dalam memproduksi gonadotropin. Gonadotropin berperan dalam proses biosintesis estradiol-17ß pada lapisan granulose. Apabila gonadotropin telah cukup untuk
mematangkan gonad, maka estradiol-17ß memacu hipotalamus untuk memproduksi gonadotropin releasing inhibitor faktor GnRIF Quackenbush, 1991. Oleh karena itu,
kebutuhan produksi estradiol-17ß semakin kecil setelah matang gonad, sehingga tidak semua testosteron disintesis oleh 17ß-HSD. Testosteron yang tidak disintesis selanjutnya
masuk ke dalam telur, dan tertimbun dalam kuning telur bersama komponen yang lain lipovitelin dan phosvitin.
Penimbunan testosteron dalam telur, direspons oleh kelenjar androgenik udang yang terbentuk setelah telur terbuahi dan menetas menjadi larva dengan mengarahkan
perkembangan kelamin menjadi jantan secara fenotipe Ferezou et al., 1978 in Laufer and Landau, 1991. Hal tersebut menyebabkan peningkatan jumlah jantan fenotipe pada udang
galah yang saat fase telur diberi perlakuan ekstrak steroid teripang dan hormon 17a- metiltestosteron.
Selanjutnya untuk membuktikan apakah perlakuan E memberikan pengaruh berbeda nyata dari kontrol, maka dilakukan uji t dengan taraf kepercayaan 95. Hasil uji t
membuktikan bahwa 17a- metiltestosteron tidak berbeda nyata dibanding kontrol negatif, terhadap peningkatan jumlah jantan fenotipe Lampiran 7c.
b. Fekunditas
Fekunditas udang galah pada perlakuan A sampai E menunjukkan perbedaan kisaran dari 419 butir hingga 785 butir, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Fekunditas induk udang galah
Perlakuan Ulangan
Rataan
butir g
1 2
3 A
574 782
686 681
B
698 716
569 661
C
785 684
419 629
D
545 785
727 686
E
472 543
493 503
Rataan fekunditas induk menunjukkan kisaran tidak terlalu besar yaitu 503 sampai 686 butir telur. Hasil analisis sidik ragam perlakuan A, B, C dan D menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata Lampiran 8a. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak teripang tidak mempengaruhi kerja hormon ekditsteroid yang mengatur mekanisme
molting dan perkembangan embrio pada golongan krustase. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Raman 1967 dan Primavera 1979 bahwa, peningkatan konsentrasi hormon
steroid dalam hemolymph udang sampai level tertentu, berkorelasi dengan kecepatan matang gonad, waktu ovulasi dan jumlah telur.
Gambar 11 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak steroid teripang menghasilkan fekunditas dari 503 butir perlakuan E sampai 686 butir perlakuan D.
681 661
629 686
503
100 200
300 400
500 600
700 800
A B
C D
E
Perlakuan Rerata Fekunditas butirg induk
Gambar 11. Grafik rataan fekunditas induk udang galah Rendahnya fekunditas udang pada pemberian 17a- metiltestosteron 15 ppm, diduga
disebabkan oleh efek pembentukan antibodi tubuh akibat masuknya hormon sintetis. Tubuh merespons hormon sintetis sebagai racun yang harus dinetralisir, akibatnya proses
vitelogenesis terganggu dan berpengaruh terhadap telur yang terbentuk. Hasil penelitian Arukwe and Goksøyr 2003 membuktikan bahwa pemberian
hormon sintetis pada zebra fish Danio rerio, fathead minnow Pimephales promelas dan medaka Oryzias latipes, mempengaruhi proses pembentukan telur. Saat proses
vitelogenesis, kuning telur tetap terbentuk tetapi zona radiata protein tidak berkembang, akibatnya telur tumbuh tidak sempurna dan diserap kembali oleh tubuh.
Pemberian ekstrak steroid teripang yang bersifat alami, terbukti tidak mengganggu proses vitelogenesis dan perkembangan telur udang galah, sehingga jumlah telur yang
diovulasikan tetap tinggi. Selanjutnya untuk mengetahui apakah perlakuan E kontrol positif memberi pengaruh berbeda nyata dibanding perlakuan A kontrol negatif, maka
dilakukan uji t Lampiran 8b. Hasil analisis uji t menunjukkan bahwa perlakuan E dan A berbeda nyata, sehingga terbukti bahwa 17a- metiltestosteron menyebabkan rendahnya
fekunditas pada induk udang galah.
c. Derajat Pengeraman