tercatat mengenal teripang sebagai makana n berkhasiat medis sejak dinasti Ming. Tubuh dan kulit teripang Stichopus japonicus banyak mengandung asam mukopolisakarida yang
bermanfaat untuk penyembuhan penyakit ginjal, anemia, diabetes, paru-paru basah, anti tumor, anti inflamasi, pencegahan penuaan jaringan tubuh dan mencegah arteriosclerosis,
sedangkan ekstrak murninya menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimisin dosis 6,25-25,00
µ gml Wibowo dkk., 1997.
Sampai saat ini, penelitian teripang yang sudah dilakukan masih terbatas pada teknik budidaya, daerah penyebaran dan ekologi, teknologi pengolahan Purwati, 2005, aktivitas
antibakteri Cucumaria frondosa Kaswandi dkk., 2000, aktivitas antijamur Holothuria tubolosa Lian et al., 2000, efek ekstrak ethanol Stichopus variegatus Semper Jamiah et
al., 2000, efek ekstrak methanol Holothuria atra dan Stichopus variegatus Ping et al., 2000, aktivitas serum amyloid A Holothuria glaberrina, struktur glikosida Stichopus
mollis, dan isolasi fucan sulphate Stichopus japonicus sebagai penghambat osteoclastogenesis Tan et al., 2000. Di lain pihak penelitian mengenai pemanfaatan bahan
aktif teripang pasir yang diyakini merupakan aprodisiaka steroid alami belum pernah dilakukan, karena baru sebatas pengalaman masyarakat pesisir indigenous knowledge.
2.3 Manipulasi Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh penting dalam budidaya perikanan karena, antara jantan dan betina terdapat perbedaan laju pertumbuhan, pola tingkah laku dan ukuran maksimum
yang bisa dicapai. Jenis kelamin ditentukan bersama oleh faktor genetis dan lingkungan, yang bekerja secara sinergis menentukan ekspresi fenotipe suatu karakter Purdom, 1993.
Peran faktor lingkungan menentukan ekspresi fenotipe jenis kelamin ikan dan udang, memungkinkan perubahan kelamin dilakukan tanpa mengubah genetisnya yaitu melalui
pendekatan hormonal. Perubahan genetis dilakukan melalui persilangan antar spesies atau genus. Pendekatan hormonal dilakukan dengan cara pemberian steroid androgen maupun
estrogen, sebelum diferensiasi kelamin Purdom, 1993; Pandian and Koteeswaran, 2000. Hormon adalah bahan kimia organik, merupakan senyawa aktif biologis yang
dihasilkan oleh bagian kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik. Hormon
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan fisiologi, dan umumnya hormon bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim Murray et al., 2003.
Hormon steroid meliputi hormon adrenal kortikal, androgen dan estrogen, yang dapat
larut dalam lemak. Klasifikasi hormon steroid berdasarkan respons fisiologis adalah sebagai berikut Murray et al., 2003 :
1. Glucocorticoids, seperti cortical C21 yang mengatur metabolisme protein, lemak dan karbohidrat, dan mempengaruhi fungsi- fungsi penting seperti reaksi
inflammatory dan meredakan stress. 2. Aldosterone dan mineralcorticoids lainnya, mengatur pembuangan garam dan air
melalui ginjal. 3. Androgen dan estrogen yang mengatur perkembangan dan fungsi seksual.
Testosteron, komponen C19 merupakan hormon androgen seks jantan. Hormon steroid merupakan turunan kolesterol, dengan rumus bangun berupa cincin
siklopentana cyclopentanoperhydrophenanthrene Turner and Bagnara, 1988 Gambar 6.
