Perkembangan Kepercayaan Kehidupan Sosial

Selain itu sekolah-sekolah yang pengelolaannya dibawah Departemen Agama juga tersebar di Kota Banjar, sampai tahun 2000 yaitu : Madrasah Diniyah 239 buah, Madrasah Ibtidaiyah 22 buah, Madrasah Tsanawiyah 9 buah dan Madrasah Aliyah 7 buah.

4.1.3 Perkembangan Kepercayaan

Suku Banjar merupakan penduduk asli sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.Mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam.Pengkategorian atas berbagai sistem kepercayaan yang ada ini dalam masyarakat Banjar sebagian berdasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang menganutnya.Dalam ungkapan lain, istilah Islam Banjar setara dengan istilah-istilah berikut: Islam di Tanah Banjar, Islam menurut pemahaman dan pengalaman masyarakat Banjar, Islam yang berperan dalam masyarakat dan budaya Banjar, atau istilah-istilah lain yang sejenis, tentunya dengan penekanan-penekanan tertentu yang bervariasi antara istilah yang satu dengan lainnya. Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritual dan sistem upacara yang diajarkan Islam.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar menurut beberapa Sejarawan Banjar telah dibedakan menjadi tiga kategori.Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam.Kedua, kepercayaan yang berkaitan dengan struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu pada masa sultan- sultan dan sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam lingkungan, bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang biasa dinamakan sebagai aruh tahunan.Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan beragam tafsiran dari masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.Untuk kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan. Hal itu tentusaja mengingatkan kita pada pengaruh dari agama Hindu dan Islam.Dengan demikian kita bisa memperkirakan bahwa religi mereka berdasarkan pemujaan nenek moyang dan makhluk gaib di sekitar mereka animisme. Mungkin bentuk-bentuk pemujaan nenek moyang dan aspek-aspek animisme dari kehidupan keagamaan masyarakat Banjar, yang kadang- kadang masih muncul, adalah sisa-sisa dari kepercayaan mereka dahulu.Jika pembicaraan kita tarik pada gambaran besar sistem religi yang dianut oleh raja-raja sultan-sultan Banjar, Hikayat Banjar dapat dijadikan landasan. Sejak Pangeran Samudera dinobatkan sebagai sultan Suriansyah di Banjarmasin khusus di desa Desa Jaring Halus Kabupaten Langkat, kira-kira 400 tahun yang lalu, Islam telah menjadi agama resmi kerajaan menggantikan agama Hindu. Perubahan agama istana Hindu menjadi Islam telah dipandang oleh rakyat awam sebagai hal yang sewajarnya saja, dan tidak perlu mengubah loyalitas mereka. Terlebih sejak masa Suriansyah proses Islamisasi telah berjalan cepat, sehingga dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, yaitu sekitar pertengahan abad-18 atau bahkan sebelumnya, Islam sudah menjadi identitas orang Banjar. Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritual dan sistem upacara yang diajarkan Islam bukanlah satu-satunya sistem upacara yang dilakukan.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar menurut beberapa Sejarawan Banjar telah dibedakan menjadi tiga kategori.Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam.Kedua, kepercayaan yang berkaitan dengan struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu pada masa sultan-sultan dan sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam lingkungan, bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang biasa dinamakan sebagai aruh tahunan.Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan beragam tafsiran dari masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.kepercayaan.Untuk kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan. Referensi utama sehubungan dengan kepercayaan Islam biasanya diperoleh dari ulama- ulama, kepercayaan bubuhan diperoleh dari tokoh bubuhan dan kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran penduduk terhadap lingkungan alam sekitar kepercayaan lingkungan baik itu diperoleh dari tabib-tabib, sebutan dukun dalam masyarakat Banjar, atau orang-orang tua tertentu, terutama yang tinggal di lingkungan yang bersangkutan Demikianlah sedikit pengenalan yang dapat kita telaah dari pandangan sistem religi yang dimiliki oleh masyarakat Banjar. Kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam bukanlah satu-satunya kepercayaan religius yang dianut masyarakat Banjar, sistem ritus dan sistem upacara yang diajarkan Islam bukanlah satu-satunya sistem upacara yang dilakukan.Keseluruhan kepercayaan yang dianut orang Banjar penulis sejarah bedakan menjadi tiga kategori.Yang pertama ialah kepercayaan yang bersumber dari ajaran Islam.Isi kepercayaan ini tergambar dari rukun iman yang ke enam.Yang harus disebutkan di sini, sehubungan dengan karangan ini, ialah kepercayaan tentang malaikat sebagai makhluk tuhan dengan fungsi-fungsi tertentu. Dan tentang adanya kehidupan sesudah mati atau sesudah hancurnya alam semesta ini hari akhirat selain manusia dan malaikat, masih ada dua jenis makhluk tuhan lain yang termasuk dalam sistem kepercayaan ini dan keduanya memang disebut dalam Al Qur’an, yaitu jin dan setan atau iblis. Kedua, kepercayaan yang munkin ada kaitannya denga struktur masyarakat Banjar pada zaman dahulu, yaitu setidak-tidaknya pada masa sultan-sultan dan sebelumnya.Orang-orang Banjar pada waktu itu hidup dalam lingkungan keluarga luas, yang dinamakan bubuhan dan juga bertempat tinggal dalam rumah, dan belakangan, dalam lingkungan, bubuhan pula.Kepercayaan demikian ini selalu disertai dengan keharusan bubuhan melakukan upacara tahunan, yang dinamakan atau lebih baik penulisan kategorikan sebagai aruh tahunan, disertai berbagai keharusan atau tantangan sehubungan dengan kepercayaan itu.Ketiga, kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran masyarakat atas alam lingkungan sekitarnya, yang mungkin adakalanya berkaitan pula dengan kategori kedua.kepercayaan kategori pertama mungkin lebih baik dinamakan kepercayaan Islam, kategori kedua kepercayaan bubuhan dan kategori ketiga kepercayaan lingkungan. Referensi sehubungan denga kepercayaan Islam biasanya diperoleh dari ulama-ulama, kepercayaan bubuhan diperoleh dari tokoh bubuhan dan kepercayaan yang berhubungan dengan tafsiran penduduk terhadap lingkungan alam sekitar kepercayaan lingkungan diperoleh dari tabib-tabib, sebutan dukun dalam masyarakat Banjar, atau orang-orang tua tertentu, terutama yang tinggal di lingkungan yang bersangkutan tetapi juga yang bertempat tinggal di luarnya. Masih sehubungan dengan bentuk kepercayaan yang ketiga, kepercayaan lingkungan, ialah kepercayaan yang berkenaan dengan isi alam ini. Masyarakat Desa Jaring Halus masih dikenal dekat dengan kebudayaan Jamu Laut.Jamu Laut ini merupakan sebuah kegiatan sakral yang dilakukan sekali dalam 3 tahun.Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh masyarakat Desa Jaring Halus, dimana pada satu hari tersebut seluruh penduduk berkumpul di tepi pantai dan menikmati hidangan yang telah mereka sediakan.Mereka bisa makan sepuasnya, namun apabila masih ada makanan yang tersisa, mereka tidak boleh membawa pulang kerumah. Makanan tersebut akan mereka tinggalkan disana untuk para leluhur dan penghuni laut. Dan menurut kepercayaan mereka, para leluhur dan penghuni laut juga turut serta berkumpul bersama mereka disana.Dan melalui upacara ini mereka mengucapkan syukur kepada para leluhur dan penghuni laut. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada saat dilakukan acara jamuan laut yaitu mereka menggunakan batang kayu bakau sebanyak 10 buah dengan tinggi sekitar 3-4 meter yang digunakan sebagai tiang bendera yang dipacakkan di sudut kampung, dan masyarakat menggunakan kayu bakau ukuran kecil sebanyak 20 batang yang dijadikan tempat untuk makanan yang menurut kepercayaan mereka makanan tersebut dipersembahkan untuk penghuni laut sebagai rasa ucapan syukur.

4.1.4 Sarana Kesehatan