murid, melindungi murid dari pengaruh negatif, dan mempersiapkan murid menjadi masyarakat madani. Masyarakat madani adalah masyarakat yang
taat terhadap peraturan, sehingga dapat mewujudkan pola hidup yang teratur. Keteraturan dalam menjalankan aktifitas dapat menekan
kecurangan yang mungkin timbul. Hal ini terjadi karena kebiasaan seseorang untuk berlaku prosedural, sehingga kemungkinan untuk
terjadinya kecurangan akan semakin kecil. Ketika seorang murid memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap
peraturan, maka murid tersebut juga akan merasa tidak wajar apabila melakukan kecurangan. Terdapat perasaan khawatir apabila kecurangan
tersebut nantinya akan diketahui dan mendapat sanksi dari pihak sekolah. Rasa khawatir terhadap terjadinya pelanggaran akan membuat murid
enggan berbuat kecurangan. Murid akan cenderung berperilaku disiplin dan prosedural agar terhindar dari hukuman tata tertib sekolah. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penegakan peraturan berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan murid.
2.11.2 Pengaruh Keadilan Distributif terhadap Kecenderungan Kecurangan
Fraud di Sektor Pendidikan
Keadilan distributif didefinisikan sebagai persepsi karyawan tentang
keadilan pendistribusian
sumberdaya organisasi
yang mengevaluasi distribusi hasil-hasil organisasi, dengan memperhatikan
beberapa aturan distributif, yang paling sering digunakan adalah hak
menurut keadilan dan kewajaran Rendy, 2010. Hak menurut keadilan dan kewajaran yang dimaksud berbeda pada masing-masing subyek
pendidikan. Pada pegawai dinas pendidikan, manajemen sekolah, dan guru, wujud keadilan distributif dapat berupa kesesuaian gaji, insentif,
maupun tunjangan-tunjangan, sedangkan untuk murid adalah kesesuaian fasilitas pendidikan yang diterima disekolah. Persepsi terhadap kesesuaian
hak merupakan bentuk apresiasi atasan terhadap bawahan, sehingga dengan tercapainya keadilan distributif dapat mendorong seseorang untuk
memaksimalkan perannya dalam organisasi. Tekanan akan memperkuat motif individu dalam melakukan
kecurangan setelah merasakan adanya ketidakadilan mengenai distribusi penghargaan yang diterapkan dalam satu jajaran. Setiap individu memiliki
motif yang berbeda dalam berperilaku dan mengambil keputusan. Individu-individu tersebut memiliki kemampuan untuk menganalisa
kinerja seseorang yang berada pada jajaran yang sama. Ketika terjadi hal- hal yang mengarah pada kesenjangan dalam satu jajaran yang sama maka
kecurangan pun akan terjadi. Pegawai dinas pendidikan, manajemen sekolah, dan guru akan
mempersepsikan keadilan berdasarkan pekerjaan yang telah dilakukan. Pekerjaan tersebut selain dipandang sebagai tanggungjawab, juga sebagai
bentuk kontribusi terhadap instansi. Kontribusi akan dibandingkan dengan hak-hak yang diterima. Ketika Pegawai dinas pendidikan, manajemen
sekolah, dan guru merasa hak yang diterima tidak sebanding dengan pekerjaan, maka akan menjadi peluang dalam terjadinya kecurangan.
Pada suatu kasus terdapat persamaan golongan antara pegawai dinas pendidikan, manajemen sekolah, dan guru. Namun dikarenakan
berada pada golongan yang sama, maka subyek tersebut akan mendapatkan gaji yang sama. Disisi lain, manajemen sekolah memiliki
tugas ganda, karena selain sebagai pejabat, manajemen sekolah juga seorang pendidik. Tidak seperti pegawai dinas pendidikan dan guru yang
hanya menjalankan satu fungsi saja, tetapi manajemen sekolah juga terlibat dalam penentuan kebijakan sekolah.
Keadilan distributif yang diterima murid dapat berupa pemberian hak akademis seperti fasilitas sekolah yang sesuai dengan kemampuan
murid. Fokus pengembangan sekolah terkadang mengalami perbedaan antara daerah kota dengan daerah pinggiran. Dana yang dianggarkan
sekolah di kota tentunya jauh lebih besar dari pada sekolah di daerah pinggiran. Hal ini berpengaruh pada fasilitas yang disediakan oleh pihak
sekolah. Terlebih lagi saat ini pemerintah sedang gencar untuk meminimalisir penarikan dana dari orang tua murid oleh pihak sekolah,
maka pihak sekolah tidak dapat melakukan swadaya. Dengan demikian murid akan merasakan ketidakadilan antara penerimaan fasilitas yang
berbeda ditiap-tiap sekolah. Pembagian buku gratis dari pemerintah terkadang tidak memenuhi
jumlah murid yang ada, sehingga masih terdapat murid yang tidak
kebagian buku paket tersebut. Pada dasarnya, jumlah SOT yang dibayarkan kepada pihak sekolah sama besarnya untuk setiap murid, tetapi
tidak setiap murid mendapatkan fasilitas yang sama dari sekolahnya. Kebijakan sekolah mengatur hak dan kewajiban murid secara adil dan
tegas, namun tidak semua hak murid dapat terpenuhi mengingat adanya keterbatasan dari pihak sekolah.
Pegawai dinas pendidikan, manajemen sekolah, guru, dan murid pada suatu kondisi dapat sama-sama merasakan ketidakadilan dalam
organisasi. Hal ini akan berbanding terbalik jika keadilan distribusi dipenuhi oleh instansi. Rasa kepuasan terhadap keadilan tersebut dapat
memacu loyalitas kepada instansinya. Loyalitas terhadap instansi berarti terdapat keinginan untuk terus mempertahankan keberadaan instansi
tersebut. Atas dasar harapan untuk memajukan instansi maka individu tidak akan bersedia untuk berbuat hal yang merugikan terhadap instansi.
Hal yang merugikan mengarah pada perilaku destruktif yang bertentangan dengan prosedur perusahaan. Pelanggaran yang dimaksud berarti
kecenderungan untuk berbuat kecurangan. Dengan demikian apabila keadilan distribusi terpenuhi maka kemungkinan seseorang untuk berbuat
kecurangan akan semakin kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keadilan distributif pegawai dinas pendidikan, manajemen sekolah,
guru, dan murid berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan di sektor pendidikan kabupaten Semarang.
2.11.3 Pengaruh Keadilan Prosedural terhadap Kecenderungan Kecurangan