a b
Gambar 6. Rumus bangun inti steroid cyclopentanohydrophenanthrene a dan testosterone b Turner and Bagnara, 1988
Penggunaan hormon steroid dalam kegiatan reproduksi adalah untuk proses diferensiasi kelamin, pembentukan gamet, ovulasi, spermiasi, pemijahan, ciri kelamin
sekunder, perubahan morfologis atau fisiologis saat musim pemijahan dan produksi feromon Yamazaki, 1983; Matty, 1985. Pemberian hormon untuk sex reversal bertujuan
mempengaruhi keseimbangan hormon dalam darah yang saat diferensiasi kelamin sangat menentukan individu tertentu akan menjadi betina atau jantan dengan cara memasukkan
dari luar tubuh Sumantadinata dan Carman, 1995; Rougeot et al., 2002 Diferensiasi kelamin meliputi seluruh aktivitas terkait dengan keberadaan gonad,
seperti perpindahan awal sel nutfah, munculnya bagian tepi gonad dan diferensiasi gonad menjadi ovari atau testis. Diferensiasi kelamin dapat melalui dua jalan berbeda, pertama
gonad langsung berdiferensiasi menjadi ovari atau testis, yang kedua gonad berdiferensiasi menjadi ovari kemudian menjadi testis. Ragam diferensiasi sangat ditentukan kondisi
periode labil tiap spesies karena efektivitas kerja hormon steroid Rougeot et al., 2002.
Diferensiasi kelamin beberapa spesies ikan dapat dimulai saat embrio, setelah penetasan larva, juvenil, bahkan dewasa.
Gambar 7 menunjukkan beberapa spesies ikan teleostei mulai berdiferensiasi saat tahap embriogenesis yaitu, Poecilia reticulata dan Onchorhynchus kisutch, tetapi ada juga
yang mulai berdiferensiasi saat juvenile yaitu, Dicentrarchus labrax, Mugil cephalus dan Anguilla anguilla. Pemberian hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin dilakukan
sebelum kelamin ikan berdiferensiasi, sehingga dapat mengarahkan pembentukan kelamin ikan seperti yang dikehendaki secara optimal.
Gambar 7. Waktu mulai diferensiasi kelamin beberapa spesies ikan teleostei Pifferrer, 2001
Pada udang galah, jaringan gonad yang belum berdiferensiasi masih labil untuk jangka pendek, tetapi perkembangan akan terus meningkat sejalan bertambahnya umur.
Determinasi gen jantan udang galah tidak berfungsi baik selama periode larva ke pascalarva, tetapi muncul kemudian saat awal perkembangan juvenil Mantel and
Dudgeon, 2005. Interval waktu perkembangan gonad sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemberian hormon, terutama saat gonad dalam keadaan labil. Hal tersebut
terkait erat dengan fungsi hormon steroid sebagai perangsang diferensiasi kelamin Antiporda, 1986.
Perubahan fungsi kelamin udang galah dengan morfologi kelamin sekunder mendekati lengkap terjadi saat panjang karapas 15 mm – 17 mm Mantel and Dudgeon,
2005. Menurut Piferrer 2001, sensitivitas hormon steroid eksogenus terhadap diferensiasi kelamin tergantung pada fase perkembangan gonad. Saat gonad belum
terbentuk, sensitivitas belum kelihatan, begitu terbentuk gonad maka sensitivitas hormon mulai ada selanjutnya terus meningkat hingga mencapai puncak pada fase diferensiasi
kelamin secara fisiologis Gambar 8.
Gambar 8. Sensitivitas tahapan diferensiasi kelamin terhadap hormon steroid pada teleostei Pifferrer, 2001
Gambar 8 menunjukkan grafik sensitivitas gonad terhadap pemberian hormon steroid, dimana sensitivitas tertinggi terjadi saat sebelum diferensiasi kelamin secara
fisiologis dan secara histologis. Berdasar hal tersebut, maka perlakuan hormon akan memberikan efek pengubahan kelamin tertinggi jika diberikan tepat sebelum tahap
diferensiasi kelamin secara fisiologis. Penggunaan hormon steroid pada udang dapat dilakukan dengan beberapa cara,
seperti lewat mulut oral, penyuntikan injection dan perendaman dipping. Dosis hormon yang diberikan tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan tekanan pada
pembentukan gonad, efek paradoksial, pertumbuhan rendah dan kematian tinggi Wichins and Lee, 2002. Penggunaan hormon dengan waktu lebih singkat ternyata lebih efektif,
diduga ada hubungan terbalik antara dosis dan lama waktu perlakuan, sehingga perlakuan hormon dosis tinggi membutuhkan waktu lebih singkat. Terjadinya ikan intersex
umumnya akibat pemberian hormon steroid dosis rendah suboptimum Yamazaki, 1983.
