5000 10000
15000 20000
25000
1 2
12 22
32 42
52 62
Waktu hari Rerata jumlah larva ekor
A B
C D
E
Gambar 14. Grafik rataan jumlah larva hidup pada penelitian I Kematian larva yang tinggi terjadi pada hari ke-22 sampai hari ke-32, diduga terkait
erat dengan masa persiapan larva untuk bermetamorfosis menjadi juvenil. Seperti yang dinyatakan Racotta et al. 2003, bahwa pada saat fase perubahan menjadi juvenil, kondisi
udang lemah, mudah stress dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan yang mendadak, akibat perubahan alokasi energi yang disebabkan oleh perubahan beberapa
fungsi enzim yang berperan dalam metabolisme. Perubahan fungsi enzim dilakukan untuk menyesuaikan dengan organ–organ baru yang berkembang setelah menjadi udang muda
juvenil. Pada fase tersebut rentan terjadi kanibalisme, dimana larva yang sedang dalam proses perubahan menjadi juvenil kondisinya lemah sehingga mudah menjadi mangsa larva
yang belum mengalami proses menjadi juvenil. Hal tersebut didukung dengan fakta, bahwa mulai hari ke-15 setelah menetas sampai
hari ke-30 atau menjelang fase perubahan menjadi juvenil, nafsu makan larva sangat tinggi sehingga frekuensi pemberian pakan ditingkatkan 5–6 kali per hari.
Hasil analisis sidik ragam perlakuan A, B, C dan D menunjukkan bahwa, tidak terdapat perbedaan nyata pada derajat hidup larva udang galah Lampiran 12a. Untuk mengetahui
apakah perlakuan E kontrol positif memberikan pengaruh nyata dibanding perlakuan A kontrol negatif, maka dilakukan uji t yang menunjukkan bahwa perlakuan E berpengaruh
nyata terhadap tingginya jumlah larva hidup dibanding perlakuan A Lampiran 12b. Diduga sifat anabolik yang telah ditingkatkan 5 sampai 10 kali pada hormon 17a-
metiltestosteron Fulierton, 1980, memacu proses molting saat fase perubahan menjadi juvenil lebih cepat. Proses pertambahan ukuran tubuh dan pengerasan karapas yang lebih
cepat, menyebabkan udang terhindar dari kanibalisme.
f. Ukuran Telur
Rataan diameter dan berat telur sehari setelah pemijahan pada setiap perlakuan mempunyai kisaran berbeda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10. Dosis
hormon steroid memberi pengaruh berbeda terhadap ukuran telur udang galah Lynn et al., 1991, semakin tinggi dosis steroid diberikan maka ukuran telur semakin besar. Diduga,
konsentrasi steroid yang cukup tinggi dalam hemolymph meningkatkan proses sintesis vitelogenin, sehingga bahan pembentuk kuning telur semakin banyak masuk ke dalam
telur. Akibat peningkatan tersebut, volume telur menjadi lebih padat dan besar apabila dibandingkan telur udang tanpa perlakuan hormon. Huberman 2000 menyatakan bahwa,
semakin banyak komponen utama nutrisi lipoprotein vitellin yang membentuk vitellogenin, dapat meningkatkan ukuran telur udang.
Tabel 10. Ukuran telur udang galah
Perlakuan Ukuran telur
A Sumbu panjang mm : 0,52 0,49 – 0,58
Sumbu pendek mm : 0,46 0,42 – 0,58 Berat mg
: 0,29 B
Sumbu panjang mm : 0,54 0,46 – 0,59 Sumbu pendek mm : 0,48 0,47 – 0,50
Berat mg : 0,30
C Sumbu panjang mm : 0,53 0,52 – 0,54
Sumbu pendek mm : 0,48 0,47 – 0,50 Berat mg
: 0,30 D
Sumbu panjang mm : 0,55 0,51 – 0,58 Sumbu pendek mm : 0,46 0,45 – 0,48
Berat mg : 0,31
E Sumbu panjang mm : 0,55 0,46 – 0,59
Sumbu pendek mm : 0,47 0,45 – 0,50 Berat mg
: 0,31 Volume kuning telur yang lebih besar, memberikan cadangan makanan bagi larva lebih
banyak, larva ukuran lebih besar dan mempunyai daya tahan terhadap lingkungan cukup tinggi, sehingga derajat hidup larva lebih tinggi Lynn et al., 1991. Hasil pengamatan
ukuran telur 1, 10 dan 18 hari setelah pemijahan menunjukkan terjadinya peningkatan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Peningkatan ukuran telur selama masa pengeraman
Ukuran Waktu hari
1 10
18 Sumbu panjang mm
0,53 0,65
0,69
Sumbu pendek mm 0,48
0,53 0,55
Berat mg 0,30
0,37 0,49
Selama masa pengeraman, telur mengalami proses hidrasi dan pertambahan kelipatan jumlah sel yang menyebabkan ukurannya terus bertambah. Setelah dierami selama 19
sampai 21 hari, telur mencapai ukuran maksimal dan siap menetas. Telur udang galah yang telah mencapai ukuran maksimal dan siap menetas dapat dilihat pada Tabel 12.
