4. Lapping adalah tindak kecurangan dalam bentuk penyalahgunaan hasil
pembayaran tagihan dari pelanggan untuk kepentingan pribadi, seperti; pemakaian uang sewa suatu aset ke rekening pribadi sementara biaya
operasional aset tersebut diambilkan dari anggaran rutin organisasi; komisi dari rekanan yang menerima proyek; uang hasil tagihan tidak
langsung disetorkan ke organisasi tetapi disimpan dulu di rekening pribadi sampai masa penagihan selesai; dan lain-lain.
5. Pilferage adalah tindak kecurangan dalam bentuk pencurian atau
pemakaian sarana kantor dalam jumlah kecil untuk kepentingan pribadi petty corruption. Tindak pilferage sangat sering dilakukan
setiap saat dan berulang kali oleh hampir semua karyawan. Tindak pilferage dilakukan dalam bentuk, seperti: pencurian atau pemakaian
tidak bertanggung jawab alat tulis kantor klip, kertas, pensil, dan lain- lain dalam jumlah kecil-kecil dan berulang. Tindak pilferage seakan
sudah menjadi umum dan tidak dianggap sebagai sebuah kesalahan.
2.3.3 Fraud Triangle Theory
Donald R. Cressey 1953 dalam Listiana Norbarani, 2012 memperkenalkan tentang teori segitiga kecurangan fraud triangle theory.
Didalam penelitianya, Cressey membagi faktor kecurangan menjadi tiga yaitu:
a. Tekanan Pressure, yaitu faktor yang mendorong individu untuk
berbuat kecurangan atas dasar tekanan dari kondisi individu sendiri.
Tekanan terhadap individu dapat berasal dari faktor keuangan financial maupun sosial non financial. Misalkan seseorang yang
berbuat kecurangan dikarenakan himpitan hutang, maupun gaya hidup individu yang serba mewah.
Berdasarkan SAS No.99 dalam Norbarani 2012, tekanan pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan di pengaruhi oleh 4 kondisi
yaitu : financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets.
b. Peluang Opportunity, yaitu faktor kecurangan yang memungkinkan
untuk timbul di semua posisi manajerial karena adanya sistem pengendalian internal perusahaan yang lemah sehingga dapat
memberikan peluang bagi pelaku tersebut. Menurut Cressey peluang dalam melakukan fraud terdiri dari dua komponen, yaitu general
information dan technical skill. Dimana terdapat pengetahuan mengenai kedudukan yang sarat akan kepercayaan dapat dilanggar
tanpa konsekuensi. Sedangkan untuk technical skill menekankan pada bagaimana keahlian pelaku tersebut dalam menjalankan kecurangan.
Dengan demikian, sebuah Organisasi harus membangun proses, prosedur dan pengendalian yang bermanfaat dan menempatkan
karyawan dalam posisi tertentu agar tidak dapat melakukan kecurangan dan efektif dalam mendeteksi kecurangan SAS No.99
dalam Norbarani, 2012.
c. Rasionalisasi Rationalization, yaitu suatu pola pikir dari para pelaku
kecurangan yang membenarkan pelaku untuk melakukan hal tersebut. Menurut Tuanakotta 2010 rasionalisasi merupakan upaya untuk
mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Rasionalisasi merupakan bagian yang harus ada dari kejahatan itu
sendiri, bahkan merupakan bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian pelaku dapat membela diri dan
mempertahankan jati dirinya
Sumber: Hall, 2007
Gambar 2.2 Fraud Triangle
Gambar di atas merupakan skema fraud triangle menurut Donald R. Cressey yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini.
Tekanan pressure akan diproyeksikan menggunakan keadilan distributif, keadilan prosedural, dan perilaku tidak etis, Peluang
opportunity akan diproyeksikan menggunakan variabel penegakan peraturan dan keefektifan sistem pengendalian internal, sedangkan
Rasionalisasi Razionalization akan diproyeksikan menggunakan variabel komitmen organisasi dan budaya organisasi.
2.3.4 Faktor Pemicu Terjadinya Fraud