3 METODOLOGI
Penelitian dilakukan di Sub Unit Pembenihan Udang Galah SUPUG Pelabuhan Ratu, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar BBPBAT Sukabumi, dari bulan
Juli 2006 sampai bulan Januari 2007. Penelitian terbagi dalam dua bagian yang berbeda, yaitu mengamati efektivitas hormon testosteron yang diberikan pada calon induk udang
galah untuk mengubah kelamin menjadi jantan saat fase embrio penelitian I dan mengamati efektivitas ho rmon testosteron yang diberikan pada juvenil udang galah untuk
mengubah kelamin menjadi jantan sebelum terjadi diferensiasi penelitian II. 3.1 Penelitian I
a. Metode Penelitian Metode dan Disain Penelitian
Perlakuan pemberian testosteron pada calon induk udang dilakukan melalui penyuntikan pada saat matang gonad Gambar 9. Perlakuan yang dicobakan adalah
sebagai berikut: A. Penyuntikan testosteron teripang dengan dosis 0 kontrol negatif.
B. Penyuntikan testosteron teripang dengan dosis 5 mgkg induk. C. Penyuntikan testosteron teripang dengan dosis 10 mgkg induk.
D. Penyuntikan testosteron teripang dengan dosis 15 mgkg induk. E. Penyuntikan 17a- metiltestosteron dengan dosis 15 mgkg induk kontrol positif.
Gambar 9. Calon induk udang galah matang gonad
Calon induk udang galah yang digunakan berukuran panjang kurang lebih 12-14cm dengan bobot tubuh kurang lebih 20–35g, yang sebelumnya telah diadaptasikan. Setiap
calon induk matang gonad disuntik hormon testosteron sesuai perlakuan, dan selanjutnya dimasukkan ke bak pengamatan secara acak. Salinitas dalam bak pengamatan dibuat
5gkg, setelah telur menetas salinitas ditingkatkan menjadi 10gkg. Pakan yang diberikan pada induk berupa daging cumi–cumi dengan dosis ad libitum. Pakan larva umur 3–12
hari berupa naupli artemia, setelah 12 hari dilanjutkan dengan pakan buatan. Variasi jumlah pakan per ekor larva per hari dan komposisi pakan buatan untuk juvenil udang
galah dapat dilihat pada Lampiran 1. Satuan Penelitian
Jumlah calon induk udang galah ya ng digunakan dalam penelitian sebanyak 35 ekor betina dan 35 ekor jantan. Setiap bak pengamatan digunakan untuk memelihara 1 ekor
induk betina. Pengamatan perkembangan gonad, penetasan dan pemeliharaan larva menggunakan bak fiber kapasitas 2 ton sebanyak 20 unit. Untuk pengamatan
menggunakan 15 bak, dan 5 bak digunakan untuk sediaan stok pengambilan sampel. Pemeliharaan juvenil, di bak beton yang disekat menjadi 15 petak, panjang 1,5 meter, lebar
1,0 meter dan kedalaman 1,5 meter. Padat tebar juvenil adalah 200 ekor setiap petak. Disain Waktu Evaluasi
Calon induk dipelihara dalam bak pengamatan selama 20 hari atau sampai larva dilepaskan ke air. Evaluasi tingkat kematangan gonad TKG dilakukan setiap hari,
dengan cara mengamati perubahan fase gonad yang terlihat dari morfologinya, yakni volume dan warna nya dalam gonad.
Setelah larva dilepaskan ke air, induk dan larva segera diambil, endapan di dasar bak disifon, selanjutnya bak dibersihkan. Setelah dikeringkan sekitar 1 jam, bak kembali diisi
air, jumlah larva dihitung dan dikembalikan ke dalam bak. Induk diambil hemolymphnya, jumlah telur yang tidak dibuahi dan gagal menetas, serta larva yang mati dihitung. Jumlah
telur yang menetas dihitung 24 jam setelah proses pelepasan ke air, selanjutnya perhitungan jumlah dan ukuran larva hidup dilakukan setiap 10 hari selama 60 hari masa
pemeliharaan. Masa pemeliharaan juvenil selama kurang lebih 60 hari. Selama penelitian dilakukan pengukuran suhu, oksigen terlarut dan pH setiap hari sebelum pemberian pakan
pada pagi hari jam 06.00 wib dan sore hari jam 17.00 wib.
Parameter Penelitian Parameter Utama
- nisbah kelamin jantan jumlah kelamin jantan dan betina
J =
T A
x 100 keterangan :
J : persentase jenis kelamin jantan A : jumlah udang berkelamin jantan
T : jumlah sample udang yang diamati
- fekunditas bobot calon induk dan jumlah telur
Fekunditas butirg induk = S telur yang diovulasikan butir bobot induk g S telur butir =
Gc x
Ps Bp
x Yt keterangan :
Bp = volume air wadah pemijahan Ps = frekuensi pengambilan contoh
Gc = volume air sample pada gelas ukur Yt = jumlah telur rata-rata sampel
- derajat pengeraman jumlah telur yang dierami
Derajat pengeraman =
an diovulasik
telur Total
dibuahi telur
Total
x 100
- hatching rate jumlah telur yang menetas
Hatching rate =
an diovulasik
telur Total
menetas telur
Total
x 100
- survival rate jumlah larva dan juvenil yang hidup selama penelitian
Survival rate =
menetas telur
Total hidup
udang Total
x 100
Parameter Penunjang - ukuran telur
Diameter telur diukur menggunakan mikrometer, berat diukur dengan neraca analitik.
- pertumbuhan larva dan juvenil panjang dan berat tubuh
Untuk mengetahui pertumbuhan udang galah, dilakukan dengan mengukur pertambahan panjang dan berat tubuh.
Selanjutnya dihitung rata–rata pertumbuhan hariannyaaverage daily gain ADG menggunakan rumus;
ADG =
t
wo wt
− 1 x 100
keterangan: ADG = rata–rata pertumbuhan harian wo
= bobot tubuh awal mg wt
= bobot tubuh akhir mg t
= waktu pemeliharaan hari
- konsentrasi testosteron dalam hemolymph induk pasca pelepasan larva
Analisis konsentrasi testosteron dalam hemolymph saat induk matang gonad, masa inkubasi dan setelah pelepasan larva. Tahap pengambilan hemolymph dan pengukuran
konsentrasi testosteron dalam hemolymph, dapat dilihat pada Lampiran 2.
- efek negatif akibat pemberian hormon jumlah dan jenis kelainan morfologi juvenil
C =
T A
x 100 keterangan :
C : persentase udang cacat A : jumlah udang cacat
T : jumlah sample udang yang diamati
- kualitas air DO, pH dan suhu
Kualitas air diamati pada jam 06.00 dan 17.00 WIByang meliputi; - dissolved oxygen DO,
- pH - Suhu
b. Teknik Pengumpulan Data Bahan
Hormon Steroid
Hormon testosteron alami diperoleh dari ekstrak organ dalam jeroan teripang pasir Holothuria scabra Jaeger, sedangkan hormon sintetis yang digunakan sebagai kontrol
adalah 17a- metiltestosteron. Teripang pasir didatangkan dari Jakarta dan Lampung. Tahapan ekstraksi hormon steroid teripang disajikan pada Lampiran 3.
Udang Uji
Udang galah yang digunakan merupakan calon induk hasil budidaya di Sukabumi. Larva dan juvenil yang diamati merupakan hasil penetasan telur induk selama penelitian.
Pakan
Calon induk udang galah diberi pakan segar daging cumi, dengan dosis ad libitum. Pakan yang diberikan pada larva umur 3–12 hari berupa naupli artemia, setelah 12 hari
diberi pakan buatan. Frekuensi pakan larva 3 kali sehari, jam 07.00 wib, 12.00 wib dan 17.00 wib. Frekuensi pemberian pakan juvenil 2 kali sehari, jam 07.00 dan 17.00 wib.
Air Media Pemeliharaan
Calon induk udang galah dipelihara dalam air tawar bersalinitas 0. Pada bak pengamatan digunakan media pemeliharaan air payau bersalinitas 5 gkg. Setelah telur
menetas menjadi larva sampai akhir penelitian, salinitasnya dinaikkan menjadi 10 gkg.
