3,C-6 anhidrogalaktosa yang mampu membentuk gel dan bersifat hidrophobik. Jenis karagenan yang dihasilkan adalah kappa-karagenan, dengan sifat-sifatnya antara lain yaitu garam natriumnya akan larut seluruhnya dalam air dingin, larut pada suhu 70 o C, membentuk gel dengan ion kalium, stabil pada pH netral dan alkali, sedangkan pada pH asam akan terhidrolisa dan larut dalam susu panas Istini et al. 1986. Senyawa kimia yang banyak terdapat pada rumput laut coklat adalah alginat, sedangkan senyawa kimia lain dalam jumlah yang relatif sedikit diantaranya laminaran, fukoidin, selulosa, manitol dan senyawa bioaktif lainnya. Senyawa komplek diterpenoid dan terpenoidaromatik juga terdapat pada rumput laut coklat jenis Sargassum natans. Meskipun tidak sama tetapi secara kimiawi kedua senyawa tersebut sama dan dinamakan sarganin A dan sarganin B yang keduanya bercampur membentuk kompleks sarginin. Berdasarkan hasil uji sensitifitasnya, senyawa ini tergolong dalam antimikroba spektrum luas. Genus-genus alga coklat 9 yang telah diketahui kelimpahan dan penyebarannya sebagai penghasil zat antibakteri adalah Cystoseira, Dictyota, Sargassum dan semua species lumut besar dan lumut batu di peraitan dingin. Disamping itu rumput laut coklat juga mengandung protein, lemak, serat kasar, vitamin dan zat anti bakteri serta mineral Yunizal, 2004. Tabel 5 menyajikan komposisi kimia rumput laut jenis Sargassum sp. Tabel 5. Komposisi kimia rumput laut Sargassum sp Komposisi Kadar air 11,71 Kadar abu 34,57 Kadar lemak 0,74 Kadar protein 5,53 Karbohidrat 19,06 Serat Kasar 28,39 Iodium ugg 0,1 – 0,8 Kalium ugg 6,4 – 7,8 Sumber : Yunizal 2004. Setiap jenis rumput laut mempunyai pigmen khlorofil a dan beta-karoten, serta pigmen khasnya. Pada rumput laut coklat terdapat pigmen santofil, violasantin, fukosantin, flavosantin, neosantin A dan B. keberadaan pigmen fukosantin pada rumput laut coklat menutupi pigmen lainnya dan memberikan warna coklat Yunizal, 2004. Pemanfaatan rumput laut sangat luas, yaitu sebagai makanan pangan dan gizi, farmasi, kosmetika, pakan, pupuk dan industri lainnya. Senyawa bioaktif dari rumput laut telah banyak diekstraksi, diidentifikasi dan dieksplorasi. Hasil riset bahan alam dari laut tahun 1977–1987, menunjukkan bahwa 30 dari 2500 produk alam laut yang bersifat bioaktif merupakan produk dari rumput laut Ireland et al.1993 dalam Januar et al. 2004.

2.3. Pengeringan dan Penepungan Rumput Laut