Pada Tabel 12 terlihat bahwa telur udang galah yang telah dierami selama 18 hari menunjukkan tanda-tanda siap menetas. Embrio telah mempunyai organ tubuh relatif lengkap,
sehingga cukup kuat memecahkan korion untuk tumbuh dan berkembang sebagai larva.
Tabel 12. Ukuran telur siap tetas
GAMBAR KETERANGAN
Telur udang galah siap menetas Ukuran Telur:
Sumbu panjang mm : 0,69 0,65 – 0,71 Sumbu pendek mm : 0,55 0,52 – 0,56
Berat mg
: 0,49 Warna
: coklat tua
Waktu inkubasi hari : 19–21 g. Pertumbuhan Larva dan Juvenil
Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan pertambahan ukuran setiap fase perkembangan larva sampai menjadi juvenil. Hasil pengukuran panjang dan berat larva
dapat dilihat pada Lampiran 13. Selanjutnya untuk menge tahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan udang galah, maka dilakukan perhitungan rata–rata pertumbuhan
hariannya ADG. Hasil perhitungan ADG larva dan juvenil udang galah dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rata–rata pertumbuhan harian ADG larva dan juvenil udang galah
Perlakuan Bobot tubuh mg ADG
A larva 1 :5,80
juvenil 1 :55,85 tokolan :779,49
larva 1 – juvenil 1hari ke 60 :
103,66
juvenil 1 – tokolan hari ke 120 :
104,36
B larva 1 :5,80
juvenil 1 :56,92 tokolan :723,74
larva 1 – juvenil 1hari ke 60 :
103,69
juvenil 1 – tokolan hari ke 120 :
104,19
C
larva 1 :5,80 juvenil 1 :56,06
tokolan :798,48 larva 1 – juvenil 1hari ke 60
:
103,66
juvenil 1 – tokolan hari ke 120 :
104,40
D
larva 1 :5,80 juvenil 1 :57,14
tokolan :619,26 larva 1 – juvenil 1hari ke 60
:
103,70
juvenil 1 – tokolan hari ke 120 :
103,88
E
larva 1 :5,98 juvenil 1 :55,42
tokolan :662,72 larva 1 – juvenil 1hari ke 60
:
103,58
juvenil 1 – tokolan hari ke 120 :
104,07
Tabel 13 menunjukkan bahwa hormon tidak berpengaruh terhadap ADG larva dan juvenil udang galah, terlihat dari hasil perhitungan masing–masing perlakuan selisih
nilainya tidak terlalu besar. Hal lain yang ditunjukkan Tabel 13, bahwa pertumbuhan juvenil 1 menjadi tokolan ternyata lebih cepat dari pertumbuhan larva 1 menjadi juvenil 1.
Hal tersebut karena testosteron yang masuk dalam jaringan otot udang disintesis menjadi 5a-dihidrotestosteron. Proses ini berjalan lambat, sehingga berpengaruh terhadap makin
lambatnya sintesis protein dalam jaringan otot oleh androgen, selanjutnya mempengaruhi kerja hormon ekditsteroid udang Fulierton, 1980. Akibatnya, metamorfosis larva yang
diberi hormon steroid menjadi lebih lambat dibanding metamorfosis larva yang tidak diberi hormon steroid. Terbukti pada saat penelitian dilaksanakan, kecepatan metamorfosis larva
kontrol negatif tanpa hormon sama dengan kecepatan metamorfosis larva SUPPUG, yaitu pada hari ke 40 setelah penetasan 90 larva telah menjadi juvenil. Berbeda dengan larva
yang diberi perlakuan hormon, pada hari ke 62 setelah penetasan 15 udang masih pada fase larva stadium 11.
h. Konsentrasi Testosteron dalam Hemolymph Induk