Wadah Pemeliharaan
Wadah pemeliharaan calon induk udang galah sebelum perlakuan berupa bak beton berkapasitas 10 ton berukuran 2,5 m x 4,0 m dan tinggi 1,0 m. Wadah penetasan telur dan
pemeliharaan larva bak pengamatan berupa bak fiber berkapasitas 2 ton diameter 2,0 m. Wadah pemeliharaan juvenil adalah bak beton yang disekat menjadi 15 petak, panjang 1,5
meter, lebar 1,0 meter dan kedalaman 1,5 meter. Metode Pengukuran
Pada penelitian ini jumlah udang jantan dihitung berdasarkan karakter kelamin sekunder, yaitu adanya appendix masculinus yang terdapat pada kaki renang ke-2
Lampiran 4. Variabel penelitian yang lain diukur menggunakan metode tertentu. Untuk lebih jelasnya variabel penelitian dan metode pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Prosedur Pelaksanaan
- persiapan bak pemeliharaan
Persiapan bak meliputi bak pemeliharaan calon induk bak adaptasi, bak penetasan dan bak pemeliharaan larva bak pengamatan, serta corong penetasan artemia. Bak dicuci
agar bebas kotoran dan bakteri yang merugikan, menggunakan kaporit CaOCl 10 ppm. Dibilas dengan air bersih, setelah itu dibiarkan selama 1 jam baru digunakan.
- persiapan air media pemeliharaan
Pada kegiatan penetasan dipersiapkan air payau dengan salinitas 5 gkg, sedangkan saat pemeliharaan larva dan juvenil dipersiapkan air payau dengan salinitas 10 gkg.
- seleksi calon induk
Seleksi calon induk udang galah dilakukan secara morfologis, berdasarkan ciri–ciri morfologisnya seperti ukuran panjang dan berat, kelengkapan organ, kulit luar dan umur.
Tabel 2. Parameter yang diamati dan metode yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian I
No Variabel penelitian
Metode pengukuran 1
Jumlah udang jantan dan betina Pengamatan jenis kelamin juvenil secara
morfologis. Jumlah sampel 30 ekor 2
Fekunditas : -
Bobot induk udang galah -
Jumlah telur Diukur menggunakan timbangan meja
dengan ketelitian 0,1 mg Mengambil larva dan telur menggunakan
saringan, selanjutnya hasil dijumlahkan.
3 Derajat pengeraman
Mengambil telur yang tidak menetas dari dasar bak menggunakan slang sifon.
4 Hatching rate
Mengambil larva baru menetas menggunakan saringan halus.
5 Survival rate
Mengambil larva mulai 48 jam setelah penetasan sampai akhir penelitian.
6 Ukuran telur
Diukur menggunakan mikroskop yang
dilengkapi mikrometer dan neraca analitik 7
Pertumbuhan Diukur menggunakan
mikroskop yang dilengkapi mikrometer, mistar dan neraca
analitik 8
Konsentrasi testosteron dalam hemolymph induk
Diukur menggunakan testosteron kit 9
Efek negatif pemberian hormon : -
jumlah juvenil cacat -
jenis kelainan morfologi Diamati menggunakan kaca pembesar
10 Kualitas air :
- oksigen terlarut DO
- pH
- suhu
Diukur menggunakan; DO meter
pH meter thermometer
- pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data
Calon induk udang galah diadaptasikan dan dipelihara dalam bak secara massal. Induk yang telah matang gonad, disuntik dengan hormon sesuai dengan perlakuan.
Tahapan penyuntikan induk dapat dilihat pada Lampiran 5. Selanjutnya induk yang telah
disuntik, dimasukkan bak pengamatan dengan kepadatan 1 ekorbak. Induk yang telah melepaskan larva diambil sampel hemolymphnya, dan dipindah ke bak adaptasi.
