Sebelum dan Setelah Krisis Moneter Dummy Faktor-Faktor Lain yang Tidak dapat Dijelaskan Oleh Model

internasional. Harga menjadi murah pada saat persediaan besar dan mahal pada saat persediaan rendah atau sedikit. Sesuai dengan hukum permintaan bahwa konsumen cenderung menginginkan harga yang relatif lebih murah. Kenaikan harga teh Indonesia merupakan kenaikan harga impor bagi negara tujuan ekspor. Hal ini dapat menyebabkan berpalingnya negara pengimpor kepada produsen atau negara Iainnya yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada produsen lain yang memiliki harga ekspor yang sama, namun dengan kualitas teh yang lebih baik. Berdasarkan Lampiran 2, pada tahun 1995 Jepang adalah negara dengan harga ekspor teh tertinggi yaitu sebesar 1,553 per kg dengan volume ekspor 1172 ton. Australia merupakan negara dengan harga ekspor teh tertinggi pada tahun 2006 yaitu 3,360 per kg dengan volume ekspor 2858,28 ton.

5.2.6 Sebelum dan Setelah Krisis Moneter Dummy

Kadang-kadang perlu untuk menentukan apakah variabel tak bebas berkaitan dengan suatu variabel bebas apabila faktor kualitatif tersebut mempengaruhi keadaan. Penyelesaian hubungan ini dapat dilakukan melalui pembentukan variabel boneka dummy, pengidentifikasi secara kuantitatif kelas- kelas variabel kualitatif maka digunakan nilai 1 dan 0. Dummy untuk periode sebelum krisis moneter D = 0, sedangkan untuk priode setelah krisis moneter D = 1. Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien dummy memiliki slope yang positif. Variabel ini memberikan pengaruh yang positif terhadap aliran perdagangan teh, sehingga mempengaruhi besarnya volume ekspor teh Indonesia dengan nilai koefisien tersebut adalah sebesar 0,4104. Hal ini menunjukkan bahwa aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan setelah krisis moneter tahun 2006 lebih tinggi sebesar 0,4104 persen yaitu menjadi 19,9424 persen dibandingkan sebelum krisis, ceteris paribus. Meski demikian, variabel dummy tidak signifikan dan tidak berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik t dengan taraf lima persen maupun pada taraf 15 persen. Berdasarkan uji t, diperoleh t hitung yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel dengan derajat bebas 23. Selain itu, nilai P value variabel ini juga lebih besar dari α = lima persen dan 15 persen yaitu 0,283. Dengan demikian, keadaan perekonomian di Indonesia bukan merupakan penghambat ataupun faktor penentu besar kecilnya aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor.

5.2.7 Faktor-Faktor Lain yang Tidak dapat Dijelaskan Oleh Model

Berdasarkan hasil analsis regresi gravity model aliran perdagangan teh Indonesia lampiran 2 tidak semua keragaman volume ekspor teh Indonesia dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Berdasarkan hasil regresi model aliran perdagangan teh Indonesia ke negera-negara tujuan diperoleh koefisien determinasi R 2 sebesar 59,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 59,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Sisanya sebesar 40,5 persen keragaman aliran perdagangan teh Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor tidak dapat diterangkan oleh variasi varaibel-variabel bebas dalam model atau diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model atau error. Berkaitan dengan hal tersebut, maka faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Hambatan Perdagangan Proteksionisme