ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

(1)

commit to user

i

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN

KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh :

AGNES YUDANINGRUM W

H 0307029

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN

KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN

RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO

yang dipersiapkan dan disusun oleh Agnes Yudaningrum Widyareni

H 0307029

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 4 Juli 2011

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Surakarta, Juli 2011 Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. NIP. 19560225 198601 1 001

Ketua

Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. NIP. 19590709 198303 2 001

Anggota II

Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P. NIP. 19780708 200312 2 002 Anggota I

Umi Barokah, S.P., M.P. NIP. 19730129 200604 2 001


(3)

commit to user

iii

KATA PANGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kehidupan, kesempatan, kekuatan, berkat, kasih, dan anugerah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta.

2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi Penulis.

3. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P., selaku Pembimbing Pendamping dan

Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini dan selalu memberikan pengarahan, nasehat dan petunjuk kepada Penulis selama proses belajar di Fakultas Petanian.

4. Ibu Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P., selaku Dosen Penguji, terima kasih atas saran, nasehat dan arahannya.

5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P., selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Mbak Ira, Bapak Syamsuri dan Bapak Mandimin yang dengan sabar

membantu menyelesaikan segala urusan administrasi berkenaan dengan studi dan skripsi Penulis.


(4)

commit to user

iv

8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan.

9. Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo beserta Staf, terima kasih telah memberikan ijin untuk penelitian.

10. Kepala Kantor BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo beserta Staf. 11. Kepala Kantor BPS Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

12. Kepala Kantor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

13. Kepala Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.

14. Kepala Kantor Kecamatan Nanggulan, Kepala Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, Kepala Desa Donomulyo, Kepala Desa Wijimulyo dan Kepala Desa Kembang serta masyarakat yang telah membantu Penulis dalam penelitiannya.

15. Kedua orang tua sekaligus teladanku, Bapak Drs. Y. Budihartono dan Ibu F. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat, semangat dan doa yang tiada pernah putus yang telah diberikan selama ini, ijinkan aku membanggakan kalian.

16. Kakakku tercinta, Gracia Andhika, S.T., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, semangat, semua saran dan doanya.

17. Teman terkasihku, Arri Dwi Prasetyo, A. Md., terima kasih atas hubungan ini, atas kasih, doa, dukungan, perhatian, pengertian, semangat, motivasi dan kesabaran yang luar biasa disela kesibukan dan kelelahanmu.

18. Keluarga besarku, terima kasih atas bantuan, dukungan serta doa restunya. 19. My sista Nian Tunjung, Eni Lukluyati, Serafina SN, Elisabet EO, Annisa P,

Dian Indraswari, Fahmi Iqlima, Dini Kurnia dan Widy Retno, jika senyum adalah ibadah maka sahabat sejati adalah anugerah. Terima kasih atas persahabatan yang sangat berharga, doa yang sangat bermakna, semangat yang tak ternilai serta genggaman tangan dan senyum kalian yang menguatkan dan selalu memberi motivasi.

20. Teman-temanku, Dina Nur, Alya, Rochmad, Diki, Sendi, Pepi, Reni, Echa, Desi, Linda, Devi, Sukma, Monika dan seluruh member HIBITU yang sudah


(5)

commit to user

v

kuanggap sebagai “keluarga” selama Penulis belajar di Solo. Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan persahabatan yang indah, aku sangat mengasihi kalian.

21. Kakak-kakak tingkatku, Mbak Roro, Mbak Vika, Mbak Melinda, Mbak Sita, Mbak Amel terimakasih sudah menjadi teman berbagi cerita dan memberi banyak informasi.

22. Teman SMAku, Lusia Elly, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama penelitian, semoga aku bisa segera menyusul jejak kariermu.

23. My twin, Wahyu Puji Astuti, terima kasih atas doa, kebersamaan, semangat, keceriaan, masukan dan perhatiannya (pasti sangat merindukanmu) serta seluruh penghuni kos Az-zahra, Nia, Charuli, Irfana, Oki, Vita, Maya dan Mega terima kasih atas doa, semangat, kebersamaan dan persaudaraannya (lanjutkan perjuangan kalian). Alumnus kos Az-zahra Mbak Desyanti Kartika Asri, terima kasih atas dukungan, doa dan semangatnya.

24. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011


(6)

commit to user

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

RINGKASAN ... xii

SUMMARY ... xiii

I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

II. LANDASAN TEORI... 8

A. Penelitian Terdahulu ... 8

B. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Konsumsi Pangan ... 10

2. Pengeluaran untuk Konsumsi ... 10

3. Ketahanan Pangan ... 14

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 15

D. Pembatasan Masalah ... 18

E. Asumsi ... 18

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 18

III.METODE PENELITIAN ... 21

A. Metode Dasar Penelitian ... 21

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ... 21

C. Metode Pengambilan Sampel... 23

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

1. Jenis Data ... 25

2. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Metode Analisis Data ... 26

1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga ... 27

2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga... 27

3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani... 28

4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan Konsumsi Energi ... 31


(7)

commit to user

vii

5. Ketahanan Pangan ... 32

IV.KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 33

A. Keadaan Alam ... 33

1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ... 33

2. Topografi Daerah... 33

3. Jenis Tanah ... 34

4. Keadaan Iklim ... 35

B. Keadaan Penduduk ... 35

1. Perkembangan Penduduk ... 35

2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 36

3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ... 38

4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 40

C. Keadaan Pertanian ... 41

1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan ... 41

2. Produksi Tanaman Bahan Makanan ... 42

D. Keadaan Perekonomian ... 43

E. Kondisi Ketahanan Pangan ... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. .Karakteristik Rumah Tangga Responden ... 47

B. Pendapatan Rumah Tangga Responden ... 50

C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ... 53

D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga ... 64

E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga ... 65

F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi ... 72

G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 73

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah

Menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2009... 3

2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah

Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2009... 22 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah

Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun

2009... 23

4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009... 24

5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-masing

Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo... 24

6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka

Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis

Kelamin Menurut WNPKG 2004... 30

7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah

Tangga... 32

8. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah

Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2005-2009... 35

9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 37

10. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat

Pendidikan Tahun 2009... 39

11. Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 40

12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon

Progo Tahun 2009... 41

13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi

Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009.... 43

14. Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun

2009... 44

15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten

Kulon Progo Tahun 2009... 44

16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan

di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 45

17. Keadaan Produksi Beras dan Produksi Setara Beras di

Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009... 46

18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Kulon Progo... 47


(9)

commit to user

ix

Kulon Progo... 49

20. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo... 50

21. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo... 54

22. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga

Responden di Kabupaten Kulon Progo... 59

23. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten

Kulon Progo... 62

24. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah

Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo... 63

25. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Kulon Progo... 64

26. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat

Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di

Kabupaten Kulon Progo... 66

27. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat

Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden

di Kabupaten Kulon Progo... 68

28. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo... 69

29. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon

Progo... 71

30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Identitas Responden... 83

2. Pendapatan Rumah Tangga Responden... 84

3. Pengeluaran Pangan... 86

4. Pengeluaran Non Pangan... 87

5. Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total... 88

6. AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga dan TKG Rumah Tangga Responden... 89

7. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Suami... 90

8. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Istri... 91

9. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Laki-laki... 92

10. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Perempuan... 93

11. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain Laki-laki... 94

12. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain Perempuan... 95

13. Konsumsi Nasi dan Beras... 96

14. Ketahanan Pangan... 97

15. Sebaran Kategori Ketahanan Pangan... 98

16. Hubungan Konsumsi Energi dengan Proporsi Pengeluaran Pangan... 99

17. Kuisioner... 100

18. Peta Kabupaten Kulon Progo... 101

19. Foto Penelitian... 102


(12)

commit to user

xii

RINGKASAN

Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analisis Hubungan

Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo. Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. dan Umi Barokah, S.P., M.P.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi rumah tangga petani dan kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.

Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo. Metode pengambilan daerah penelitian secara purposive sampling yaitu di Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, pencatatan dan recall method. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan ketahanan pangan rumah tangga petani.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp 746.847,22 dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp 846.666,67. Pengeluaran rumah tangga petani sebesar Rp 1.289.601,91 dan besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 60,00%, artinya pengeluaran pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17% dan termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 94,41% dan termasuk dalam kategori sedang. Proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif, yaitu -0,426 menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan, artinya jika proporsi pengeluaran pangan tinggi, maka konsumsi energi rendah. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo terdiri atas kategori rentan pangan sebesar 43,33%, tahan pangan 30,00%, rawan pangan 16,67% dan kurang pangan 10,00%.


(13)

commit to user

xiii

SUMMARY

Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analysis the Relation between Proportion of Expenditure and Food Consumption with Food Security of Farmer Household in Kulon Progo Regency. Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret Surakarta. The supervisors are Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. and Umi Barokah, S.P., M.P.

The aims of this research are to discern the earnings and expenditure quantity of farmer household house necessity, the proportion of food expenditure to the total of farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security in Kulon Progo by indicating the proportion of food expenditure and the level of energy consumption.

The basic method in this research is descriptive analysis. This research is taken place in Kulon Progo Regency. The method of choosing the area is done by purposive sampling i.e. in Donomulyo Village, Wijimulyo Village and Kembang Village Nanggulan Subdistrict. The data are primary and secondary one. Collecting data is done by using observation, interview, noting, and recall methods. The analysis of data involves the earnings and expenditure of farmer household, proportion of food expenditure to the total expenditure farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security.

The result of this research shows that the average of farmer household earnings quantity in Kulon Progo Regency is Rp 1.593.513,89, which consists of earnings from the work as farmers Rp 746.847,22 and earnings outside the work

as farmers Rp 846.666,67. The expenditure of farmer household is Rp 1.289.601,91 and this amount is measured by proportion of food expenditure

to the total expenditure is 60,00%, it means that the food consumption still takes a big part of total expenditure farmer household in Kulon Progo Regency. The

average of Energy Consumption Level Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17%,

it is concluded as mid level. He average of Protein Consumption Tingkat

Konsumsi Protein (TKP) 94,41%, it is in a mid level. Proportion of food

expenditure with energy consumption has significant relation. The number of correlation co-efficience is negative, i.e. -0,426 shows that the relation beween proportion of food expenditure with energy consumption is contradictory, meaning if proportion of food expenditure is high, energy consumption will be low. Condition of food security of the farmer household in Kulon Progo consists of vulnerable food category is 43,33%, food security 30,00%, food insecurity 16,67% and less food 10,00%.


(14)

commit to user

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan untuk rumah tangga. Sektor pertanian terdiri dari lima subsektor pertanian. Kelima subsektor tersebut antara lain subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor pertanian, karena subsektor tanaman bahan makanan merupakan penyedia pangan dan kebutuhan masyarakat. Subsektor tanaman bahan makanan terdiri dari komoditi padi, palawija, sayuran dan buah-buahan.

Pangan merupakan sumber energi dan protein yang berguna meningkatkan kualitas manusia. Pangan juga merupakan kebutuhan pokok dan komoditi strategis dalam kehidupan manusia untuk menjaga kelangsungan hidupnya secara sehat dan produktif. Namun dalam kenyataannya, tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan pangannya karena beberapa alasan sehingga mengalami kelaparan dan menghadapi kondisi rawan pangan, tetapi beberapa orang berlebihan dalam konsumsi pangannya (Marwanti, 2000).

Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan masyarakat dalam rangka revitalisasi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional dalam penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan bagi seluruh penduduk secara berkelanjutan dengan jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dan juga halal. Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi manusia sehingga pangan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian ketahanan pangan


(15)

commit to user

mencakup tingkat rumah tangga dan tingkat nasional

(Anonimous dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menurut Rahman (2003), pada tahun 1999, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari lima provinsi di Indonesia yang mempunyai rumah tangga rawan pangan tertinggi. Kondisi rawan pangan bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya akibat bencana alam, banjir, kekeringan, gempa bumi, adanya sumbatan distribusi, serangan hama penyakit dan gagal produksi. Padi merupakan tanaman penghasil beras yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Meskipun padi dapat digantikan oleh tanaman pangan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan pangan yang lain seperti jagung dan umbi-umbian. Petani padi selain berperan sebagai produsen, juga berperan sebagai konsumen. Terkait dengan ketahanan pangan, bagaimana ketahanan pangan rumah tangga produsen bahan pangan pokok. Ketahanan pangan tidak hanya persediaan dan konsumsi pangan, tetapi juga mencakup distribusi dan daya jangkau masyarakat untuk memperolehnya. Selain itu, keamanan dan kualitas juga merupakan bagian dari ketahanan pangan.

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu penghasil padi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi padi sendiri terkait dengan masalah ketersediaan beras sebagai makanan pokok. Luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 1.


