PETILASAN KRATON PAJANG (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)

(1)

commit to user

PETILASAN KRATON PAJANG

(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)

SKRIPSI

Oleh :

AULIA RAHMADIYAH K4407011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PETILASAN KRATON PAJANG

(Studi tentang Penjajagan menjadi Aset Wisata)

Oleh :

AULIA RAHMADIYAH K4407011

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Aulia Rahmadiyah. PETILASAN KRATON PAJANG (Studi tentang

Penjajagan menjadi Aset Wisata), Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Mei. 2011.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1) Sejarah Kraton Pajang, (2) Pembangunan Petilasan Kraton Pajang, (3) Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya, (4) Persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.

Sejalan dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus terpancang tunggal yang hanya mengarahkan pada kegiatan riset suatu kasus atau lokasi studi yaitu Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang Penjajagan menjadi Aset

Wisata). Sampel yang digunakan bersifat purposive sampling. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumen. Dalam penelitian ini, untuk mencari validitas data digunakan dua teknik trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif, yaitu proses analisis data tiga komponen yang meliputi reduksi data, penyajian data, verifikasi atau penarikan kesimpulan, yang berlangsung secara siklus.

Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan: (1). Sejarah Kraton Pajang bermula dari tokoh Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Sebagai pewaris Kerajaan Demak, Jaka Tingkir kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya dan mendirikan Kraton Pajang. Jaka Tingkir memerintah di Pajang selama hampir dua puluh tahun (1568-1586) (2). Pembangunan komplek Petilasan Kraton Pajang secara bertahap karena sumber pendanaan pembangunan dilakukan secara swadaya dari pihak masyarakat, pengunjung dan pengelola yang peduli terhadap Benda Cagar Budaya ini (3). Petilasan Kraton Pajang merupakan salah satu bentuk Benda Cagar Budaya peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang tinggi nilainya. Pemanfaatan Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata (religi) berperan penting dalam penanaman nilai-nilai budaya dan sejarah, selain itu menjadi suatu tempat rekreasi yang nyaman dan memberikan ketenangan untuk memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Sukoharjo perlu memberikan perhatian khusus pada Petilasan Kraton Pajang. Dalam hal ini memberikan pelayanan yang baik dan menyediakan fasilitas memadai yang merupakan salah satu syarat utama Petilasan Kraton Pajang sebagai obyek wisata (religi). (4). Persepsi masyarakat Desa Makamhaji, penulis klasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu: golongan tua, golongan ini masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat ataupun tradisi. Golongan tua sangat percaya pada kesakralan Petilasan Kraton Pajang. Dan golongan muda, tanggapan golongan ini terhadap Petilasan Kraton Pajang bermacam-macam, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tebalnya iman seseorang.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Aulia Rahmadiyah. THE PAJANG PALACE HERITAGE TRAIL ( The study

of assessment into Tourism Assets). Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, May 2011.

The purpose of this study was to describe: (1)The History of Pajang Palace, (2) The Establishment of Pajang Palace Heritage Trail, (3) Pajang Palace Heritage Trail as tourism and heritage development, (4) The perception of society towards Pajang Palace Heritage Trail.

In line with this research it used descriptive qualitative, with research strategy of single stake case study which directs into research activities of only one case or study site that is Pajang Palace Heritage Trail (study of assessment into tourism assets). The sample used is purposive sampling. Data collected by interview, observation, and documents. In this research, to find the validity of data used two techniques of triangulation, the triangulation of method and data triangulation. The data analysis technique used is an interactive analysis of the data analysis process that includes three components of data reduction, data presentation, verification or conclusion, which took place in a cycle.

Based on the results of this study can be concluded: (1). The History of Pajang Palace begins with Joko Tingkir figures derived from Pengging. As heir to the kingdom of Demak, Joko Tingkir then holding the title of Sultan and founded the Pajang Hadiwijaya Kingdom. Joko Tingkir ruled on Pajang Palace for almost twenty years (1568-1586). Pajang Palace occupies an important position in the stage of national history. (2). The Establishment of Pajang Palace heritage trail complex was built gradually because the funding source came independently from the community, visitors and managers who care about these Cultural object. (3). Pajang Palace heritage trail is one of Cultural heritage objects of Indonesia and were a very high cultural value of work,. Utilization Pajang Palace heritage trail as a tourist attraction (religion) plaid an important role in cultivating cultural values other than purely historical journey into a place of recreation a comfortable and reassuring to say their prayers to God Almighty. That the government region Sukoharjo need to give special attention to the Pajang Palace heritage trail. In this case provide good service and provide adequate facilities which is one of the main requirements Pajang Palace heritage trail as a tourist attraction (religion). (4). The perception of Makamhaji Village society were classified into two groups, those are: the old group, this group is still highly honor about customs or traditions values. The old group is still strongly believe in the sanctity of Pajang Palace heritage trail. And the young group, the responses of this group about Pajang Palace heritage trail are diverse, influenced by level of education and the thickness of one's faith.


(7)

commit to user

vii MOTTO

• Kabudayan bondo kadonyan (materiel Cultuur) iku kabudayan sing bisa mbebayani lan gawe rusak lakuning kamanungsan, dene kabudayan kang dasare jiwo iku kabudayaning manungso anggone ngesti marang jejering dumadi (Dr. Rajiman Widyadiningrat).

• Negara yang maju adalah negara yang selalu memelihara dan menjaga

kebudayaan bangsa (Sri Surami).

• If you lost... you can look and you will find me time after time (Lauper, Cindy, Time After Time)

• “Impian, Cinta dan Kehidupan”

Sederhana, tapi luar biasa… ada dalam diri setiap manusia jika mau meyakininya. Donny Dirgantoro (2005: 382)


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya skripsi ini dipersembahkan untuk: Ibu dan Bapak tercinta,

Kakak-kakak ku tersayang,

Keponakanku tersayang Ilham Fauzi Ramadhan

Apung, makasih buat kebersamaan dan dukungannya selama ini dan memberikan warna di kehidupanku

Teman-teman angkatan 2007, kakak-kakak, dan adik-adik tingkatku di Sejarah FKIP UNS

FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamater tercinta tempat ku menimba ilmu untuk menambah wawasan kesejarahanku


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Kami haturkan kepada Allah S.W.T atas segala limpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga proses penelitian dan penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpahkan pada junjungan Kita Rasulullah SAW. Skripsi ini ditulis guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selama masa penyelesaian skripsi ini, cukup banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan, dan berkat karunia Allah S.W.T dan peran berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan, Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan penelitian. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan

persetujuan dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Leo Agung S, M.Pd selaku Pembimbing I, yang dengan sabar telah memberikan motivasi, masukan, dan saran.

5. Dra. Sri Wahyuni, M.Pd selaku Pembimbing II, yang dengan sabar juga telah

memberikan arahan, masukan, dan saran.

6. Segenap staf pengajar Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Bapak Zaenuri, selaku kepala desa Makamhaji yang telah membantu

kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

8. Bapak Siswo Hartono selaku ketua I Petilasan Kraton Pajang yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.


(10)

commit to user

x

9. Bapak Edy Sujasmin Sastro Utomo selaku juru kunci Petilasan Kraton Pajang

yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

10.Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo yang telah memberikan ijin

penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

11.Bapak Taufik, selaku kepala Dinas Pariswisata Kabupaten Sukoharjo yang memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

12.Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga kritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Mei 2011


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………….… ... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN …… ... ………... .. iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ………. ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ………... ... xi

DAFTAR TABEL ………... ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ………... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Benda Cagar Budaya ... 7

2. Petilasan ……….. 12

3. Kraton ……….. 13

4. Pariwisata ... 15

5. Masyarakat ……….. 23

B. Kerangka Berpikir ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

1. Tempat Penelitian... 31

2. Waktu Penelitian ... 32


(12)

commit to user

xii

1. Bentuk Penelitian ... 33

2. Strategi Penelitian ... 33

C. Sumber Data ... 34

D. Teknik Sampling ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F. Validitas Data ... 39

G. Teknik Analisis Data ... 40

H. Prosedur Penelitian... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44

A. Deskripsi Tempat Penelitian ... 44

1. Kondisi Geografis ... 44

2. Kondisi Demografis ... 45

B. Deskripsi Permasalahan Penelitian ... 50

1. Sejarah Kraton Pajang ... 50

2. Pembangunan Petilasan Kraton Pajang ... 53

a) Latar Belakang Pembangunan Petilasan Kraton Pajang .... 53

b) Keadaan Kompleks Petilasan Kraton Pajang ... 54

3. Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan Benda Cagar Budaya dan Pariwisata (Obyek Wisata Religi) ... 56

a) Petilasan Kraton Pajang sebagai Benda Cagar Budaya .... 56

b) Petilasan Kraton Pajang sebagai Pariwisata (Obyek Wisata Religi) ... 57

c) Upaya Pelestarian Aset Wisata Petilasan Kraton Pajang ... 61

4. Persepsi Masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang... 63

BAB I KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Implikasi ... 73

C. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Jumlah Penduduk Desa Makamhaji berdasarkan Kelompok umur

per Maret Tahun 2010 ………….… ... 45

2. Jumlah Tingkat Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. 46

3. Jenis Pekerjaan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010 ………….. ... 47

4. Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Makamhaji per Maret Tahun 2010……. ... 49


