Tinjauan Pustaka ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN POKOK DAN POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

commit to user 9 kelompok padi-padian merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia dan memberikan sumbangan energi terbesar bagi rumah tangga petani. Di samping itu, ketersediaan beras juga dapat dipakai sebagai salah satu indikator ketahanan pangan rumah tangga. Selanjutnya, Peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai pola konsumsi rumah tangga petani yang mengusahakan sawah dengan sistem pengairan tadah hujan dan memiliki pola tanam padi-palawija. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa ketersediaan pangan pokok petani padi-palawija lebih rendah dibandingkan petani padi-padi. Hal ini akan berpengaruh pada pola konsumsi pangan rumah tangga, yang pada akhirnya akan menentukan tingkat ketahanan pangan rumah tangga terkait dengan kecukupan gizinya.

B. Tinjauan Pustaka

1. Pangan Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu Saliem dkk, 2001. Sedangkan pengertian pangan menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan makanan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman. Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Pangan sebagai bagian dari hak azasi manusia HAM mengandung arti bahwa commit to user 10 negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya. Pemenuhan kebutuhan pangan dalam konteks ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia berkualitas yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tataran global Ariani dan Purwantini, 2005. 2. Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan atau sumber lain. Indikator ini masih bersifat makro, karena bisa saja pangan tersedia, tapi tidak dapat diakses oleh masyarakat. Ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting bagi keberlanjutan konsumsi, namun dinilai belum cukup. Untuk itu diperlukan pemahaman kinerja konsumsi pangan menurut wilayah kota-desa dan pendapatan tinggi-sedang-rendah. Indikator yang dapat digunakan adalah tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan, keduanya menunjukkan tingkat aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan DKP, 2007. Walaupun pangan tersedia pada suatu wilayah, jika tidak dapat diakses masyarakat maka kinerjanya rendah. Aksesibilitas tersebut menggambarkan aspek pemarataan dan keterjangkauan. Karena menurut PP No.682002, pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan ke seluruh wilayah sampai tingkat rumah tangga sedangkan keterjangkauan adalah keadaan di mana rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif. Ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional dari kerusuhan sosial. Sedang akses pangan meliputi strategi rumah tangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Dalam aspek ketersediaan yang tidak kalah pentingnya adalah masalah cadangan pangan. Dalam masalah cadangan pangan yang perlu diperhatikan adalah pengembangan cadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi darurat, mengatasi berfluktuasinya produksi yang melimpah pada suatu waktu dan kekurangan pada waktu yang lain, commit to user 11 cadangan pangan dalam arti buffer stock juga menghindari fluktuasi harga yang merugikan, disamping itu pengembangan cadangan pangan hidup melalui pengembangan pekarangan patut juga dikembangkan DKP, 2007. Persediaan pangan yang cukup secara nasional ternyata tidak menjamin adanya ketahanan pangan tingkat regional maupun rumah tanggaindividu. Penentu ketahanan pangan di tingkat nasional, regional dan lokal dapat dilihat dari tingkat produksi, permintaan, persediaan dan perdagangan pangan. Sementara itu, penentu utama di tingkat rumah tnagga adalah akses fisik dan ekonomi terhadap pangan, ketersediaan pangan dan risiko yang terkait dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut Saliem dkk., 2001 Karena merupakan kebutuhan dasar manusia, maka pangan haruslah pada setiap waktu dan tempat tersedia dalam kuantitas yang cukup dan dapat diakses harganya terjangkau. Secara normatif sumber utama pasokan pangan harus dapat diproduksi sendiri. Kendala yang dihadapi dalam peningkatan ketersediaan produksi pangan per kapita terutama adalah: 1 pertumbuhan luas panen sangat terbatas karena i laju perluasan lahan pertanian baru sangat rendah dan ii konversi lahan pertanian ke non pertanian sulit dikendalikan, iii degradasi sumberdaya air dan kinerja irigasi serta turunnya tingkat kesuburan fisik dan kimia lahan pertanian; dan 2 adanya gejala kemandegan dalam pertumbuhan produktivitas yang diduga kuat merupakan akibat dari: i over intensifikasi pertanian yang kurang memperhatikan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan intensitas tanam tinggi, monokultur, dosis pupuk anorganik berlebih, sangat kurangtanpa menggunakan pupuk organik, ii sulitnya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan komoditas pangan berdaya hasil tinggi akibat dari sangat terbatasnya anggaran dan infrastruktur pendukung Sumaryanto, 2009. Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran untuk mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam commit to user 12 jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penentuan jangka waktu ketersediaan pangan pokok di pedesaan, biasanya dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan musim tanam berikutnya. Perbedaan jenis makanan pokok yang dikomsumsi antara dua daerah juga membawa implikasi pada penggunaan ukuran yang berbeda. Ukuran ketersediaan pangan yang mengacu pada jarak waktu antara satu musim panen dengan musim panen berikutnya hanya berlaku pada rumah tangga dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian pokok Simangunsong, 2010. 3. Pola Konsumsi Pangan Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu Aritonang, 2004. Jumlah macam makanan, jenis, serta banyaknya bahan makanan dalam pola pangan di suatu negara atau daerah tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat atau pangan dari pangan yang telah ditanam di wilayah tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Di samping itu, kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja keluarga akan berpengaruh pula terhadap pola pangan. Pangan pokok yang digunakan dalam suatu negara biasanya juga menjadi pangan pokok di sebagian besar wilayah negara tersebut Suhardjo, 2003. Secara umum menurut Aritonang 2004, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga serta faktor sosio budaya dan religi seperti yang dijelaskan berikut ini. a. Faktor ekonomi dan harga Keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini disebabkan karena penduduk golongan miskin commit to user 13 menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Perubahan pendapatan ecara langsung dapat mempengaruhi perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknya, penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. b. Faktor sosio budaya dan religi Kebudayaan suatu bangsa mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap penilaian bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Aspek sosio budaya pangan adalah fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat kebiasaan, dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan akan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis pangan, persiapan, serta penyajiannya. Kebiasaan makan seseorang atau keluarga merupakan hasil proses belajar yang berlangsung selama hidupnya. Setiap keluarga atau masyarakat mempunyai aturan-aturan, rasa suka atau tidak suka, kepercayaan terhadap jenis makanan yang tersedia, sehingga membatasi pilihannya terhadap jenis-jenis makanan. Kebiasaan makan juga akan mempengaruhi pilihan pangan. Apabila kebiasaan ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, maka akan dapat menggambarkan suatu pola konsumsi pangan individu, keluarga, atau masyarakat Pilgrim dalam Marwati, 2001. Kebiasaan makan merupakan suatu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Menurut Almatsier 2004, kebiasaan makan suatu masyarakat salah satunya tergantung dari ketersediaan pangan di daerah tersebut yang pada umumnya berasal dari usaha tani. Selain faktor ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi dari commit to user 14 masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan mereka. Faktor sosial yang mempengaruhi antara lain: 1 keadaan penduduk suatu masyarakat jumlah, umur, distribusi jenis kelamin dan geografis; 2 keadaan keluarga besar keluarga, hubungan, jarak kelahiran; 3 pendidikan tingkat pendidikan ibuayah. Faktor ekonomi yang mempengaruhi antara lain: 1 pekerjaan pekerjaan utama, pekerjaan tambahan; 2 Pendapatan keluarga; 3 Pengeluaran; 4 Harga pangan yang tegantung pada pasar dan variasi musim. 4. Kuantitas Konsumsi Pangan Penilaian asupan gizi dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitif didasarkan pada jumlah setiap zat gizi yang dikonsumsi dibanding dengan kecukupan gizi yang berlaku sedangkan kualitas asupan dinilai secara kolektif dari semua zat gizi yang dibutuhkan agar tersedia secara proporsional. Pada orang sehat penilaian asupan gizi disesuai dengan angka kecukupan gizi AKG Hardinsyah dan Victor Tambunan, 2004 . Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan. Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi AKG yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat Konsumsi Protein TKP. Beberapa kajian menunjukkan bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan Anonim, 2008. AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Ketetapan tentang Angka Kecukupan Gizi AKG commit to user 15 di Indonesia, saat ini menjadi acuan untuk menetapkan standar pemenuhan kebutuhan gizi penduduk Indonesia menurut jenis kelamin, umur dan kondisi fisiologis. Secara ilmiah penetapan kebutuhan gizi dibedakan menurut umur, jenis kelamin, pekerjaan dan iklim. Pemanfaatan Angka Kecukupan gizi adalah untuk menilai kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar atas pangan penduduk. Selanjutnya dapat dijadikan acuan untuk menduga adanya kondisi rawan pangan penduduk jika parameter pencapaian asupan gizi dibawah standar normal populasi BPOM, 2009. Menurut Supariasa dkk. 2002, jumlah dan komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang dikonsumsi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM. Secara umum, penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut : Dimana, KGij : kandungan zat giizi tertentu i dari pangan j atau makanan yang dikonsumsi sesuai dengan satuannya BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi gram Bddj : bagian yang dapat dimakan dalam atau gram dari 100 gram pangan atau makanan j Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j 5. Ketahanan Pangan Undang-undang No. 7 tahun 1996 mendefinisikan ketahanan pangan food security sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan berhubungan dengan empat aspek yaitu: 1 ketersediaan makanan yang cukup dan siap sedia digunakan; 2 akses semua anggota dalam rumah tangga tersebut memiliki sumber yang cukup dalam rangka memperoleh commit to user 16 makanan yang sesuai; 3 utilisasi kemampuan tubuh manusia untuk mencerna dan melakukan metabolisme terhadap makanan yang dikonsumsi dan fungsi sosial makanan dalam menjaga keluarga dan masyarakat; dan 4 keberlanjutan ketersediaan makanan untuk jangka waktu yang lama. Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya Usfar dalam Mangkoeto, 2009. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut: a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah agama. c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air. d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau Anonim, 2008 UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB FAO dan Organisasi Kesehatan Dunia WHO tahun 1992, yakni akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan disebut sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat Pambudy, 2002. commit to user 17 Secara hirarki, ketahanan pangan dapat pada tingkat global, regional, nasional, lokal daerah, rumah tangga dan individu. Tingkat ketahanan pangan yang lebih tinggi merupakan syarat yang diperlukan necessary condition bagi tingkat ketahanan pangan yang lebih rendah, tetapi bukan syarat yang mencukupi sufficient condition. Artinya, tercapainya ketahanan pangan di tingkat wilayah tidak menjamin tercapainya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Hal ini ditunjukkan dengan adanya fakta bahwa walaupun di tingkat nasional dan wilayah provinsi memiliki status tahan pangan terjamin, namun di wilayah tersebut masih ditemukan rumah tangga rawan pangan Rachman dalam Ilham dan Sinaga, 2008. Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Sinaga 2008, ketahanan pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator, antara lain: 1 tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan, 2 penurunan produksi pangan, 3 tingkat ketersediaan pangan di rumah tangga, 4 proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, 5 fluktuasi harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, 6 perubahan kehidupan sosial, seperti migrasi, menjualmenggadaikan asset, 7 keadaan konsumsi pangan berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta 8 status gizi. Makin besar angka ketersediaan pangan untuk dikonsumsi, makin tersedia pangan di tingkat nasional. Aksesibilitas pangan dapat diproksi dari tingkat konsumsi rumah penduduk yang ada dari data Susenas. Makin tinggi konsumsi penduduk makin tinggi pula akses penduduk tersebut terhadap pangan. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan kemampuan rumahtangga tersebut untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya Van Braun et al dalam Mangkoeto, 2009. Hal ini menyiratkan akses fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup dalam kuantitas dan kualitas gizi, aman dan dapat diterima oleh budaya setempat untuk memeuhi kebutuhan tiap anggota keluarga. Akses rumahtangga terhadap pangan merupakan strategi-strategi untuk mendapatkan makanan dari berbagai sumber. commit to user 18 Makanan bagi suatu rumah tangga dapat berasal dari beberapa sumber antara lain: dengan memproduksi sendiri, membeli, atau berasal dari pemberian. Ketahanan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang tidak dapat ditunda-tunda karena setiap individu berhak memperoleh pangan yang cukup, baik dalam jumlah dan mutu untuk hidup sehat dan produktif. Ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup bagi seluruh masyarakat dan kemampuan memperoleh pangan sehari-hari. Ketersediaan pangan yang cukup di tingkat wilayah belum menjamin ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sebab kelancaran distribusi sampai ke pemukiman dan daya jangjau fisik dan ekonomi rumah tangga terhadap pangan merupakan dua hal yang penting Lamba, 2006.

C. Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah