Kelarutan Minuman Berserat Formula A dan E Kadar Serat Pangan Minuman Berserat Formula A dan E

81 homogen dan mengental. Pada suhu air 40 o C, terjadi perubahan struktur molekul, molekul semakin mengembang sehingga larutan menjadi semakin mengental. Hal ini ditandai dengan semakin tinggi nilai viskositasnya. Adanya bahan tambahan pada formulasi minuman juga mempengaruhi viskositasnya. Menurut Hanson 2000, viskositas larutan karagenan menurun dengan naiknya suhu dan perubahan ini bersifat reversible. Pada penelitian ini, semakin tinggi suhu media pelarut yang digunakan viskositas semakin tinggi pula. Kekentalan minuman tidak berubah dengan semakin turun suhunya. Artinya larutan tetap mengental dan tidak berubah menjadi cair setelah dingin. Hal ini kemungkinan karena terjadinya pengembangan molekul bahan penyusun minuman karena suhu air yang tinggi. Adanya bahan penstabil dalam formulasi minuman menyebabkan larutan tetap mengental. Hal ini ditunjukkan dengan nilai viskositas yang tinggi. Demikian juga pada minuman berserat dengan 2 sumber serat Formula E. Analisis ragam pada 3 taraf suhu media pelarut menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai viskositasnya. Uji lanjut menunjukkan bahwa masing- masing suhu air berbeda nyata, nilai viskositas tertinggi ada pada suhu media pelarut 40 o C Lampiran 68. Semakin tinggi suhu media pelarut, viskositas semakin tinggi. Pencampuran 2 sumber serat menurunkan kemampuan melarut Eucheuma cottonii. Hal ini ditunjukkan dengan nilai viskositas yang lebih rendah dari 1 sumber serat. Adanya gum arab dalam formulasi minuman mempengaruhi kestabilan larutan. Larutan minuman menjadi agak homogen dan tekstur agak halus, walaupun jika didiamkan akan membentuk 2 lapisan, yaitu endapan dan cairan.

4.5.2. Kelarutan Minuman Berserat Formula A dan E

Hasil pengamatan kelarutan 2 formulasi minuman pada suhu media pelarut 10 o C, 28 o C dan 40 o C disajikan pada Gambar 27. Analisis sidik ragam pada masing-masing suhu dan formula yang berbeda menyatakan formula A dan E pada suhu 10 o C dan 40 o C berbeda sangat nyata terhadap nilai kelarutan, tetapi berbeda nyata pada suhu 28 o C Lampiran 69. Nilai kelarutan meningkat dengan semakin meningkatnya suhu. Artinya pada suhu 40 o C, larutan semakin homogen dan melarut lebih baik daripada suhu 10 o C. Hal ini sejalan dengan nilai viskositas yang semakin tinggi, karena semua komponen pada minuman dapat menyatu 82 dalam larutan. Pada 3 taraf suhu media pelarut, formula A memiliki nilai kelarutan yang lebih tinggi daripada formula E. Hal ini karena tekstur rumput laut Glacilaria sp tidak sehalus tekstur Eucheuma cottonii sehingga tidak dapat melarut dalam air. Gambar 27. Nilai Kelarutan Minuman Berserat Formula A dan Formula E. Berdasarkan Gambar 27, analisis sidik ragam terhadap kelarutan formula A pada suhu yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Uji lanjut Duncan yang diperoleh menyatakan masing-masing suhu media pelarut berbeda nyata. Nilai kelarutan tertinggi ada pada suhu air 40 o C Lampiran 70. Hal ini karena pada suhu 40 o C, terjadi perubahan pada molekul-molekul bahan penyusun minuman sehingga daya larutnya menjadi lebih baik. Demikian juga pada formula E, analisis sidik ragam menyatakan suhu media pelarut berpengaruh nyata terhadap nilai kelarutannya. Uji lanjut menunjukkan masing-masing suhu berbeda dan nilai kelarutan pada suhu 40 o C lebih tinggi Lampiran 71.

