Adat-Istiadat Masyarakat Kondisi Sosial Ekonomi

selatan berbatasan dengan Desa Secanggang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Selontong, dan sebelah barat berbatasan dengan Tanjung Pura. Desa ini merupakan sebuah pulau yang dikelilingi oleh perairan, sehingga keberadaan hutan mangrove sangatlah berperan penting dalam menjaga ketahanan desa.luas hutan mangrove di Desa Jaring Halus sekitar 1125 Ha dan hutan lindung sekitar 33 Ha. Hutan mangrove sangat dijaga oleh masyarakat Desa Jaring Halus, karena masyarakat sangat mengerti bahwa hutan mangrove sangat berpengaruh bagi kehidupan mereka. Hutan mangrove dapat mengurangi terjadinya pengikisan tanah dan banjir apabila terjadi pasang, menahan tanah dari hempasan ombak laut dan angin laut selain hutan mangrove sangat berpengaruh penting terhadap mata pencaharian masyarakat khususnya masyarakat Desa Jaring Halus.

3.2 Adat-Istiadat Masyarakat

Lima anak yang akan dikhitan, berpakaian adat Melayu dibariskan duduk berjajar berhadapan dengan “dukun” yang memimpin upacara. Di belakang barisan anak-anak itu berkumpul kerabat orang tuanya dari kelompok perempuan, sedang di belakang Sang Pemimpin Upacara duduk berjajar keluarga dari kelompok laki-laki.Di tengah di antaranya terdapat dupa, air ditaburi bunga, pisang, berti dan jeruk purut.Juga ada nasi kuning yang di atasnya disusun potongan ayam yang diletakkan di atas 3 talam.Bebauan kemenyan dari dupa dan semerbak bunga kantil membaui ruangan tempat upacara, ruang tengah sebuah rumah dari kerabat pemilik hajatan. Upacara tersebut disebut “Tuk Nek”, bahagian dari khitanan sebagai ritus peralihan yang dilaksanakan di Desa Jaring Halus untuk memberikan makan leluhur nenek moyang. Pemberian makan leluhur agar proses khitanan yang masyarakat setempat menyebutnya sunat dapat berjalan lancar .Kekhawatirannya adalah si anak yang dkhitan mengalami pendarahan dan terkena suatu penyakit. Dengan kata lain, memberi makan leluhur merupakan satu dari rangkaian ritus peralihan terkait dengan khitanan untuk mendapat restu leluhur. Upacara Tuk Nek ini wajib dilakukan jika orang tuanya, ketika khitanan dahulunya dilakukan upacara yang sama. Kewajiban yang sama juga akan jatuh kepada yang saat ini dikhitan kepada anak lelakinya kelak. Khitanan salah satu ritus dalam lingkaran sepanjang hidup manusia yang dipraktekkan di desa ini dan dianggap masa yang kritis, karena si anak yang lagi dikhitan lemah secara fisik dan psikologis sehingga perlu dikuatkan dan dijaga dengan upacara. Setelah dikhitan si anak sudah dianggap bersih, dan jika shalat berjemaah sudah diijinkan berada di barisan yang sama dengan orang dewasa.