(16)

commit to user

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009

Kabupaten Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)

Kulon Progo

Bantul

Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

19.023

28.258 14.133 44.037 160

122.729,00

182.843,00 87.694,05 268.075,00 1.028,05

64,52

64,70 62,05 60,87 63,46

Provinsi DIY 2009 105.611 662.369,10 62,72

Sumber : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2010

Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam angka tahun 2010, memiliki produksi padi sebesar 122.729,00 ton dan menjadi urutan ketiga setelah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Dibandingkan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang terdapat tiga kali musim tanam padi, di Kabupaten Kulon Progo hanya terdapat dua kali musim tanam padi. Bupati Kulon Progo mengeluarkan peraturan tentang tata tanam tahunan untuk mengatur pola tanam di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi-padi-palawija. Pemerintah menerapkan pola tanam ini dengan tujuan untuk memotong siklus hidup hama, mengatur ketersediaan air dan menjaga kesuburan tanah. Secara tidak langsung, kondisi ini akan mempengaruhi ketersediaan pangan, konsumsi dan pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

Beras merupakan bahan pangan pokok dan sumber utama gizi (kalori dan protein) bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Posisi beras dalam pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga masih menonjol, terutama pada keluarga yang berpendapatan rendah. Keluarga yang berpendapatan rendah umumnya akan memanfaatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu pangan (Marwanti, 2002).

Konsumsi merupakan salah satu indikator tercapainya ketahanan pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing adalah 2.000 kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari. Konsumsi


(17)

commit to user

energi di Kabupaten Kulon Progo sebesar 1992,2 kkal/kapita/hari. Konsumsi energi tersebut masih dibawah angka kecukupan energi yang dianjurkan sebesar 2.000 kkal/kapita/hari. Konsumsi protein di Kabupaten Kulon Progo sebesar 65,5 gram/kapita/hari, angka ini telah memenuhi syarat kecukupan protein yang ditetapkan oleh WKNPG (Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2010).

Ketahanan pangan yang tinggi salah satunya tercermin oleh ketersediaan energi dan protein di atas angka kecukupan gizi. Tingginya ketersediaan pangan tingkat nasional belum menjamin ketersediaan pangan tingkat rumah tangga. Banyaknya kasus gizi buruk yang bermunculan merupakan salah satu bukti adanya kesenjangan antara akses pangan dan ketersediaan pangan. Hal tersebut terkait dengan faktor-faktor yang menentukan tingkat konsumsi dan ragam jenis pangan yang dikonsumsi suatu rumah tangga, antara lain kurangnya daya beli, ketidaktahuan pengelolaan pangan dan gizi sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang gizi maupun memang terbatas dalam aksesnya terhadap pangan karena penghasilan yang tidak memadai untuk membeli bahan pangan yang mengandung cukup gizi. Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan pola konsumsi rumah tangga. Pendapatan yang semakin tinggi menunjukkan daya beli yang semakin meningkat, dan semakin meningkat pula aksesibilitas terhadap pangan yang berkualitas lebih baik. Faktor lain yang sangat penting adalah ketersediaan dan distribusi yang baik dari berbagai jenis bahan pangan, dan pengetahuan yang baik tentang masalah gizi dan kesehatan. Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan pola konsumsi adalah kebiasaan (sosio budaya) dan selera. Kesemua faktor tersebut sangat menentukan kualitas pangan yang dikonsumsi rumah tangga, yang pada akhirnya akan menentukan kualitas gizi dan kesehatan anggota rumah tangga tersebut (Ariningsih, 2009).

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Kemampuan daya beli masyarakat yang menurun akan mempengaruhi pola konsumsi rumah


(18)

commit to user

tangga di Kabupaten Kulon Progo. Menurut data Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo, selama lima tahun terakhir persentase pengeluaran untuk makanan selalu lebih besar daripada persentase pengeluaran bukan makanan. Pada tahun 2009, perbandingan pengeluaran makanan dan bukan makanan adalah 53,80% berbanding 46,20%. Keadaan ini tidak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya bahwa proporsi pengeluaran makanan masih di atas 50% bila dibandingkan dengan pengeluaran bukan makanan. Konsumsi pangan di Kabupaten Kulon Progo masih didominasi oleh besarnya konsumsi padi-padian terutama beras. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kulon Progo masih mempunyai pendapatan yang rendah, sebagian besar pendapatan yang diterima oleh masyarakat masih banyak digunakan untuk mencukupi

kebutuhan makanan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

B. Rumusan Masalah

Ketahanan pangan dibedakan dalam empat tingkatan, yaitu ketahanan pangan nasional, regional, ketahanan pangan rumah tangga atau

keluarga, serta ketahanan pangan individu. Meskipun secara nasional mempunyai ketahanan pangan yang baik, namun hal tersebut tidak menjamin ketahanan pangan tingkat regional, bahkan rumah tangga atau individu. Hal ini terjadi karena rumah tangga memiliki ketersediaan dan akses pangan yang berbeda-beda. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan secara cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya.

Peningkatan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga bukan perkara yang mudah. Masalah gizi tidak terlepas dari masalah pangan karena masalah gizi timbul dari akibat kelebihan atau kekurangan kandungan zat gizi dalam makanan. Sulitnya menanggulangi masalah pangan mengakibatkan kasus rawan pangan dalam bentuk kekurangan energi dan protein bahkan menjadi


(19)

commit to user

salah satu masalah utama peningkatan kualitas sumber daya manusia dari aspek gizi.

Luas lahan sawah di Kulon Progo sebesar 10.878,512 ha atau 18,56% dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.627,512 ha. Dari hasil Sensus Pertanian 2003, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas masih berusaha pada sektor pertanian, karena dari 103.450 rumah tangga, 80.685 atau 77,99% merupakan rumah tangga pertanian dan sebanyak 45.239 atau 56,07% rumah tangga pertanian mengusahakan tanaman padi. Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten yang masih menerapkan sistem panen tebasan pada usahataninya terutama usahatani padi. Sistem tebasan ini memungkinkan hasil produksi padi di Kabupaten Kulon Progo dikirim ke luar wilayah Kulon Progo. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan pangan dan pendapatan petani di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Kulon Progo.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Berapa besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?

2. Berapa besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?

3. Bagaimana konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo?

4. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan

konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?

5. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah petani di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi?


(20)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini, yaitu :

1. Mengetahui pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di

Kabupaten Kulon Progo.

2. Mengetahui proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

3. Mengetahui konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

4. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan

konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.

5. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten

Kulon Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penilitian ini adalah :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun suatu kebijakan yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan pangan.

2. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.

3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(21)

commit to user

8

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Menurut Marwanti (2002), dalam penelitiannya yang berjudul Pola Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan dan Gizi Penduduk Indonesia (Analisis Data Susenas 1999) bahwa pengeluaran untuk konsumsi pangan dan gizi penduduk Indonesia lebih besar dari pengeluaran konsumsi bukan pangan. Pada tingkat pengeluaran rendah, peningkatan pengeluaran masih meningkatkan konsumsi beras dengan proporsi yang semakin menurun, tetapi pada tingkat pengeluaran tinggi terjadi penurunan konsumsi beras dengan proporsi yang semakin meningkat. Pola konsumsi beras ini memberi petunjuk bahwa diversifikasi konsumsi pangan pokok sumber gizi lebih diarahkan kepada golongan penduduk berpendapatan menengah dan tinggi. Bagi penduduk berpendapatan rendah, beras masih menjadi prioritas sumber gizi.

