Keadaan Pertanian Keadaan Ketahanan Pangan Wilayah

commit to user 40 masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pendapatan per kapita terus meningkat, tetapi proporsi yang diterima oleh masyarakat belum bisa meningkatkan kesejahteraan di tingkat rumah tangga. 2. Sarana Perekonomian Kondisi perekonomian suatu wilayah merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Perkembangan perekonomian dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian yang memadai. Sarana perekonomian tersebut dapat berupa lembaga-lembaga perekonomian, baik yang disediakan pemerintah atau pihak swasta serta dari swadaya masyarakat setempat. Untuk mengetahui lembaga perekonomian di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Sarana Perekonomian di Kecamatan Bulu Tahun 2009 No. Jenis Sarana dan Fasilitas Jumlah 1. Pasar umum 4 2. Toko kelontong 235 3. Kedai makanan 71 Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 20092010 Berdasar Tabel 13 dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bulu tersedia pasar umum, toko kelontong, dan kedai makanan. Hanya terdapat 4 pasar umum di Kecamatan Bulu karena Kecamatan Bulu letaknya jauh dari pusat kota Sukoharjo, yaitu 18 sejauh km. Akan tetapi, toko kelontong banyak terdapat di Kecamatan Bulu. Dengan tersedianya toko kelontong akan memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari, seperti sayur mayur, makanan ringan, dan kebutuhan nonpangan. Selain itu, tersedia pula kedai makanan sejumlah 71 buah. Dengan adanya kedai makanan ini, akan memudahkan masyarakat Kecamatan Bulu untuk membeli makanan jadi.

D. Keadaan Pertanian

Kecamatan Bulu memiliki lahan pertanian berupa lahan sawah, tegal, pekarangan, dan hutan negara sehingga bisa dikatakan daerah tersebut commit to user 41 merupakan daerah yang masih mengandalkan sektor pertanian yang didukung pula dengan penduduknya yang bekerja pada sektor pertanian pada tahun 2009 menempati jumlah tertinggi, dengan proporsi 25,35 . Luas panen dan jumlah produksi tanaman pangan di Kecamatan Bulu dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Luas Panen dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Bulu Tahun 2009 No. Komoditi Luas Panen Ha Produksi ton 1. Padi sawah 2.525 16.814,00 2. Jagung 475 3.321,00 3. Kacang tanah 1.316 2.145,08 4. Kedelai 136 309,00 5. Ubi kayu 612 10.180,00 6. Ubi jalar 0,00 7. Kacang hijau 79 103,00 Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 20092010 Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa produksi tanaman pangan yang paling tinggi di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 adalah padi sawah, yaitu sebesar 16.814 ton. Tingginya produksi padi ini karena 25,47 lahan di Kecamatan Bulu dimanfaatkan sebagai lahan sawah. Kemudian diikuti dengan produksi ubi kayu sebesar 10.180 ton dan jagung sebesar 3.321 ton. Produksi ubi kayu cukup tinggi karena penduduk Kecamatan Bulu memiliki lahan pekarangan dan tegal yang luas. Penduduk memanfaatkan lahan pekarangan dan tegalnya untuk ditanami ubi kayu karena tanaman ini tidak perlu perawatan khusus dan hasilnya dapat dinikmati untuk konsumsi rumah tangga sendiri serta dijual. Selain itu, penduduk juga memiliki kebiasaan menanam ubi kayu di pematang sawah. Hal ini juga merupakan faktor pendukung tingginya produksi ubi kayu di Kecamatan Bulu.