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Informan ……… ... 79

2. Daftar Pertanyaan dan Jawaban Penelitian ……… . 81

3. Foto-foto dari Petilasan Kraton Pajang ……… 87

Foto 1) : Penunjuk Arah ke Petilasan Kraton Pajang ……….. 87

Foto 2) : Gerbang Petilasan Kraton Pajang ………. 87

Foto 3) : Area Petilasan Kraton Pajang ………... 88

Foto 4) : Bangsal Petilasan Kraton Pajang ……….. 89

Foto 5) : Tempat Sungkeman ……….. 89

Foto 6) : Kotak Sumbangan Swadaya ………. 90

Foto 7) : Peraturan di Petilasan Kraton Pajang ……… 90

Foto 8) : Silsilah Pajang-Pengging ……….. 91

Foto 9) : Batu Ompak ……….. 92

Foto 10): Getek Sultan Hadiwijaya ……….. 92

Foto 11): Sumber Panguripan Tirtamulya ……… 93

Foto 12): Mushola ……… 94

Foto 13): Area yang belum dibangun ………... 94

Foto 14): Makanan yang dido’akan ……….. 95

Foto 15): Juru Kunci mendo’akan makanan untuk sesaji……….. ... 95

Foto 16): Pengunjung Petilasan Kraton Pajang………. 96

Foto 17): wawancara Penulis dengan Juru Kunci ……… 97

Foto 18): Wawancara Penulis dengan pengunjung ……….. 97

4. Sketsa Peta Desa Makamhaji ………... 98

5. Daftar Pengunjung Petilasan Kraton Pajang ……… 99

6. Daftar Keputusan Kepala Desa Makamhaji tentang Pembentukan Pengurus Petilasan Kraton Pajang ……….. 111

7. Berita Koran “Nglacak Petilasan Kraton Pajang” ……… 114

8. Koran Bernas “Batu Ompak Kraton Pajang berhasil ditemukan” ……… .. 120


(15)

commit to user

xv

10.Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tentang ijin

Penyusunan Skripsi ………. 122

11.Surat Permohonan ijin Menyusun Skripsi ……… 123

12.Surat Ijin Penelitian ke Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Pariwisata, dan Kebudayaan (Dinas POPK) Kabupaten Sukoharjo ………. 124

13.Surat Ijin Penelitian ke Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo ………. 125

14.Surat Ijin Penelitian ke Petilasan Kraton Pajang ……….. 126


(16)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sektor kepariwisataan merupakan salah satu andalan perolehan devisa negara dari sektor non migas hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, pada abad ke-21 industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar di dunia. Perkembangan kepariwisataan dunia tidak lepas dari perkembangan faktor-faktor penunjangnya, misalnya kemudahan transportasi, kemajuan teknologi dan perkembangan telekomunikasi yang berjalan cepat dan terus-menerus. Dibangunnya sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, terminal bus, stasiun kereta api dan bandar udara merupakan suatu bukti kemudahan transportasi yang terus berkembang. Sejalan dengan itu, perkembangan transportasi tampak pula dengan canggihnya alat transportasi itu sendiri yang semakin beragam dengan berbagai fungsinya mulai dari transportasi darat, laut, dan udara (Maskun, 2005:1).

Adanya kemudahan tersebut membawa dampak di bidang kepariwisataan, dengan kemajuan telekomunikasi promosi kepariwisataan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga dalam waktu singkat informasi kepariwisataan dari suatu negara dapat diserap dan diterima di seluruh penjuru dunia yang pada gilirannya akan menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya. Kemudahan transportasi dengan segala sarana dan prasarananya secara memadai turut membantu kelancaran dalam perjalanan wisata yang sangat berpengaruh terhadap kenyamanan wisatawan.

Potensi kepariwisataan yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan modal terpenting dalam pengembangan kepariwisataan daerah tersebut. Melalui penanganan yang tepat, potensi kepariwisataan yang dimiliki suatu daerah dapat dikembangkan menjadi suatu obyek dan daya tarik wisata yang menarik dan mampu menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya (Maskun, 2005:2-3).


(17)

commit to user

Indonesia merupakan salah satu negara tujuan wisata di dunia. Hal ini terjadi karena Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang sangat besar, baik karena keindahan alam, keragaman flora dan fauna, keragaman tradisi, adat istiadat dan seni budaya maupun peninggalan-peninggalan purbakalanya. Jenis pariwisata yang paling menonjol adalah pariwisata budaya. Ini dikarenakan keaneragaman suku bangsa, adat istiadat serta kebiasaan maka Indonesia banyak dikunjungi wisatawan asing, sedangkan keindahan alam merupakan daya tarik yang kedua. Karena itu daya tarik wisatawan (tourist heritage) terhadap hasil seni budaya itu perlu ditingkatkan sejalan dengan peningkatan fasilitas yang lainnya (Oka A Yoeti, 1982: 168).

Potensi kepariwisataan yang sangat besar yang dimiliki Indonesia tentunya memerlukan penanganan semaksimal mungkin oleh pihak-pihak terkait terutama pemerintah, sebab sektor pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat diperlukan dalam pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah memberikan perhatian besar terhadap sektor kepariwisataan ini, sejak awal kemerdekaan berbagai usaha dilakukan untuk memajukan kepariwisataan. Indonesia mulai dari penanganan perhotelan pembangunan di bidang transportasi membentuk badan yang khusus mengurusi kepariwisataan (Oka A Yoeti, 1982:37). Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata yang wujudnya antara lain berbentuk, kemajemukan tradisi dan budaya serta peningkatan pemahaman dari sisi sejarah dan budaya.

Dari pernyataan di atas, nampak bahwa tujuan negara mengembangkan pariwisata antara lain adalah pengembangan atau pelestarian nilai-nilai sejarah dan budaya bangsa dan mendorong pembangunan daerah. Maka hal ini tidak akan terlepas dari benda-benda peninggalan masa lalu yang selanjutnya kita kenal dengan sebutan Benda Cagar Budaya.

Indonesia memiliki banyak sekali Benda-benda Cagar Budaya yang merupakan peninggalan masa lalu, baik yang berasal dari masa Hindu, Budha, Islam, kolonialisme barat dan bahkan masa setelah Proklamasi Kemerdekaan. Benda-benda Cagar Budaya tersebut harus dijaga kelestariannya, agar nilai-nilai


(18)

commit to user

budaya bangsa yang terkandung didalamnya dapat diwariskan kepada generasi-generasi yang akan datang, selain itu kelestarian Benda-benda Cagar Budaya akan semakin menunjang pemahaman yang lebih mendalam tentang perjalanan sejarah Bangsa Indonesia.

Pengembangan Benda-benda Cagar Budaya sebagai obyek wisata sejarah merupakan salah satu jalan yang ditempuh dalam rangka usaha melestarikan nilai-nilai sejarah budaya bangsa, selain itu pengembangan obyek wisata sejarah merupakan salah satu sumber devisa negara yang sangat diperlukan dalam pembangunannya (Oka A Yoeti, 1982: 64).

Indonesia Warisan budaya kota atau urban heritage adalah obyek-obyek dan kegiatan diperkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktivitas masyarakat yang memiliki nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal oleh masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter kebudayaan suatu kota. Bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai historis di kota Solo antara lain Petilasan Kraton Pajang, Kraton Kasunanan Surakarta, Kadipaten Puro Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, dan masih banyak lagi bangunan-bangunan kuno yang terdapat di Kota Solo. Selain bangunan-bangunan kuno tersebut, Solo juga memiliki tempat-tempat wisata modern yang

menonjolkan keindahan alamnya seperti City Walk, Taman Balekambang, Gelora

Manahan, dan lain sebagainya. Bangunan maupun tempat-tempat tersebut sebagai asset yang melambangkan Solo sebagai kota budaya (Stefani, 2010: 3).