Djiwandi (2002) dalam penelitiannya tentang Sumber Pendapatan dan Proporsi Pengeluaran Keluarga Petani untuk Konsumsi, Tabungan dan Investasi Studi Kasus Petani di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten, menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga petani menghabiskan 59,89% atau hampir 60% dari pendapatannya. Untuk tabungan rata-rata keluarga petani mengalokasikan 23,97 atau hampir 24% dari pendapatan dan 16,14% untuk diinvestasikan.

Penelitian Rachman dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, menyatakan bahwa apabila hanya memperhatikan indikator pangsa pengeluaran pangan sebagai proksi indikator ekonomi, maka rumah tangga berpendapatan rendah adalah rumah tangga yang termasuk kategori rentan pangan dan rawan pangan. Proporsi rumah tangga kedua kategori tersebut di desa mencapai 89%, sedangkan di kota sebesar 61%. Hal ini membuktikan bahwa aspek pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Secara agregat, rumah tangga yang tergolong tahan pangan di Indonesia pada tahun 1999


(22)

commit to user

hanya 12,2%. Sebaliknya rumah tangga yang rawan pangan mencapai lebih dari 30%. Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi (43,33-33,26%) berturut-turut adalah Jawa Timur, NTT, Jawa Tengah, Jambi dan DI. Yogyakarta.

Suhartini dkk (2005) dalam penelitiannya tentang Pola Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Kaitannya dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga (Kasus di Desa Sambelia, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur), menunjukkan bahwa secara umum sektor pertanian masih tetap merupakan sumber pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah tangga di Desa Sambelia dari berbagai aktivitas usaha di bidang on farm, off farm dan non farm. Sumber pendapatan utama petani kaya diperoleh dari usaha on farm. Sebaliknya petani dengan lahan garapan sempit dan rumah tangga yang tidak mempunyai lahan, usaha off farm dan non farm memegang peranan penting sebagai sumber pendapatan. Pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari ketiga bidang tersebut, prioritas pertama adalah pengeluaran untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan pangsa pengeluaran pangan mencapai diatas 50 persen. Dari pangsa pengeluaran pangan tersebut diketahui bahwa ketahanan pangan rumah tangga di Desa Sambelia relatif rendah.

Nuryani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo lebih besar dibanding bukan pangan yaitu sebesar 57,13% konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo mempunyai tingkat kecukupan gizi sebesar 137,95% untuk energi dan 182,71% untuk protein. Semakin rendah proporsi pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin tinggi kecukupan konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo. Ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo sebagian besar termasuk tahan pangan.


(23)

commit to user

Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai besarnya proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada penelitian Rachman dkk (2003) mempunyai rumah tangga rawan pangan cukup tinggi. Pendapatan yang rendah akan menuntut rumah tangga untuk mendahulukan pengeluaran untuk pangan khususnya pangan pokok. Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, pengeluaran pangan merupakan pengeluaran terbesar dalam rumah tangga. Analisis proporsi pengeluaran pangan dalam rumah tangga petani penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu indikator ketahanan pangan rumah tangga petani disamping analisis kecukupan konsumsi energi.

B. Tinjauan Pustaka

1. Konsumsi Pangan

Menurut Suhardjo dalam Aritonang (2000), konsumsi pangan merupakan salah satu komponen dalam sistem pangan dan gizi. Oleh karena itu konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sangat ditentukan oleh produksi dan distribusi pangan serta faktor lainnya. Konsumsi pangan penting diperhatikan karena secara langsung akan menentukan status gizi.

Konsumsi pangan berpengaruh pada status gizi seseorang. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu (Almatsier, 2002).

Bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani). Bahan pangan nabati adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan, daun, bunga, buah atau beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan makanan yang diolah dari bahan dasar dari tanaman. Bahan pangan


(24)

commit to user

hewani merupakan bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Kedua bahan pangan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan dan pengolahan yang berbeda pula (Suharyanto, 2009).

Keragaan konsumsi pangan merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam sistem pangan dan gizi masyarakat. Istilah keragaan konsumsi pangan meliputi pola konsumsi pangan baik secara kuantitatif maupun kualitatif serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Secara lebih rinci, yang dimaksud dengan keragaan konsumsi secara kuantitatif meliputi jumlah pangan yang dikonsumsi serta tingkat kemampuan penduduk untuk menjangkau pangan. Keragaan konsumsi pangan secara kualitatif meliputi jenis dan sumber pangan, kebiasaan makan, cara menyediakan dan memperoleh pangan guna menjamin kecukupan pangan penduduk (Syarief, 1992).

Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan. Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008).

M. K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari hidrat arang, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat, pola


(25)

commit to user

konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000). 2. Pengeluaran untuk Konsumsi

Pengeluaran masyarakat terdiri dari pengeluaran pangan dan bukan pangan. Pengeluaran pangan merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan melihat pangsanya terhadap pengeluaran total. Semakin rendah pangsa pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik (Ariani, 2004).

Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih. Sedangkan, pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara (BPS, 2009).

Makanan merupakan kebutuhan manusia untuk tetap hidup, sehingga sebesar apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha untuk mendapatkan makanan yang memadai. Seseorang atau suatu rumah tangga

akan terus menambah konsumsi makanannya sejalan dengan

bertambahnya pendapatan, namun sampai batas tertentu penambahan pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, karena kebutuhan manusia akan makanan pada dasarnya memiliki titik jenuh. Bila secara kuantitas kebutuhan seseorang sudah terpenuhi, maka lazimnya ia akan mementingkan kualitas atau beralih pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian ada kecenderungan semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan. Oleh karena itu


(26)

commit to user

komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejaheraan ekonomi penduduk, dengan asumsi bahwa penurunan persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran merupakan gambaran membaiknya tingkat perekonomian penduduk (Aritonang, 2000).

Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan lauk-pauk sekedarnya. Sedangkan petani bertanah luas, karena pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha sektor pertanian (Djiwandi, 2002).

Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas. Dalam kondisi yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan dibelanjakan untuk konsumsi makanan (Marwanti, 2002).

Menurut Badan Pusat Statistik, berdasarkan data pengeluaran keluarga dapat diungkapkan tentang pola konsumsi keluarga dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan non pangan. Semakin tinggi pendapatan, maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran pangan ke pengeluaran non pangan. Pada umumnya keluarga akan mengalokasikan setiap pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yakni berupa pangan.