E. Keadaan Ketahanan Pangan Wilayah

1. Ketersediaan Pangan Pangan dengan kandungan gizi yang cukup merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat terpenting untuk diprogramkan secara berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Faktor ketersediaan pangan merupakan salah satu aspek penting untuk melihat commit to user 42 seberapa besar daya tahan masyarakat akan berbagai ancaman yang dihadapi. Tabel 15. Produksi, Ketersediaan, dan Kebutuhan Pangan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 No. Komoditi Produksi ton Ketersediaan ton Kebutuhan ton Surplus minus ton 1. Padi 357.524,00 207.308,00 78.008,00 +129.300,00 2. Jagung 29.471,00 25.640,00 13.868,00 +11.772,00 3. Ubi kayu 52.979,00 45.032,00 47.290,00 -2.258,00 4. Kacang tanah 9.399,00 7.939,00 2.822,00 +5.117,00 5. Kedelai 5.988,00 5.619,00 8.904,00 -3.285,00 6. Kacang hijau 118,00 102,00 924,00 -822,00 7. Daging 7.147,00 7.147,00 3.605,00 +6.842,00 8. Telur 8.523,66 8.524,00 2.539,00 +5.985,00 9. Susu liter 779.759,00 779.759,00 2.259.289,00 -1.459.530,00 10. Ikan 1.789,00 1.789,00 9.148,00 -7.359,00 11. Gula 2.268,96 2.268,96 6.419,00 -4.150,04 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, 2010 Berdasar Tabel 15 dapat diketahui bahwa sebagian pangan telah mampu terpenuhi kebutuhannya, yang terlihat dari adanya surplus pangan pada beberapa komoditas pangan. Pangan yang telah mampu memenuhi kebutuhan penduduk Kabupaten Sukoharjo adalah padi, jagung, kacang tanah, daging, dan telur. Sedangkan pangan yang belum memenuhi kebutuhannya adalah ubi kayu, kedelai, kacang hijau, susu, ikan, serta gula. Padi sebagai pangan pokok sekaligus indikator ketersediaan pangan wilayah mampu mencapai surplus sebesar 129.300 ton dengan ketersediaan pangan 207.308 ton dan kebutuhan sebesar 78.008 ton. Padi ditanam di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo sehingga total produksinya tinggi serta dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan penduduk dan bahkan terjadi surplus. Jagung ditanam di 11 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo dengan sentra produksi adalah Kecamatan Polokarto. Produksi jagung di Kecamatan Polokarto pada tahun 2009 mencapai 5.463 ton pipilan kering. Komoditas kacang tanah ditanam di 9 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo dengan luas panen 9.047 hektar. Kedua komoditas tanaman bahan pangan ini mengalami surplus persediaan pada tahun 2009. Adanya surplus jagung dan kacang tanah ini menggambarkan potensi wilayah Kabupaten commit to user 43 Sukoharjo dalam upaya diversifikasi pangan selain beras yang berbasis pada sumber daya pangan lokal. Komoditas kacang hijau mengalami defisit persediaan karena kacang hijau hanya ditanam di Kecamatan Bulu dan Tawangsari dengan total produksi 118 ton pada tahun 2009. Kebutuhan kedelai lebih tinggi daripada produksi dan ketersediaannya sehingga terjadi defisit. Hal yang serupa terjadi pada komoditas kedelai. Kedelai ditanam di 7 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Produksi belum mampu mengimbangi kebutuhan penduduk, sehingga terjadi defisit. Beberapa jenis pangan sumber protein hewani seperti daging dan telur mengalami surplus. Produksi daging terdiri dari daging sapi, kambing, domba, babi, ayam ras, ayam buras, dan itik. Peternakan sapi pedaging yang terbesar ada di Kecamatan Polokarto, sedangkan sapi perah di Kecamatan Mojolaban. Sedangkan ternak kambing, domba, ayam ras, ayam buras, dan itik tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, sehingga produksi dagingnya tinggi. Komoditas gula mengalami defisit sebesar 4.150,04 ton. Hal ini terjadi karena produksi jauh lebih rendah daripada kebutuhan. Sebenarnya, tebu diusahakan di seluruh kecamatan di Kabupaten Sukoharjo dengan luas areal sebesar 1.006,42 hektar. Akan tetapi, produksinya masih rendah karena teknologi dan kelembagaan yang terbatas. Hasil produksi tebu ini dibeli oleh PT Perkebunan Nusantara PTPN IX yang bekerjasama dengan petani tebu untuk selanjutnya diolah di pabrik gula yang berlokasi di Kabupaten Karanganyar. Petani akan menerima fee berupa gula pasir dari PTPN IX dalam jumlah yang tidak menentu, tergantung pada besarnya produksi tebu dan rendemennya. Karena produksi masih rendah, maka fee yang diterima juga rendah, sehingga ketersediaan gula di Kabupaten Sukoharjo belum bisa memenuhi kebutuhan. Berdasarkan gambaran ketersediaan pangan tersebut, Kabupaten Sukoharjo masih kurang dalam pemenuhan kebutuhan protein penduduk, baik protein nabati