Petilasan Keraton Pajang merupakan tempat bertahtanya Sultan Hadiwijaya dari Pajang yang saat mudanya terkenal sebagai Mas Karebet alias Joko Tingkir. Djoko Tingkir menjadi raja pertama dri Kerajaan Pajang yang kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri (seorang dari salah satu Wali Songo), kemudian mendapatkan pengakuan dri adipati-adipati diseluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur (Soekmono, 1959: 51). Peninggalan dari Kerajaan Pajang ini yaitu sisa-sisa kayu yang dahulunya merupakan getek atau rakit yang pernah dinaiki Joko Tingkir saat melawan buaya, petilasan yang berwujud sebuah batu yang dulunya menjadi tempat bersemadi dan sebuah sendang yang airnya selalu jernih


(19)

commit to user

walaupun terletak di pinggir sungai yang keruh dan kotor dan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit jika airnya dipakai untuk mandi atau cuci muka. Selain beberapa artefak peninggalan masa lalu yang ada di Petilasan Kraton Pajang terdapat tempat peninggalan kerajaan Pajang. Petilasan Kraton Pajang pada masa lalu digunakan untuk penyimpanan senjata untuk raja Pajang (Sultan Hadiwijaya). Pada masa sekarang, Petilasan Kraton Pajang ini digunakan sebagai tempat wisata dan tempat perenungan bagi orang-orang yang memiliki keinginan untuk memuja. Usaha pelestarian di Petilasan Kraton Pajang ini masih diadakan acara rutin Malem Jumat Legen yang diadakan tiap malam Jumat Legi. Acara Malam Jumat Legi ini diadakan di Petilasan Kraton Pajang mulai pukul 10.00 atau 11.00 malam. Acara Jumat legen ini diadakan doa bersama atau tahlil selama lima belas menit yang dipimpin oleh juru kunci dan dilanjutkan dengan acara makan bersama yang merupakan hasil swadaya dari pengumpulan dana para peziarah. Pendanaan dari Petilasan Kraton Pajang ini hanya ditanggung oleh dana swadaya para peziarah dan dari kerabat keturunan saja. Pihak Kraton Surakarta ataupun Kraton Jogjakarta tidak pernah memberikan bantuan, demikian juga dengan Pemda Kabupaten Sukoharjo melalui Dinas Pariwisatanya belum memberi dana perawatan. Dalam upaya pelestariannya tersebut, berdampak pada masyarakat sekitar Petilasan Kraton Pajang baik secara moril maupun spiritual (http://walah.multiply.com/journal/350/Destination_Petilasan_Keraton_Pajang di unduh 13 Desember 2010).

Petilasan Kraton Pajang adalah salah satu bentuk Cagar Budaya peninggalan sejarah Bangsa Indonesia dan merupakan hasil karya budaya yang sangat tinggi nilainya, khususnya berkaitan dengan kebudayaan jawa. Petilasan Kraton Pajang perlu mendapat perhatian lebih lanjut, sehingga sekarang pemerintah setempat mulai memperhatikan agar bisa menjadi obyek wisata, hal ini diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah dan sebagai upaya pelestarian peninggalan hasil budaya. Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan untuk menjadi aset wisata sejarah dikarenakan cukup relevan dalam penanaman nilai budaya bangsa karena masyarakat luas dapat melihat secara lebih dekat


(20)

commit to user

mengenai adanya Kraton Pajang yang selama ini dianggap tidak ada. Sehingga diperlukan perhatian khusus terhadap Benda Cagar Budaya tersebut.

Penulis tertarik untuk meneliti Petilasan Kraton Pajang ini karena petilasan ini merupakan Benda Cagar Budaya yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah daerah karena dimungkinkan akan menjadi aset wisata yang dapat menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut menarik bagi pneliti untuk mengadakan penelitian dengan judul “Petilasan Kraton Pajang (Studi tentang Penjajagan Menjadi Aset Wisata)”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam

melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah Kraton Pajang?

2. Mengapa Masyarakat membangun Petilasan Kraton Pajang?

3. Bagaimana Petilasan Kraton Pajang sebagai pengembangan pariwisata dan

Cagar Budaya?

4. Bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah di atas, yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah Kraton Pajang.

2. Untuk mengetahui alasan masyarakat membangun Petilasan Kraton

Pajang.

3. Untuk mengetahui pengembangan pariwisata dan Cagar Budaya di

Petilasan Kraton Pajang.

4. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Petilasan Kraton Pajang.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis


(21)

commit to user

Secara teroretis penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menambah pengetahuan dan wawasan ilmiah tentang upaya pengembangan yang dilakukan daerah terhadap potensi wisata didaerahnya’

b) Adanya penelitian memberikan masukan dan sumbangan kepada

pembaca supaya dapat digunakan sebagai tambahan bacaan dan sumber data dari bidang kepariwisataan.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan sumbangan kepada pihak terkait dalam mengembangkan potensi yang dimiliki Petilasan Kraton Pajang.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para ilmuwan dan peneliti lainnya untuk mengadakan penelitian yang ada hubunngannya dengan penelitian ini, sehingga hal-hal yang belum terungkap dapat terungkap.


(22)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1.Benda Cagar Budaya a. Pengertian Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (2004:19) kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddayah ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi dan akal. Budaya dibedakan dari kebudayaan, karena budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu sendiri. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.

Menurut Bakker dalam Usman Pelly (1994:22), asal kata kebudayaan berasal dari kata Abhyudaya dari bahasa sansekerta. kata Abhyudaya berarti hasil baik, kemajuan, kemakmuran yang serba lengkap. Bakker mengartikan secara singkat kebudayaan sebagai penciptaan penerbitan dan pengolahan nilai-nilai insani.

Menurut Mangunsarkoro yang dikutip Djoko Widagdo (2001:20) Kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil karya jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Dari pendapat ini nampak bahwa kebudayaan menyangkut semua hasil karya manusia dalam berbagai sifat termasuk wujud dan bentuknya.

Menurut Koentjaraningrat (1990:180) “Kebudayaan adalah

keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik demi manusia dengan belajar”, Kebudayaan diperoleh dari proses belajar yang dilakukan manusia dalam kehidupan masyarakat. Adanya kebudayaan merupakan suatu usaha manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari, disamping diciptakan sebagai alat untuk mempertahankan dan sekaligus mencapai kesempurnaan hidup manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Djoko Widagdo (2001:20) yang


(23)

commit to user

mengemukakan bahwa “Kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan”.

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengungkapan diri manusia ke dalam materi sejauh diterima dan dimiliki oleh suatu masyarakat dan menjadi warisannya. Kata materi harus dimengerti dalam arti luas, sehingga mencakup juga badan dan relasi-relasi dengan orang lain (K.J Veeger, 1992:7).

Menurut antropolog E.B Taylor dalam Koentjaraningrat (1990: 180), kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak.

Menurut Selo Soemardjan dalam Soerjono Soekanto (1990:189), kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah dan nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas, termasuk didalamnya agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan

kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup

bermasyarakat dan yang menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.

Dari pengertian kebudayaan tersebut di atas, maka dapat berarti bahwa secara umum kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkrit maupun yang abstrak yang merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang diperoleh dari proses belajar di


(24)

commit to user

mana kebudayaan merupakan suatu usaha manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.

b. Unsur-unsur Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (2000:2) kebudayaan setiap masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Ada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal dan merupakan unsur yang bisa ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik dalam masyarakat pedesaan yang kecil terpencil maupun dalam masyarakat kota yang besar dan kompleks. Unsur-unsur universal ini merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia, antara lain: (1) Sistem religi dan upacara, (2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) Sistem pengetahuan, (4) Bahasa (lisan maupun tertulis), (5) Kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak), (6) Sistem mata pencaharian hidup, dan (7) Sistem teknologi dan peralatan.

Menurut Soerjono Soekanto (1990: 191) ada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu: (1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, dan transportasi), (2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, dan sistem distribusi), (3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dan sistem perkawinan), (4) bahasa (lisan maupun tertulis), (5) kesenian (seni rupa, seni suara, dan seni gerak), (6) sistem pengetahuan, dan (7) religi (sistem kepercayaan).

Ketujuh unsur ini, masing-masing dapat dipecah dalam sub unsur-unsurnya. Ketujuh unsur kebudayaan mencakup seluruh kebudayaan makhluk manusia dimanapun, dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.

c. Wujud Kebudayaan

Menurut J.J Honigman yang dikutip Koentjaraningrat (1990:86) membedakan adanya tiga gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities, dan


(25)

commit to user

artifacts. Dalam hal ini gejala kebudayaan yang termasuk kelompok ideas

adalah gejala sesuatu yang masih terdapat di dalam pikiran manusia yang berupa ide-ide, pendapat maupun gagasan. Gejala kebudayaan yang termasuk kelompok actifities adalah tindakan-tindakan manusia sebagai tindak lanjut dari apa yang terdapat dalam alam pikir manusia. Gejala kebudayaan yang ketiga adalah artifacts, yaitu kebudayaan yang bersifat kebendaan atau kebudayaan fisik atau kebudayaan material yang merupakan hasil karya manusia yang berupa benda dengan berbagai sifatnya. Sejalan dengan pernyataan di atas, Koentjaraningrat (2004: 5) mengemukakan bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya, antara lain : (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya., (2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dan manusia dalam masyarakat, dan (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud pertama adalah wujud ide dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, dan dalam alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ide ini biasa distebut dengan tata-kelakuan, maksudnya menunjukkan bahwa kebudayaan ide itu biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan biasa disebut dengan sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lainnya selalu mengikuti pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial ini bersifat konkrit. Wujud yang ketiga dari kebudayaan disebut juga kebudayaan fisik dan memerlukan keterangan banyak, karena merupakan aktifitas, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.