(27)

commit to user

Apabila kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan

mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan

(Rahmawati dkk, 1999).

Tingkat konsumsi pangan kaitanya dengan pendapatan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Initial stage dari pada tingkat konsumsi pangan. Makanan yang dibeli

semata-mata hanya untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang dikonsumsi hanya kalori, dan biasanya hanya berupa bahan-bahan karbohidrat saja. Dalam hal ini kualitas pangan hampir tidak terpikirkan. Karakteristik tingkat ini, ada korelasi erat antara pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika pendapatan naik, maka tingkat konsumsi pangan akan naik.

b. Marginal stage daripada konsumsi pangan. Pada tingkat ini korelasi

antara tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi pangan tidak linear, artinya kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi yang proporsional terhadap tingkat konsumsi pangan.

c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan. Pada tingkat ini

kenaikan pendapatan tidak memberikan respon terhadap kenaikan konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan gizi

(Handajani, 1994).

Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat (Soekirman, 2000).

3. Ketahanan Pangan

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam


(28)

commit to user

jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi-kondisi berikut :

a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tamanan, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, dengan pengertian bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman menurut kaidah agama.

c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dengan pengertian bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mdah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. (Soetrisno, 2005).

Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Bonar (2008) ketahanan pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan. (2) penurunan produksi pangan, (3) tingkat persediaan pangan dirumah tangga, (4) proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial, seperti migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8) status gizi.

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber pendapatan, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan luar usahatani yaitu industri, perdagangan, jasa dan angkutan,


(29)

PNS/TNI-commit to user

POLRI/pensiunan/karyawan. Pendapatan rumah tangga petani akan mempengaruhi daya beli dan pola konsumsinya. Pendapatan digunakan untuk membayar semua pengeluaran rumah tangga. Selisih pendapatan dan pengeluaran merupakan tabungan.

Pengeluaran dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar

untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang

berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga atau akan bergeser ke pengeluaran bukan makanan/ditabung. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk non makanan (BPS, 2010).

Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa, jumlah dan komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Penilaian jumlah zat gizi adalah:

Keterangan:

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j

BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j) Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan (j) atau makanan

yang dimakan

Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari pemenuhan kebutuhan energi dan protein. Widyakarya Nasional Pangan dan


(30)

commit to user

Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari.

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan pangan tingkat rumah tangga, digunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan pangan, yaitu pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan konsumsi energi (kkal) (Jonsson and Toole dalam Rachman dan Ariani, 2002).

Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Non Pangan

Konsumsi Energi

Konsumsi Pangan

Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total

Pangan

Konsumsi Protein Pendapatan Rumah Tangga

Tabungan

Usahatani Luar usahatani

Pengeluaran


(31)

commit to user

D. Pembatasan Masalah

1. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan setahun yang lalu, selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata perbulan.

2. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga yang berlaku saat penelitian berlangsung.

3. Konsumsi pangan yang dihitung merupakan konsumsi yang dimakan oleh

petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah. 4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein. 5. Rumah tangga petani dalam penelitian ini adalah petani padi sawah dengan

sistem pengairan irigasi teknis.

E. Asumsi

1. Penganekaragaman konsumsi pangan juga akan menyebabkan

terpenuhinya zat gizi selain energi dan protein.

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Rumah tangga petani padi terdiri dari rumah tangga petani pemilik penggarap, rumah tangga petani penyewa dan rumah tangga petani penyakap yang menanam padi dengan tujuan hasilnya untuk dikonsumsi sendiri maupun dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha.

2. Pendapatan rumah tangga petani padi merupakan sejumlah uang yang didapat oleh masing-masing rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu bulan yang dihitung dari pendapatan dari usahatani dan luar usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

3. Pengeluaran rata-rata sebulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.


(32)

commit to user

4. Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang

dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi

kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan protein.

5. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per orang per hari yang dinyatakan dalam kkal per orang per hari.

6. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam gram per orang per hari.

7. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin) yang dinyatakan dalam %.

8. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin) yang dinyatakan dalam %.

9. Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih yang dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).

10. Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara yang dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).

11. Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara jumlah

pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total pengeluaran yang dinyatakan dalam %.

12. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan merupakan banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan. Dalam penelitian ini, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan


(33)

commit to user

umur dan jenis kelamin menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004.

13. Daftar komposisi bahan makanan adalah daftar yang menyajikan

komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi dari bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996). Ketahanan pangan dalam penelitian ini dilihat dari proporsi pengeluaran untuk pangan dan tingkat konsumsi energi rumah tangga.


(34)

commit to user

21

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah suatu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah yang aktual, dimana data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih.

Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.

2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik).

Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian survei adalah pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari suatu populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Metode pengambilan daerah penelitian dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan mempertimbangkan alasan yang diketahui berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbun dan Efendi, 1995). Pemilihan daerah penelitian adalah secara purposive sampling berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan produksi padi tertinggi di Kabupaten Kulon Progo, dengan populasi sasaran adalah rumah tangga petani padi. Data luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah di Kabupaten Kulon Progo di berbagai kecamatan pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.


(35)

commit to user

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009

Kecamatan Luas Panen

(Ha) Produksi (Ton)

Rata-rata Produksi (Kw/ Ha) Temon Wates Panjatan Galur Lendah Sentolo Pengasih Kokap Girimulyo Nanggulan Kalibawang Samigaluh 1.998 1.362 2.114 2.288 1.244 2.026 1.079 134 720 3.573 1.419 1.057 13.049,00 8.866,00 13.612,00 14.670,00 8.013,00 13.226,00 7.084,00 782,00 4.300,00 23.292,00 9.179,00 6.656,00 65,31 65,10 64,39 64,12 64,41 65,28 65,66 58,34 58,98 65,10 64,68 62,97

Kulon Progo 2009 19.023 122.729,00 64,52

Sumber : Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2010

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kecamatan yang mempunyai produksi padi terbesar di Kabupaten Kulon Progo adalah Kecamatan Nanggulan dengan produksi padi sawah sebesar 23.292,00 ton. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Kecamatan Nanggulan sebagai daerah sampel penelitian.

