B
29 – 32 6,8 – 7,2
4,5 – 6,0 kolam
C
29 – 32 6,9 – 8,0
4,4 – 6,0
D
29 – 32 6,8 – 7,9
4,5 – 6,0
E
29 – 32 7,0 – 8,1
4,5 – 6,4
Pada penelitian ini, kualitas air selalu dikontrol dengan melakukan pengukuran dan segera melakukan tindakan yang diperlukan apabila menunjukkan indikasi penurunan yang
dapat mengganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang galah. Apabila fluktuasi suhu ekstrim, misal menjelang pagi jam 01.00 wib sampai 06.00 wib suhu mencapai 26
C, sedangkan pada jam 12.00 wib sampai 17.00 wib suhu lebih dari 31
C. Untuk menjaga suhu tetap stabil maka dipasang pemanas tambahan saat malam hingga menjelang pagi,
sedangkan siang sampai sore semua pintu dan jendela ruangan dibuka agar suhu ruang tidak terlalu panas. Menurut Setyobudiarso 2004 kisaran suhu yang baik bagi penetasan
telur dan pertumbuhan udang galah adalah 25 C sampai 32
C. Tindakan cepat dilakukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi suhu, karena dapat
mempengaruhi daya tetas telur, pertumbuhan dan kehidupan udang galah, mempengaruhi pH dan oksigen terlarut. Menurut Law et al. 2002 pH optimal bagi penetasan telur dan
pertumbuhan udang galah adalah 7,0 sampai 8,5. Menurut Setyohadi dkk. 2001 konsentrasi oksigen terlarut yang baik bagi udang galah antara 4 mgl sampai 9 mgl.
Parameter suhu, pH dan oksigen terlarut yang teramati pada penelitian ini telah sesuai dengan kisaran hidup yang dibutuhkan udang galah, sehingga hanya perlakuan yang
mempengaruhi hasil penelitian. 4.2 Penelitian II
a. Nisbah Kelamin Jantan
Persentase jumlah udang galah berkelamin jantan pada perlakuan A kontrol lebih kecil dibanding semua perlakuan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Persentase udang galah berkelamin jantan
Keterangan :
Perlakuan Ulangan
Rataan 1
2 3
A
25,00 25,00
13,04 21,01
B
60,00 39,13
33,33 44,15
C
40,00 33,33
75,61 49,65
D
54,17 50,00
45,00 49,72
E
32,56 55,32
63,46 50,45
A : Kontrol negatif tanpa hormon B : Ekstrak steroid teripang 1 mgl
C : Ekstrak steroid teripang 2 mgl D : Ekstrak steroid teripang 3 mgl
E : Hormon 17a-metiltestosteron 2 mg1 kontrol positif
Pada Tabel 16 terlihat bahwa persentase rataan udang galah jantan terendah adalah perlakuan A tanpa hormon yaitu 21,01, sedangkan rataan udang galah jantan tertinggi
adalah perlakuan E hormon 17a- metiltestosteron 15 ppm yaitu 50,45. Hasil analisis dengan taraf kepercayaan 95, terbukti bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang
nyata terhadap nisbah kelamin Lampiran 14a. Hasil analisis BNT menunjukkan bahwa perlakuan B, C dan D tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A
Lampiran 14b. Hal tersebut membuktikan bahwa bertambahnya konsentrasi steroid teripang dan 17a- metiltestosteron terlarut yang masuk ke dalam tubuh udang galah, dapat
mengarahkan terbentuknya kelamin jantan.
Gambar 17. Grafik persentase udang galah jantan Pada Gambar 17 terlihat bahwa pemberian ekstrak steroid teripang ataupun hormon
17a-metiltestosteron, menggunakan metode dipping dapat meningkatkan persentase jantan pada udang uji. Mekanisme kerja hormon pada metode dipping secara difusi melalui kulit,
insang dan organ pencernaan. Menurut Connell and Miller 2006 absorbsi komponen– komponen terlarut dalam air yang melalui insang biasanya cukup besar. Absorbsi yang
melalui saluran pencernaan hanya sedikit, walaupun komponen terlarut dalam air yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar, sedangkan yang masuk melalui
kulit jumlah dan absorbsinya relatif kecil. Insang udang umumnya terdiri dari cabang–cabang lamina dendro-branchia.
Filamen insang dilapisi kutikula tipis dan di bawahnya dilapisi sitoplasma yang membagi
21.01 44.15
49.65 49.72
50.45
10 20
30 40
50 60
A B
C D
E
Perlakuan Persentase jantan
sel insang. Komponen terlarut yang kontak dengan sel insang masuk melewati mukosa, selanjutnya masuk dalam tubuh dan didistribusikan ke jaringan target Darmono, 2001.
Tubuh udang tertutup oleh kutikula keras dari bahan kitin Wichins and Lee, 2002, sehingga penetrasi hormon melalui kulit hanya sedikit. Sebaliknya saat udang molting
absorbsi relatif besar, karena setelah kutikula lepas selanjutnya tubuh udang membesar disertai absorbsi air sampai akhirnya terbentuk lapisan kutikula baru yang keras Chang,
1991. Namun saat perlakua n dipping tidak ada juvenil yang molting, sehingga absorbsi hormon yang melalui kulit relatif kecil.
Testosteron merupakan steroid yang mudah mengalami metabolisme secara cepat setelah absorbsi atau inaktivasi secara cepat dalam saluran cerna sebelum absorbsi
Fulierton, 1980. Hal tersebut menyebabkan hormon yang masuk melalui saluran cerna sebagian terakumulasi dalam hepatopankreas dan selanjutnya mengalami metabolisme,
sebagian diabsorbsi melalui lumen usus untuk dibawa menuju ke organ target. Pada Penelitian II yang dianalisis menggunakan uji t adalah perlakuan A dan E, dan
terbukti bahwa perlakuan E memberikan pengaruh berbeda nyata dibanding perlakuan A kontrol Lampiran 14c. Antiporda 1986 menyatakan bahwa steroid alami lebih efektif
penga ruhnya terhadap organ target dibanding steroid sintetis, apabila diberikan melalui suntikan. Hasil perlakuan pada masing- masing penelitian menunjukkan bahwa persentase
udang jantan tertinggi pada penelitian II hanya 50,45 sedangkan pada penelitian I adalah 63,33. Hasil tersebut membuktikan bahwa efektivitas metode dipping lebih rendah
dibanding metode injeksi.
b. Derajat Hidup