(26)

commit to user

Ketiga wujud kebudayaan tersebut, dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ide dan adat istiadat mengatur dan member arah pada perbuatan dan karya manusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya kebudayaan fisik itu membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang semakin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiah sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berfikirnya.

Djoko Widagdo (2001: 21) mengatakan bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh manusia, karena itu meliputi: (1) Kebudayaan material (bersifat jasmaniah) yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya alat-alat perlengkapan hidup, (2) Kebudayaan non material (bersifat rohaniah) yaitu segala hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya religi, bahasa, dan ilmu pengetahuan.

Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa semua benda hasil karya atau ciptaan manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya merupakan salah satu wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah memenuhi persyaratan tertentu, maka benda-benda tersebut merupakan Benda Cagar Budaya.

d. Benda Cagar Budaya

Benda Cagar Budaya adalah semua benda hasil karya atau ciptaan manusia dalam berbagai sifat, wujud dan bentuknya yang merupakan salah satu wujud dari kebudayaan di mana jika benda-benda tersebut telah memenuhi persyaratan tertentu. Benda cagar budaya memiliki nilai yang sangat penting bagi pemahaman sejarah bangsa karena melalui benda cagar budaya tersebut masyarakat dapat melihat hasil karya manusia yang pada masa lampau sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih nyata tentang pola kehidupan yang berlangsung pada masa yang telah lalu.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dalam Bab I Pasal I dinyatakan bahwa Benda Cagar Budaya adalah: (1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya,


(27)

commit to user

yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dan, (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting

bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan

(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_5_92.htm di unduh 16 Agustus 2010).

2. Petilasan

Petilasan adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa (kata dasar "tilas" atau bekas) yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). Petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa. Dalam bahasa Arab, petilasan disebut maqam (berarti "kedudukan" atau "tempat"). Istilah 'makam' dalam bahasa Indonesia tidak berarti sama dengan 'maqam'. Merupakan tanda dimana leluhur besar bangsa ini pernah menginjakkan kaki dan mendapat makna atau pengetahuan luhur di wilayah tersebut.

Beberapa bentuk situs petilasan antara lain: Lingga-Yoni, lingga merupakan batu panjang seperti huruf alif, dipancang tegak di suatu wilayah. Lingga berarti makna kebenaran sejati, jalan lurus yang telah dimaknai oleh leluhur yang memancangnya, terkadang di wilayah lingga, juga terdapat Yoni. Lingga-Yoni merupakan keseimbangan langit dan bumi. Keselarasan feminism dan maskulin. Batu kecil yang dipancang sederhana juga sebagai situs petilasan. Ada juga petilasan yang berbentuk patung-patung batu. Merupakan simbol dari leluhur itu sendiri. Karena petilasan sejak dahulu merupakan tempat meditasi atau hening, maka sampai sekarang fungsinya masih dijalankan.

Maka dapat disimpulkan bahwa petilasan adalah suatu tempat yang pernah disinggahi atau didiami oleh seseorang (yang penting). Petilasan adalah tempat tinggal, beristirahat (dalam pengembaraan) yang relatif lama, pertapaan, tempat terjadinya peristiwa penting, atau terkait dengan legenda tempat moksa (http: Wikipedia.com di unduh tanggal 29 Juni 2011 pukul 12.32).


(28)

commit to user

3. Kraton a. Pengertian Kraton

Menurut Purwodarminto (1976:489) dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kraton diartikan sebagai istana raja, kerajaan. Kata kraton berasal dari kata dasar (Jawa: Lingga) ratu ditambah awalah ka dan akhiran an menjadi ka-ra-tu-an, kemudian dipercepat pengucapannya menjadi kraton yang berarti tempat tinggal atau kediaman resmi ratu atau raja dengan keluarganya (Sri Winarni, 2004:26).

Sri Winarni (2004:27) menjelaskan kraton menjadi dua pengertian, yaitu: (1) Kraton berarti rumah atau tempat tinggal ratu. Dalam pengertian ini kraton sama dengan istana (palace), dan (2) Kraton berarti negara (nagari) yaitu daerah atau wilayah tertentu yang memiliki susunan asli, pemerintahan sendiri (otonomi), memiliki daerah atau wilayah tertentu dan rakyat (kawula) tertentu. Dalam pengertian ini kraton sama dengan kerajaan (kingdom).

Definisi lain dari kraton dikemukakan oleh Ekadjati (1992: 49), kraton berasal dari bahasa Jawa kuno dengan kata dasar ratu yang berarti raja yang mendapat akhiran an yang menunjukkan keterangan tempat, yaitu tempat bersemayam raja. Sebuah kraton merupakan kumpulan bangunan tempat bersemayam raja dan keluarganya. Raja sebagai kepala pemerintahan negara selalu tinggal di dalam kraton dan biasanya dijadikan pusat dari segala kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Kraton dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah istana tempat bersemayam raja atau ratu. Kraton tidak identik dengan istana karena kraton bukan semata-mata sebagai tempat tinggal raja tetapi kraton implicit dari nilai-nilai keagamaan, filsafat, dan budaya.

Berdasarkan pandangan Orang Jawa, kraton berasal dari kata karatyan atau keraton yang umum disebut sebagai kedhaton, pura, atau puri yang merupakan tempat raja bermukim (W.D Miranti, 2003:13). Menurut Darsiti Soeratman (1989:1) istilah kraton menunjukkan tempat kediaman ratu atau raja, yang mempunyai beberapa arti : (1) Berarti negara atau kerajaan, (2) Berarti pekarangan raja yang meliputi wilayah dalam cepuri (tembok yang


(29)

commit to user

mengelilingi halaman) baluwarti, (3) Pekarangan raja meliputi wilayah di dalam cepuri ditambah alun-alun.

Menurut Darsiti Soeratman (1989: 1) kraton merupakan bangunan yang unik berukuran luas dengan struktur bangunan yang bersifat khusus. Kraton adalah monopoli raja, oleh karena itu penguasa tradisional lainnya, misalnya kadipaten tidak diperkenankan duduk di dhampar atau singgasana raja dan tidak diijinkan memiliki alun-alun bale witana, di samping tidak berhak memutuskan hukuman mati, jadi kraton merupakan tempat kedudukan khusus raja. Istilah kraton merupakan kediaman raja atau ratu yang meliputi tempat tinggal (kedhaton) dengan halaman atau pekarangan yang dibatasi pagar atau tembok cepuri Baluwarti.

Istana atau kraton juga disebut negoro. Istana raja dan tempat kediaman yang dihuni bersama keluarga, beserta bangunan-bangunan tempat pangeran dan bangsawan bekerja termasuk didalamnya pusat negara yang dianggap magis religius (George D.Larson, 1990: 5).

Beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa kraton adalah pekarangan raja yang meliputi wilayah di dalam cepuri (tembok yang mengelilingi keraton) baluwarti dan alun-alun yang dihuni oleh raja atau ratu bersama keluarganya dengan bangunan-bangunan tempat pangeran dan para bangsawan tinggal dan bekerja.

b.Fungsi Kraton

Menurut Sri Winarni (2004: 28) ungsi kraton adalah sebagai berikut: (1) sebagai wahyu ratu, sumber budaya Jawa atau peninggalan kebudayaan leluhur ratu Jawa, (2) sebagai wujud atau bentuk peninggalan sejarah, (3) sebagai bentuk asli Negara Indonesia yang memiliki tata susunan asli kultur Jawa yang diperintah oleh raja Jawa secara turun temurun dan menjadi pusat pemerintahan, dan (4) sebagai tempat tinggal atau kediaman resmi ratu Jawa beserta kerabat atau keluarganya. Menurut Sartono Kartodirjo (1984: 23) kraton merupakan pusat birokrasi pemerintahan atau dalam kata lain merupakan pusat penyelenggara pemerintahan dalam suatu kerajaan.


(30)

commit to user

Bangunan kraton sebagai situs budaya dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran sejarah karena bangunan itu mengandung nilai historis (K.M Tanjung, 2005:4). Nilai-nilai historis dapat berupa latar belakang penelitian sejarah yang berkaitan dengan hal-hal yang nampak sebagai peninggalan sejarah tersebut (I Gede Widja, 1989: 22). Latar belakang sejarah juga mendapat perhatian dari guru sejarah karena disinilah unsur-unsur inspiratif atau edukatif bisa diungkap. Dalam penelitian ini Keraton berfungsi sebagai tempat pariwisata budaya atau cultural tourism.