yang bersal dari kacang-kacangan maupun protein commit to user 44 hewani dari ikan dan susu. Oleh karena itu diharapkan adanya kebijakan mengenai pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya pangan sumber protein. Ketersediaan pangan tersebut akan mempengaruhi konsumsi masyarakat, baik kuantitas maupun kualitas yang nantinya akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan. 2. Konsumsi Energi dan Protein Konsumsi energi dan protein di Kabupaten Sukoharjo secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Konsumsi Energi dan Protein Menurut Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 Berdasar Hasil Survei No. Kecamatan Konsumsi energi kkalkaphari Konsumsi protein grkaphari TKE TKP 1. Tawangsari 903,1 18,4 44,4 34,9 2. Bendosari 990,4 23,1 48,2 43,3 3. Weru 1.013,5 38,5 49,6 72,1 4. Kartasura 1.341,5 52,3 66,1 99,1 5. Polokarto 1.819,0 79,5 89,9 151,0 6. Baki 1.556,4 67,2 77,8 128,9 7. Sukoharjo 1.606,3 64,1 77,8 119,5 8. Mojolaban 1.519,2 50,4 76,7 98,0 9. Grogol 1.719,4 67,3 85,6 129,1 Kabupaten Sukoharjo 1.385,4 51,2 68,4 97,2 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, 2010 Konsumsi energi di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sukoharjo berdasar hasil survei belum mampu memenuhi Angka Kecukupan Energi AKE. Hal ini mengakibatkan nilai konsumsi energi secara keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo juga belum mencapai AKE yang dianjurkan, yaitu sebesar 2000 kkalkaphari. Demikian halnya untuk konsumsi protein, secara keseluruhan di Kabupaten Sukoharjo belum mampu memenuhi Angka Kecukupan Protein AKP yang dianjurkan, yaiitu 52 gramkaphari. Namun ada beberapa kecamatan yang telah mencapai AKP yang dianjurkan, yaitu Kecamatan Kartasura, Polokarto, Baki, Sukoharjo, dan Grogol; sedangkan konsumsi protein dari 4 kecamatan yang lain masih berada di bawah AKP yang dianjurkan. Tingginya konsumsi protein di Kabupaten Sukoharjo merupakan hal yang menarik untuk dikaji karena jika dilihat dari ketersediaan pangan, commit to user 45 Kabupaten Sukoharjo belum mampu memenuhi beberapa kebutuhan pangan sumber protein nabati dan hewani seperti kedelai, kacang hijau, ikan, dan susu. Hal yang sebaliknya terjadi pada konsumsi energi, dimana ketersediaan pangan sumber energi seperti beras dan jagung berlimpah surplus, tetapi konsumsi energi belum mencapai AKE yang dianjurkan. Masalah-masalah distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh terhadap harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan dengan pendapatan rumah tangga, kondisi sosial budaya misalnya pola konsumsi, serta tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat berpengaruh kepada konsumsi dan kecukupan pangan dan gizi rumah tanggga. 3. Pola Pangan Harapan PPH Pola pangan harapan merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumber energi, baik secara absolut maupun relatif terhadap total energi tingkat konsumsi. Skor PPH Kabupaten Sukoharjo belum mencapai skor maksimal. Hal ini dapat dimaklumi karena sulit mencapai skor PPH yang ideal karena belum berkembangnya diversifikasi pangan dan masih dominannya pangan pokok berbasis beras. Skor PPH Kabupaten Sukoharjo dengan perinciannya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pola Pangan Harapan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009 No Kelompok pangan Kalori AKE Skor maksimal Skor PPH aktual 1. Padi-padian 492,7 24,3 25,0 12,2 2. Umbi-umbian 73,5 3,6 2,5 1,8 3. Pangan hewani 290,6 14,3 24,0 24,0 4. Minyak dan lemak 25,4 1,3 5,0 0,6 5. Buahbiji berminyak 7,4 0,4 1,0 0,2 6. Kacang-kacangan 266,2 13,1 10,0 10,0 7. Gula 54,1 2,7 2,5 1,3 8. Sayur dan buah 168,8 8,3 30,0 30,0 9. Lain-lain 6,8 0,3 0,0 0,0 Jumlah 1385,4 68,4 100,0 80,1 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukoharjo, 2010 Berdasar Tabel 17, dapat diketahui bahwa diversifikasi pangan yang dikonsumsi di Kabupaten Sukoharjo belum mencapai skor maksimal. Masih terjadi kesenjangan antara skor maksimal dan skor PPH untuk beberapa kelompok pangan seperti padi-padian, umbi-umbian, minyak dan commit to user 46 lemak, buahbiji berminyak, dan gula. Hal ini menunjukkan konsumsi yang masih kurang pada kelompok pangan tersebut, sehingga diperlukan upaya peningkatan konsumsi kelompok pangan tersebut melalui penyediaan pangan yang cukup. Sedangkan konsumsi pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah sudah mencapai skor maksimal. commit to user 47 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Rumah Tangga Responden