Telur dalam bak pengamatan dihitung jumlah total dan jumlah yang dierami, serta dilakukan pengukuran diameter dan beratnya, serta penetasan siste artemia. Setelah proses
penetasan telur selesai, dilakukan perhitungan hatching rate dan survival rate, serta pengamatan pertumbuhan. Pengamatan jenis kelamin dimulai saat udang galah berumur
120 hari. Pada akhir penelitian, dilakukan pengamatan kelainan morfologis akibat perlakuan hormon.
c. Analisis Data Untuk mengetahui apakah perlakuan hormon memberikan pengaruh nyata terhadap
jumlah udang galah jantan, maka dilakukan analisis statistik. Untuk mengetahui apakah perlakuan hormon juga berpengaruh nyata pada aspek reproduksi, maka dilakukan analisis
statistik mengenai fekunditas, derajat pengeraman, hatching rate, dan survival rate. Ukuran telur, pertumbuhan larva, kandungan testosteron hemolymph, jumlah udang cacat,
kualitas air dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. 3.2 Penelitian II
a. Metode Penelitian Metode dan Disain Penelitian
Perlakuan hormon pada juvenil udang galah dengan metode perendaman dipping, selama 24 jam. Perlakuan perendaman yang diujikan adalah sebagai berikut:
A. Juvenil direndam dalam air tanpa diberi hormon steroid kontrol negatif. B. Juvenil direndam dalam air yang telah diberi larutan ekstrak steroid teripang
dengan konsentrasi 1 mgl selama 24 jam. C. Juvenil direndam dalam air yang telah diberi larutan ekstrak steroid teripang
dengan konsentrasi 2 mgl selama 24 jam. D. Juvenil direndam dalam air yang telah diberi larutan ekstrak steroid teripang
dengan konsentrasi 3 mgl selama 24 jam. E. Juvenil direndam dalam air yang telah diberi larutan hormon 17a- metiltestosteron
dengan konsentrasi 2 mgl selama 24 jam kontrol positif.
Satuan Penelitian
Penelitian menggunakan bak pengamatan bervolume 15 l sebanyak 15 unit. Jumlah juvenil udang galah yang digunakan dalam penelitian sebanyak 900 ekor. Setiap bak
digunakan untuk memelihara 60 ekor juvenil. Disain Waktu Evaluasi
Juvenil udang galah dipelihara selama 60 hari atau sampai ciri kelamin sekundernya terlihat jelas. Evaluasi survival rate dilakukan setiap 10 hari sampai akhir pene litian.
Penyifonan dasar bak dilakukan setiap hari pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Pengukuran suhu, oksigen terlarut dan pH dilakukan setiap hari sebelum pemberian pakan
pada pagi hari jam 06.00 wib dan sore hari jam 17.00 wib. Parameter Penelitian
Parameter Utama - nisbah kelamin jantan jumlah kelamin jantan dan betina
J =
T A
x 100 keterangan :
J : persentase jenis kelamin jantan A : jumlah udang berkelamin jantan
T : jumlah sample udang yang diamati
- survival rate jumlah udang yang hidup selama penelitian
Survival rate =
mati udang
total hidup
udang Total
hidup udang
Total +
x 100
Parameter Penunjang - pertumbuhan juvenil panjang dan berat tubuh
Untuk mengetahui pertumbuhan udang galah, dilakukan dengan mengukur pertambahan panjang dan berat tubuh. Selanjutnya dihitung rata–rata pertumbuhan
hariannyaaverage daily gain ADG menggunakan rumus; ADG =
t
wo wt
− 1 x 100
keterangan: ADG = rata–rata pertumbuhan harian wo
= bobot tubuh awal mg wt
= bobot tub uh akhir mg t
= waktu pemeliharaan hari
- efek negatif akibat pemberian hormon jumlah dan jenis kelainan morfologi
C =
T A
x 100 keterangan :
C : persentase udang cacat A : jumlah udang cacat
T : jumlah sample udang yang diamati
- kualitas air DO, pH dan suhu
Kualitas air yang diamati meliputi; - Dissolved Oxygen DO, frekuensi 2 kalihari jam 06.00 dan 17.00 WIB
- pH, frekuensi pengamatan 2 kalihari jam 06.00 dan 17.00 WIB - Suhu, frekuensi pengamatan 2 kalihari jam 06.00 dan 17.00 WIB
b. Teknik Pengumpulan Data Bahan
Hormon Steroid
Hormon testosteron alami diperoleh dari ekstrak organ dalam jeroan teripang pasir, sedangkan hormon sintetis yang digunakan adalah 17a-metiltestosteron.
