Konsentrasi Testosteron dalam Hemolymph Induk

C larva 1 :5,80 juvenil 1 :56,06 tokolan :798,48 larva 1 – juvenil 1hari ke 60 : 103,66 juvenil 1 – tokolan hari ke 120 : 104,40 D larva 1 :5,80 juvenil 1 :57,14 tokolan :619,26 larva 1 – juvenil 1hari ke 60 : 103,70 juvenil 1 – tokolan hari ke 120 : 103,88 E larva 1 :5,98 juvenil 1 :55,42 tokolan :662,72 larva 1 – juvenil 1hari ke 60 : 103,58 juvenil 1 – tokolan hari ke 120 : 104,07 Tabel 13 menunjukkan bahwa hormon tidak berpengaruh terhadap ADG larva dan juvenil udang galah, terlihat dari hasil perhitungan masing–masing perlakuan selisih nilainya tidak terlalu besar. Hal lain yang ditunjukkan Tabel 13, bahwa pertumbuhan juvenil 1 menjadi tokolan ternyata lebih cepat dari pertumbuhan larva 1 menjadi juvenil 1. Hal tersebut karena testosteron yang masuk dalam jaringan otot udang disintesis menjadi 5a-dihidrotestosteron. Proses ini berjalan lambat, sehingga berpengaruh terhadap makin lambatnya sintesis protein dalam jaringan otot oleh androgen, selanjutnya mempengaruhi kerja hormon ekditsteroid udang Fulierton, 1980. Akibatnya, metamorfosis larva yang diberi hormon steroid menjadi lebih lambat dibanding metamorfosis larva yang tidak diberi hormon steroid. Terbukti pada saat penelitian dilaksanakan, kecepatan metamorfosis larva kontrol negatif tanpa hormon sama dengan kecepatan metamorfosis larva SUPPUG, yaitu pada hari ke 40 setelah penetasan 90 larva telah menjadi juvenil. Berbeda dengan larva yang diberi perlakuan hormon, pada hari ke 62 setelah penetasan 15 udang masih pada fase larva stadium 11.

h. Konsentrasi Testosteron dalam Hemolymph Induk

Konsentrasi hormon testosteron dalam hemolymph induk diukur mulai saat matang gonad sampai setelah pelepasan larva. Penyuntikan saat matang gonad meningkatkan konsentrasi hormon testosteron dalam hemolymph, selanjutnya menurun setelah larva dilepaskan ke air Tabel 14. Tabel 14. Konsentrasi hormon testosteron dalam hemolymph induk Perlakuan Matang Gonad Pasca Injeksi Pasca ovulasi Pasca inkubasi A 63,178 34,874 12,536 8,258 B 28,229 103,737 20,692 19,589 C 58,217 283,354 148,457 8,906 D 84,115 102,659 25,166 10,183 E 37,161 156,821 113,166 12,214 Tabel 14 menunjukkan bahwa penyuntikan hormon steroid mempengaruhi konsentrasi testosteron dalam hemolymph induk udang galah. Konsentrasi testosteron meningkat pesat 24 jam pasca penyuntikan, karena mendapat masukan larutan steroid melalui suntikan sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya mengalami penurunan secara bertahap selama masa inkubasi hingga tahap penetasan telur, karena diabsorbsi oleh telur saat proses vitelogenesis bersama komponen vitelogenin yang lain Aida et al., 1994. Berbeda dengan induk kontrol yang tidak disuntik hormon steroid, konsentrasi testosteron dalam hemolymph terus mengalami penurunan dimulai sebelum ovulasi sampai tahap penetasan. Hal tersebut diduga induk tidak mendapat masukan hormon steroid dari luar, sedangkan hormon testosteron yang terdapat di dalam tubuh induk terus diabsorbsi untuk proses vitelogenesis Aida et al., 1994. Menurut Quackenbush 1991, selama proses pematangan telur konsentrasi hormon steroid dalam hemolymph terus meningkat, selanjutnya mengalami penurunan saat matang telur dan ovulasi karena diabsorbsi untuk proses vitelogenesis dan persiapan pengeluaran telur. Oleh karena itu konsentrasi testosteron dalam hemolymph induk yang tidak disuntik hormon cenderung lebih rendah dibanding perlakuan yang lain, seperti yang terlihat pada Gambar 15. 50 100 150 200 250 300 Matang Gonad Pasca Suntik Pasca ovulasi Pasca inkubasi Waktu Sampling Konsentrasi Testosteron ngdl A B C D E Gambar 15. Grafik konsentrasi testosteron dalam hemolymph Pada Gambar 15 terlihat bahwa lonjakan konsentrasi testosteron yang cukup tinggi terjadi pada perlakuan C, sebaliknya pada perlakuan kontrol tidak terjadi lonjakan malah terus menurun. Hal tersebut membuktikan bahwa pemberian hormon steroid berpengaruh nyata terhadap konsentrasi testosteron dalam hemolymph, dan terkait erat dengan peningkatan jumlah udang galah berkelamin jantan, dimana perlakuan C mempunyai jumlah persentase udang galah berkelamin jantan tertinggi. Seperti pernyataan Laufer and Landau 1991 bahwa, hormon–hormon androgenik dapat juga menimbulkan respons vitelogenik pada udang, walaup un hanya diberikan pada dosis farmakologis, sehingga dapat mengarahkan individu yang terbentuk menjadi jantan.

i. Efek Negatif Akibat Pemberian Hormon