Pola Konsumsi Pangan Konsumsi Pangan Rumah Tangga

commit to user 57 kkalkaphari dari total kalori semua kelompok bahan pangan sebesar 1.385,4 kkalkaphari. Oleh karena itu, ketersediaan beras rumah tangga dalam jumlah yang cukup sangat penting agar kebutuhan kalori setiap anggota rumah tangga dapat tercukupi.

C. Konsumsi Pangan Rumah Tangga

1. Pola Konsumsi Pangan

Pola konsumsi pangan petani di Kecamatan Bulu dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor ekonomi dan harga, kebiasaan, serta sosial budaya setempat. Pola konsumsi pangan meliputi jenis dan frekuensi makan. Jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh responden terdiri dari bahan pangan pokok, umbi-umbian, sumber protein hewani, sumber protein nabati, sayur-sayuran, buah-buahan, minyak, makanan jadi, dan lain-lain. Frekuensi makan dibedakan menjadi 6, yaitu 1 kali per hari, 1 kali per hari, 4-6 kali per minggu sering, 1-3 kali per minggu cukup sering, 1 kali per bulan jarang, dan tidak pernah mengkonsumsi sama sekali. Distribusi jenis dan frekuensi makan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Distribusi Jenis Bahan Pangan dan Frekuensi Makan Petani Responden di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo No. Bahan pangan 1xhr 1xhr 4-6xmg sering 1-3xmg cukup sering 1xbln jarang Tdk pernah Total Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ 1. Bahan pangan pokok a. Beras b. Jagung c. Roti 30 100 1 3,3 9 30,0 6 11 20,0 36,7 24 9 80,0 30,0 30 30 30 100 100 100 2. Umbi-umbian a. Ubi kayu b. Ubi jalar c. Kentang 1 1 3,3 3,3 10 1 6 33,3 3,3 20,0 17 21 24 56,7 70,0 80,0 2 7 6,7 23,3 30 30 30 100 100 100 3. Sumber protein hewani a. Ayam b. Dging sapi c. Telur ayam d. Lele e. Bandeng f. Teri g. Ikan asin 12 4 40,0 13,3 12 1 18 2 6 8 40,0 3,3 60,0 6,7 30,0 26,7 17 6 18 13 14 14 56,7 20,0 60,0 43,3 46,7 46,7 1 23 10 17 4 4 3,3 76,7 3,3 56,7 13,3 13,3 30 30 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 100 100 4. Sumber protein nabati a. Kacang tanah b. Kacang hijau c. Kedelai d. Tahu e. Tempe 29 30 96,7 100,0 1 3,3 7 23,3 14 1 46,7 3,3 9 29 30 30,0 96,7 100,0 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 5. Sayur-sayuran a. Bayam b. Kangkung c. Daun singkong d. Daun pepaya e. Tomat f. Kacang panjang g. Buncis h. Wortel i. Cabai 3 1 16 10,0 3,3 53,3 22 15 8 1 2 4 29 12 73,3 50,0 26,7 3,3 6,7 13,3 96,7 40,0 5 12 17 21 21 17 2 16,7 40,0 56,7 70,0 70,0 56,7 6,7 3 5 17 8 6 9 10,0 16,6 56,7 26,7 20,0 30,0 13 1 43,3 3,3 30 30 30 30 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 100 100 100 100 No. Bahan pangan 1xhr 1xhr 4-6xmg sering 1-3xmg cukup sering 1xbln jarang Tdk pernah Total Σ Σ Σ Σ Σ Σ Σ 6. Buah-buahan a. Pisang b. Pepaya c. Jeruk d. Mangga 4 2 1 1 13,3 6,7 3,3 3,3 8 4 2 2 26,7 13,3 6,7 6,7 17 13 14 3 56,7 43,3 46,7 10,0 1 11 13 24 3,3 36,7 43,3 80,0 30 30 30 30 100 100 100 100 7. Minyak a. Minyak goreng b. Margarin c. Kelapa 16 53,3 14 46,7 4 13,3 19 63,3 11 7 36,7 23,3 19 63,3 30 30 30 100 100 100 8. Lain-lain a. Susu b. Teh c. Kopi d. Mi instan e. Gula pasir f. Garam g. Bumbu dapur 11 21 30 30 36,7 70,0 100,0 100,0 17 2 9 56,7 6,7 30,0 2 2 3 7 6,7 6,6 10,0 23,3 1 4 18 3,3 13,3 60,0 1 11 4 3,3 36,7 13,3 26 10 1 86,7 33,3 3,3 30 30 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 100 100 9. Makanan jadi a. Bakso b. Mi ayam c. Gado-gado d. Mi thoprak e. Soto f. Tahu kupat 11 36,7 3 2 1 8 10,0 6,7 3,3 26,7 22 23 14 6 6 4 73,3 76,7 46,7 20,0 20,0 13,3 8 4 14 23 5 26 26,7 13,3 46,7 76,7 16,7 86,7 30 30 30 30 30 30 100 100 100 100 100 100 Sumber : Diadopsi dan diolah dari Lampiran 5 commit to user 60 Bahan pangan pokok yang selalu dikonsumsi adalah beras, dengan frekuensi makan 1 kali per hari. Hal ini menunjukkan bahwa beras masih menjadi pangan pokok petani, meskipun ketersediaannya rendah. Petani akan selalu mengusahakan agar seluruh anggota keluarganya bisa makan nasi 3 kali per hari. Jagung dikonsumsi oleh 20 dengan frekuensi 1 kali per bulan. Sedangkan roti yang merupakan pangan olahan dari tepung terigu dikonsumsi oleh 36,7 dengan frekuensi 1 kali per bulan. Adapun responden yang tidak pernah mengkonsumsi jagung dan roti masing-masing sebanyak 24 orang dan 9 orang. Semua rumah tangga responden memiliki pola konsumsi pangan pokok tunggal yaitu beras. Artinya, beras dikonsumsi juga oleh seluruh anggota rumah tangga tersebut sebagai makanan pokok sehari-hari. Masyarakat telah meninggalkan pola pangan lokal seperti jagung, umbi- umbian, dan beralih ke pola pangan pokok nasional yaitu beras. Beras merupakan pangan pokok yang menjadi makanan sumber energi utama bagi penduduk. Kandungan energi dalam 100 kg beras adalah 360 kkal dan protein sebesar 8,4 gram. Ketersediaan pangan pokok dalam jumlah yang cukup dan aman menjadi hal yang penting karena pola konsumsi pangan pokok rumah tangga petani adalah beras. Meskipun ketersediaan pangan pokok rata- rata di Kecamatan Bulu termasuk dalam kategori rendah, tetapi penduduk tetap mengupayakan agar dapat mengkonsumsi nasi sebagai pangan pokok. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan pembelian. Hal ini membuktikan bahwa beras menjadi pangan pokok tunggal bagi penduduk Kecamatan Bulu. Bahan pangan lain yang termasuk dalam pangan pokok seperti jagung dan roti hanya dikonsumsi sebagai makanan tambahan atau selingan. Sedangkan beras nasi dikonsumsi tiga kali per hari. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ketersediaan pangan pokok rendah, petani selalu berupaya agar dapat makan tiga kali sehari, karena nasi merupakan sumber energi utama yang sangat diperlukan tubuh dan dapat commit to user 61 memberikan rasa kenyang. Petani dan anggota keluarganya merasa belum kenyang dan belum puas bila belum makan nasi. Pola pangan pokok berupa beras ini sulit diubah walaupun rumah tangga menghadapi paceklik seperti saat musim tanam yang kedua di Kecamatan Bulu, dimana sebagian besar petani gagal panen karena tanaman padi diserang hama keong. Akan tetapi rumah tangga petani tetap mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok. Petani juga tidak mengganti beras sebagai pangan pokok meskipun harga beras terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga beras berdampak kecil pada penurunan konsumsi beras. Pelaksanaan penganekaragaman konsumsi menuju konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberikan manfaat yang besar, apabila mampu menggali dan mengembangkan potensi sumber- sumber pangan lokal. Selain itu, pola konsumsi pangan yang bergizi seimbang juga mensyaratkan perlunya diversifikasi pangan dalam menu sehari-hari. Salah satu potensi sumber pangan lokal yang dapat dikembangkan di Kecamatan Bulu adalah kelompok umbi-umbian. Umbi-umbian merupakan makanan sumber energi di samping makanan pokok. Umbi-umbian sebenarnya dapat digunakan sebagai substitusi beras. Akan tetapi pangan ini miskin protein, sehingga jika digunakan sebagai pangan pokok, maka diperlukan makanan tambahan yang mengandung cukup protein. Ubi kayu merupakan jenis umbi- umbian yang lebih sering dikonsumsi oleh responden dibandingkan dengan ubi jalar dan kentang. Petani memanfaatkan pekarangan rumah, pematang sawah, atau tanah pinggiran sawah untuk ditanami ubi kayu karena tanaman ini mudah tumbuh dan tidak memerlukan perawatan khusus. Hasil panen ubi kayu ini digunakan untuk konsumsi sendiri sebagai makanan selingan. Petani gemar menanam ubi kayu karena tanaman ini tidak perlu perawatan khusus dan hasilnya dapat digunakan commit to user 62 sebagai makanan tambahan dalam rumah tangga petani. Ubi kayu biasanya dikonsumsi dalam bentuk singkong goreng. Sedangkan ubi jalar jarang ditanam oleh petani karena umbinya tidak bisa membesar. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang tidak cocok ditanami ubi jalar. Akan tetapi pangan berupa umbi-umbian relatif jarang dikonsumsi. Berdasar Tabel 21, diketahui bahwa sebanyak 70 responden hanya mengkonsumsi ubi kayu 1 kali per bulan dan bahkan sebanyak 23,3 tidak pernah mengkonsumsinya. Ubi jalar hanya dikonsumsi oleh 56,7 responden sebanyak 1 kali per bulan. Sedangkan kentang dikonsumsi oleh 80 responden sebanyak 1 kali per bulan. Umbi-umbian sebenarnya dapat dikonsumsi sebagai makanan sumber energi di samping pangan pokok. Akan tetapi, petani kurang tertarik untuk memanfaatkannya sebagai sumber karbohidrat karena belum berkembangnya diversifikasi pangan. Umbi-umbian hanya diolah sekadarnya saja sehingga cita rasanya tidak bervariasi dan kurang menarik untuk dikonsumsi. Mengingat rendahnya ketersediaan beras di tingkat rumah tangga petani, maka perlu diupayakan peningkatan konsumsi umbi-umbian sehingga dapat digunakan sebagai pangan pengganti