4. Pariwisata

Manusia dituntut lebih aktif dalam kehidupan sehari-hari karena perkembangan jaman yang semakin pesat menjadikan kebutuhan hidup manusia beragam. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia menjadi semakin sibuk dalam berbagai aspek kehidupannya sehari-hari. Kesibukan tersebut bukan hanya terjadi di dalam pekerjaan saja, tetapi juga pendidikan. Dalam kondisi seperti ini, manusia sering mengalami stress yang terjadi karena beban hidup yang berat. Salah satu jalan yang lazim dilakukan untuk mengatasi stress dan mengurangi kepenatan adalah dengan mengadakan perjalanan wisata. Untuk lebih memahami perjalanan wisata, berikut diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan pariwisata secara umum.

a. Pengertian Pariwisata

Ditinjau secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yaitu pari yang berarti banyak dan wisata yang berarti perjalanan atau berpergian. Atas dasar itulah kata pariwisata diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lainnya yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata tour (Oka A Yoeti, 1993: 106).

Menurut Salah Wahab dalam Oka A Yoeti (1993: 107) pariwisata merupakan suatu aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri (di luar negeri), meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain


(31)

commit to user

(daerah tertentu, suatu negara atau benua) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya di mana ia memperoleh pekerjaan tetap.

Pengertian kepariwisataan menurut Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 pada Bab I Pasal I, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasa pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Menurut Institut of Tourism in Britain dalam Kusmayadi (2000: 5), pariwisata adalah kepergian orang-orang untuk sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan tempat bekerja sehari-hari, serta kegiatan-kegiatan mereka selama berada di tempat tujuan dan mencakup kepergian untuk berbagai maksud termasuk kunjungan sehari atau darmawisata.

Menurut H. Kodyat dalam J.J Spillane (1990: 21) pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain bersifat sementara dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

Dalam perkembangannya muncul pengertian yang mengarah pada pariwisata sebagai industri. Pendapat dari Salah Wahab dalam Nyoman S Pandit (1994: 34) tentang pariwisata dikatakan bahwa:

Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Pariwisata sebagai sektor yang kompleks, ia juga meliputi sektor industri kerajinan tangan dan cindera mata. Penginapan dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yamg dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi


(32)

commit to user

semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

b. Jenis Pariwisata

Pengelompokan tentang jenis pariwisata dianggap penting, karena dengan cara itu dapat menentukan penghasilan devisa yang diterima dari suatu jenis pariwisata yang dikembangkan di suatu tempat atau daerah tertentu. Di lain pihak, pengelompokan ini juga sangat berguna untuk menyusun statistik kepariwisataan atau mendapatkan data penelitian yang diperlukan dalam perencanaan selanjutnya di masa yang akan datang.

Menurut Oka A Yoeti (1993:111), Jenis pariwisata menurut letak geografis, di mana kegiatan pariwisata itu berkembang :

1) Pariwisata Lokal (Local Tourism)

Adalah pariwisata setempat yang mempunyai ruang lingkup relatif sempit dan terbatas dalam tempat-tempat tertentu saja.

2) Pariwisata Regional (Regional Tourism)

Adalah kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu tempat atau daerah yang ruang lingkupnya lebih luas dibandingkan dengan local

tourism, tetapi lebih sempit jika dibandingkan dengan kepariwisataan

nasional (national tourism).

3) Kepariwisataan Nasional (National Tourism) a) Kepariwisataan dalam arti sempit

Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang dalam wilayah suatu negara atau dengan kata lain pariwisata dalam negeri (domestic

tourism), dimana titik beratnya orang melakukan perjalanan wisata

adalah warga negara sendiri dan orang-orang asing yang berdomisili di negara tersebut.

b) Kepariwisataan dalam arti luas

Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah negara, selain kegiatan domestic tourism juga dikembangkan foreign


(33)

commit to user

sendiri, juga ada lalu lintas wisatawan dari luar negeri maupun dari dalam negeri ke luar negeri.

4) Regional-International Tourism

Yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah internasional yang terbatas, tetapi melewati batas-batas lebih dari dua atau tiga negara dalam wilayah tersebut. Misalnya kepariwisataan ASEAN, Timur Tengah, Asia Selatan, dan Eropa Barat.

5) International Tourism

Pengertian ini sinonim dengan kepariwisataan dunia (world tourism), yaitu kegiatan kepariwisataan yang berkembang di seluruh negara di dunia.

Menurut J.J Spillane (1990: 31), jenis pariwisata menurut motif tujuan perjalanannya adalah sebagai berikut :

1) Pariwisata untuk menikmati perjalanan (pleasure tourism)

Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak keingintahuan, mengendorkan ketegangan saraf, melihat sesuatu yang baru, menikmati keindahan alam dan mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar kota.

2) Pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki pemanfaatan hari-hari liburnya untuk beristirahat, pemulihan kembali kesegaran jasmani dan rohani, menyegarkan keletihan dan kelelahan. 3) Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan karena adanya rangkaian motivasi. 4) Pariwisata untuk olah raga (Sports Tourism)

Jenis ini dibagi dalam dua kategori, antara lain:

a) Big Sport Events, yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar.

b) Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olah raga bagi

mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri. 5) Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Bussiness Tourism) 6) Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism)


(34)

commit to user

Jenis pariwisata ini adalah semacam konvensi dan pertemuan dari badan-badan atau organisasi internasional.

c. Wisatawan

Manusia merupakan salah satu unsur pokok dalam pariwisata, di mana perkembangan kepariwisataan tidak terlepas dan peranan manusia sebagai pelaku utama pariwisata itu sendiri, dalam hal ini manusia berperan baik sebagai penyelenggara maupun penikmatnya. Manusia sebagai penikmat pariwisata dimaksudkan sebagai orang yang melakukan perjalanan wisata dan menikmati obyek dan daya tarik wisata termasuk semua fasilitas yang disediakan selama berada di daerah tujuan wisata tersebut.

Orang yang melakukan perjalanan wisata tersebut sering disebut dengan istilah wisatawan. Wisatawan berasal dari dari bahasa sansekerta, yaitu gabungan dari kata wisata dan wan sebagaimana pendapat yang mengatakan kata wisatawan berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata wisata yang berarti perjalanan dan wan untuk menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, keadaannya, jabatannya, atau kedudukan seseorang. Jadi secara sederhana wisatawan berarti orang yang melakukan perjalanan (Oka A Yoeti, 1993: 120).

Menurut Instruksi Presiden RI Nomor 9 tahun 1969 yang dikutip J.J Spillane (1990: 21) wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan. Jadi berdasarkan pengertian tersebut, seseorang termasuk wisatawan jika dapat menikmati perjalanan dan kunjungan yang dilakukan, hal ini sesuai dengan tujuan pokok perjalanan wisata yaitu untuk bersenang-senang dan harus dilakukan dengan sukarela.

Definisi wisatawan yang sejalan dengan pengertian di atas terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 yang dikutip A Hari Karyono (1997:21) tentang kepariwisataan yang menyebutkan “Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata, di mana wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang


(35)

commit to user

dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata”.

Wisatawan adalah perjalanan atau perpindahan dari satu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata dan orang yang melakukannya disebut wisatawan. Perjalanan dan perpindahan sementara yang dilakukannya tersebut tidak terbatas dalam satu wilayah tertentu saja, perjalanan atau perpindahan tersebut dapat dilakukan dalam satu kota, antar kota dalam satu propinsi, antar propinsi bahkan termasuk pula antar negara, tetapi harus tetap dilakukan dengan tujuan kesenangan dan bukan untuk mencari nafkah atau bekerja.

Menurut Oka A. Yoeti (1993:123) Wisatawan merupakan pengunjung sementara yang tinggal sekurang-kurangnya dua puluh empat jam di negara yang dikunjungi dan tujuan perjalanannya dapat digolongkan sebagai berikut: (1) Pesiar yaitu untuk keperluan rekreasi, kesehatan, studi, keagamaan, dan olah raga, (2) Hubungan dagang, sanak keluarga, konferensi-konferensi dan misi.

Berdasarkan beberapa definisi wisatawan di atas, dapat diartikan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang melakukan perjalanan dan tempat tinggalnya menuju tempat lain dengan tujuan apapun tetapi bukan untuk mencari nafkah atau mendapatkan upah, di mana perjalanan yang dilakukan itu bersifat sementara dan dilakukan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata dengan tujuan bersenang-senang dan dilakukan secara sukarela.

