Pengaruh Keadilan Prosedural terhadap Kecenderungan Kecurangan

2.11.3 Pengaruh Keadilan Prosedural terhadap Kecenderungan Kecurangan

Fraud di Sektor Pendidikan Greenberg dan Baron 2003 dalam Dwi 2008 mendefinisikan keadilan prosedural sebagai persepsi keadilan atas pembuatan keputusan dalam organisasi. Keadilan prosedural mengacu pada kesetaraan pemberlakuan suatu prosedur. Prosedur instansi harus berlaku untuk seluruh anggota organisasi dan berlaku sama di setiap jajarannya tanpa adanya tebang pilih anggota. Keadilan prosedural hendaknya tidak menguntungkan salah satu pihak serta merugikan pihak lain. Oleh karena itu, aturan-aturan prosedural yang telah diputuskan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan secara konsisten untuk menghindari adanya persepsi tentang ketidakadilan prosedural yang mengarah pada kecenderungan kecurangan individu. Faktor tekanan akan memperkuat motif individu dalam melakukan kecurangan setelah merasakan adanya ketidakadilan mengenai penetapan prosedur yang diterapkan kesesama anggota organisasi, sehingga dalam pengambilan keputusan pada dinas pendidikan dan sekolah, manajemen atas harus memilih hal yang menguntungkan kedua belah pihak. Individu- individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural, ketika aturan - aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil kebijakan. Sebaliknya, apabila aturan – aturan prosedural tersebut dilanggar oleh para pengambil kebijakan, individu dalam organisasi akan mempersepsikan adanya ketidakadilan Mariani, 2011. Pegawai dinas pendidikan bekerja sesuai prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Prosedur tersebut berupa TUPOKSI berdasarkan keputusan pemerintah. Peraturan tersebut melibatkan seluruh jajaran dinas pendidikan. Ketika bawahan melakukan pelanggaran terhadap suatu prosedur maka pimpinan berhak memberikan teguran. Namun di sisi lain terdapat kesenjangan ketika pelaku pelanggar peraturan tersebut adalah pimpinan. Pimpinan yang hendaknya berlaku sebagai teladan, tanpa sengaja melanggar peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada kasus ini, bawahan tidak dapat balik menegur atas dasar kesopanan. Tetapi akan menjadi masalah ketika pembiaran itu menimbulkan persepsi adanya ketidakadilan prosedural dalam organisasi tersebut. Hal ini berbanding terbalik jika prosedur yang telah disepakati bersama dilakukan secara konsisten oleh seluruh anggota. Perilaku pimpinan yang sesuai prosedur akan dijadikan teladan bawahan, sehingga dengan terwujudnya sistem administrasi yang sesuai prosedur dapat meminimalkan tindak kecurangan dilingkungan instansi. Dengan demikian keadilan prosedural dipersepsikan memiliki pengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan pegawai dinas pendidikan. Kepala sekolah berfungsi sebagai manager tertinggi di instansi sekolah. Kepala sekolah memiliki kewenangan untuk membuat keputusan dalam menjalankan operasional sekolah dan menetapkan peraturan sekolah. Dalam menjalankan aktifitas, kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah masing-masing bidang, dan fungsional. Kepala sekolah berperan dalam penyusunan tata tertib sekolah. Tata tertib sekolah mengatur seluruh kebijakan yang berlaku pada sekolah tersebut. Hal ini termasuk subyek didalamnya, seperti manajemen, staf, guru, dan murid. Sebagai penentu kebijakan, kepala sekolah adalah obyek percontohan dari bawahannya. Hal ini dikarenakan rasa tanggungjawab kepala sekolah yang berkompetensi manajerial. Manajerial berarti kepala sekolah mampu menerapkan kebijakan yang telah ia ambil untuk dirinya sebelum diaplikasikan kepada jajarannya. Perilaku taat pada prosedur akan memberikan dampak positif bagi operasional sekolah. Karena dapat mewujudkan keteraturan dan meminimalisir kemungkinan terjadinya kecurangan. Ketika seorang penanggungjawab manajemen secara konsisten melakukan prosedur yang ditetapkan, maka jajaran akan mengikuti dan mempersepsikan adanya keadilan prosedur, sehingga dapat disimpulkan bahwa keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap kecurangan. Guru dapat merangkap jabatan sebagai manajemen sekolah. Pada kasus-kasus tertentu, guru harus bersedia meninggalkan kegiatan belajar mengajar untuk melakukan tugasnya di bidang manajemen. Hal ini berbenturan dengan prosedur standar pendidik yang menyatakan bahwa guru tidak boleh meninggalkan kelas saat jam mengajar. Pada aplikasinya, hal ini bukanlah menjadi suatu masalah pada penyelenggaraan operasional sekolah. Masalah akan timbul kepada guru lain yang tidak menjabat. Ketika guru tanpa jabatan meninggalkan jam belajar akan ada prosedur khusus yang berbeda dengan guru yang merangkap sebagai pejabat, maka akan terdapat persepsi ketidakadilan dalam prosedur tersebut. Kemungkinan persepsi kecenderungan kecurangan akan muncul atas dasar perbedaan perlakuan. Dengan demikian keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap kecurangan guru. Murid mempersepsikan keadilan prosedural melalui pengamatan terhadap teman sekolahnya. Di lingkungan sekolah, terkadang ada murid yang merupakan anak dari pejabat ataupun guru di sekolah. Mengingat latar belakang anak tersebut, maka pihak sekolah akan memberikan toleransi apabila murid melakukan kesalahan. Hal ini mempengaruhi integritas sekolah yang lemah kepada murid khusus. Ketika murid lain terlambat masuk sekolah, maka murid yang notaben anak pejabat sekolah tersebut akan lebih di istimewakan perlakuaanya. Kondisi seperti ini akan menimbulkan efek benci kepada pelaksana tata tertib di sekolah, sehingga proses pelegalan kecurangan tersebut akan menimbulkan persepsi ketidakadilan prosedural pada murid. Turunnya integritas sekolah terhadap pelaku pelanggar peraturan, memberikan pola pikir negatif untuk melakukn hal yang sama seperti pelaku indisipliner tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keadilan prosedural berpengaruh positif terhadap kecurangan murid.

2.11.4 Pengaruh Keefektifan Sistem Pengendalian Internal terhadap