Udang Uji
Udang galah Macrobrachium rosenbergii, de Man yang digunakan merupakan juvenil hasil budidaya di Sukabumi berukuran panjang kurang lebih 12 mm.
Pakan
Pakan yang diberikan pada udang berupa pakan buatan, frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pada jam 07.00 wib dan 17.00 wib.
Air Media Pemeliharaan
Air media dalam bak adaptasi dan bak pengamatan bersalinitas 10 gkg.
Wadah Pemeliharaan
Wadah pemeliharaan udang galah sebelum perlakuan bak adaptasi, berupa bak fiber berkapasitas 1 ton diameter 2 m. Wadah pemeliharaan udang setelah perlakuan hormon,
berupa bak plastik bervolume 15 l.
Metode Pengukuran
Pada penelitian ini ada beberapa variabel yang diukur menggunakan metode tertentu. Untuk lebih jelasnya variabel penelitian dan metode pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter yang diamati dan metode yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian II
No Variabel Penelitian
Metode Pengukuran 1
Jumlah udang jantan dan betina Pengamatan jenis kelamin juvenil secara
morfologis. Jumlah sampel 30 ekor. 2
Survival rate Menghitung udang yang mati, dimulai
setelah perlakuan sampai akhir penelitian. 3
Pertumbuhan Diukur mengunakan mistar dan neraca analitik
4 Efek negatif pemberian hormon :
- jumlah udang cacat
- macam kelainan morfologi
Diamati menggunakan kaca pembesar .
5 Kualitas air : - oksigen terlarut DO
- pH - suhu
DO meter pH meter
thermometer
Prosedur Pelaksanaan - persiapan wadah pemeliharaan
Persiapan wadah meliputi bak adaptasi, bak pengamatan dan bak penetasan artemia. Bak dicuci agar bebas dari kotoran dan bakteri yang merugikan, menggunakan kaporit
CaOCl 10 ppm. Dibilas dengan air bersih, dan dibiarkan hingga 24 jam baru digunakan.
- persiapan air media pemeliharaan
Mempersiapkan air media pemeliharaan dalam bak adaptasi dan bak pengamatan bersalinitas 10 gkg.
- seleksi juvenil
Seleksi juvenil udang galah dilakukan secara morfologis, berdasarkan ciri–ciri morfologisnya seperti ukuran panjang, kelengkapan organ, warna tubuh dan umur.
- pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data
Juvenil udang galah dipelihara dalam bak adaptasi secara massal, selanjutnya diberi perlakuan perendaman hormon testosteron sesuai perlakuan yang telah ditentukan.
Tahapan perendaman juvenil menggunakan hormon disajikan pada Lampiran 6.
Kepadatan juvenil dalam bak pengamatan adalah 60 ekor per 15 liter. Selanjutnya juvenil diberi pakan sesuai dengan jenis dan dosis yang telah ditentukan.
Jumlah udang dalam bak pengamatan selanjutnya dihitung setiap hari, dan setiap 10 hari diukur panjang dan berat tubuhnya. Selanjutnya dilakukan perhitungan survival rate.
Udang dibesarkan selama 60 hari atau sampai dapat dibedakan jenis kelamin serta diamati efek negatif akibat perlakuan hormonnya. Efek negatif yang mungkin timbul didasarkan
pada kelainan morfologis udang atau cacat organ. Jenis kelamin berdasarkan pada ciri kelamin sekunder, yaitu keberadaan appendix masculinus pada kaki renang kedua.
c. Analisis Data Untuk mengetahui apakah perlakuan hormon memberikan pengaruh nyata terhadap
jumlah udang galah jantan, maka dilakukan analisis statistik. Untuk mengetahui apakah perlakuan hormon juga berpengaruh nyata pada kehidupan udang, maka dilakukan analisis
statistik mengenai survival rate. Data mengenai pertumbuhan, jumlah udang cacat, kualitas air dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian I a.