beras jika suatu saat beras tidak mencukupi bagi konsumsi rumah tangga. Hal ini didukung dengan tingginya produksi ubi kayu di Kecamatan Bulu pada tahun 2009, dimana produksi ubi kayu mencapai 10.180 ton. Pemanfaatan ubi kayu sebagai pangan sumber energi di samping beras akan meningkatkan Tingkat Konsumsi Energi TKE yang masih tergolong kurang. Pengetahuan mengenai diversifikasi pengolahan pangan lokal tentunya diperlukan agar umbi-umbian khususnya ubi kayu dapat diolah menjadi pangan yang lebih bervariasi sehingga minat mengkonsumsi ubi kayu meningkat. Dengan demikian, ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai pangan sumber energi selain beras. Makanan sumber protein hewani yang dikonsumsi petani berupa ayam, daging sapi, telur ayam, lele, bandeng, teri, dan ikan asin. Sebaran commit to user 63 konsumsi ayam terbanyak adalah 1 kali per bulan yang dilakukan oleh 17 responden 56,7. Daging sapi jarang dikonsumsi oleh petani. Sebanyak 23 responden 76,7 tidak pernah mengkosumsinya. Hal ini disebabkan mahalnya harga daging sapi, sehingga responden enggan membelinya. Berdasar data ketersediaan pangan di tingkat Kabupaten Sukoharjo, kebutuhan daging lebih kecil dibandingkan produksi dan ketersediaannya sehingga terjadi surplus. Mekanisme pasar dan distribusi pangan antarlokasi serta antarwaktu dengan mengandalkan stok persediaan akan berpengaruh pada keseimbangan antara ketersediaan dan konsumsi, serta pada harga yang terjadi di pasar. Faktor harga akan mempengaruhi daya beli rumah tangga terhadap pangan. Dengan demikian, meskipun komoditas daging tersedia di pasar, tetapi karena harga terlalu tinggi dan tidak terjangkau daya beli rumah tangga petani, maka rumah tangga tidak dapat mengakses pangan tersebut. Kondisi inilah yang terjadi pada rumah tangga petani di Kecamatan Bulu. Telur ayam dikonsumsi oleh 18 responden 60 sebanyak 1-3 kali per minggu. Telur ayam merupakan pangan sumber protein hewani yang sering dikonsumsi dalam rumah tangga petani karena harganya yang terjangkau dan praktis dalam pengolahnnya. Ikan asin cukup sering dikonsumsi karena merupakan jenis lauk pauk yang murah, nglawuhi, dan mudah pengolahannya. Ikan awetan lain yang dikonsumsi adalah teri, dengan 14 responden 46,7 mengkonsumsi 1 kali per bulan. Pangan sumber protein hewani merupakan pangan yang kaya akan protein, sehingga pangan ini merupakan pangan pembangun tubuh yang sangat baik. Pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi oleh rumah tangga petani adalah telur ayam dan ikan asin. Telur ayam digemari karena praktis dan mudah dalam pengolahannya. Selain itu, harganya juga lebih murah dibandingkan pangan sumber protein hewani lain seperti ayam, daging sapi, dan ikan segar. Harga 1 kg telur ayam adalah Rp 12.500,00. Harga ini paling murah dibandingkan dengan harga 1 kg ayam Rp 20.000,00, 1 kg daging sapi commit to user 64 Rp 62.000,00, dan 1 kg ikan segar misalnya lele Rp 17.000,00 Sedangkan ikan asin digemari karena harganya murah dan merupakan lauk pauk yang enak. Jenis ikan asin yang dikonumsi di Kecamatan Bulu adalah ikan tongkol dengan harga Rp 10.000 per kg. Makanan sumber protein nabati yang dikonsumsi petani berupa kacang tanah, kacang hijau, tahu, dan tempe. Kacang tanah dikonsumsi oleh 46,7 responden sebanyak 1 kali per bulan. Rumah tangga mendapatkan kacang tanah dari pembelian di pasar berupa kacang tanah rebus yang masih ada kulit luarnya. Kacang hijau hanya dikonsumsi oleh 1 responden 3,3 sebanyak 1 kali per bulan. Kacang tanah merupakan pangan sumber protein nabati yang lebih sering dikonsumsi oleh responden dibandingkan dengan kacang hijau dan kedelai. Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang saling melengkapi dengan padi-padian, seperti beras dan tepung terigu. Kacang- kacangan memberikan sekitar 135 kkal per 100 gram bagian yang dapat dimakan. Jika kita mengkonsumsi kacang-kacangan sebanyak 100 gram 1 ons, maka jumlah itu akan mencukupi sekitar 20 kebutuhan protein dan 20 kebutuhan serat per hari. Menurut ketentuan pelabelan internasional, jika suatu bahanproduk pangan dapat menyumbangkan lebih dari 20 dari kebutuhan suatu zat gizi per hari, maka dapat dinyatakan sebagai bahan atau produk pangan yang kaya akan zat gizi. Konsumsi kacang-kacangan dalam bentuk segar relatif masih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejumlah 96,7 responden tidak pernah mengkonsumsi kacang hijau dan bahkan seluruh responden tidak pernah mengkonsumsi kedelai segar dalam satu bulan. Pola konsumsi ini dipengaruhi oleh faktor selera. Sehingga meskipun kacang- kacangan tersedia, tetapi penduduk tidak sering mengkonsumsinya. Kedelai tidak dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi dalam bentuk makanan olahannya yaitu tahu dan tempe. Tingkat konsumsi tahu dan tempe tergolong tinggi. Tahu dikonsumsi oleh 29 responden 96,7 1 kali per hari dan 1 responden 3,3 mengkonsumsinya 1 kali per hari. commit to user 65 Sedangkan tempe dikonsumsi oleh seluruh responden sebanyak 1 kali per hari. Hal ini disebabkan karena tahu dan tempe merupakan ‘makanan rakyat’ yang harganya terjangkau dan mudah didapat oleh rumah tangga petani. Akan tetapi meskipun harganya murah, tempe merupakan salah satu pangan yang kaya protein. Kandungan protein pada 100 gram tempe yaitu 20,8 gram, lebih tinggi dari protein hewani dalam 100 gram daging sapi 19,6 gram dan 100 gram telur ayam ras 12,4 gram. Berdasarkan hasil wawancara dengan reponden, diketahui bahwa seluruh responden menyukai tempe dan tahu sebagai lauk pauk utama yang tidak dapat ditinggalkan. Di samping itu, sudah menjadi kebiasaan rumah tangga di Kecamatan Bulu untuk selalu menghidangkan tempe goreng dan tahu goreng setiap kali makan. Hal ini didukung pula dengan alasan bahwa tempe dan tahu adalah makanan sumber protein yang harganya cukup murah. Pendapatan petani yang relatif rendah membuat mereka memiliki keterbatasan pilihan dalam membeli makanan sumber protein yang mahal. Oleh karena itu, konsumsi tempe dan tahu sudah menjadi kebiasaan rumah tangga petani di kecamatan Bulu. Berdasarkan hasil penelitian, konsumsi pangan sumber protein yang berasal dari lauk pauk nabati seperti tempe dan tahu lebih banyak daripada lauk pauk hewani seperti daging dan telur. Hal ini terjadi karena faktor ekonomi. Harga pangan sumber protein hewani reletif lebih mahal daripada protein nabati. Pendapatan rumah tangga yang terbatas membuat mereka harus bijaksana mengelola pengeluarannya, sehingga mereka tidak memboroskan uangnya untuk membeli pangan yang mahal. Daging sapi bahkan tidak pernah dikonsumsi oleh rumah tangga karena harganya mahal, yaitu Rp 60.000,00 per kg. Beberapa rumah tangga dalam penelitian ini mengkonsumsi daging sapi karena penelitian dilaksanakan setelah hari raya Idul Adha, sehingga mereka masih menyimpan sebagian daging yang diperoleh saat penyembelihan. Daging tersebut dimasak dalam bentuk dendeng atau empal sehingga tahan lama dan dapat dimakan selama beberapa hari. commit to user 66 Sayur dan buah merupakan makanan sumber vitamin dan mineral. Meskipun vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, tetapi harus terpenuhi agar tubuh tidak mengalami gangguan. Beragam sayur-sayuran seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun pepaya, tomat, kacang panjang, buncis, wortel, dan cabai dikonsumsi oleh rumah tangga petani secara bergiliran. Pemilihan jenis sayur berdasar pada selera dan ketersediaan bahan mentah di pasar atau warung terdekat. Sayur yang paling sering dikonsumsi adalah bayam, wortel, dan cabai. 73,3 responden mengkonsumsi bayam sebanyak 4-6 kali per minggu. Bayam adalah jenis sayuran yang digemari karena kesegaran rasanya, murah harganya, dan dapat digunakan untuk berbagai macam masakan misalnya sayur bayam, sayur bobor, dan gudangan. Wortel dikonsumsi sebanyak 4-6 kali per minggu oleh 96,7 responden. Sedangkan cabai dikonsumsi setiap hari oleh 53,3 responden. Cabai biasanya dikonsumsi dalam bentuk sambal, seperti sambal bawang, sambal terasi, atau sambal tomat. Sambal merupakan makanan pendamping lauk pauk yang digemari oleh responden. Sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani berasal dari pekarangan sendiri dan membeli. Pembelian sayur segar dilakukan di warung yang berada di sekitar rumah petani. Rata-rata rumah tangga petani mengkonsumsi jenis sayur yang sama, seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun pepaya, kacang panjang, wortel, dan cabai. Bayam adalah jenis sayur yang paling sering dikonsumsi karena harganya murah dan disukai sebagian besar petani dan anggota keluarganya. Cabai dikonsumsi setiap hari oleh mayoritas rumah tangga petani sebagai