Metode Analisis Data ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN POKOK DAN POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA PETANI DI KECAMATAN BULU KABUPATEN SUKOHARJO

commit to user 27 Sukoharjo, Badan Pusan Statistik BPS Kabupaten Sukoharjo, serta Kecamatan Bulu. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui tanya jawab langsung kepada responden petani dengan bantuan daftar pertanyaan dan catatan sebagai alat bantu. b. Observasi Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden. c. Pencatatan Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data dari responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian. d. Recall Menurut Supariasa 2002, recall merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam memperoleh data konsumsi pangan individu. Prinsip dari metode recall adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

E. Metode Analisis Data

1. Ketersediaan Pangan Pokok Rumah Tangga Petani Ketersediaan pangan pokok rumah tangga petani diukur dengan cara menginventarisasi pangan pokok beras yang tersedia di keluarga, baik yang diperoleh dari produksi sendiri, pembelian dengan harga pasar harga normal, dan pembelian dengan harga raskin dalam satuan gram, kemudian dikonversikan ke dalam satuan energi, yaitu kkalkapitahari. Secara matematis, besarnya ketersediaan pangan pokok rumah tangga petani dihitung dengan rumus : S = Keterangan : S : ketersediaan pangan pokok rumah tangga petani gramkaphari commit to user 28 beras dan dikonversi ke dalam satuan kkalkaphari I 1 : input pangan pokok dari produksi usahatani gramkaphari beras dan dikonversi ke dalam satuan kkalkaphari I 2 : input pangan pokok dari pembelian harga normal di pasar gramkaphari beras dan dikonversi ke dalam satuan kkalkaphari I 3 : input pangan pokok dari pembelian harga raskin gramkaphari beras dan dikonversi ke dalam satuan kkalkaphari O 1 : output pangan pokok yang dijual gramkaphari beras dan dikonversi ke dalam satuan kkalkaphari O 2 : output pangan pokok yang digunakan sebagai zakat fitrah gramkaphari beras dan dikonversi ke dalam satuan kkalkaphari O 3 : output pangan pokok yang diberikan pada orang lain gramkaphari beras dan dikonversi ke dalam satuan kkalkaphari Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Menurut Adi dkk. dalam Yuliasih 2007, ketersediaan pangan pokok rumah tangga dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu : a. Rendah : KP 1400 kkalkaphari b. Sedang : 1400 kkalkaphari ≤ KP ≤ 1600 kkalkaphari c. Tinggi : KP 1600 kkalkaphari 2. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani Penilaian konsumsi pangan rumah tangga dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Dalam penelitian ini, penilaian konsumsi pangan akan dilihat dari aspek kuantitas pangan untuk menentukan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. Kuantitas konsumsi pangan dapat diukur dari zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, Data konsumsi pangan dapat diperoleh menggunakan recall method selama commit to user 29 1 x 24 jam Supariasa, 2002. Dalam metode ini, responden diminta menceritakan semua pangan yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi pangan dinyatakan dengan URT Ukuran Rumah Tangga seperti sendok, gelas, potong, dan sebagainya. URT akan dikonversi ke dalam satuan gram