Berdasarkan sifat perjalanannya dan lokasi di mana perjalanan wisata dilakukan, wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) wisatawan asing (Foreign Tourist) adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang dating memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara di mana biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara atau wisman, (2) domestic foreign tourist adalah orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negara di mana ia tinggal, (3) wisatawan domestik (domestic


(36)

commit to user

dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya,

(4) indigenous foreign tourist merupakan warga suatu negara tertentu karena

tugas atau jabatannya berada d luar negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri, (5) transit tourist adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan atau airport atau stasiun bukan atas kemauan sendiri, dan (6) business tourist adalah orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis, bukan wisata tetapi perjalanan wisata dilakukannya setelah tujuan utamanya selesai. Jadi, perjalanan wisata merupakan tujuan sekunder yaitu setelah tujuan primer (bisnis) selesai.

d. Obyek dan Daya Tarik Wisata

Obyek dan daya tarik wisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan wisata karena merupakan salah satu obyek yang dimiliki oleh para wisatawan dalam perjalanan dan kunjungannya. Obyek dan daya tarik wisata memiliki peranan dalam tingkat kepuasan wisatawan yang datang mengunjunginya.

Suatu tempat atau daerah tertentu dapat berkembang menjadi obyek wisata jika memiliki suatu daya tarik sehingga menumbuhkan minat wisatawan untuk mengunjunginya, hal ini sejalan dengan pendapat M. Ngafenan yang dikutip A. Hari Karyono (1997: 27) yang menyatakan “Obyek wisata (Tourist Object) adalah segala obyek yang dapat menimbulkan daya tarik bagi wisatawan untuk dapat mengunjunginya. Keadaan alam, bangunan bersejarah, kebudayaan dan pusat-pusat rekreasi modern”.

Selain pengertian tersebut, menurut Oka A, Yoeti (1982: 158) Obyek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada hal-hal yang dapat menarik orang untuk berkunjung ke suatu tempat daerah tujuan wisata, diantaranya adalah: (1) Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta yang bersifat alamiah. Misalnya iklim, bentuk tanah dan pemandangan, hutan belukar, flora dan fauna, kawah, sungai, karang dan ikan di bawah laut, gua-gua, tebing, lembah dan gunung, (2) Hasil cipta manusia meliputi: (a) Monumen


(37)

commit to user

bersejarah dan sisa peradaban masa lampau. Petilasan Kraton Pajang merupakan jenis ini, (b) Museum, galeri seni, perpustakaan, dan kesenian rakyat, (c) Acara tradisional , pameran, festival, upacara naik haji, dan upacara perkawinan, (d) Rumah-rumah beribadah seperti masjid, kuil, candi, dan pura, dan (3) Tata cara hidup masyarakat misalnya bagaimana kebiasaan hidup suatu masyarakat dan adat-istiadatnya.

Dalam peningkatan daya tarik suatu tempat agar menjadi daerah tujuan wisata yang menarik, diperlukan tersedianya segala sesuatu yang menunjang kelancaran, kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan selama dari dan ke tempat wisata tersebut. Oleh karena itu, semua aktifitas dan fasilitas yang terdapat di daerah tujuan wisata harus ditujukan agar dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya.

Dalam kamus istilah pariwisata yang dikutip A. Hari Karyono (1997: 27) dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan obyek wisata antara lain sebagai berikut: (1) Obyek wisata, perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, sejarah bangsa, keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan (2) Obyek wisata alam, obyek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan dan kekayaan alam, (3) Obyek wisata budaya, obyek yang daya tariknya bersumber pada kebudayaan, seperti peninggalan sejarah, museum, keraton, atraksi kesenian dan obyek wisata lain yang berkaitan dengan budaya, (4) Obyek wisata tirta, kawasan perairan yang dapat digunakan baik untuk rekreasi maupun kegiatan olah raga air.

Ada beberapa jenis obyek wisata, yaitu antara lain obyek wisata alam, obyek wisata budaya dan obyek wisata tirta. Adanya alam yang indah, kekayaan budaya, dan pesona bahari yang besar akan menjadi suatu obyek wisata yang menarik jika ditangani dengan tepat dan dikemas dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menumbuhkan minat yang besar bagi wisatawan untuk mengunjunginya. Apabila keindahan alam, kekayaan budaya dan pesona bahari tersebut tidak dikembangkan dan dikemas menjadi sesuatu yang memiliki daya tarik tinggi yang mampu meningkatkan minat wisatawan untuk


(38)

commit to user

mengunjunginya, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai obyek wisata yang menarik.

Jenis-jenis obyek wisata juga disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab III Pasal IV antara lain disebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata, hasil karya manusia yang berwujud: museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata bumi, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.

Berdasarkan beberapa definisi obyek wisata di atas, dapat disimpulkan bahwa obyek wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Ada beberapa jenis obyek wisata, yaitu antara lain obyek wisata alam, obyek wisata budaya dan obyek wisata tirta.

5. Masyarakat

Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya bermasyarakat dan tidak dapat hidup sendiri. Ada ketergantungan antara manusia satu dengan manusia yang lain, sehingga menyebabkan ketergantungan antar manusia. Manusia juga sebagai pribadi atau individu mempunyai kedudukan dan peranan tertentu di dalam hubungannya dengan masyarakat sebagai suatu bentuk pergaulan hidup tertentu. Masyarakat menyadari bahwa manusia sebagai pribadi atau individu hidup di dalam suatu kebudayaan yang memperlakukan manusia sebagai makhluk yang mampu untuk mengarahkan dirinya di dalam kehidupan dan yang menjadi unsur dinamis di dalam peristiwa-peristiwa sosial sepanjang sejarah (Soerjono Soekanto, 1983: 9).

a. Pengertian Masyarakat

Koentjaraningrat (1990:144) mengemukakan masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi. Hal yang berbeda diungkapkan Max Weber dalam bukunya Daljoeni (1997:33), masyarakat adalah suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan (agamawi) dan nilai-nilai yang dominan dari warganya.


(39)

commit to user

Para ahli antropologi sosial dalam Soerjono Soekanto (1983:103) mengartikan masyarakat sebagai wadah dari orang-orang yang buta huruf, mengadakan reproduksi sendiri, mempunyai adat istiadat, mempertahankan ketertiban dengan menerapkan sanksi-sanksi sebagai sarana pengendalian sosial dan mempunyai wilayah tempat tinggal yang khusus. Hal tersebut disebut sebagai masyarakat, namun seiring perkembangan dinamakan sistem sosial. Istilah masyarakat lebih banyak dipergunakan sebagai sinonim dari negara atau bahkan peradaban. Menurut Daljoeni (1997:34) masyarakat juga merupakan suatu kesatuan fungsional, struktural, dan harmonis, selain itu adanya ketegangan dan konflik hanya peristiwa yang kebetulan saja.

Menurut Cooley dalam Soerjono Soekanto (1993:8) masyarakat adalah sesuatu yang menyeluruh yang mencakup berbagai bagian yang berkaitan secara sistematis-fungsional. Masyarakat merupakan suatu keutuhan psikis yang mempunyai jiwa sosial yang terwujud dalam organisasi dan lembaga. Masyarakat dan individu merupakan unsur yang saling mengisi dalam kehidupan manusia. Menurut Hassan Shadily (1983:47) masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Masyarakat menurut Comte dalam Soejono Soekanto (1983:15), masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri. Manusia diikat di dalam kehidupan kelompok karena rasa sosial yang serta merta dan kebutuhannya. Menurut Soepomo yang dikutip Soerjono Soekanto (1983: 153), masyarakat bukanlah merupakan suatu badan tersendiri dengan kepentingan tersendiri pula, dan memiliki kekuasaan yang sama sekali terlepas dari pribadi-pribadi anggota masyarakat. Pribadi tersebut merasa dirinya menjadi satu dengan masyarakat, sehingga masyarakat merupakan bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Pribadi merupakan pengkhususan daripada masyarakat.


(40)

commit to user

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi, yang memiliki budaya sendiri dan bertempat tinggal di daerah teriotial tertentu.

b. Macam-macam Masyarakat

Menurut Hassan Shadily (1983:50) cara terbentuknya masyarakat dalam pembagiannya adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat paksaan, misalnya masyarakat di tempat tawanan, masyarakat pengungsi dan pelarian.

Kelompok masyarakat paksaan bersifat Gemeinschaft (ke dalam) dan

Gesellschaft (ke luar), (2) Masyarakat merdeka yang terbagi menjadi dua,

yaitu: (a) Masyarakat alam yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, umumnya masih sederhana kebudayaannya dalam keadaan terpencil atau tak mudah berhubungan dengan dunia luar. Masyarakat alam bersifat

Gemeinschaft dan, (b) Masyarakat budidaya, yaitu masyarakat yang terjadi

karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, yaitu antara lain kongsi perekonomian, koperasi dan gereja. Masyarakat budidaya bersifat

Gesellschaft.

c. Klasifikasi Masyarakat

Adanya perbedaan lingkungan alam dan kompleksitas kebutuhan manusia di muka bumi menjadikan kehidupan manusia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kriteria. Seperti yang dikemukakan oleh Hendropuspito O.C (1989: 90), bahwa klasifikasi masyarakat dibagi dalam:

1) Masyarakat sederhana dan masyarakat maju (berkembang)

a) Masyarakat sederhana ditandai dengan tidak adanya pembagian kerja yang cermat. Setiap orang melakukan semua pekerjaan yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhannya. Dengan kata lain setiap orang dapat mengerjakan segala jenis pekerjaan.

b) Masyarakat maju. Masyarakat ini ditandai dengan adanya pembagian kerja yang terinci dan kekhususan yang teliti. Anggota-anggota


(41)

commit to user

masyarakat sedemikian ini hanya tahu menjalankan satu jenis pekerjaan atau satu profesi saja.