bahan pembuat sambal. Ada pula sayur yang diperoleh dari pekarangan rumah sendiri, yaitu daun singkong karena singkongubi kayu banyak ditanam di lahan pekarangan dan di pematang sawah sehingga tidak perlu membeli. commit to user 67 Buah-buahan yang dikonsumsi berupa pisang, pepaya, jeruk, dan mangga. Pisang dikonsumsi oleh 56,7 responden sebanyak 1 kali per bulan, pepaya dikonsumsi oleh 43,3 responden sebanyak 1 kali per bulan, dan jeruk dikonsumsi oleh 46,7 responden sebanyak 1 kali per bulan. Mangga sebenarnya jarang dikonsumsi oleh petani. Namun penelitian dilaksanakan bersamaan dengan musim buah mangga, sehingga responden yang memiliki pohon mangga yang berbuah bisa mengkonsumsi mangga dari pohon miliknya sendiri. Hal inilah yang menyebabkan 1 responden 3,3 sering mengkonsumsi mangga dan 2 responden 6,7 cukup sering mengkonsumsinya. Konsumsi buah-buahan juga masih kecil dilihat dari frekuensi makannya. Jenis buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah pisang, dengan frekuensi makan 4-6 kali per minggu. Hal ini disebabkan pisang ditanam di lahan pekarangan petani sendiri. Pisang relatif mudah untuk ditanam dan juga tidak memerlukan perawatan khusus. Petani membiarkan pisang tumbuh dan terus bertunas secara alami karena mereka juga memanfaatkan daun pisang untuk berbagai keperluan, seperti memasak atau digunakan saat hajatan. Buah pisang yang dihasilkan dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri. Biasanya petani mengkonsumsi pisang dalam bentuk segar. Sedangkan buah jeruk jarang dikonsumsi karena harganya mahal. Pengetahuan petani yang masih rendah membuat mereka kurang mengerti manfaat mengkonsumsi buah-buahan. Oleh karena itu, mereka enggan mengeluarkan uangnya secara khusus untuk membeli buah-buahan. Buah-buahan yang dikonsumsi hanyalah buah-buahan yang ditanam sendiri seperti pisang, pepaya, dan mangga. Apabila tanaman sedang tidak berbuah, maka petani dan anggota keluarganya tidak mengkonsumsi buah dan tidak melakukan pembelian buah untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin. Selain faktor daya beli, faktor kebiasaan juga menjadi salah satu penyebab rendahnya konsumsi buah-buahan. Petani menganggap commit to user 68 bahwa konsumsi buah-buahan tidak diperlukan apabila sudah mengkonsumsi sayur-sayuran yang cukup. Sumber lemak diperoleh dari minyak goreng dan buahbiji berminyak misalnya kelapa. Minyak goreng digunakan 1 kali per hari oleh 53,3 responden. Rumah tangga petani biasanya memasak 2 kali per hari, yaitu pada pagi hari untuk menyiapakan sarapan dan makan siang, serta menjelang sore hari untuk menyiapkan makan malam. Akan tetapi, terdapat 46,7 rumah tangga responden yang menggunakan minyak goreng 1 kali per hari. Mereka memasak satu kali di pagi hari untuk konsumsi pagi, siang, dan malam. Salah satu jenis buahbiji berminyak adalah kelapa. Sejumlah 63,3 responden mengkonsumsi 1-3 kali per minggu. Responden menggunakan kelapa untuk memasak sayur. Akan tetapi, sayur bersantan ini tidak begitu digemari karena kurang segar. Jenis minuman yang dikonsumsi 1 kali per hari adalah teh. Sedangkan kopi tergolong jarang dikonsumsi. Hanya 36,7 responden minum kopi 1 kali per bulan. Kopi tidak digemari karena beberapa responden mengetahui bahwa minum terlalu banyak kopi tidak baik bagi kesehatan. Kopi jarang diminum karena beberapa anggota rumah tangga merasakan efek samping dari konsumsi kopi seperti jantung berdebar-debar dan sulit tidur, sehingga petani yang berusia lanjut lebih memilih untuk minum teh daripada kopi. Susu hanya dikonsumsi oleh anak-anak dalam rumah tangga saja, sedangkan orang dewasa tidak pernah minum susu. Alasannya adalah karena anak-anak masih membutuhkan susu untuk pertumbuhan, sedangkan orang dewasa sudah tidak membutuhkannya. Dalam penelitian ini, susu dikonsumsi oleh balita yang terdapat dalam 10 rumah tangga sampel. Susu merupakan salah satu sumber zat gizi yang paling lengkap, dan diperlukan oleh semua kelompok umur, terutama balita dan anak-anak. Minuman ini mengandung banyak zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral seperti kalsium yang mempengaruhi pertumbuhan tulang. commit to user 69 Gula pasir dikonsumsi setiap hari oleh responden, dengan 70 responden menggunkakan 1 kali per hari dan 30 responden sebanyak 1 kali per hari. Gula pasir digunakan