Deskripsi Permasalahan Penelitian HASIL PENELITIAN

commit to user desa Makamhaji tahun 2010, rata-rata penduduk beragama Islam yaitu 12270 orang ada juga sebagian kecil yang beragama Non Islam yaitu Kristen 3555 orang, Katholik 1920 orang, Hindu 15 orang, dan Budha 12 orang. Prasarana peribadatan yang ada berupa Masjid 33 buah, langgarsuraumushola 15 buah, dan gereja Kristen 3 buah yang bisa dimanfaatkan warga Desa Makamhaji sebagai tempat beribadah. Berdasarkan uraian di atas, maka dibuat tabel sebagai berikut: No Nama Tempat Ibadah Jumlah 1. Masjid 33 2. Langgarsuraumushola 15 3. Gereja Kristen 3 4. KuilVihara - Sumber: Profil Desa Makamhaji, tahun 2010

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian

1. Sejarah Kraton Pajang

Menurut Dwi Ratna 1999: 55, pada pertengahan pertama abad ke 16, Kerajaan Majapahit yang bersifat Hindu mengalami keruntuhan. Runtuhnya Majapahit ditandai dengan terjadinya disintegrasi wilayah. Terbukti banyaknya daerah Islam tidak mau tunduk lagi terhadap Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu. Runtuhnya Majapahit diikuti dengan munculnya dinasti baru, Kerajaan Demak di bawah pimpinan Raden Patah, seorang keturunan Majapahit yang telah memeluk Agama Islam. Daerah-daerah Islam di Pantai Utara Jawa, di bawah dominasi Bintara Demak, berusaha melakukan suksesi terhadap Majapahit. Ketika terjadi penyerbuan oleh pasukan Demak, raja Majapahit terakhir Prabu Brawijaya Bhre Kertabumi berhasil lolos meninggalkan istana. Keberadaan Kasultanan Demak tidak lama, hanya sekitar empat puluh tahun. Sesudah Raden Patah, keadaan tidak tenang lagi. Raja Demak terakhir, Sunan Prawata dibunuh oleh kemenakanya, Arya Penangsang kira-kira pada tahun 1549. Arya Penangsang memerintah Jipang sebagai raja bawahan. Tujuannya ialah membalas dendam atas kematian ayahnya yang telah dibunuh atas perintah commit to user Sunan Prawata. Akan tetapi pada saat hendak menduduki tampuk kekuasaan, Arya gugur. Arya terbunuh dalam pertempuran melawan laskar Jaka Tingkir penguasa Pajang yang dibantu oleh Ki Penjawi dan Ki Pemanahan. Jaka Tingkir bertindak sebagai pembalasan atas kematian Pangeran Hadiri Kyai Kalinyamat dari Jepara, ipar Sunan Prawara yang telah menemui ajalnya juga karena ulah Arya Penangsang Dwi Ratna, 1999: 57. Jaka Tingkir merupakan bekas kepala pengawal sekaligus menantu Sultan Prawata dan berasal dari Pengging. Oleh karena lama di desa Tingkir, dekat Salatiga, maka ia dinamakan Jejaka dari Tingkir Jaya Baya, 1990: 13. Sebagai pewaris Kerajaan Demak, Jaka Tingkir kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya dan mendirikan Kraton Pajang. Jaka Tingkir memerintah di Pajang selama hampir dua puluh tahun 1568-1586. Sebelum menjadi raja bernama Jaka Tingkir atau Mas Karebet yang suka melakukan meditasi dan refleksi untuk mempertajam kualitas diri. Dari segi spiritual Jaka Tingkir telah memperoleh kepribadian yang unggul. Semasa mudanya Jaka Tingkir berguru kepada tokoh-tokoh ternama, misalnya Ki Ageng Banyubiru, Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Sela, ahli ilmu pengetahuan yang putus ing reh saniskara. Gemblengan para guru agung ini menghantarkan Jaka Tingkir menjadi jalma limpat seprapat tamat. Secara intelektual berkualitas dan secara sosial sangat populer. Para kawula baik di perkotaan, pedesaan maupun pegunungan mengenal Jaka Tingkir sebagai keturunan bangsawan, trahing kusuma rembesing madu , yang dipercaya mampu menjadi pewaris tahta http:budayajawa.comindex.php?productID=227 di unduh tanggal 16 Agustus 2010 . Secara historis, perpindahan pusat kerajaan, baik dari Majapahit maupun dari Demak ke Pajang bukan semata-mata berdasarkan pulung atau wahyu belaka, tetapi memang kenyataannya terdapat usaha dari yang bersangkutan untuk mempergunakan haknya sebagai penerus tahta. Hal ini terlihat dari daftar silsilah yang termuat dalam