2) Masyarakat ekonomi

Masyarakat ini seluruh aktifitas segenap penduduk ditentukan pada keberhasilan ekonomi sebagai puncak tertinggi. Tinggi rendahnya status sosial serta jabatan di dalam masyarakat diukur menurut tinggi rendahnya prestasi ekonomi.

3) Masyarakat agama

Klasifikasi ini ditandai apabila agama merupakan kekuatan terbesar yang menentukan jalannya segala bidang kehidupan dalam masyarakat baik politik, ekonomi, pendidikan, cara berpikir dan bertindak harus berpedoman pada ajaran agama.

4) Masyarakat totaliter

Yaitu apabila dalam masyarakat, kekuasaan politik berada dalam satu kelompok pemerintahan yang mengatur semua kelompok-kelompok lain serta lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat itu secara terpusat dan ketat.

5) Masyarakat demokrasi

Yaitu ditandai dengan adanya kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan adanya pengakuan persamaan hak dan persamaan martabat semua manusia.

Para sosiolog dari abad ke 19 cenderung mengadakan klasifikasi yang tajam antara masyarakat sederhana yang dibedakan dengan masyarakat modern yang kompleks. Perbedaan sejalan dengan perbedaan masyarakat buta huruf dengan masyarakat yang sudah mengenal tulisan (Soerjono Soekanto, 1993: 104).

Menurut ekologi sosial, pengklasifikasian masyarakat menurut fungsinya, antara lain: (1) Jasa : pertanian, perikanan, dan pertambangan, (2) Distributif melalui perdagangan dan pemasaran, (3) Industrial, (4) Industrial pusat, politik, dan pertahanan (Daldjoeni, 1997: 31).


(42)

commit to user

d. Ciri-ciri masyarakat

Masyarakat bertempat tinggal menyebar, tidak hanya terpusat pada satu daerah. Tiap daerah yang ditempati memberikan suatu pengaruh pada masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut, pengaruh-pengaruh ini akan menjadi suatu ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto (1993: 105), ciri-ciri masyarakat antara lain : (1) manusia yang hidup bersama secara teoritis. Di dalam sosiologi tidak ada ukuran yang mutlak untuk menentukan jumlah manusia, tetapi minimal adalah dua orang, (2) bergaul selama jangka waktu yang cukup lama, (3) mereka sadar bahwa mereka adalah suatu kesatuan, (4) adanya nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi patokan bagi perilaku yang dianggap pantas, dan (5) menghasilkan kebudayaan dan mengembangkan kebudayaan tersebut.

Menurut Abu Ahmadi (1985: 24), ciri-ciri masyarakat antara lain: (1) Harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang, (2) telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah, dan (3) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama

Menurut Abdul Syani (2003: 37), cirri-ciri masyarakat antara lain: (1) Adanya interaksi, (2) Ikatan pola tingkah laku yang khas di dalam semua aspek kehidupan yang bersifat mantap dan kontinyu, dan (3) Adanya rasa identitas terhadap kelompok, di mana individu yang bersangkutan menjadi anggota kelompok.

Kehidupan manusia yang selalu ingin hidup bermasyarakat didasari oleh beberapa faktor. Hasan Sadilu (1983:51) mengemukakan bahwa manusia selalu hidup bersama dalam masyarakat karena: (1) Hasrat yang didasarkan naluri yaitu kehendak biologis yang diluar penguasaan akal, (2) Kelemahan manusia adalah mendesak untuk mencari kekerabatan bersama orang lain, sehingga dapat berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kehidupan sehari-hari dengan bersama, (3) Manusia adalah zoon politicon yaitu makhluk sosial yang menyukai hidup bergolong atau sedikitnya mencari teman untuk


(43)

commit to user

hidup bersama dan, (4) Manusia hidup bersama selain karena persamaan juga karena perbedaaan yang terdapat dalam sifat, kedudukan, dan sebagainya.

Menurut Koentjaraningrat (1990: 239) di dalam suatu masyarakat, terdapat ikatan khusus yang membuat satu kesatuan manusia menjadi satu masyarakat, yaitu: (1) Pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batas kesatuan, (2) Pola tersebut harus bersifat mantap dan kontinyu, atau dengan kata lain pada khas itu sudah menjadi adat istiadat yang khas dan, (3) Adanya satu rasa identitas diantara para warga atau anggotanya bahwa mereka merupakan satu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan lainnya.

Menurut Hoogvelt (1985:35) tujuan utama kelompok manusia yaitu guna mewujudkan hidup bersama yang lebih sempurna dalam segala aspeknya, maka dari itu masyarakat mempunyai tugas pokok bagi anggota masyarakatnya, mengenai tugas pokok masyarakat antara lain: (1) Melestarikan eksistensi penghuninya sebagai satu bangsa yang sejahtera. Tugas yang besar meliputi pengadaan sarana-sarana dasar dengan tingkat kepastian yang tinggi dan yang dapat menjamin tercapainya sandang, pangan dan pemukiman yang cukup, keamanan dan ketentraman yang langgeng serta pro reaksi warga masyarakat baru, (2) Mengatur pembagian tugas. Masyarakat sebagai kesatuan organisme sosial mengemban serangkaian tugas yang harus diselesaikan melalui warganya. Pembagian tugas yang begitu penting sekaligus kompleks tidak dapat diserahkan pada kemauan-kemauan masyarakat. Untuk itu harus ada skema yang menyeluruh, berdasarkan skema tersebut masyarakat membagi-bagikan tugas pada kesatuan-kesatuan bakat, pendidikan, dan keterampilan yang dibina oleh kesatuan yang bersangkutan dan, (3) Mempersatukan warga masyarakat. Nilai persatuan dan kesatuan yang telah mengambil keputusan untuk hidup bersama dalam kesatuan yang lebih luas guna mencapai tujuan bersama.


(44)

commit to user

B. Kerangka Berfikir

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diciptakan manusia, baik yang berupa ide-ide, gagasan-gagasan, peraturan-peraturan, norma-norma, nilai-nilai maupun tindakan atau aktivitas termasuk pula semua benda-benda hasil karya manusia.

Benda-benda sebagai salah satu wujud kebudayaan seperti tersebut di atas, jika telah berumur sekurang-kurangnya lima puluh tahun atau memiliki dan atau mewakili gaya khas masa sekurang-kurangnya lima puluh tahun, maka benda tersebut termasuk benda cagar budaya. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 seluruh benda cagar budaya harus dipelihara dan dilestarikan karena memiliki nilai yang sangat besar bagi budaya bangsa.

Petilasan Kraton Pajang merupkan sisa peninggalan dari Kraton Pajang. Petilasan Kraton Pajang ini berada di wilayah Desa Sono Jitwan, Makamhaji, Kartasura ini merupakan salah satu benda cagar budaya yang tidak ternilai harganya bagi pemahaman sejarah, pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan nasional. Keberadaan benda cagar budaya seperti Petilasan Kraton Pajang tersebut harus dipelihara dengan semaksimal mungkin demi menjaga kelestarian agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Saat ini Petilasan Kraton Pajang dimungkinkan untuk menjadi salah satu aset wisata di Pajang dengan tanpa merusak nilai keasliannya sebagai benda sejarah.

Adanya kesibukan dan rutinitas merupakan salah satu faktor terjadinya stres. Salah satu yang lazim dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pariwisata. Dalam pariwisata keadaan obyek wisata juga mempengaruhi minat wisata untuk mengunjunginya, selain itu adanya waktu luang atau waktu senggang juga mempunyai peranan yang penting.