untuk pemanis minuman seperti teh atau kopi dan kadang-kadang digunakan pula untuk memasak. Gula pasir digunakan oleh rumah tangga sebagai bahan pelengkap. Misalnya, gula pasir dikonsumsi sebagai pemanis teh dan kopi, serta digunakan sebagai bahan tambahan saat memasak sayur. Gula pasir merupakan sumber karbohidrat yang baik, tetapi sama sekali tidak mengandung protein. Jenis makanan lain yang cukup sering dikonsumsi adalah mi instan. Sejumlah 60 responden mengkonsumsinya 1-3 kali per minggu. Saat ini, konsumsi produk olahan terigu seperti mi instan cenderung meningkat. Perkembangan yang menarik berdasar analisis data Susenas oleh Bapenas adalah kecenderungan berubahnya pola konsumsi pangan pokok kelompok masyarakat berpendapatan rendah, terutama di pedesaan, yang mengarah kepada beras dan bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mi kering, me basah, dan mi instan. Perubahan ini perlu diwaspadai karena gandum adalah komoditas impor dan belum diproduksi di Indonesia, sehingga arah perubahan pola konsumsi itu dapat menimbulkan ketergantungan pangan pada impor. Mi instan juga cukup sering dikonsumsi karena mudah didapat, mudah diolah, dan enak rasanya sehingga banyak orang menyukainya. Dengan perkembangan yang serba cepat dan praktis turut pula menjadi alasan mengapa banyak orang memilihnya. Mi yang terbuat dari terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin, dan mineralnya hanya sedikit. Namun, sifat karbohidrat dalam mi berbeda dengan sifat yang terkandung di dalam nasi. Sebagian karbohidrat dalam nasi merupakan karbohidrat kompleks yang memberi efek rasa kenyang lebih lama. Sedangkan karbohidrat dalam mi instan sifatnya lebih sederhana sehingga mudah diserap. Akibatnya, mi instan memberi efek lapar yang lebih cepat dibanding nasi. commit to user 70 Garam digunakan oleh seluruh responden dengan frekuensi 1 kali per hari untuk keperluan memasak. Garam selalu digunakan saat memasak, sedangkan bumbu dapur seperti bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, terasi, ebi, dan MSG digunakan setiap hari sesuai jenis masakan yang akan dibuat. Rumah tangga petani juga mengkonsumsi makanan jadi seperti bakso, mi ayam, gado-gado, mi thoprak, soto, dan tahu kupat. Frekuensi makannya tidak menentu karena konsumsi makanan jadi ini dipengaruhi oleh selera dan daya beli. Misalnya, terdapat rumah tangga yang cukup sering mengkonsumsi soto karena hanya terdiri dari dua anggota keluarga yang sudah berusia tua sehingga tidak memasak sendiri di rumah. Hal ini didukung pula dengan adanya warung soto di dekat rumah responden, sehingga mempermudah mereka untuk membeli makanan tersebut. Makanan jadi diperoleh dengan cara pembelian. Makanan jadi yang sering dibeli oleh responden adalah soto. Sebanyak 36,7 responden membeli soto dengan frekuensi 4-6 kali per minggu. Hal ini terjadi karena terdapat warung soto ayam yang letaknya dekat dengan rumah responden. Tersedianya warung soto di dekat rumah memudahkan responden untuk mendapatkan makanan jadi ketika rumah tangga tersebut tidak memasak sendiri. Secara umum, responden mengkonsumsi makanan jadi lain seperti bakso, mi ayam, gado-gado, mi thoprak, dan tahu kupat dengan frekuensi 1 kali per bulan. Makanan jadi yang dibeli merupakan makanan dengan harga yang terjangkau dan sesuai dengan pendapatan masing-masing rumah tangga. Frekuensi makan juga tidak terlalu sering karena membeli makanan jadi lebih mahal dibandingkan dengan memasak sendiri. Pola konsumsi pangan penduduk berubah dari waktu ke waktu dan berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Pola konsumsi pangan ini dipengaruhi oleh faktor selera, pendapatan, dan kondisi sosial budaya yang dimiliki masyarakat. Pola konsumsi menentukan jenis-jenis barang tertentu yang harus disediakaan dan bagaimana distribusinya, sehingga commit to user 71 harga tidak berfluktuasi dengan tajam dan mengganggu keseimbangan konsumsi pangan. 