Penentuan desa dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dengan pertimbangan desa sampel merupakan desa yang memiliki produksi padi terbesar dan berdasarkan sebaran geografisnya yang menyebar sehingga lebih dapat mencerminkan keadaan daerah penelitian. Berikut merupakan data luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah menurut desa di Kecamatan Nanggulan pada tahun 2009:


(36)

commit to user

Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009

Kabupaten Luas Panen

(Ha) Produksi (Ton)

Rata-rata Produksi (Kw/ Ha) Kembang

Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo

504 497 653 543 308 1.068

3.595,76 3.470,00 4.677,58 3.248,36 1.835,76 6.464,54

71,34 69,82 71,63 59,82 59,60 60,53

Jumlah 3.573 23.292,00 65,19

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai produksi padi sawah terbesar di Kecamatan Nanggulan adalah Desa Donomulyo dengan produksi sebesar 6.464,54 ton diikuti Desa Wijimulyo dan Desa Kembang masing-masing sebesar 4.677,58 ton dan 3.595,76 ton. Dipilihnya desa dengan produksi terbesar adalah untuk mengindari kebiasan data, misalnya karena gagal panen sehingga digunakan hasil yang paling optimal di Kecamatan Nanggulan, karena dengan produksi padi yang tinggi belum mencerminkan ketersediaan pangan yang cukup pada rumah tangga. Selain itu, rata produksi di Desa Donomulyo masih di bawah angka rata-rata produksi di Kecamatan Nanggulan, sedangkan Desa Wijimulyo dan Desa Kembang di atas angka rata-rata. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang. Pemilihan tiga desa di Kecamatan Nanggulan juga supaya lebih dapat menggambarkan keadaan di Kabupaten Kulon Progo.

C. Metode Pengambilan Sampel

Singarimbun dan Efendi (1995) menyatakan bahwa bila data dianalisis dengan statistik parametik, maka jumlah sampel harus besar sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya normal adalah sampel yang jumlahnya ≥ 30. Berdasarkan pertimbangan tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang petani yang mengusahakan padi baik sebagai pemilik penggarap, penyewa atau penyakap.


(37)

commit to user

Tabel 4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009

No. Desa Jumlah Petani

(orang) 1.

2. 3. 4. 5. 6.

Kembang Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo

980 1.170 1.062 1.053 880 1163

Jumlah 6.308

Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010

Penentuan jumlah sampel petani dilakukan secara proporsional, yaitu penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah populasinya dengan menggunakan rumus:

Ni = N Nk

x 30 Dimana :

Ni : Jumlah petani sampel yang mengusahakan padi sawah

Nk: Jumlah petani yang mengusahakan padi sawah di tiap-tiap desa N : Jumlah seluruh petani yang mengusahakan padi di seluruh desa

Dengan menggunakan rumus diatas, maka jumlah petani sampel dari tiap desa terpilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-Masing Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo

No. Desa Jumlah Petani

(orang)

Jumlah Sampel (orang)

1. Donomulyo 1163 11

2. Wijimulyo 1062 10

3. Kembang 980 9

Jumlah 3.025 30

Berdasarkan Tabel 5, maka jumlah responden dari Desa Donomulyo sebanyak 11 orang, dari Desa Wijimulyo sebanyak 10 orang dan Desa Kembang sebanyak 9 orang sehingga jumlah seluruh sampel petani untuk penelitian ini sebanyak 30 orang.

Pengambilan petani sampel dari desa terpilih tersebut dilakukan dengan


(38)

commit to user

anggota dari populasi dipilih satu persatu dengan memakai interval tertentu. Pemilihan petani sampel ditentukan dengan cara sistematis. Cara sistematis yaitu sampel yang ditarik dengan memasukkan anggota-anggota populasi terlebih dahulu di dalam suatu daftar atau bentuk deretan lain. Sesudah menentukan darimana dimulai, maka anggota-anggota sampel itu dipilih dengan menggunakan interval tertentu (Sevilla et al, 1993).

Pada penelitian ini, jumlah populasi petani padi sawah di lokasi Desa Donomulyo adalah 1163 orang dan besar sampel yang akan diambil adalah 11 orang. Interval adalah hasil bagi antara jumlah populasi dan jumlah sampel sehingga didapatkan nilai 105. Sampel pertama dipilih adalah responden yang memiliki nomor urut 105. Sampel berikutnya ditentukan dengan menambahkan nilai 105 pada nomor urut sampel pertama, demikian seterusnya hingga didapatkan sampel ke-11. Pada Desa Wijimulyo jumlah populasi petani padi sawah adalah sebesar 1062 orang dan besar sampel yang akan diambil adalah 10 orang dengan interval 106. Pada Desa Kembang populasi petani sebesar 980 orang dan sampel yang akan diambil adalah 9 orang dengan interval 108 sehingga didapatkan responden di Kecamatan Nanggulan sebanyak 30 orang.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Data a. Data Primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer meliputi data mengenai karakteristik responden, pendapatan rumah tangga petani, pengeluaran rumah tangga petani dan banyaknya makanan yang dikonsumsi 24 jam yang lalu.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau


(39)

commit to user

lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo, Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo dan Kantor Kecamatan Nanggulan. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data mengenai kondisi umum Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari keadaan alam, keadaan penduduk, keadaan pertanian, keadaan perekonomian dan kondisi ketahanan pangan wilayah.

2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.

b. Wawancara

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui tanya jawab langsung kepada responden (petani) dengan bantuan daftar pertanyaan dan catatan sebagai alat bantu.

c. Pencatatan

Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data dari responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.

d. Recall Method (Metode Pengingatan)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah satuan pangan yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir dihitung sejak saat wawancara dilakukan (Syarief, 1992).

E. Metode Analisis Data

1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang diterima/ dihasilkan yang dalam penelitian ini, pendapatan rumah tangga petani merupakan penjumlahan dari pendapatan usahatani (on farm) dan luar usahatani (off farm) yang diusahakan oleh rumah tangga petani terpilih, sehingga dapat dituliskan :


(40)

commit to user

Pd = Pdon + Pdoff

Dimana :

Pd : Pendapatan rumah tangga petani (Rupiah)

Pdon : Pendapatan dari usahatani (Rupiah)

Pdoff : Pendapatan dari luar usahatani (Rupiah)

Total pengeluaran rumah tangga petani dapat diketahui dengan menghitung pengeluaran pangan dan non pangan. Rumus yang digunakan adalah:

TP = Pp + Pn Dimana :

TP = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rupiah)

Pp = Pengeluaran pangan (Rupiah)

Pn = Pengeluaran non pangan (Rupiah)

Pengeluaran rumah tangga petani dianalisis dengan:

a. Angka rata-rata, digunakan untuk mengetahui taksiran secara kasar untuk melihat gambaran dalam garis besar dari suatu karakteristik yang ada.

b. Analisis persentase, dilakukan dengan membagi data ke dalam beberapa kelompok yang dinyatakan atau diukur dalam persentase.

2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga

Petani.

Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

PF = x100%

TP pp

Dimana :

PF = proporsi pengeluaran pangan (%)

pp = pengeluaran pangan (Rupiah)

TP = total pengeluaran (Rupiah)


(41)

commit to user

3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani.

Konsumsi pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.

