Menurut Fulierton 1980 cacat bawaan yang terjadi diduga merupakan salah satu efek toksik yang diakibatkan oleh dosis hormon yang terlalu tinggi, maupun akibat
masuknya hormon sintetis ke dalam tubuh udang galah. Hormon 17a- metiltestosteron merupakan hormon sintetis yang gugus hidroksil pada testosteronnya telah diubah menjadi
ester yang sesuai untuk memperpanjang aktivitas dan mencegah oksidasi. Perubahan tersebut bertujuan agar hormon yang masuk ke dalam tubuh tidak segera mengalami
inaktivasi oleh enzim-enzim pencernaan, sehingga pengaruhnya menjadi lebih lama. Pada udang yang mengalami cacat bawaan terlihat daging tumbuh lebih besar dari
karapas, sehingga menekan keluar melalui sela–sela ruas tubuh akibatnya bagian ekor udang menjadi bengkok permanen. Menurut Lu 1995 hormon yang masuk ke dalam
tubuh memicu perubahan genetik tertentu dalam sel, karena setelah berinteraksi dengan makromolekul genetik DNA maka akan terbentuk carcinogen adduct bagian DNA yang
abnormal karena karsinogen. Hal tersebut menyebabkan perubahan kimiawi lain pada DNA, sehingga menyebabkan pembentukan neoplasma atau mengubah neoplasma menjadi
kanker neoplasia Lu, 1995. Selain itu bahan sintetis yang masuk ke dalam tubuh juga dapat memberi efek
biphasik terhadap sistem antibodi, yaitu pada awalnya dapat merangsang pembentukan antibodi, tetapi efek selanjutnya adalah menghambat reaksi imun. Pemberian bahan
sintetis dalam waktu lama walaupun dalam dosis rendah, dapat merusak kemampuan sel imun untuk memperbanyak diri proliferasi Connell and Miller, 2006.
j. Kualitas Air
Selama penelitian, saat fase larva dipelihara dalam ruang tertutup selanjutnya pada fase juvenil dipelihara di kolam pendederan yang berada di luar ruang. Hasil pengukuran
yang terdapat pada Tabel 15 menunjukkan bahwa kualitas air masih pada kisaran optimal bagi kehidupan udang galah.
Tabel 15. Kualitas air pemeliharaan larva dan juvenil udang galah
Perlakuan Parameter kualitas air
Keterangan Suhu
C pH
DO ppm A
26 – 30 7,6 – 7,9
6,0 – 8,0 Pemeliharaan
dalam ruang tertutup
B
26 – 30 7,6 – 7,9
4,5 – 8,1
C
26 – 30 7,6 – 7,9
5,6 – 8,4
D
26 – 30 7,6 – 7,9
4,6 – 8,1
E
26 – 30 7,6 – 7,9
6,4 – 8,0
A
29 – 32 6,6 – 8,2
4,5 – 5,5 Pemeliharaan di
B
29 – 32 6,8 – 7,2
4,5 – 6,0 kolam
C
29 – 32 6,9 – 8,0
4,4 – 6,0
D
29 – 32 6,8 – 7,9
4,5 – 6,0
E
29 – 32 7,0 – 8,1
4,5 – 6,4
Pada penelitian ini, kualitas air selalu dikontrol dengan melakukan pengukuran dan segera melakukan tindakan yang diperlukan apabila menunjukkan indikasi penurunan yang
dapat mengganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang galah. Apabila fluktuasi suhu ekstrim, misal menjelang pagi jam 01.00 wib sampai 06.00 wib suhu mencapai 26
C, sedangkan pada jam 12.00 wib sampai 17.00 wib suhu lebih dari 31
C. Untuk menjaga suhu tetap stabil maka dipasang pemanas tambahan saat malam hingga menjelang pagi,
sedangkan siang sampai sore semua pintu dan jendela ruangan dibuka agar suhu ruang tidak terlalu panas. Menurut Setyobudiarso 2004 kisaran suhu yang baik bagi penetasan
telur dan pertumbuhan udang galah adalah 25 C sampai 32
C. Tindakan cepat dilakukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi suhu, karena dapat
mempengaruhi daya tetas telur, pertumbuhan dan kehidupan udang galah, mempengaruhi pH dan oksigen terlarut. Menurut Law et al. 2002 pH optimal bagi penetasan telur dan
pertumbuhan udang galah adalah 7,0 sampai 8,5. Menurut Setyohadi dkk. 2001 konsentrasi oksigen terlarut yang baik bagi udang galah antara 4 mgl sampai 9 mgl.
Parameter suhu, pH dan oksigen terlarut yang teramati pada penelitian ini telah sesuai dengan kisaran hidup yang dibutuhkan udang galah, sehingga hanya perlakuan yang
mempengaruhi hasil penelitian. 4.2 Penelitian II
a. Nisbah Kelamin Jantan