sesuai dengan ukuran yang berlaku di daerah penelitian. Secara umum, penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut : Keterangan : KGij : kandungan zat gizi tertentu i dari pangan j atau makanan yang dikonsumsi sesuai dengan satuannya BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi gram Bddj : bagian yang dapat dimakan Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut : Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan kandungan zat gizi yang dikandung dalam bahan makanan. Kedua hal ini digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan rumah tangga tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat AKG. Untuk mengukur jumlah konsumsi pangan secara kuantitatif, digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi TKE dan Tingkat commit to user 30 Konsumsi Protein TKP. Data tingkat energi dan protein diperoleh melalui food recall 1 x 24 jam. Dimana, TKE : Tingkat Konsumsi Energi Rumah Tangga TKP : Tingkat Konsumsi Protein Rumah Tangga ∑ konsumsi energi : jumlah konsumsi energi rumah tangga kkal ∑ konsumsi protein : jumlah konsumsi protein rumah tangga gram Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan sesuai Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi WKNPG VIII Tahun 2004, seperti yang disajikan dalam Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Daftar Angka Kecukupan Energi AKE dan Angka Kecukupan Protein AKP Berdasar Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2004 No. Kelompok Umur Energi kkal Protein gram 1. Anak 0 – 6 bulan 7 – 11 bulan 1 – 3 tahun 4 – 6 tahun 7 – 9 tahun 550 650 1000 1550 1800 10 16 25 39 45 2. Laki-laki 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun 16 – 18 tahun 19 – 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun 65+ tahun 2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050 50 60 65 60 60 60 60 3. Wanita 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun 16 – 18 tahun 19 – 29 tahun 30 – 49 tahun 50 – 64 tahun 65+ tahun 2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600 50 57 55 50 50 50 45 4. Hamil +an Trisemester 1 Trisemester 2 Trisemester 3 +180 +300 +300 +17 +17 +17 5. Menyusui +an 6 bulan pertama 6 bulan kedua +500 +550 +17 +17 Sumber : WKNPG VIII, 2004 commit to user 31 Tingkat konsumsi energi dan protein diklasifikasikan berdasar nilai ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes 1990 dalam Supariasa 2002, yaitu : a. Baik : TKG ≥ 100 AKG b. Sedang : TKG 80 – 99 AKG c. Kurang : TKG 70 – 80 AKG d. Defisit : TKG 70 AKG 3. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Ketahanan pangan rumah tangga didasarkan pada terpenuhinya kebutuhan energi dan protein, sehingga total konsumsi juga menentukan ketahanan pangan rumah tangga. Dalam perkembangannya, ketahanan pangan energi rumah tangga menurut Sukandar dalam Purwanti 2008 dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu : a. Tidak tahan pangan : Konsumsi energi 75 kecukupan energi b. Tahan pangan : Konsumsi energi 75-100 kecukupan energi c. Sangat tahan pangan : konsumsi energi 100 kecukupan energi Demikian pula dengan tingkat ketahanan pangan protein rumah tangga menurut Sukandar dalam Purwanti 2008 dikelompokkan menjadi: a. Tidak tahan pangan : Konsumsi protein 75 kecukupan protein b. Tahan pangan : Konsumsi protein 75-100 kecukupan protein