Menurut Hadinsyah dan Martianto (1992) jumlah dan komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut :

Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut :

Gij = BPjxBddjxKGij 100

100 Dimana:

Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j

BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)

Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100 gram pangan atau makanan j)

Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan j atau makanan yang dikonsumsi

Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Gej = BPj xBddj xKGej 100

100

Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus :


(42)

commit to user

Gpj = BPj xBddj xKGpj 100

100

Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan. Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).

TKE = 100%

dianjurkan yang

AKE

energi konsumsi

x

å

TKP = 100%

dianjurkan yang

AKP

protein konsumsi

x

å

Dimana :

TKE : Tingkat konsumsi energi (%)

TKP : Tingkat konsumsi potein (%)

Σ Konsumsi Energi : Jumlah konsumsi energi (kkal/kapita/hari)

Σ Konsumsi Protein : Jumlah konsumsi protein (gram/kapita/hari)

Angka kecukupan gizi (AKG) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan AKG berdasarkan umur dan jenis kelamin sesuai Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Berikut ini merupakan daftar AKE dan AKP berdasarkan umur dan jenis kelamin:


(43)

commit to user

Tabel 6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2004

No. Umur AKE(kkal) AKP(gram)

1. Anak

0-6 bl 7-11 bl 1-3 th 4-6 th 7-9 th 550 650 1000 1550 1800 10 16 25 39 45

2. Pria

10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th 2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050 50 60 65 60 60 60 60

3. Wanita

10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th 2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600 50 57 55 50 50 50 45

4. Hamil

Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 +180 +300 +300 +17 +17 +17

5. Menyusui

6 bl pertama 6 bl kedua

+ 500 + 550

+17 +17 Sumber: WKNPG VIII, 2004

Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat konsumsi gizi (TKG). TKG diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes (1990) dalam Supariasa (2002), yaitu :

a. Baik : TKG ≥ 100 % AKG


(44)

commit to user

c. Kurang : TKG 70 – 80 % AKG

d. Defisit : TKG < 70% AKG

4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi

Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan terhadap kecukupan energi yang disediakan oleh setiap rumah tangga petani. Konsumsi energi akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang berbeda. Untuk mengetahui hubungan proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi, dapat diketahui dengan analisis korelasi menggunakan SPSS.

Keeratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya disebut dengan koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi (r) dapat diketahui dengan program SPSS 16. Nilai koefisien korelasi (r) berkisar antara -1 hingga +1, nilai semakin mendekati -1 atau +1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan dua variabel semakin melemah. Nilai positif (+) menunjukkan hubungan yang searah (jika satu variabel naik maka variabel lain juga naik) dan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan (jika satu variabel naik akan diikuti penurunan variabel yang lain) (Priyanto, 2008).

Besarnya nilai koefisien korelasi (r) menurut Alhusin, 2003 dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut :

c. 0 – 0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan) d. 0,21 – 0,40 = rendah

e. 0,41 – 0,60 = sedang f. 0,61 – 0,80 = cukup tinggi g. 0,81 – 1 = tinggi

Untuk menguji probabilitas (tingkat signifikasi) dari hasil koefisien korelasi menggunakan kriteria sebagai berikut :

a. Jika probabilitas r > 0,05, berarti Ho diterima (tidak terdapat korelasi) b. Jika probabilitas r < 0,05, berarti Ho ditolak (terdapat korelasi)


(45)

commit to user

5. Ketahanan Pangan.

Penelitian Jonsson dan Toole (1991), menggunakan indikator-indikator proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan konsumsi energi untuk mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga. Pengelompokan rumah tangga dengan menggunakan kedua indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Terdapat empat tingkatan ketahanan pangan, yaitu : (1) rumah tangga tahan pangan, (2) rumah tangga rentan pangan, (3) rumah tangga kurang pangan dan (4) rumah tangga rawan pangan.

Tabel 7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga

Tingkat Konsumsi Energi

Proporsi pengeluaran pangan Rendah

(<60% pengeluaran total)

Tinggi (≥60% pengeluaran total)

Cukup

(>80% kecukupan energi)

1. Tahan Pangan 2. Rentan Pangan

Kurang

(≤80% kecukupan energi)

3. Kurang Pangan 4. Rawan Pangan


(1)

commit to user

Tabel 30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Kategori Ketahanan Pangan Pendapatan Rumah Tangga (Rp/bulan) Proporsi Pengeluaran Pangan (%) Tingkat Konsumsi Energi (%) Jumlah

RT %

Tahan Pangan, jika

proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

2.503.055,52 56,43 95,78 9 30,00

Rentan Pangan, jika

proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)

1.280.192,31 68,66 83,29 13 43,33

Kurang Pangan, jika

proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

1.153.416,66 46,04 78,29 3 10,00

Rawan Pangan, jika

proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)

1.034.583,33 68,11 74,02 5 16,67

Jumlah 30 100,00

Sumber : Analisis Data Primer

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Ketahanan pangan rumah tangga dapat diukur dengan menggunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan, yaitu proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui status ketahanan pangan rumah tangga responden. Rumah tangga dengan status rentan pangan memiliki sebaran terbesar dengan persentase 43,33% dari seluruh responden. Rumah tangga dengan status tahan pangan menempati urutan kedua dengan persentase 30,00%, rumah tangga rawan pangan memiliki persentase sebesar 16,67% dan rumah tangga kurang pangan dengan persentase sebesar 10,00%.

Rumah tangga petani umumnya adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan relatif rendah, sehingga tingkat kesejahteraannya masih rendah.


(2)

commit to user

Sehingga dalam memenuhi kebutuhannya, rumah tangga petani masih mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk keperluan pangannya, dan masih belum memprioritaskan terpenuhinya kecukupan gizi anggota rumah tangganya.

Pada penelitian ini terdapat 13 rumah tangga responden atau sebesar 43,33% dengan status rentan pangan, ini berarti rumah tangga memiliki proporsi pengeluaran pangan yang tinggi, namun konsumsi energinya sudah cukup. Status ketahanan pangan rumah tangga responden terbesar adalah rentan pangan, hal ini berarti sebagian besar rumah tangga responden harus mengeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak untuk memperoleh pangan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Rumah tangga yang rentan pangan dari sisi ekonomi kurang baik yang diindikasikan oleh proporsi pengeluaran pangannya yang tinggi yaitu sebesar 68,66%. Pendapatan rumah tangga yang rendah yaitu sebesar Rp 1.280.192,31 per bulan, menjadikan proporsi pengeluaran pangan mereka tinggi karena sebagian besar pendapatannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dari kenyataan ini dapat disarankan pada rumah tangga rentan pangan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga sehingga dapat meningkatkan status rumah tangganya dari kategori rentan pangan ke tahan pangan. Jika dilihat dari aspek gizi, Tingkat Konsumsi Energi rumah tangga rentan pangan sudah cukup yaitu sebesar 83,29%. Jenis pangan yang dikonsumsi rumah tangga rentan pangan sebagian besar berasal dari jenis pangan sumber energi, sehingga kebutuhan energi rumah tangga responden telah melebihi 80% dari angka kecukupan yang dianjurkan.