3.3 Kondisi Sosial Ekonomi

Matahari masih enggan menunjukkan cahayanya yang tersembunyi di balik awan.Akibat hujan yang mengguyur Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Awalnya, Pulau Jaring Halus yang merupakan gugusan pulau-pulau kecil di kawasan pantai Sumatera Utara ini dihuni seorang warga Kedah, Pulau Malaka sekarang Malaysia-red.Tak heran bila desa yang berpenduduk 3.600 jiwa lebih itu bekerja sebagai nelayan. Desa Jaring Halus adalah kawasan administratif yang dapat ditempuh dari pusat Kabupaten Langkat selama kurang lebih satu jam. Menumpang boat kecil yang biasa digunakan nelayan dalam mencari ikan.Masyarakat Desa Jaring Halus memiliki mata pencarian utama sebagai nelayan.Mereka menggunakan pukat jaring sebagai bentuk identitas nelayan tradisional yang masih tersisa di sepanjang pantai timur Sumatera.Upaya melestarikan penggunaan jaring sebagai alat tangkap merupakan bagian dari pelestarian sumber daya laut.Sehingga kawasan hutan pantai yang berada di desa masih relatif terjaga.Setidaknya, ada sekitar 33 hektare kawasan hutan yang hingga kini masih terjaga dengan baik.Sementara itu, di daratan seberang Sumatera Utara, terdapat ratusan hutan mangrove yang kondisinya sangat memprihatinkan.Akibat perusakan yang dilakukan para nelayan dari luar perairan Jaring Halus dan pengusaha hutan bakau. Mereka mengeksploitasi kawasan sehingga menurunkan ”buah-buahan”laut. ”Bakau adalah tempat pengembangbiakan udang, kerang dan ikan yang menjadi sumber utama pendapatan nelayan lokal. Bila hutan ini tidak dijaga dengan baik, maka kehidupan warga Desa Jaring Halus akan semakin terancam. Kearifan budaya lokal meski terkadang sekadar budaya turun-temurun yang secara rutin dikerjakan dari para nenek moyang ternyata tidak hanya bermakna ritual belaka.Setidaknya hal itu berlaku dari ritual budaya “pantang” di Desa Jaring Halus. Hari berpantang yang tidak membolehkan warga sekitar pesisir pantai di Kabupaten Langkat tersebut melakukan aktivitas penebangan mangrove, mengambil hasil laut dan kegiatan sejenis meski dibumbui kepercayaan akan adanya semacam kekuatan gaib yang melarang hal itu, namun sesungguhnya memiliki makna tersirat yang ingin disampaikan. Begitu juga dengan ritual sesembahan laut dengan memberi seserahan kepada laut sebagai ritual untuk memberi “makan” para roh halus yang menjaga laut. Secara konvensional, kita akan memaknai tradisi Masyarakat Desa Jaring Halus tersebut sebagai budaya pagan warisan nenek moyang yang tidak bermakna. Tapi jika kita tilik dari nilai tradisi yang terkandung dalam budaya pantang di Desa Jaring Halus tersebut tentu anggapan kita akan berubah. Ada dalam yang harus digali dari tradisi purba itu bahwa adanya pengakuan manusia mesti menghargai alam, bahwa manusia mesti menjaga alam dan lingkungannya serta tidak semena-mena mengeksploitasi tanpa mengindahkan keberlangsungan alam itu sendiri. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan Masyarakat Desa Jaring Halus yang sangat tergantung dari pemberian alam sebagai sumber penghidupannya.Desa Jaring Halus memiliki hutan desa yang ditumbuhi mangrove seluas 57,789 hektar.Hutan desa tersebut menjadi satu daratan dan melingkupi areal pemukiman Desa Jaring Halus dari sisi Utara, Timur, dan Selatan.Hutan Desa Jaring Halus ditumbuhi oleh berbagai spesies, di antaranya adalah Avicennia spp, Sonneratia spp, Bruguiera spp, Rhizophora spp, Nypa fructicans, Xylocarpus granatum, dan Excoecaria agallocha.Vegetasi mangrove tumbuh dalam berbagai strata, mulai dari fase semai, sapihananakan, tiang, dan pohon.Laju regenerasi berlangsung secara alami dan tidak perlu campur tangan manusia. Hal ini disebabkan karena kondisi ekologisnya yang masih cukup baik dan ketersedian vegetasi yang produktif yang menjamin pemenuhan kebutuhan buahbenih untuk keberlangsungan proses regenerasi. Berdasarkan hasil analisis vegetasi , diketahui bahwa tidak kurang dari 19 spesies mangrove major mangrove dan 11 spesies asosiasi mangrove minor mangrove tumbuh di hutan Desa Jaring Halus. Bagi masyarakat, ekosistem mangrove sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup mereka baik secara fisik, ekologi, maupun ekonomi.Masyarakat sudah mengerti pentingnya ekosistem mangrove sebagai tempat perlindungan, tempat mencari ikan, dan tempat pemijahan beberapa jenis ikan, kepiting bakau, udang, dan berbagai jenis kerang. Fungsi lain dari hutan mangrove yang diketahui oleh masyarakat adalah sebagai benteng yang dapat melindungi permukiman dari badai, ombak pasang, abrasi yang dapat mengakibatkan rusaknya permukiman. Ketergantungan masyarakat terhadap hasil tangkapan laut, telah mendorong mereka untuk selalu mengusahakan agar sumber kehidupan mereka tetap dipertahankan.Warga masyarakat yang menyadari tentang keterkaitan antara keberadaaan hutan desa dan ketersediaan hasil tangkapan berupa ikan, udang, kepiting, kerang, dan hasil laut lainnya, sepakat untuk mempertahankan keberadaan hutan desa mereka.Referensi alam cukup memberikan pelajaran pada masyarakat.Bagaimana kondisi hasil tangkapan mereka ketika hutan desa dan hutan sekitarnya masih bagus, dan bagaimana pula ketika hutan sekitar Jaring Halus sudah rusak parah.Satu hal lagi yang menjadi pelajaran sangat berarti bagi masyarakat, yaitu ketika tragedi tsunami yang meluluhlantakkan sebagian wilayah Aceh dan Sumatera Utara, membuat mereka semakin yakin betapa penting keberadaan hutan mangrove bagi keberlangsungan hidup mereka.

3.4 Pelaksanaan Tradisi Upacara Adat dan Kepercayaan Masyarakat