4.5.3. Kadar Serat Pangan Minuman Berserat Formula A dan E

Hasil pengamatan kadar serat pangan minuman berserat formulasi A dan E seperti pada Gambar 28. Kadar serat pangan total kedua formulasi minuman sama, yaitu 41,8 . Kadar serat pangan larut lebih tinggi daripada serat pangan tidak larut. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa formulasi minuman 38,08 58,14 35,81 57,62 60,08 64,13 10 20 30 40 50 60 70 Suhu 10° C Suhu 28°C Suhu 40°C Suhu Media Pelarut K e la ru ta n Formula A Formula E 83 berbeda nyata terhadap kadar serat pangan larut tetapi tidak berpengaruh terhadap serat pangan tidak larut dan kadar serat pangan total minuman berserat Lampiran 72. Keterangan : SDF = Soluble dietary fiber serat pangan larut ISF = Insoluble dietary fiber serat pangan tak larut TDF = Total dietary fiber serat pangan total Gambar 28. Kadar Serat Pangan Minuman Berserat Formula A dan E. Pada saat ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi serat pangan sudah semakin baik. Selain manfaat serat untuk kesehatan, sebagian masyarakat menggunakan serat untuk tujuan diet menjaga berat badan. Menurut Angka Kecukupan Gizi AKG, kebutuhan serat perhariorang adalah 25 gram. Untuk memenuhinya dapat mengkosumsi makanan yang kaya akan serat, seperti sayuran. Salah satu suplemen yang dapat mencukupi kebutuhan serat adalah minuman berserat. Salah satu minuman berserat yang sudah beredar di masyarakat dapat mensuplai kebutuhan serat sebanyak 3 gramkemasan saji seberat 8 gram. Aturan minum yang dianjurkan adalah 3 bungkus sehari. Artinya minuman beserat ini dapat mensuplai 9 gram serat perhari. Kadar serat yang terkandung dalam minuman berserat pada penelitian ini cukup tinggi yaitu 41,8 . Dengan demikian setiap gram pada formula minuman mengandung 0,42 gram total serat pangan. Jika dalam satu takaran saji adalah sebanyak 8 gram, maka jumlah serat yang dikonsumsi adalah 3,36 gram. Berdasarkan analisis sidik ragam, kandungan serat total berbeda nyata antara 2 36.1 5.7 41.8 35.2 6.6 41.8 5 10 15 20 25 30 35 40 45 SDF IDF TDF Jenis Serat Pangan K a d a r Se ra t Pa n g a n Formula a Formula e 84 produk minuman komersil dan produk hasil penelitian Lampiran 73. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa produk minuman berserat yang dihasilkan pada penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif pilihan minuman berserat. Artinya rumput laut Eucheuma cottonii dan Glacilaria sp dapat digunakan sebagai sumber serat alternatif pada minuman berserat. 4.5.4. Uji Organoleptik Uji Perbandingan Pasangan Minuman Berserat Formula A dan E dengan Minuman Berserat Komersil Dalam dunia usaha dan industri selalu terjadi persaingan dan berlangsung kebutuhan pengembangan. Untuk menghadapi hal tersebut, maka selalu dilakukan upaya mengembangkan produk baru, diantaranya adalah memperbaiki mutu, mengganti bahan, menambah bahan tambahan, mengganti bentuk dan penampilan, mengganti kemasan dan lain-lan. Untuk menilai keberhasilan suatu produk baru, maka perlu dilakukan uji pembedaan sifat atau mutu produk yang dihasilkan terhadap produk lama. Produk minuman berserat baru yang dihasilkan pada penelitian ini dibandingkan dengan produk minuman berserat komersil. Hasil uji yang didapat adalah respon beda, dimana respon beda yang diberikan adalah lebih tinggi atau lebih rendah. Respon yang diinginkan adalah lebih tinggi, artinya produk baru yang dihasilkan mempunyai mutu yang lebih baik. Produk minuman berserat dapat dilihat pada Gambar 29. Gambar 29. Minuman Berserat kiri : formula A; tengah : produk komersil; kanan : formula E 85 formula A 1.13 -0.3 -1.4 -1.3 -2 -1.5 -1 -0.5 0.5 1 1.5 Warna Arom a Rasa m anis Rasa asam Kekentalan param eter uji N ila i r a ta -r a ta Hasil uji perbandingan pasangan yang dilakukan oleh panelis terhadap formula A disajikan pada Gambar 30, sedangkan untuk formula E dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 30. Hasil Uji Perbandingan Pasangan terhadap Formula A. Gambar 31. Hasil Uji Perbandingan Pasangan terhadap Formula E. Panelis memberikan nilai pada parameter warna rata-rata 1,13 untuk formula A dan 0,2 untuk formula E. Nilai positif yang dihasilkan menunjukkan bahwa tingkat kecerahan warna produk baru berada diatas tingkat kecerahan produk lama komersil. Pada uji kesukaan panelis memberikan nilai 6,67 suka untuk formula A dan 4,8 netral untuk formula E. Artinya upaya untuk menjadikan warna lebih menarik dapat dicapai pada produk baru yang dihasilkan. formula E 0.2 -0.6 -1.7 -1.6 -2 -1.5 -1 -0.5 0.5 Warna Arom a Rasa m anis Rasa asam Kekentalan param eter uji N ila i r a ta -r a ta 86 Indera yang digunakan untuk uji rasa adalah lidah. Tingkat kepekaan seseorang terhadap rasa manis dan rasa asam tidak sama. Pada uji rasa ini panelis memberikan respon yang berbeda tergantung kesukaan dan kepekaan inderanya, walaupun respon yang diberikan diharapkan tidak mempengaruhi kesukaan panelis. Pada uji pembanding rasa manis, rata-rata nilai yang dihasilkan adalah -1,4 untuk formulasi A dan -1,7 untuk formulasi E. Untuk rasa asam berturut- turut adalah -1,3 dan -1,6. Nilai negatif yang dihasilkan menunjukkan bahwa rasa manis dan rasa asam produk baru tidak sama dengan produk lama komersil. Bedasarkan hasil uji kesukaan, kedua formula produk baru berada di atas batas nilai penolakan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa manis dan asam sudah dapat diterima panelis walaupun berada dibawah tingkat kemanisan dan keasaman produk komersil. Berdasarkan hasil tersebut, maka perlu dilakukan penyempurnaan formulasi dan pengujian ulang sehingga dapat tercapai rasa manis dan rasa asam yang diinginkan. Aroma yang ingin ditonjolkan pada produk adalah aroma jeruk. Bau tepung rumput laut yang kurang enak diharapkan dapat tertutup oleh aroma jeruk. Hasil uji pembeda untuk masing-masing formula A dan E berturut-turut adalah -0,3 dan -0,6. Pada uji kesukaan, panelis memberikan nilai 6,6 suka untuk formula A dan 5,8 agak suka untuk formula E. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, walaupun aroma produk baru bernilai negatif tetapi disukai oleh panelis, hal ini kemungkinan karena produk lama komersil mempunyai aroma yang sangat kuat sehingga pada uji pebandingan pasangan, nilai yang didapat adalah negatif. Kekentalan dua produk baru tidak berbeda dengan produk lama. Nilai yang dihasilkan pada uji pembanding adalah 0 tidak berbeda. Artinya upaya untuk mencapai kekentalan yang sesuai dengan produk pembanding komersil sudah tercapai.

4.5.5. Total Plate Count TPC Minuman Berserat Formula A dan E