2. Kuantitas Konsumsi Pangan Persyaratan kecukupan untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan adalah adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Aksesibilitas ini tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Dengan demikian data konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan dan menggambarkan tingkat kecukupan pangan dalam rumah tangga. Perkembangan tingkat konsumsi pangan tersebut secara implisit juga merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan. Pemantapan ketahanan pangan yang dilakukan melalui subsistem konsumsi berupaya agar masyarakat mengkonsumsi pangan dengan beragam, bergizi, dan berimbang. Tingkat daya beli masyarakat sangat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas pangan. Kuantitas pangan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dilihat dari zat gizi yang dikandung dalam pangan yang dinilai dengan menggunakan tingkat kecukupan gizi yang terdiri dari Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat Konsumsi Protein TKP. Tingkat Kecukupan Gizi TKG merupakan indikator apakah rumah tangga tersebut sudah cukup mengkonsumsi zat gizi sesuai anjuran untuk dapat hidup sehat. Konsumsi gizi rumah tangga diketahui dengan menghitung konsumsi rumah tangga 24 jam yang lalu dengan pedoman Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM. Selanjutnya, konsumsi gizi ini dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi AKG untuk mengetahui nilai Tingkat konsumsi Gizi TKG. Besarnya AKG berbeda-beda untuk setiap individu karena AKG ditentukan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rata-rata angka kecukupan gizi, baik energi dan protein rumah tangga petani diperoleh dengan menjumlahkan AKG setiap anggota commit to user 72 keluarga menurut golongan umur dan jenis kelamin, kemudian dibagi dengan jumlah total anggota keluarga. Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani dan tingkat konsumsi gizinya. Tabel 22. Angka Kecukupan Gizi, Konsumsi Gizi, dan Tingkat Kecukupan Gizi Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo Keterangan Energi kkal Protein gram Rumah Tangga Per kapita per hari Rumah Tangga Per kapita per hari Konsumsi 5.202,60 1.458,67 185,82 52,10 AKG dianjurkan 7.423,89 2.081,46 194,56 54,55 TKG 70,08 70,08 95,51 95,51 Sumber : Diadopsi dan diolah dari Lampiran 6 Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi yang berasal dari seluruh pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga responden adalah 1.458,67 kkalhari. Berdasarkan Angka Kecukupan Energi AKE yang dianjurkan, maka didapatkan angka Tingkat Konsumsi Energi TKE sebesar 70,08 . Rata-rata nilai TKE ini termasuk dalam kategori kurang. Kurangnya konsumsi energi tersebut salah satunya disebabkan oleh faktor ketersediaan pangan pokok yang masih rendah. Beras merupakan pangan pokok penyumbang energi terbesar dalam konsumsi rumah tangga. Jika ketersediaan pangan pokok masih kurang, maka akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi energi. Akan tetapi, ketersediaan pangan pokok yang masih rendah bukan satu-satunya penyebab rendahnya TKE. Penyebab lain adalah karena tidak adanya pangan sumber energi lain yang dikonsumsi oleh rumah tangga di samping beras. Berdasar analisis pola konsumsi, jagung yang merupakan jenis pangan pokok selain beras, jarang dan bahkan tidak pernah dikonsumsi oleh rumah tangga petani. Di samping itu, umbi-umbian seperti ubi kayu dan ubi jalar hanya dikonsumsi sesekali saja sebagai makanan selingan. Padahal umbi-umbian mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi sebagai sumber tenagaenergi untuk meningkatkan nilai TKE. Energi yang terkandung dalam 100 gram ubi kayu adalah 154 kkal dan pada 100 gram ubi jalar kuning adalah 119 kkal. commit to user 73 Rata-rata konsumsi protein yang berasal dari seluruh pangan yang dikonsumsi untuk setiap anggota rumah tangga responden adalah 52,10 gramhari. Apabila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Protein AKP yang dianjurkan, maka diperoleh Tingkat Konsumsi Protein TKP sebesar 95,51 . Rata-rata nilai TKP ini termasuk kategori sedang. Konsumsi protein diperoleh dari konsumsi protein nabati dan hewani. Seperti halnya konsumsi energi, apabila dilihat dari nilai TKP-nya, konsumsi protein rumah tangga petani juga belum mencapai angka kecukupan. Faktor daya beli merupakan alasan utama kurangnya konsumsi protein dalam rumah tangga. Keterbatasan pendapatan rumah tangga membuat mereka enggan membeli pangan sumber protein hewani yang mahal seperti daging sapi atau ikan segar. Berdasar pola konsumsi pangan, jenis protein hewani yang sering dikonsumsi oleh rumah tangga petani adalah telur dan ikan asin yang harganya relatif terjangkau. Selain protein hewani, protein nabati juga dikonsumsi melalui beberapa jenis pangan kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang hijau, tahu, dan tempe. Nilai TKP yang tergolong sedang ini disebabkan karena rumah tangga mengkonsumsi tahu dan tempe dengan frekuensi 1 kali per hari. Setiap kali makan, lauk pauk berupa tahu dan tempe selalu menjadi hidangan. Tahu dan tempe merupakan pangan yang murah dan mudah diakses oleh rumah tangga petani karena selalu tersedia di warung terdekat. Baik Tingkat Konsumsi Energi dan Tingkat Konsumsi Protein di Kecamatan Bulu belum mencapai angka kecukupan yang dianjurkan. Namun demikian, konsumsi protein sudah tinggi dan hampir mencapai AKP yang dianjurkan, yaitu sebesar 54,55 gramkaphari. Lebih tingginya nilai TKP dibandingkan TKE disebabkan karena kecenderungan penduduk mengkonsumsi pangan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe setiap hari dalam jumlah yang cukup. Tahu dan tempe merupakan makanan yang murah dan mudah untuk didapatkan, sehingga penduduk mengkonsumsinya setiap hari. Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein responden dapat dilihat pada Tabel 23. commit to user 74 Tabel 23. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat Konsumsi Protein TKP Rumah Tangga Petani di Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo No. Kategori Energi Protein Jumlah Jumlah 1. Baik 0,00 12 40,00 2. Sedang 6 20,00 13 43,33 3. Kurang 14 46,67 5 16,67 4. Defisit 10 33,33 0,00 Jumlah 30 100,00 30 100,00 Sumber : Diolah dari Lampiran 6 Tingkat konsumsi energi dan protein terbagi dalam empat kategori, yaitu baik ≥ 100 AKG, sedang 80 - 99 AKG, kurang 70 - 80 AKG, dan defisit 70 AKG. Berdasar Tabel 23, diketahui bahwa persentase yang paling tinggi adalah kategori tingkat konsumsi energi kurang. Yang menarik adalah sama sekali tidak ada rumah tangga yang termasuk dalam kategori baik dalam mengkonsumsi energi. Hal ini terkait dengan pola konsumsi beras sebagai pangan pokok tunggal dan belum adanya pola konsumsi sumber energi lain seperti umbi-umbian. Apabila konsumsi beras sebagai sumber energi utama kurang, maka akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi energi. Sejumlah 46,67 rumah tangga termasuk dalam kategori tingkat konsumsi energi kurang. Artinya, tingkat konsumsi energi masih perlu ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan nilai TKG pada Tabel 22, dimana Tingkat Konsumsi Energi TKE rumah tangga sebesar 70,08 . TKE ini belum mampu memenuhi kebutuhan energi sesuai angka kecukupan yang dianjurkan, yaitu 2.081,46 kkalkaphari. Mayoritas rumah tangga berstatus TKE kurang karena konsumsi energi masih rendah. Beras adalah satu- satunya pangan pokok sekaligus sumber energi utama yang dikonsumsi rumah tangga petani. Akan tetapi, jumlah yang dikonsumsi masih kurang dan belum mencapai angka kecukupan energi. Untuk konsumsi protein, persentase yang paling tinggi adalah kategori tingkat konsumsi protein sedang. Hal ini sejalan dengan nilai TKG pada Tabel 22, dimana Tingkat Konsumsi Protein TKP rumah tangga sebesar 95,51 . Nilai TKP ini sudah tinggi dan hampir mencapai commit to user 75 kebutuhan protein sesuai angka kecukupan yang dianjurkan. Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian bahwa sebanyak 43,33 rumah tangga petani termasuk kategori sedang dalam mengkonsumsi protein dan tidak ada rumah tangga yang defisit protein. Artinya, semua rumah tangga petani sudah berupaya untuk mencukupi konsumsi proteinnya. Protein merupakan zat gizi makro yang penting dalam proses pertumbuhan dan pembangunan tubuh, sehingga kebutuhannya harus dicukupi melalui konsumsi, baik protein nabati maupun hewani. Protein juga merupakan sumber energi kedua bagi tubuh setelah karbohidrat. Apabila karbohidrat yang akan dibongkar menjadi energi sudah habis, maka tubuh akan membongkar protein sebagai sumber energi. Dalam penelitian ini, TKE masih rendah tetapi TKP sedang. Pada kondisi yang demikian, protein yang terkandung di dalam makanan tidak dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan. Protein akan diubah menjadi energi untuk mencukupi kekurangan energi yang berasal dari karbohidrat. Apabila hal ini terus terjadi, maka status gizi masyarakat akan menjadi buruk dan pada akhirnya berdampak pada kualitas sumberdaya manusia.

D. Ketahanan Pangan Rumah Tangga