BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat merupakan bagian yang sangat kompleks untuk dibicarakan. Karena seperti yang kita ketahui bahwa suatu masyarakat
mempunyai bentuk-bentuk struktur sosial seperti kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan lain sebagainya. Akan tetapi semua itu
mempinyai derajat yang berbeda-beda dalam beberapa aspek sosial di atas yang menyebabkan pola prilaku, adat-istiadat maupun budaya masyarakat yang berbeda-beda tergantung dari tempat
serta situasi dan kondisi yang dihadapi masyarakat sebagai bagian dari anak lingkungan bahkan anak zamannya.
Salah satu dari struktur sosial dalam masyarakat adalah stratifikasi sosial, dimana keberadannya menjadi bagian yang tidak kalah penting dalam sejarah hidup manusia yaitu
adanya golongan atas upper class, golongan menengah middle class dan kelas menengah lower class yang secara umum mewarnai kehidupan masyarakat mulai dari zaman prasejarah, zaman
Hindu-Budha sampai saat ini adalah adanya strata sosial dalam kehidupan masyarakat, yang sekaligus merupakan bagian yang kompleks dari perbedaan kelompok di tengah-tengah
masyarakat, baik itu stratifikasi sosial yang horizontal maupun pelapisan sosial yang vertikal telah mewarnai kehidupan manusia baik dengan kita sendiri maupun tidak.
1
Terdapat dua macam sistem pelapisan sosial yang kita kenal, yaitu sistem pelapisan sosial yang bersifat tertutup closed social stratification dan sistem pelapisan sosial yang bersifat
1
Sartono Kartodirdjo. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Penerbit Gramedia, 1993, hal 24
terbuka open social stratification, dimana yang disebut pertama sudah mengakar dalam sejarah kehidupan manusia dan yang terakhir secara umum baru berkembang sejak zaman modern.
2
Sistem pelapisan sosial stratifikasi social yang terbuka open social stratification, dimana di dalamnya pengembangan tingkat statusnya bukan atas dasar apa yang diwariskan secara turun
temurun, namun prestasi seseorang, kemampuan seseorang serta kepemilikan seseorang dan lain sebagainya merupakan tolak ukur dalam tinggi rendahnya tingkat status seseorang yang pada
suatu saat bisa berubah sesuai sesuai dengan kemampuan seseorang mempertahankan apa yang dimilikinya. Namun setiadaknya masyarakat yang pernah mengembangkan sistem ini karena
tidak ada ukuran yang membedakan secara ketat dalam setiap golongan maka bisa dikatakan mulai sejak kedatangan Islam, masuknya imprealisme barat sampai saat ini, baik pada
masyarakat umum maupun pada masyarakat bangsawan pada khususnya.
3
Secara spontan masyarakat Banjar yang berdomisili di Langkat juga menyampaikan pernyataan sikap mereka untuk mendukung terus pembangunan serta program Pemkab Langkat
Keberadaan masyarakat Banjar memiliki sumbangsih bagi terpeliharanya kondusifitas maupun pembangunan materil spiritual.Kita semua berharap agar Semboyan dari Pangeran
Antasari yang juga merupakan motto masyarakat Kalimantan Selatan yakni Wajak Sampai Kaputing, mampu diimplementasikan bagi perjuangan kesejahteraan dan kemandirian
masyarakat Langkat. Semangat dan semboyan ini dapat diwujudkan bagi kebersamaan masyarakat Banjar guna memberikan yang terbaik bagi bumi Langkat Berseri ini, Bupati
H. Zulfirman Siregar
menegaskan pembangunan gedung sekretariat PMKK yang bersebelahan dengan Rumah Adat Banjar itu, akan diselesaikan tahun ini dengan syarat, Raja Banjar Sultan H.
Khairul Saleh Al-Muhtasim Billah harus datang kembali untuk meresmikannya bersama Gubsu.
2
Soekanto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali, 1990, hal 16
3
Abdulkadir Muhammad. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2005, hal 31
dibawah kepemimpinan Bupati H. Zulfirman Siregar
yang dinilai banyak memihak dan menyentuh kepentingan rakyat sebagai Bupati Langkat pada periode kedua mendatang.Adat
Banjar Lampau Banua dibangun oleh Pemkab Langkat bersama komunitas Banjar setempat.Keberadaan masyarakat adat Lampau Banua ini sebagai penghargaan terhadap
keberadaan masyarakat Banjar yang ikut membangun daerah dalam suka dan duka.Rumah adat Lampau Banua juga dimaksudkan sebagai wadah berkumpul dan fasilitasi kegiatan agama dan
budaya, khususnya bagi masyarakat Banjar setempat, yang berjumlah puluhan ribu orang.
4
Masyarakat adat Banjar yang tinggal di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang di perantauan untuk saling menolong antarsesama, tetap menjaga kerukunan, dan pandai
beradaptasi, sebagaimana peribahasa, ”di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Dengan begitu, warga Banjar di perantauan tidak menjadi beban atau pembuat konflik sosial, melainkan
terus memberikan nilai tambah yang bermanfaat untuk sama-sama membangun daerah secara bermartabat.Tak ayal kesempatan itu digunakan oleh warga Banjar untuk melepas
kerinduan.Mereka merasa sangat bahagia dan berebutan menyalami dan merubung Sultan.Setiap kata dan kalimat dalam sambutan Sultan yang dipadukan dengan bahasa Banjar sebagai bahasa
sehari-hari warga Banjar di perantauan, didengar dengan seksama dan penuh perhatian.Sekejap mereka seolah sedang berada di banua Banjar.Terlebih ketika Sultan menceritakan kronologi
Perang Banjar melawan Belanda dalam kurun 1859-1906 yang notabene merupakan perang terlama melawan penjajah di Nusantara, berikut keberanian para pejuang Banjar, hadirin
4
Pemerintah Kabupaten Langkat. 2007. Pemerintah Kabupaten Langkat. Dari http:www.langkatkab.go.id [27 Januari 2014]
terkesima dan bangga akan leluhurnya. Mereka juga mendukung kebangkitan kembali Kesultanan Banjar dalam ranah budaya.
5
1. Bagaimana keadaankehidupan masyarakat suku Banjar di Desa Jaring Halus Kecamatan
Secanggang sebelum tahun 1989-2000? Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk
skripsi dengan judul “ PERKEMBANGAN SUKU BANJAR DI DESA JARING HALUS KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT 1989-2000
.”
1.2 Rumusan Masalah