Babad Tanah Jawi, sebagai berikut: a Prabu Brawijaya penghabisan berputra Raden Patah, Sultan Demak pertama, b Prabu Brawijaya penghabisan berputra seorang puteri yang menadi istri Jaka Sengara Adipati Dayaningrat di Pengging, berputra Kyai Kebo Kenanga, berputera Mas Karebet commit to user Jaka Tingkir, Sultan Pajang I. Dari daftar silsilah tersebut, bahwa Demak dan Pajang sama-sama berasal dari satu dinasti, yaitu Majapahit, sehingga perang batin dan perebutan mahkota selalu terjadi. Demikian pula perebutan kekuasaan berulang kembali pada masa akhir Pajang dan awal Mataram. Kerajaan Mataram tumbuh menjadi daerah yang besar dan berpengaruh. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Sultan Hadiwijaya, sebab bisa mengancam eksistensi kerajaan. Bagi Sultan Hadiwijaya Ki Ageng Mataram itu sebagai keturunan Majapahit tentu berusaha agar keturunannya dapat menjadi raja dan menguasai tanah Jawa. Selain itu Sunan Giri pun telah meramalkan bahwa kelak Mataram akan bertahta seorang raja besar. Karena merasa gelisah, Sultan Hadiwijaya segera menemui Sunan Kalijaga yang kemudian meminta Ki Ageng Mataram untuk berjanji tidak akan menjadi raja Mataram dan tidak akan mengalahkan Pajang. Namun bila sampai kepada keturunannya, sepenuhnya diserahkan atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun wahyu kraton telah jatuh ke tangan Ki Ageng Mataram, tetapi karena pernah berjanji kepada Sultan Hadiwijaya untuk tidak menjadi raja di Mataram, maka selama hidupnya ia selalu taat pada raja Pajang sebagai bawahannya. Pada tahun 1583 Ki Ageng Mataram meninggal. Sultan Pajang kemudian menunjuk Sutawijaya anak Ki Ageng Mataram yang diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya sebagai pengganti Ki Ageng Mataram. Sewaktu diangkat menjadi penguasa Mataram, Sutawijaya diberi gelar Senapati Ing Alaga oleh raja Pajang. Gelar ini selanjutnya merupakan bagian tetap dari nama raja-raja Mataram. Pada tahun 1584, Senapati Sutawijaya mengadakan persiapan untuk memerdekakan tanah warisannya. Sutawijaya mengabaikan kewajibanya terhadap raja Pajang. Sutawijaya tidak seba atau menghadap raja di Kraton Pajang untuk memberi penghormatan tahunan. Sutawijaya juga menggagalkan pelaksanaan hukuman yang harus dilakukan atas perintah raja terhadap keluarga Tumenggung Mayang. Tindakan yang dilakukan senapati menjadikan raja Pajang marah dan hendak menindak dengan kekuatan senjata terhadap Mataram. Sebelum terjadi penyerbuan, di dekat Prambanan, ternyata pasukan Pajang telah pecah akibat letusan gunung Merapi dan meluapnya sungai Opak, sehingga Sultan Pajang commit to user urung menyerang Mataram. Kemudian Sultan Pajang bersama-sama sisa pasukannya mundur dan bermukim di Tembayat daerah Klaten. Selama bermukim di Tembayat, Sultan merasa bahwa kerajaannya telah berakhir dan akan diganti oleh dinasti Mataram yang akan memerintah seluruh Jawa. Setelah kembali ke kotapraja Pajang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit, dan pada tahun 1578 akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan di desa Butuh, sebuah tempat yang tidak jauh di sebelah barat taman Kerajaan Pajang yang sekarang dikenal dengan nama kampung Makamhaji. Dengan meninggalnya raja Pajang itu, maka wahyu kraton beralih dari Pajang pindah ke Mataram. Setelah berhasil menggeser kedudukannya Pajang, Sutawijaya menyatakan keinginannya untuk tetap di Mataram. Sejak saat itu ia bergelar Panembahan Senapati. Adapun kekuasaan atas Pajang dipercayakan kepada salah seorang pangeran muda dari Mataram bernama Gagak Bening Dwi Ratna, 1999: 62. Kraton Pajang menduduki posisi yang penting dalam pentas sejarah nasional. Dinasti besar Kerajaan Jawa yaitu Majapahit, Demak dan Mataram, ketiganya bertemu di antara silsilah Kraton Pajang. Pada diri Sultan Hadiwijaya yang menjadi raja Pajang mengalir darah Majapahit dan Demak Purwadi, 2008: 5.

