Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SDMI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi IPA berhubungan dengan cara ingin mencari tahu tentang alam secara sistematis bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan BSNP, 2006:147. Salah satu pilar pendidikan oleh UNESCO yaitu lerning to do belajar untuk melakukan. Siswa diharapkan dapat melakukan keterampilan seperti yang diajarkan oleh guru. Guru harus menempatkan diri sebagai fasilitator sehingga siswa dapat belajar dari memahami materi yang dijelaskan oleh guru. Kompetensi tersebut diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajarai diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan BSNP, 2006:148, mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain: a Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang 1 bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, b Mengembang- kan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, c Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, d Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. Tujuan utama pembelajaran IPA yaitu mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan dapat menginspirasi perkembangan IPTEK saat ini. Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA yang sesuai dengan kurikulum maka pembelajaran IPA harus melibatkan siswa aktif, pembelajaran bersifat multiarah, dan menggunakan sarana alat peraga dan lembar kerja siswa yang sesuai dengan materi sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi. Pembelajaran IPA ditekankan pada pendekatan keterampilan proses agar siswa dapat menemukan fakta-fakta, konsep- konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran IPA masih belum maksimal seperti pada penelitian Sunasri 2010 dengan judul Peningkatan proses belajar IPA dengan model pengajaran langsung pada siswa kelas IV SDN Ketawang I Kecamatan Gondang Kabupaten Nganjuk menunjukkan bahwa hasil belajar siswa rendah disebabkan siswa tidak bersemangat dalam mengikuti pembelajaran IPA karena siswa menganggap sulit memahami konsep dalam pelajaran IPA dan siswa bosan karena selama ini hanya metode ceramah saja yang digunakan dalam menyampaikan materi IPA, sehingga kreativitas siswa kurang berkembang. Siswa hanya duduk untuk menerima informasi dan hanya terjadi komunikasi satu arah saja yang dilakukan guru ke siswa. Dari temuan penelitian di atas hampir mirip dengan permasalahan yang terjadi di SDN Kandri 01 Kecamatan Gunungpati. Pembelajaran IPA masih belum optimal, karena guru kurang variatif dalam mengajar, masih kurang mampu dalam mengelola kelas, belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif, penggunaan alat peraga masih kurang sehingga siswa merasa bosan, kurang antusias mengikuti pelajaran, siswa sulit memahami materi karena tidak dijarkan secara langkah demi langkah, serta siswa tidak dapat memahami tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru karena guru hanya menggunakan metode ceramah tanpa demonstrasi, guru tidak memberikan umpan balik sehingga guru tidak tahu kemampuan siswa. Data awal yang diperoleh dari pencapaian hasil observasi dan evaluasi pembelajaran IPA pada siswa kelas IV tahun pelajaran 20102011 dengan rata- rata nilai yaitu 46,89. Rata-rata nilai pembelajaran IPA masih jauh dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 65. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 100. Persentase ketuntasan sebesar 27,02 hanya 10 siswa yang tuntas. Dengan melihat data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran tersebut, kualitas proses pembelajaran perlu ditingkatkan agar siswa sekolah dasar tersebut dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, dimana siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru secara langsung. Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA yang meliputi kemampuan guru, aktivitas siswa, respon siswa, serta hasil belajar. Maka peneliti perlu menetapkan pembelajaran inovatif yang filosofis belajarnya kontruktifis. Teori belajar konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri melalui lingkungan. Teori belajar konstruktivis menekankan strategi atau proses bukan produk. Pembelajaran inovatif dapat diartikan sebagai pembelajaran yang dirancang oleh guru, yang sifatnya baru, tidak seperti yang biasanya dilakukan, dan bertujuan untuk menfasilitasi siswa dalam membangun pengetahuan sendiri dalam rangka proses perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Ciri-ciri pembelajaran inovatif yaitu: siswa terlibat langsung dalam pembelajaran, menekankan keterampilan proses, pembelajarannya multi arah, guru sebagai fasilitator, pembelajarannya secara kooperatif, serta pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata. Salah satu model pembelajaran yang termasuk dalam pembelajaran inovatif adalah model direct instruction dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA yang meliputi kemampuan guru, aktivitas siswa, respon siswa, serta hasil belajar siswa. Menurut Arends, model direct instruction adalah model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari berbagai keterampilan dan pengetahuan dasar yang dapat diajarkan secara langkah demi langkah. Model direct instruction dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah Arends, 2008: 294. Kelebihan model direct instruction yaitu: efektif diterapkan dalam kelas besar maupun kecil, siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas, efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan kepada siswa yang berprestasi rendah, serta dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan anatara teori dan observasi http:ekagurunesama.blogspot.com . Alasan penggunaan model direct instruction adalah model direct instruction dapat memudahkan siswa memahami konsep dan keterampilan-keterampilan selangkah demi selangkah dengan jelas sehingga siswa mampu memeprtimbangkan antara teori dengan kenyataan dan dapat diterapkan dalam kelas besar maupun kelas kecil. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA yang meliputi kemampuan guru, aktivitas siswa, respon siswa, serta hasil belajar siswa maka perlu penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan kualitas pembelajaran IPA melalui model Direct Instruction pada siswa kelas IV SDN Kandri 01 Gunungpati Semarang.

B. Rumusan Masalah dan Pemecahan Masalah