I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir tahun 1997 Indonesia mengalami berbagai perubahan yang mendasar baik di bidang politik, maupun perekonomian. Pembangunan yang
selama ini memperlihatkan pertumbuhan yang cukup baik, namun pada kenyataannya kondisi makro ekonomi sangat lemah dan tidak setabil.
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu.
Krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat serbuan yang tak terduga dan terus-menerus dari dollar AS
serta jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar. Hampir seluruh sektor perekonomian mengalami masalah dalam kondisi sulit ini.
Beberapa sektor yang sebelum krisis berperan sebagai penggerak pertumbuhan, kini mengalami masalah yang berat, disebabkan karena ketergantungan
terhadap komponen luar negeri, baik bahan baku maupun peralatan. Saat terjadi krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang
cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Sektor pertanian mempunyai peranan yang
penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini terbukti pada tahun 1998, di tengah pertumbuhan Produk Domestik Produk PDB nasional yang
negatif yakni sekitar 14 persen, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 1,23 persen BPS,
1999. Berdasarkan analisis ekspor hasil pertanian, diketahui bahwa pada pasca
krisis 2000-2005 volume ekspor mencapai 12,6 juta tontahun. Hal ini berarti lebih tinggi dibanding pada masa krisis 1998-1999 bahkan masa sebelum krisis
1995-1997, yaitu masing-masing sebesar 7,0 juta tontahun dan 7,8 juta tontahun. Perkembangan ekspor hasil pertanian dari tahun 1995 sampai tahun
2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Hasil Pertanian Indonesia Tahun 1995-2005
Tahun Volume Ekspor Juta Ton
Nilai Juta US 1995
5,7 4.607,5
1996 7,5
5.194,3 1997
7,9 5.549,9
1998 6,8
4.468,4 1999
8,8 4.696,6
2000 9,5
4.500,3 2001
9,6 3.696,6
2002 11,6 5.518,3 2003 11,6 6.417,5
2004 15,1 8.544,0 2005
18,1 10.564,0
Rata-rata 1995-1997 7,0
5.117,2 Rata-rata 1998-1999
7,8 4.582,5
Rata-rata 2000-2005 12,6
6.540,1
Sumber : BPS, 2006 Keterangan : data sd juni 2005 kemudiann dikalikan 2
Apabila dilihat dari sisi penerimaan devisa, pada masa sebelum krisis 1995-1997 nilai ekspor sebesar US 5.117,2 jutatahun, sedangkan di masa
krisis mengalami penurunan menjadi US 4.582,5 jutatahun. Walaupun demikian, setelah masa krisis nilai ekspor kembali meningkat menjadi US
6.540,1 jutatahun. Salah satu subsektor pertanian yang cukup besar potensinya adalah
perkebunan. Meskipun kontribusi subsektor perkebunan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto belum terlalu besar yaitu sekitar 2,12 persen pada tahun
2005, namun berada diurutan ketiga di sektor pertanian setelah subsektor tanaman bahan pangan dan perikanan. Subsektor perkebunan merupakan
penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa BPS, 2007.
Hasil perkebunan yang memiliki peranan penting salah satunya adalah teh. Komoditas teh bagi Indonesia hampir 100 tahun merupakan salah satu
andalan penghasil devisa dari subsektor perkebunan. Kekuatannya dalam penghasil devisa, sudah dibuktikan selama masa krisis ekonomi beberapa tahun
yang lalu, tepatnya tahun 1997 dan 1998. Komoditas teh, pada waktu itu menjadi salah satu usaha andalan
pemerintah sebagai penompang penghasil devisa setelah karet, kelapa, kelapa sawit, kakao dan kopi. Teh mampu menjadi andalan utama alternatif ekspor
ketika sektor industri lain terpuruk. Perkembangan volume ekspor komoditi perkebunan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Volume Ekspor Beberapa Komoditi Utama Perkebunan Tahun 1995-2005 ribu ton.
Komoditi Tahun
Karet Kelapa Kelapa
Sawit Kakao Kopi Teh 1995 1.220 170
1.580 230
220 0,80 1996 1.430 410
2.010 320
370 100 1997 1.400 700
3.470 270
310 0,70 1998 1.640 450
1.830 330
360 0,70 1999 1.490 450
3.900 420
350 100 2000 1.380 830
4.700 420
340 110 2001 1.450 470
5.490 300
250 100 2002 1.500 570
7.080 460
330 100 2003 1.660 470
7.050 360
320 0,90 2004 1.873 547
9.601 369
349 0,99 2005 2.039 1.329 11.128
380 399 104
Sumber : BPS, 2007
Sekian banyak minuman yang tersedia saat ini, minuman yang berbahan dasar teh merupakan salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat di dunia. Teh merupakan minuman nomor dua terpopuler di dunia setelah air putih
1
. Teh tidak hanya sebagai penawar dahaga, tetapi dapat menjadi minuman alternatif selain air mineral di berbagai acara resmi.
1
I. G. A. Yudana dan Lie. 1998. Mengenal Ragam dan Manfaat Teh. http:www.infomedia.com. 20 Mei 2007.
Komoditas teh tidak hanya untuk minuman semata, namun memiliki kemampuan diversifikasi usaha yang variannya lebih luas sebagai minuman
kesehatan, obat-obatan dan produk industri hilir lainnya. Sebagaimana diketahui sekarang ini bahwa teh tidak hanya dimanfaatkan sebagai bahan minuman saja,
melainkan juga telah dimanfaatkan sebagai bahan untuk kosmetika baik untuk perawatan kulit maupun rambut.
Lebih lanjut diungkapkan, sebenarnya FAO sudah memprediksi perkembangan produksi dan konsumsi teh dunia permintaannya akan meningkat
hingga tiga persen. Hal ini diperhitungkan dengan dasar pertumbuhan populasi penduduk dunia yang akan meningkat di atas angka lima persen ditambah
gencarnya promosi tentang teh, dalam korelasinya dengan kesehatan tubuh dan produsen minuman ringan yang berbahan baku komoditi teh
2
. Di Indonesia teh dinikmati oleh berbagai kalangan, baik itu kalangan
ekonomi atas maupun kalangan ekonomi bawah. Teh merupakan salah satu minuman yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Hampir di
berbagai suasana orang dapat menikmati minuman ini baik suasana formal maupun suasana non formal. Selain itu, teh sangat berkhasiat dalam hal
kesehatan baik mencegah maupun mengobati berbagai macam penyakit karena memiliki kandungan zat antioksidan polifenol.
1.2 Perumusan Masalah