2. Pembangunan Petilasan Kraton Pajang

a. Latar Belakang Pembangunan Petilasan Kraton Pajang Berdasarkan letak geografisnya, aset wisata religi Petilasan Kraton Pajang berada di Dukuh Sonojitwan RT 05RW XXVI, Desa Makamhaji, kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Petilasan Kraton Pajang adalah tempat yang dikeramatkan oleh warga desa Makamhaji karena area ini merupakan tempat ditemukannya ompak dari Kraton Pajang. Petilasan Kraton Pajang merupakan peninggalan Sultan Hadiwijaya, raja dari Kraton Pajang. Bagi pengelola, Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu kebudayaan Jawa yang harus dilestarikan. Peninggalan dari leluhur tidak boleh ditinggalkan karena bersifat luhur. Budaya leluhur harus diurutkan menurut silsilah dan dilestarikan keberadaannya. Pelestarian ini sampai sekarang masih ada commit to user penyambungannya, dibuktikan dengan eksistensi ritual malam jumat, malam jumat legi, malam Suro dan pembangunan sekitar area Petilasan Kraton Pajang secara berlanjut wawancara Bapak Kusaeri selaku seksi budaya, 21 Maret 2011. Bagi pengunjung, pembangunan Petilasan Kraton Pajang dilaksanakan oleh suatu kelompok masyarakat yang sama-sama tertarik terhadap lingkungan budaya dalam hal ini Kraton Pajang sebagai monumental pernah ada suatu kerajaan di desa Makamhaji wawancara Bapak Agus, 10 Maret 2011. Selain itu, masyarakat mempunyai berbagai alasan untuk pembangunan Petilasan Kraton Pajang. Alasan tersebut antara lain orang yang mengetahui adanya Kraton Pajang mencari-cari letak dari Kraton Pajang tersebut, sehingga didirikan Petilasan Kraton Pajang di sekitar ditemukannya ompak yang merupakan satu-satunya peninggalan dari adanya Kraton Pajang terdahulu. Ompak merupakan alas tiang bangunan Kraton Pajang yang rusak dan ditinggal ketika pemerintahan dialihkan ke Mataram wawancara Bapak Suradi, tanggal 7 November 2010. Batu ompak Kraton Pajang yang pernah diributkan karena tidak diketahui di mana berada berhasil ditemukan. Batu ini merupakan satu-satunya bukti keberadaan Kraton Pajang dan disimpan di Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo Bernas, 1994. Batu ini dikembalikan kepada desa Makamhaji karena adanya kontradiksi antar warga masyarakat sudah reda wawancara Bapak Taufik, 19 Maret 2011. b. Keadaan Komplek Petilasan Kraton Pajang Petilasan Kraton Pajang dibangun tanggal 3 Desember 1993, Jumat Legi di atas tanah milik Desa Makamhaji seluas kurang lebih 1000 m. Pembangunan ini didirikan oleh Paguyuban Patilasan Kraton Pajang yang peduli dengan budaya Jawa khususnya daerah Desa Makamhaji dan sekitarnya. Pembangunan Benda Cagar Budaya ini dirintis oleh Bapak R. Koesnadi Kusumo Hoeningrat. Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo mendukung pembangunan monumen sejarah yang dianggap situs Petilasan Kraton Pajang. Namun disesalkan tujuan baik ini tidak melalui prosedur yang benar, sehingga menimbulkan pro dan kontra. Pembangunan pesanggrahan terlebih dahulu harus mohon izin kepada commit to user Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo disertai proposal lengkap tentang rencana pembangunan, maka Pemerintah Daerah akan mendukung dan menyetujui pembangunan ini Bernas, 1994. Kompleks Petilasan Kraton Pajang sampai sekarang belum terawat dengan baik, keadaan demikian karena kurangnya tenaga kerja yang memelihara dan merawat lingkungan di sekitar Petilasan Kraton Pajang, hanya juru kunci dan beberapa orang yang selalu memelihara kebersihan Petilasan Kraton Pajang dengan menyapu dan membersihkan kotoran di area ini. Sebab Petilasan Kraton Pajang belum ada ikatan dengan Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan Kebudayaan Dinas POPK Kabupaten Sukoharjo. Sedangkan pengelolaan Petilasan Kraton Pajang dikelola oleh desa Makamhaji sebagai aset wisata daerah wawancara Bapak Sujasmin, 10 Maret 2011. Komplek Petilasan Kraton Pajang dibangun secara bertahap, ini dikarenakan sumber pendanaan pembangunan dilakukan secara swadaya dari pihak masyarakat, pengunjung dan pengelola yang peduli terhadap Benda Cagar Budaya. Dalam komplek Petilasan Kraton Pajang dibuat beberapa bangunan, yaitu: 1 tempat pemujaan sungkeman, ada 1 buah digunakan untuk acara ritual yang diselenggarakan di Petilasan Kraton Pajang, 2 bangsal, ada 1 buah digunakan untuk tempat beristirahat para pengunjung yang ingin menginap di Petilasan Kraton Pajang, 3 mushola ada 1 buah digunakan bagi masyarakat yang melakukan tirakatan di Petilasan Kraton Pajang, pendanaan mushola ini dari keluarga Mun Slamet dan masyarakat Pajang, diresmikan Jumat Legi, 24 Desember 2010 1432 H oleh Camat Kartasura Sriyono, S. Sos , 4 toko kelontong, ada 3 buah untuk menunjung keperluan pengunjung yang singgah di Petilasan Kraton Pajang, 5 toilet ada 2 buah, 6 tempat parkir 1 buah. Selain bangunan di atas terdapat sumber air Selo Tirto Mulyo Abadi, air ini dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai sumber kehidupan. Air ini dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Selain itu, dengan mandi di sumber air ini, sebagai tanda pembersihan diri sebelum berada di tempat sungkeman dan dalam keadaan suci ketika berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa wawancara ibu commit to user sutemi dan Bapak Joko, 11 April 2011. Tidak mengherankan jika masyarakat sekitar maupun pengunjung mandi di Petilasan Kraton Pajang. Rencana pembangunan Petilasan Kraton Pajang jangka panjang antara lain, bangsal akan dibuat joglo yang digunakan untuk singgah para tamu tirakatan yang mau melakukan sungkeman, kemudian Sebelah selatan akan didirikan joglo terbuka untuk masyarakat apabila akan mengadakan suatu hajatan. Rencana Pembangunan ini belum terlaksana karena dana pembangunan belum ada. Rencana pembangunan ini meminta bantuan kepada Bupati Kabupaten Sukoharjo dan Kraton seluruh nusantara agar pembangunan dapat segera terealisasikan wawancara Bapak Siswo, 21 Maret 2011. Bagi pengunjung yang mendatangi makam harus mematuhi tata tertib yang ada di area Petilasan Kraton Pajang. Tata tertib tersebut antara lain: a bagi pengunjung yang bermalam 2x24 jam harus lapor kepada juru kunci atau pengurus dan menyerahkan Kartu Tanda Penduduk KTP yang masih berlaku, b dilarang judi, minum-minuman keras, mabuk-mabukan, dan membawa senjata tajam selain petugas aparat, c pengunjung dimohon menjaga kebersihan lingkungan Petilasan Kraton Pajang, d pengunjung wajib mentaati peraturan yang berlaku dari pengurus Petilasan Kasultanan Kraton Pajang dan Pemerintah maupun petugasaparat keamanan, e waktu berdoa sungkeman para tamu tirakat dimohon tenang, dan f dilarang pijat di bangsalLingkungan Petilasan Kasultanan Kraton Pajang tata tertib di Petilasan Kraton Pajang. Tata tertib ini diterapkan agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan bagi masyarakat dan pengunjung Petilasan Kraton Pajang tata tertib di Petilasan Kraton Pajang.

3. Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan Benda Cagar Budaya

dan Pariwisata Obyek Wisata Religi a. Petilasan Kraton Pajang sebagai Benda Cagar Budaya Petilasan Kraton Pajang merupakan daerah didirikannya Kraton Pajang oleh Sultan Hadiwijaya selama hampir dua puluh tahun 1568-1586. Karena Kraton Pajang sudah berusia lebih dari 50 tahun dan mewakili corak kebudayaan commit to user lebih dari 50 tahun maka berdasarkan UU No. 5 Tahun 1992, Kraton Pajang termasuk dalam Benda Cagar Budaya yang harus dilindungi, dipelihara dan dilestarikan karena memiliki arti penting bagi sejarah, budaya, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu bentuk Benda Cagar Budaya peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan kebudayaan jawa. Pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan Dinas POPK juga menyatakan bahwa Petilasan Kraton Pajang merupakan Benda Cagar Budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Sukoharjo. Ini merupakan salah satu aset di bidang Kebudayaan milik Kabupaten wawancara Bapak Taufik, 19 Maret 2011. Pentingnya Petilasan Kraton Pajang bagi sejarah budaya pendidikan dan ilmu pengetahuan maka Petilasan tersebut harus dilestarikan. Oleh karena itu perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang pemerintah setempat mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata religi, sehingga diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah dan sebagai upaya pelestarian peninggalan hasil budaya. Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan untuk menjadi aset wisata sejarah dikarenakan cukup relevan dalam penanaman nilai budaya bangsa karena masyarakat luas dapat melihat secara lebih dekat mengenai adanya Kraton Pajang yang selama ini dianggap tidak ada, sehingga diperlukan perhatian khusus terhadap Benda Cagar Budaya tersebut. b. Petilasan Kraton Pajang sebagai Pariwisata Obyek Wisata Religi Persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang menjadi Obyek wisata religi penulis klasifikasikan menjadi dua golongan, antara lain: 1 Pro setuju Petilasan Kraton Pajang menjadi Obyek wisata religi Menurut wawancara Bapak Taufik selaku Kepala Dinas pemuda, Olah Raga, Pariwisata dan Kebudayaan Dinas POPK, Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan untuk menjadi obyek wisata religi di Kabupaten Sukoharjo. commit to user Tempat ini dapat meningkatkan pendapatan daerah pada khususnya dan Kabupaten Sukoharjo pada umumnya. Petilasan Kraton Pajang sudah menjadi aset wisata milik Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo dan Dinas Pariwisata. Namun, untuk menjadi tempat obyek wisata religi belum dilakukan. Hal ini dikarenakan, dari pihak Yayasan Petilasan Kraton Pajang dan desa Makamhaji belum menyerahkan tempat ini kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo. Penyerahan Petilasan Kraton Pajang dari yayasan dan desa Makamhaji ke Pemerintah Daerah Sukoharjo. Upaya Dinas POPK untuk mengembangkan Petilasan Kraton Pajang adalah promosi. Promosi berguna untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa Petilasan Kraton Pajang bisa dikenal pada daerah pada khususnya, dan negara pada umumnya. Selain adanya promosi, Dinas POPK memberikan bantuan berupa paving pagar untuk membatasi komplek Petilasan Kraton Pajang dengan bangunan yang lainnya. Namun, untuk Pemerintah Daerah Sukoharjo belum memberikan bantuan sama sekali. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo, fungsi dari adanya Petilasan Kraton Pajang adalah sebagai bentuk promosi pariwisata khususnya kebudayaan. Semakin banyak obyek-obyek wisata, maka Kabupaten Sukoharjo akan semakin terkenal di bidang kebudayaan. Petilasan Kraton Pajang membawa pengaruh bagi masyarakat di sekitarnya. Pengaruh ini ada sisi negatif maupun sisi positif. Sisi negatif misalnya, adanya ritual-ritual yang diadakan dapat menggangu agama yang lain. Sisi positifnya, menambah pemasukan income pemasukan bagi keluarga untuk daerah di sekitar Petilasan kraton Pajang wawancara Bapak Taufik, 19 Maret 2011. Wawancara Bapak Suradi Ketua II Petilasan Kraton Pajang menyatakan bahwa Petilasan Kraton Pajang sampai sekarang belum disentuh oleh pihak manapun. Pihak Petilasan pernah membicarakan mengenai Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan dari Pemerintah Daerah wawancara, 5 Agustus 2010. commit to user Wawancara Bapak Agus pengunjung Petilasan Kraton Pajang, menyatakan bahwa Bapak Agus setuju, apabila Petilasan Kraton Pajang dijadikan obyek wisata. Selama eksistensi Kraton Pajang mendukung ekonomi masyarakat sekitarnya dan masyarakat menerima karena mendapatkan penghasilan dari dibukanya menjadi obyek wisata. Namun apabila yang menikmati hanya segelintir orang saja yang menerima hasilnya, maka Bapak Agus tidak setuju dengan dibukanya Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi. Petilasan Kraton Pajang dapat dijadikan obyek wisata religi jika masuk ke Dinas Pariwisata Kabupaten Sukoharjo. Namun konsekuensinya, Pemerintah Daerah harus memberikan kontribusi pada pengelola Petilasan Kraton Pajang wawancara Bapak Agus, 10 Maret 2011. Bapak Kusaeri seksi budaya Petilasan Kraton Pajang dan Bapak Siswo Ketua I Petilasan Kraton Pajang berpendapat bahwa Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan menjadi obyek wisata religi, karena Petilasan ini sudah mempunyai pengunjung tetap dan adanya upaya pelestariannya. Program kerja jangka panjang akan diadakan pengajuan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo tentang Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi. Namun sampai sekarang, belum ada tindakan khusus tentang program ini. Untuk program kerja jangka pendek, akan dibuat sebuah yayasan Petilasan Kraton Pajang. Menurut Bapak Kusaeri dan Bapak Siswo, ada suatu sisi negatif jika Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi. Hal tersebut antara lain, adanya retribusi dari Pemerintah Daerah jika menjadi tempat wisata. Padahal masyarakat sering datang ke Petilasan Kraton Pajang hanya sekedar berteduh, mandi maupun minum teh atau kopi. Jika setiap datang dikenakan retribusi, maka masyarakat sekitar akan merasa terbebani dan Petilasan Kraton Pajang akan menjadi sepi. Selain itu, adanya hubungan dengan Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisatanya akan menghambat eksistensi Petilasan Kraton Pajang karena apabila akan mengadakan suatu kegiatan di Petilasan Kraton Pajang, maka harus mendapatkan ijin dari Pemerintah Daerah wawancara, 21 Maret 2011. 2 Kontra tidak setuju Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi commit to user Adanya pendapat tidak setuju diungkapkan oleh pengunjung maupun pengelola Petilasan Kraton Pajang. Hal ini dikemukakan oleh Bapak Kuat mantan juru kunci apabila sudah ada ikatan dengan Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan Dinas POPK maka masyarakat akan sulit berkunjung di Petilasan Kraton Pajang karena adanya retribusi ketika akan memasuki area ini. Sehingga membuat masyarakat enggan untuk berkunjung karena adanya pembayaran ketika akan memasuki Petilasan Kraton Pajang. Bapak berpendapat bahwa apabila Petilasan Kraton Pajang terikat pada Dinas Pariwisata, maka area ini akan dikuasai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo wawancara, 10 Maret 2011. Adanya pendapat pro setuju dan kontra tidak setuju mengenai Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi merupakan hal yang wajar. Ini harus dicari titik temu antara kedua pendapat tersebut. Sehingga perlu dibicarakan antara pihak Petilasan Kraton Pajang, Desa Makamhaji dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo tentang rencana pembukaan Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi. Petilasan Kraton Pajang sebagai suatu Benda Cagar Budaya memiliki arti penting bagi nilai-nilai budaya bangsa, pemanfaatannya sebagai obyek wisata sejarah memiliki peranan yang sangat besar bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Karena dari sini, masyarakat akan memperoleh gambaran tentang sejarah berdirinya Kraton Pajang yang pernah menguasai Jawa. Dengan mempelajari dan melihat dari dekat keberadaan Petilasan Kraton Pajang, masyarakat luas akan lebih dapat memahami sejarah perjalanan bangsa setidaknya yang berkaitan dengan Petilasan tersebut. Pemanfaatan Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata religi tidak hanya berperan penting dalam penanaman nilai-nilai budaya dan perjalanan sejarah semata melainkan dengan pemanfaatan ini diharapkan dapat menjadi suatu tempat rekreasi yang nyaman dan memberikan ketenangan untuk memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi para pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang itu sendiri. Untuk itu pemerintah dalam hal ini perlu memberikan perhatian khusus pada Petilasan Kraton Pajang. Dalam hal ini memberikan commit to user pelayanan yang baik dan menyediakan fasilitas memadai yang merupakan salah satu syarat utama Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata religi. Adanya perhatian khusus dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo melalui dinas Pariwisatanya, akan memberikan kontribusi lebih bagi Petilasan Kraton Pajang menjadi obyek wisata religi yang dinikmati oleh semua anggota masyarakat sekitar Desa Makamhaji pada khususnya dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo pada umumnya. c. Upaya Pelestarian Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang Dalam melestarikan Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang tetap eksis, pengelola Petilasan selalu mengadakan acara-acara ritual, antara lain: 1 Malam Jumat Setiap malam jumat diadakan do’a bersama dari pihak pengelola maupun pengunjung yang datang. Hal ini dilakukan secara rutin setiap malam jumat. Pengunjung relatif sedikit kira-kira 10-20 orang. 2 Malam Jumat Legi Setiap malam Jumat Legi, diadakan acara ritual antara lain tahlilan, makam bersama dan berdo’a bersama. Acara ritual ini diadakan sekitar pukul 08.00-12.00 malam. Pengunjung Jumat Legi cukup banyak, sekitar dua ratus orang lebih. Kronologis acara ritual antara lain: pukul 08.00 diadakan tahlilan bersama antara pengelola, masyarakat, dan pengunjung Petilasan Kraton Pajang. Setelah tahlilan bersama, dilanjutkan dengan makan bersama ini sebagai perwujudan dari kegotongroyongan antar masyarakat sekitar Petilasan Kraton Pajang, acara selanjutnya adalah do’a bersama sekitar pukul 11.15 dengan mematikan semua lampu agar keadaan do’a menjadi lebih tenang, ini kira-kira selama 15 menit. Setiap orang mempunyai do’a sendiri-sendiri, sehingga tidak mengherankan ketika berdoa situasi hening. 3 Bulan Suro Setiap Bulan Suro diadakan acara wayangan di Petilasan Kraton Pajang. Acara wayangan ini diadakan setelah selesai upacara labuhan di Parangtriris, commit to user karena upacara labuhan merupakan ibu dari Petilasan Kraton Pajang. Setiap Bulan Suro, diadakan penggantian payung yang ada di Petilasan Kraton Pajang. Payung dikirabkan melalui proses kejawen menggunakan sesaji lengkap. Menurut Bapak Sujasmin selaku Juru Kunci Petilasan Kraton Pajang, sekitar 90 orang yang datang untuk meminta sesuatu, dikabulkan. Misalnya mendapatkan pekerjaan, menjadi lurah dan mendapatkan penghidupan yang baik terhindar dari mara bahaya wawancara Bapak Jasmin, 10 Maret 2011. 4 Pembangunan Petilasan Kraton Pajang Selain adanya acara ritual di Petilasan Kraton Pajang, terdapat pembangunan area sekitar Petilasan Kraton Pajang secara bertahap. Hal ini dikarenakan pendanaan pembangunan fasilitas menggunakan dana swadaya dari masyarakat, pengunjung maupun dari pengelola Petilasan Kraton Pajang. Belum ada dana untuk pembangunan secara nyata dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo. Pemerintah Daerah Sukoharjo melalui Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan hanya memberikan kontribusi berupa promosi kepada masyarakat luar, bahwa ada Petilasan Kraton Pajang di Kabupaten Sukoharjo. Dalam menunjang usaha pelestariannya, disetujuinya Pembentukan pengurus Petilasan Kraton Pajang Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo masa bakti 2011-2016. Susunan Pengurus Petilasan Kraton Pajang adalah: Pelindung : Kepala Desa Makamhaji Penasehat : a Sumarno Kadus IV b Sapto Ari Wijanarko c Narto Sukismo Ketua I : Siswo Hartono Ketua II : Suradi Sekretaris I : Suhadi Mulyono Sekretaris II : Warsono Bendahara I : Mun Slamet Bendahara II : Sutrisno commit to user Seksi Pembangunan : Semua Pengurus Inti Seksi Umum I : Riyanto Seksi Umum II : Slamet Rahayu Seksi Rumah Tangga I : Sumarti Seksi Rumah Tangga II : Wiji Ngadiyo Seksi LingkunganHumas : a Siman Nugroho b Wartono c Kusumawati Dewi Seksi Budaya : a RT. Rekso Bantolo Dipuro b Drs. R. Gatot Hermanu Seksi Keamanan : a Suraji b Kadar c Mujana Seksi Juru Kunci : a Edy Sujasmin Sastro Utomo b Sunarto Seksi Kerohanian : a Sunarto Hadi Sunarto : b Sutarno Seksi Selamatan : Slamet Rahayu Susunan kepengurusan Petilasan Kraton Pajang ini disahkan oleh Kepala Desa Makamhaji HM. Zaenuri, S.Pd. Pertimbangan disusunnya kepengurusan ini adalah a bahwa sebagai upaya melestarikan budaya dan mengoptimalkan cagar budaya yang ada di Desa Makamhaji, serta menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong, dan swadaya masyarakat desa dalam pembangunan, b bahwa dengan diberdayakannya cagar budaya berupa Petilasan Kraton Pajang yang mampu diupayakan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, c bahwa sehubungan dengan huruf a dan b tersebut di atas perlu ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.