Rumah tangga dengan status tahan pangan sebanyak 9 rumah tangga atau sebesar 30% dari seluruh responden. Status tahan pangan berarti proporsi pengeluaran pangan rumah tangga responden rendah dan konsumsi energinya sudah cukup. Petani di Kabupaten Kulon Progo tidak hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai petani, tetapi juga mempunyai pekerjaan lain di luar usahatani yang memungkinkan petani untuk dapat meningkatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sehingga


(3)

commit to user

kebutuhan gizinya dapat tercukupi dengan TKE sebesar 95,78%. Rata-rata pendapatan rumah tangga responden yang tahan pangan adalah sebesar Rp 2.503.055,52 per bulan dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 56,43%.

Status rumah tangga rawan pangan sebanyak 5 rumah tangga atau sebesar 16,67% dari seluruh responden, hal ini karena proporsi pengeluaran pangan yang tinggi dan konsumsi energinya masih kurang. Tingginya proporsi pengeluaran pangan yaitu sebesar 68,11% mengindikasikan bahwa rumah tangga responden mempunyai tingkat kesejahteraannya pun masih rendah. Responden masih mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk konsumsi pangan. Keadaan ini terjadi karena pendapatan yang terbatas yaitu sebesar Rp 1.034.583,33 per bulan, serta kurangnya pengetahuan tentang gizi, sehingga yang terpenting adalah bagaimana perut kenyang sedangkan pemenuhan kebutuhan gizi masih kurang diperhatikan. Tingkat Konsumsi Energi rumah tangga responden rawan pangan adalah sebesar 74,02%. Dengan keadaan yang demikian, rumah tangga dengan status rawan pangan yang kesejahteraannya masih rendah disarankan untuk meningkatkan pendapatan agar dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan dapat mengkonsumsi pangan yang lebih memiliki kualitas yang baik sehingga kecukupan gizi rumah tangga dapat terpenuhi. Peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi juga diperlukan agar responden lebih menganekaragamkan jenis makanan dan meningkatkan mutu pangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Sebanyak 3 rumah tangga responden atau 10,00% dari seluruh responden termasuk kategori kurang pangan yang memiliki proporsi pengeluaran pangan rendah dan konsumsi energinya masih kurang. Rata-rata pendapatan rumah tangga kurang pangan yaitu sebesar Rp 1.153.416,66 per bulan, dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 46,04%. Proporsi pengeluaran pangan yang rendah bukan disebabkan karena pendapatannya yang cukup, namun karena besarnya pengeluaran non pangan. Pengeluaran non pangan yang besar disebabkan karena tingginya biaya pendidikan bagi anak-anak yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat Perguruan Tinggi. TKE


(4)

commit to user

rumah tangga responden kurang pangan yaitu sebesar 78,29% sehingga dapat dikatakan bahwa rumah tangga responden kurang pangan belum bisa mencukupi konsumsi energinya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan gizi dan kurang diperhatikannya susunan menu yang dikonsumsi, sehingga pemilihan menu kurang dapat mencukupi kebutuhan energi. Untuk itu bagi rumah tangga dengan kategori kurang pangan perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang pangan dan gizi.

Jika terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman padi akan berdampak pada kategori ketahanan pangan rumah tangga. Serangan hama dan penyakit menyebabkan turunnya produksi padi yang akan berdampak pada rendahnya pendapatan yang diperoleh petani padi. Pendapatan yang semakin menurun akan mengakibatkan naiknya proporsi pengeluaran pangan. Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan menjadi indikator menurunnya kesejahteraan rumah tangga. Semakin menurunya kesejahteraan rumah tangga, maka rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan kurang diperhatikan.

Berkaitan dengan penelitian di atas, jika terjadi serangan hama dan penyakit di Kabupaten Kulon Progo dengan tingkat konsumsi energi yang tetap maka rumah tangga dengan kategori kurang pangan cenderung akan berubah menjadi rumah tangga dengan kategori rawan pangan. Hal ini dikarenakan turunnya pendapatan akan menyebabkan naiknya proporsi pengeluaran pangan. Dengan peningkatan proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi energi yang rendah, maka rumah tangga tersebut tergolong rumah tangga rawan pangan. Rumah tangga rawan pangan itu sendiri adalah rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan yang tinggi dan konsumsi energi yang kurang.


(5)

commit to user

78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis hubungan proporsi pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp 746.847,22 (46,87%) dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp 846.666,67 (53,13%). Besarnya pengeluaran untuk pangan adalah Rp 773.743,58 per bulan dan pengeluaran non pangan sebesar Rp 515.858,32 per bulan.

2. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 60,00%, yang artinya pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil sebagian besar bagian dari pengeluaran rumah tangga petani. 3. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten

Kulon Progo adalah 1.698,70 kkal/orang/hari dan 50,26 gram/orang/hari. Rata-rata tingkat konsumsi energinya sebesar 85,17% dan tingkat konsumsi proteinnya sebesar 94,41% sehingga keduanya termasuk dalam kategori sedang.

4. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi untuk proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah – 0,426 yang menunjukkan hubungan sedang. Nilai koefisen korelasi bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan.

5. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani berdasarkan tingkatannya adalah tahan pangan sebesar 30,00%, rentan pangan 43,33%, 10,00% rumah tangga kurang pangan, dan 16,67% termasuk dalam kondisi rawan pangan.


(6)

commit to user

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis hubungan proporsi pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo, maka saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Rata-rata TKE dan TKP responden yang masih di bawah angka kecukupan energi dan protein hendaknya perlu diperbaiki, misalnya dengan penganekaragaman pangan seperti umbi-umbian. Komoditas seperti ketela pohon di Kabupaten Kulon Progo cukup berpotensi sebagai pangan sumber energi di samping beras.

2. Jika dilihat dari konsumsi pangan setiap anggota rumah tangga responden, masih banyak ibu rumah tangga yang kurang pangan. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan informasi dan penyuluhan mengenai kecukupan gizi serta pengaruhnya terhadap kesehatan, sehingga diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pola makan yang pada akhirnya masing-masing anggota rumah tangga mendapat porsi makan yang cukup dan seimbang baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu penyuluhan juga untuk meningkatkan pengetahuan rumah tangga tentang gizi sehingga dapat mencegah terjadinya kurang pangan dan rawan pangan.