Adanya pengembangan Petilasan Kraton Pajang ini menjadi aset wisata nantinya akan berpengaruh terhadap persepsi masyarakat terhadap kemungkinan Petilasan Kraton Pajang menjadi aset wisata di Desa Sono Jitwan. Oleh karena itu masyarakat di sekitar lokasi harus dibina serta dipersiapkan untuk dapat menerima dan ikut terlibat dalam pengembangan Petilasan Kraton Pajang ini menjadi aset


(45)

commit to user

wisata. Adapun kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan melalui skema berikut :

UUD No.5 Th 1992

Benda Cagar Budaya

Petilasan Kraton Pajang Pariwisata

Upaya Pelestarian Kraton Pajang


(46)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 1. Tempat Penelitian

Tempat atau lokasi pelaksanaan yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang biasa dimanfaatkan oleh peneliti (H.B Sutopo, 2006: 52). Tempat penelitian sangat menentukan diperolehnya informasi untuk menyampaikan kebenaran dari suatu penelitian. Tempat penelitian yang akan peneliti gunakan adalah Dukuh Sonojitwan, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Dari pemahaman lokasi dan lingkungannya peneliti bisa mengkaji dan menarik kesimpulan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

Lingkungan Petilasan Kraton Pajang dipilih karena mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi obyek pariwisata, karena di lingkungan ini terdapat peninggalan bersejarah. Jadi, pengembangan pariwisata di lingkungan Petilasan Kraton Pajang sangat sesuai untuk melestarikan peninggalan yang bersejarah tersebut. Dengan demikian, dapat dikemukakan pula alasan pemilihan tempat sebagai berikut:

a. Petilasan Kraton Pajang merupakan peninggalan bersejarah yang mempunyai

potensi untuk dikembangkan menjadi obyek pariwisata, karena Petilasan Kraton Pajang merupakan bekas berdirinya Kraton Pajang yang didirikan oleh Sultan Hadiwijaya Selama delapan belas tahun (1568-1586). Petilasan Kraton Pajang ini sebagai gambaran ke masa depan sebagai pengembangan pariwisata yang dapat menambah pendapatan negara non migas yang sedang digalakkan oleh pemerintah.

b. Petilasan Kraton Pajang merupakan satu-satunya bukti peninggalan Kraton Pajang yang pernah berdiri, hal ini dengan ditemukannya ompak di sekitar area Petilasan Kraton Pajang sebelum pembangunan.


(47)

commit to user

c. Sesuai dengan Program Studi Sejarah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, penulis adalah salah satu mahasiswa di program tersebut maka pemilihan tempat di lingkungan Petilasan Kraton Pajang cocok, dikarenakan Petilasan Kraton Pajang mempunyai latar belakang sejarah untuk nantinya dapat ditularkan kepada anak didik jika kelak menjadi seorang guru.

2. Waktu Penelitian

Waktu merupakan jangka yang digunakan untuk kepentingan penelitian. Dalam melakukan penelitian ini, waktu yang digunakan penulis adalah sejak pengajuan judul pada Bulan November 2010 sampai Juni 2011. Apabila dalam penelitian tersebut ternyata belum selesai, maka dapat diperpanjang waktu penelitiannya hingga terselesainya penulisan skripsi ini. Adapun jadwal operasionalnya sebagai berikut:

No Keterangan Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni

1 Persetujuan

Judul

x

2 Pembuatan

Proposal

x

3 Perijinan x

4 Pengumpulan

data

x x

5 Analisis data x x

6 Penyajian

laporan


(48)

commit to user

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Penelitian merupakan suatu usaha menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (Hadari Nawawi, 1985: 24). Penelitian kualitatif adalah suatu bentuk penelitian yang menghasilkan karya ilmiah dengan menggunakan data diskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati terhadap status kelompok orang atau manusia suatu obyek atau suatu kelompok kebudayaan (Lexy J. Moleong, 1991: 3).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka bentuk penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, dan masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak (Hadari Nawawi, 1985: 63).

Adapun ciri-ciri pokok dari metode deskriptif adalah (a) memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah-masalah yang aktual, (b) menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki, diiringi dengan interprestasi nasional (Hadari Nawawi, 1985: 64). Pada penelitian kualitatif, teori dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proporsi yang berasal dari data dan diuji coba kembali secara empiris (Lexy J. Moleong, 1991: 9). Penelitian kualitatif merupakan suatu cara dalam meneliti peristiwa masa sekarang dengan mendasarkan pada suatu teori yang diujikan kembali dan menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan orang atau perilaku yang diamati dengan menggunakan langkah-langkah tertentu.

2. Strategi Penelitian

Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sejalan dengan hal tersebut H. B. Sutopo (2006: 51) mengatakan bahwa:


(49)

commit to user

Dalam perkembangannya, riset kualitatif juga menyajikan bentuk yang tidak sepenuhnya holistik, tetapi dengan kegiatan pengumpulan data yang terarah, berdasarkan tujuan dan pertanyaan-pertanyaan riset yang terlebih dahulu sering disebut dalam proposalnya. Penelitian ini lebih sering disebut sebagai riset terpancang (embedded gualitation research), atau juga lebih popular dengan penelitian studi kasus.

Studi kasus merupakan strategi penelitian yang fokus permasalahannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata, di mana batasan antara fenomena dengan konteks tersebut tidak jelas, sehingga perlu banyak sumber-sumber fakta.

Penelitian ini mengandung pengertian sebagai tunggal dalam arti hanya ada satu lokasi yaitu Dukuh Sonojitwan, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, sedangkan terpancang pada tujuan penelitian maksudnya apa yang diteliti, dibatasi pada aspek-aspek yang sudah dipilih sebelum melaksanakan penelitian lapangan. Dalam penelitian ini terpancang pada tujuan untuk mengetahui kemungkinan Petilasan Kraton Pajang menjadi aset wisata.

C. Sumber Data

Menurut H.B Sutopo (2006: 57) bahwa “Dalam penelitian kualitatif, sumber datanya dapat berupa manusia, pertanyaan dan tingkah laku, doikumen dan arsip atau benda lain”. Sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh. Menurut Suharsini Arikunto (1993: 102) yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Informan

Lexy J. Moleong (2001: 45) mengatakan bahwa yang disebut informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Dalam penelitian ini orang yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data serta mengetahui permasalahan


(50)

commit to user

yang akan dikaji adalah : Juru kunci dan pengelola atau pengurus Petilasan Kraton Pajang, anggota masyarakat Dukuh Sonojitwan serta pengunjung Petilasan Kraton Pajang.

2. Tempat dan Peristiwa

Informan merupakan sumber data penting, tetapi tempat dan peristiwa yang terjadi di dalam dan di sekitarnya juga mempunyai peran yang yang sangat penting. Informasi mengenai kondisi dari lokasi peristiwa atau aktivitas dilakukan bisa digali lewat sumber lokasinya baik yang merupakan tempat maupun lingkungannya (H.B Sutopo, 2006: 60).

Dalam penelitian ini, sebagai informasinya dapat digali dari pengamatan secara cermat mengenai kondisi dan tempat yang merupakan bagian dari kehidupan warga masyarakat Dukuh Sonojitwan sehari-hari. Sedangkan dari peristiwa aktivitas pengunjung di Petilasan Kraton Pajang dalam penelitian ini, dimungkinkan Petilasan Kraton Pajang ini menjadi suatu aset wisata bagi masyarakat disekitarnya.

3. Dokumen dan Arsip

H.B Sutopo (2006:61) mengemukakan bahwa “Dokumen dan arsip merupakan sumber data yang penting artinya dalam penelitian kualitatif, terutama bila sasarannya terarah pada latar belakang dengan kondisi peristiwa yang terkini yang sedang dipelajari”.

Dalam penelitian ini dokumen dan arsip yang akan digunakan berupa dokumen dan arsip yang ada di Pemerintah Daerah Sukoharjo, Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan (POPK) Kabupaten Sukoharjo, Badan Pusat Statistik (BPS), Desa Makamhaji dan buku-buku yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian ini yang diperoleh dari perpustakaan. Sumber data berupa foto-foto dari Petilasan Kraton Pajang serta lingkungan sekitarnya.


(51)

commit to user

D. Teknik Sampling

Hadari Nawawi (1985: 152) menjelaskan “Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sample yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sample yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebarannya populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi”. H.B Sutopo (2006: 62) teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini bersifat purposive sampling atau sampling bertujuan. Informan dipilih dapat menunjukkan informan lain yang dipandang lebih tahu. Maka pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Teknik Purposive sampling

juga digunakan atas dasar teknik ini dipandang mampu menangkap kedalaman data dalam menghadapi realitas jamak.

Dalam penelitian ini jumlah informan berkembang, maka dipergunakan teknik cuplikan bola salju atau snowball yaitu pemanfaatan informan yang mengembang sesuai dengan kebutuhan penelitian (Sutrisno Hadi, 1977: 152). Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat langsung dan tidak langsung dalam Pengembangan Petilasan Kraton Pajang menjadi aset wisata, baik pengelola, pengunjung, maupun masyarakat disekitarnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bersifat obyektif dan akurat, adapun teknik yang digunakan sebagai berikut :

1. Wawancara

Menurut Burhan Bungin (2001:62) wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan dalam suatu masyarakat merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis berdasarkan pada tujuan penelitian. Teknik wawancara ini adalah teknik yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, terutama di lapangan.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user