c. Sangat tahan pangan : konsumsi protein 100 kecukupan protein

4. Korelasi Antara Tingkat Konsumsi Gizi TKG dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Dalam ilmu statistik, korelasi adalah hubungan antara dua variabel atau lebih. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antarvariabel dan bukan untuk mengetahui hubungan sebab- akibat. Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diselidiki keeratan hubungannya adalah variabel tingkat konsumsi gizi dengan ketahanan pangan rumah tangga. Data dari kedua variabel ini merupakan data dengan skala ordinal. Skala ordinal adalah skala yang digunakan untuk membedakan suatu ukuran dengan memberi atribut lebih besar atau lebih commit to user 32 kecil tetapi tidak dapat mencari selisih atau perbedaan antar skala. Sifat skala ini adalah mengklasifikasi dan mengurutkan. Oleh karena itu, analisis korelasi yang sesuai untuk tipe data ordinal adalah korelasi rank Kendall. Keeratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya disebut dengan koefisien korelasi yang dilambangkan dengan r. Koefisien korelasi r merupakan taksiran dari populasi dengan kondisi sampel normal acak. Nilai r diketahui dengan program olah data statistik SPSS 16.0. Tingkat keeratan hubungan r memiliki nilai -1 hingga 1. Jika r mendekati 1, maka dapat dikatakan bahwa variabel-variabel memiliki hubungan yang erat. Tanda positif + dan negatif - menunjukkan sifat hubungan, dimana tanda + menunjukkan hubungan positif sedangkan tanda - menunjukkan hubungan yang negatif. commit to user 33 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Kecamatan Bulu merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Bulu terletak pada ketinggian 118 meter di atas permukaan laut dpl, dengan luas wilayah 43,86 km 2 atau 4.386 hektar. Bentang wilayah dari barat ke timur ± 8 km dan bentang wilayah dari utara ke selatan ± 9 km. Jarak Kecamatan Bulu ke ibukota Kabupaten Sukoharjo ± 15 km. Batas-batas wilayah Kecamatan Bulu adalah sebagai berikut : Sebelah utara : Kecamatan Nguter Sebelah timur : Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Sebelah selatan : Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri Sebelah barat : Kecamatan Tawangsari Secara administrasi, Kecamatan Bulu terbagi menjadi 12 desa yang terdiri dari 43 dusun, 104 RW Rukun Warga, dan 246 RT Rukun Tetangga. Luas wilayah Kecamatan Bulu pada tahun 2009 tercatat 4.386 hektar atau 9,40 dari luas total Kabupaten Sukoharjo 46.666 hektar. Desa yang terluas adalah Desa Sanggang yaitu 574 hektar atau 13,09 , sedangkan yang terkecil luasnya adalah Desa Lengking sebesar 213 hektar atau 4, 86 dari luas total Kecamatan Bulu. 2. Keadaan Iklim Temperatur rata-rata di Kecamatan Bulu pada tahun 2009 adalah 26 C dengan rata-rata curah hujan dalam satu tahun adalah 136 mm. Hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Januari dengan jumlah hari hujan sebanyak 20 hari. Curah hujan terbanyak sebesar 391 mm jatuh pada bulan Januari. Sementara itu, rata-rata curah hujan di Kecamatan Bulu sebesar 4,53 mm per hari hujan. 33 commit to user 34 3. Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di Kecamatan Bulu dibagi menjadi dua yaitu lahan sawah dan lahan kering. Luas yang ada terdiri dari 1.117 hektar atau 25,47 lahan sawah dan 3.269 hektar atau 75,53 lahan kering. Lahan sawah terdiri dari irigasi teknis, irigasi ½ teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Sedangkan lahan kering terdiri atas tanah tegal, pekarangan, hutan negara, dan lainnya. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Bulu secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bulu Tahun 2009 No. Penggunaan Lahan Luas Ha Persentase 1. Lahan sawah a. Irigasi teknis b. Irigasi ½ teknis c. Irigasi sederhana d. Tadah hujan 581 125 411 13,25 2,85 0,00 9,37 Total lahan sawah 1.117 25,47 2. Lahan kering a. Tanah tegal b. Pekarangan c. Hutan negara d. Lainnya 687 1.439 378 765 15,66 32,81 8,62 17,44 Total lahan kering 3.269 75,53 Jumlah 4.386 100,00 Sumber : Kecamatan Bulu Dalam Angka Tahun 20092010 Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa di Kecamatan Bulu, luas lahan sawah lebih kecil daripada luas lahan kering. Luas lahan kering adalah 3.269 hektar atau 75,53 . Sebagian besar lahan kering ini digunakan untuk pekarangan, yaitu sebesar 1.439 hektar atau 32,81 , sedangkan untuk tegalan hanya 687 hektar atau 15,66 . Lahan sawah di Kecamatan Bulu terdiri dari sawah irigasi teknis, irigasi ½ teknis, dan tadah hujan. Jenis lahan sawah yang paling luas adalah sawah irigasi teknis, yaitu seluas 581 hektar atau 13,25 . Sedangkan luas sawah tadah hujan yaitu 411 hektar atau 9,37 . Jenis sawah tadah hujan banyak diusahakan oleh petani di Kecamatan Bulu karena sumberdaya air yang terbatas. Lokasi Kecamatan Bulu jauh dari sumber air sehingga terjadi kesulitan commit to user 35 dalam pembangunan saluran irigasi. Pada akhirnya, petani banyak menggantungkan usahatani padi pada curahan air hujan saja.

B. Keadaan Penduduk