4. Persepsi Masyarakat Terhadap Petilasan Kraton Pajang

Kraton Pajang adalah peninggalan Sultan Hadiwijaya yang sudah Berjaya sekitar dua puluh tahun dan menguasai hampir seluruh wilayah. Oleh karena itu, commit to user Petilasan Kraton Pajang tetap dihormati sebagaimana ketika Kraton Pajang masih berdiri dan bahkan tempat ini dianggap keramat. Adanya anggapan yang demikian menjadikan masyarakat sekitarnya percaya bahwa berkunjung di Petilasan tersebut dapat memberikan berkah bagi kehidupan mereka wawancara dengan Bapak Joko, 11 April 2011. Hal ini merupakan wujud dari religi orang Jawa dalam rangka kepercayaan terhadap tempat yang dianggap keramat memiliki suatu kekuatan perwujudan. Secara umum masyarakat Jawa sejak awal percaya akan adanya kekuatan lebih yang berada di luar diri manusia, salah satunya terdapat di alam seperti gunung, laut, dan wilayah desa. Kekuatan tersebut dapat menjadikan adanya suatu kebaikan atau sebaliknya merupakan bencana bagi manusia. Pada jaman purba masyarakat sudah mempunyai kepercayaan bahwa ada suatu kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh mata atau adanya roh-roh yang mendiami pohon-pohon atau benda-benda lainnya yang disebut dengan animisme. Selain itu, ada kepercayaan bahwa semua makhluk hidup dan benda mati mempunyai kekuatan gaib yang disebut dinamisme. Benda-benda atau tempat yang mempunyai kekuatan biasanya dikeramatkan karena oleh masyarakat dianggap sebagai tempat kediaman roh-roh yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Para pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda. Berdasarkan wawancara penulis adapun maksud dan tujuan pengunjung antara lain: a. Meningkatkan kesejahteraan Bapak Sujasmin mengatakan bahwa berkunjung ke Petilasan Kraton Pajang biar dapat pekerjaan yang lebih baik, lancar rejekinya, bagas waras tak ada halangan wawancara, 10 Maret 2011. Pengunjung mengharapkan akan diberi kemudahan dalam mencari rezekinya, sehingga dapat sejahtera dan selamat hidupnya. b. Memperoleh ketentraman hidup Seseorang terkadang merasa hidupnya tidak tenteram, aman, dan damai. Seorang pengunjung mengemukakan apabila Bapak Joko mengalami suatu kesusahan makam berkunjung ke Petilasan, agar memperoleh ketentraman. Jika commit to user sudah sampai Petilasan, Pengunjung mengheningkan cipta ke Allah, maka hatinya pasti akan memperoleh ketentraman dan tidak susah lagi. Apabila menginginkan hidup tentrram maka harus sering berkunjung ke Petilasan Kraton Pajang. Melalui tempat Petilasan kraton Pajang, memberikan ketentraman di hati wawancara, 11 April 2011 c. Memperoleh ketenangan Bapak Suradi mengunjungi Petilasan Kraton Pajang bertujuan “nenepi” agar memperoleh ketenangan. Nenepi dapat untuk mengendapkan perasaan, mengekang hawa nafsu sehingga dapat menemukan adanya ketentraman lahir dan batin wawancara, 5 Agustus 2010. Tempat-tempat yang sepi sering digunakan orang menyepi, kesunyian dapat dijadikana untuk lebih mendekatkan diri pada sang pencipta. d. Mendapatkan pekerjaan atau kenaikan pangkat Bagi orang-orang yang belum mendapatkan pekerjaan tetap atau sedang melamar pekerjaan maka tujuan ke Petilasan Kraton Pajang adalah memohon berkah agar segera mendapatkan pekerjaan atau yang sedang melamar pekerjaan dapat lulus ujian dan diterima pada instansi yang diinginkan. Misalnya seorang yang menjagokan lurah wawancara Bapak Agus, 10 maret 2011. e. Mandi di Sumber Panguripan Tirtamulyo Ada sebagian orang yang percaya bahwa air Tirtamulyo dapat digunakan sebagai tempat bersuci sebelum melakukan tirakatan juga sebagai obat kulit wawancara ibu sutemi, 11 April 2011. f. Rasa keingintahuan Bapak Agus mengatakan bahwa datang ke Petilasan Kraton Pajang karena rasa keingintahuan. masyarakat yang sering datang ke sini untuk melakukan apa. Dan ternyata, Bapak Agus menemukan jawabannya, tujuan masyarakat berbeda- beda. Tujuannya antara lain, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, rekreasi, bermain, tirakatan, bahkan kencan yang mengarah kepada perselingkuhan. Itu merupakan hak pribadi dari masing-masing orang, sejauh orang tersebut tidak mengganggu orang lain wawancara, 10 Maret 2011. commit to user Pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang justru kebanyakan dari luar daerah atau luar desa Makamhaji. Pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang dari wilayah Jawa Tengah dari lingkup karesidenan Surakarta adalah berasal dari sekitar Sukoharjo, Solo, Klaten, Karanganyar. Untuk wilayah lain juga ada misalnya dari Jakarta, Jawa Barat Kuningan ,Banten, Jawa Timur Surabaya, Malang, Jawa Tengah Magelang, Semarang, Pati, dan Yogjakarta. Bahkan, dari luar Pulau Jawa juga ada, misalnya Makassar, Batam, dan Sumatera Selatan. Pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang memang memiliki latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda dan tentunya datang dengan tujuan yang juga berbeda pula. Akan tetapi, kebanyakan pengunjung yang mengunjungi Petilasan Kraton Pajang adalah datang dengan tujuan untuk meminta berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengunjung yang datang dari luar Desa Makamhaji biasanya mengetahui keberadaan Petilasan Kraton Pajang dari teman atau saudara yang pernah datang sebelumnya. Biasanya pengunjung yang datang ke Petilasan hanya sendirian atau berdua saja, jarang sekali pengunjung yang datang ke Petilasan Kraton Pajang secara rombongan. Pengunjung Petilasan Kraton Pajang memang tidak menentu dengan tujuan yang juga tidak diketahui, tetapi biasanya pada malam jumat dan malam jumat legi pasti selalu ada yang berkunjung dengan maksud tujuan kedatangannya adalah untuk menyepi dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa wawancara Bapak Sujasmin berdasarkan buku tamu Petilasan Kraton Pajang, 11 April 2011. Persepsi masyarakat Desa Makamhaji dan sekitarnya terhadap Petilasan Kraton Pajang penulis klasifikasikan menjadi dua golongan, antara lain: a. Golongan pertama adalah golongan tua Golongan tua yang berusia 35 tahun ke atas, golongan ini masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat ataupun tradisi. Golongan ini masih sangat percaya pada kesakralan Petilasan Kraton Pajang. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pengunjung yang berasal dari golongan usia ini, baik dari daerah luar maupun masyarakat di sekita Petilasan Kraton Pajang. Pengunjung dari golongan ini tiap malam Jumat rutin datang ke Petilasan Kraton Pajang, seperti yang dikemukakan oleh Bapak Sasmin bahwa setiap malam Jumat selalu datang di commit to user Petilasan Kraton Pajang, kadang-kadang sampai pagi hari. Sebagai manusia hanya sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilakukannya, sikap ini direalisasikan dengan selalu prihatin dan menyepi di tempat Petilasan Kraton Pajang dengan harapan memperoleh suatu ketenangan dalam hidupnya wawancara Bapak Sujasmin, 10 Maret 2011. b. Golongan kedua adalah golongan muda Golongan muda yang berumur antara 17 tahun sampai 30 tahun. Tanggapan golongan ini terhadap Petilasan Kraton Pajang bermacam-macam, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tebalnya iman seseorang. Menurut pendapat Taufik bahwa menyepi dengan tujuan untuk minta sesuatu adalah musyrik menyekutukan Allah. Sebagai orang yang beriman, orang golongan muda percaya akan Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam dan seisinya, yang memberikan rejeki, maka apabila manusia menghendaki ketentraman seharusnya langsung memohon kepada Tuhan dengan cara berdoa tanpa melalui tempat yang dikeramatkan wawancara Bapak Taufik, 21 Maret 2011. Selain itu tujuan ke Petilasan Kraton Pajang dikemukakan oleh Tafsir dan Hendra dari Jakarta, tujuan datang ke Petilasan Kraton Pajang adalah mengetahui sejarah dan perkembangan Kraton Pajang dari juru kunci. Selain itu, mencari ketenangan karena hidup di kota yang jenuh dan ingin berwisata religi wawancara, 10 Maret 2011. Golongan ini berpikir rasional, karena tingkat pendidikan mereka lebih tinggi, juga taat mendirikan solat serta ajaran Islam yang lain. Menurut pendapat Sriyadi, percaya akan keberadaan Petilasan Kraton Pajang dapat memberi berkah bagi pengunjung dan masyarakat di sini, meskipun Sriyadi tidak pernah mengunjungi Petilasan Kraton Pajang wawancara Sriyadi, 11 Maret 2011. Pendapat lain dari seorang guru SLTP, mengatakan bahwa orang Jawa itu jangan meninggalkan unsur atau sifat Jawanya, misalnya dalam hidup sehari-hari manusia harus selalu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa di samping itu juga harus mengingat ke leluhurnya atau kepada kekuatan lain yang ada di luar mansia. Ini dikarenakan, orang yang melupakan leluhurnya hidupnya tidak akan bahagia, dan sebaliknya orang yang mengingat akan mendapatkan kemudahan dalam commit to user hidupnya karena leluhur akan memberi berkah dan selalu melindunginya wawancara ibu Tini, 11 Maret 2011. Golongan muda yang berpendidikan rendah kebanyakan masih mengakui kekeramatan Petilasan Kraton Pajang dan masih melakukan kegiatan menyepi dan memohon sesuatu pada waktu tertentu, namun ada juga yang bersikap masa bodoh. Menurut pendapat penulis, suatu tradisi sebenarnya tidak perlu dipertentangkan dengan suatu agama dan dianggap sebagai penghalang kemajuan, karena tradisi sudah menjadi bagian dari kebudayaan. Suatu kebudayaan pasti ada masyarakat pendukungnya yang akan terus melaksanakan dan mewariskan kebudayaan tersebut kepada generasi selanjutnya. Pada perkembangannya nanti, tradisi ini lambat laun akan berubah dengan perlahan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta tebalnya iman seseorang. Ilmu pengetahuan akan terus berkembang dan suatu masyarakat semakin lama akan mengalami kemajuan seiring dengan kemajuan jaman dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian juga akan mempengaruhi pola pikir suatu masyarakat di daerah tersebut. Perubahan sikap dalam suatu warisan budaya adalah hal yang wajar, karena generasi baru tidak selalu mau menerima suatu warisan budaya dengan mudah. Demikian dengan pengalaman masyarakat tidak semuanya dapat diterima sebagai suatu kebanggaan bagi generasi berikutnya. Hal ini juga tidak dapat lepas dari kemajuan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi pola pikir generasi baru. Apa yang diperlukan sekarang adalah menemukan suatu pola kebudayaan masyarakat yang sesuai dengan kemajuan jaman tanpa bertentangan dengan agama dan norma-norma masyarakat. Pandangan hidup yang diwariskan oleh nenek moyang tidak mudah musnah meskipun dipengaruhi pandangan hidup dan agama yang datang dari luar. Demikian pula masyarakat desa Makamhaji dan sekitarnya yang masih mendukung dan melestarikan warisan leluhurnya. Suatu acara ritual Jumat Legi pasti memiliki maksud tertentu, namun demikian secara garis besar suatu ritual ini mempunyai tujuan mencari keselamatan bagi semua dan melaksanakan hubungan dengan dunia gaib. Hal ini karena manusia memiliki berbagai perasaan dalam commit to user menghadapi dunia gaib. Oleh karena adanya perasaan hormat, bakti, cinta bahkan takut maka manusia melakukan ritual ini. commit to user

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN