Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia sebagai negara yang berkembang memiliki cita-cita dan tujuan agar menjadi negara yang kuat, berkarakter, dan tetap eksis di mata negara lain. Cita-cita negara Indonesia adalah menjadi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dimana Cita-cita dan tujuan negara Indonesia tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Cita-cita negara Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 alinea kedua “... negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2009:3. Tujuan Negara Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat. … membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, … Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2009:4 Cita-cita dan tujuan tersebut dijadikan sebagai pedoman negara Indonesia untuk melakukan perbaikan dan pembangunan di segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam bidang pendidikan. Pembangunan di segala bidang inilah yang menjadi tugas bangsa Indonesia untuk dapat melaksanakannya sebagai sarana mencapai cita-cita dan tujuan negara tersebut. Pembangunan bidang pendidikan di Indonesia berorientasi pada tujuan negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsanya. 1 commit to user 2 Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Pendidikan anak didik dipersiapkan menjadi manusia yang bertaqwa, beriman, berakhlak mulia, memiliki ketrampilan serta dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai mahkluk pribadi maupun anggota masyarakat. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 ditetapkan bahwa “ Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran danatau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang ” http:dpr.go.idundang-undang , diakses tanggal 2 Maret 2010. Ada tiga jalur pendidikan yaitu pendidikan informal, formal, dan nonformal. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang terjadi didalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan wajar. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dilakukan di sekolah secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat seperti harus berjenjang dan berkesinambungan. Pendidikan nonformal merupakan pendidikan dilingkungan masyarakat seperti kursus dan kelompok belajar yang tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan serta dengan aturan yang lebih longgar. Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. http:dpr.go.idundang-undang , diakses tanggal 2 Maret 2010. Pendidikan hendakanya diimplementasikan melalui sistem pendidikan yang jelas dan mampu membawa perubahan sesuai dengan perkembangan dan tujuan dari pendidikan nasional itu sendiri. Menurut Michele Jacobsen 2009:1 “Educators and the education system need to be responsive to both the opportunities and challenges….” Menurut Michele Jacobsen tersebut menyatakan bahwa system pendidikan dan pendidik perlu memperhatikan perubahan dan kesempatan Hal ini dimaknai bahwa pendidikan harus mampu menghadapi tantangan perubahan dan dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi commit to user 3 masyarakat. Sistem pendidikan tersebut perlu sebuah kurikulum sebagai sarana mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat 19 menyatakan bahwa “ Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. http:dpr.go.idundang-undang , diakses tanggal 2 Maret 2010. Kurikulum tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi mengembangkan pikiran, menambah wawasan, serta mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Kurikulum yang baik yaitu kurikulum yang memiliki sifat berkesinambungan. Kurikulum tersebut disusun dengan maksud agar tidak terjadi jurang yang memisahkan antara jenjang pendidikan dasar dengan jenjang pendidikan selanjutnya. Pengembangan kurikulum mengacu pada kemampuan dasar siswa yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala 2009:61 adalah “suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”. Menurut Jay R. Wilson Richard A. Schwier 2009:3, ”To create a successful authentic learning experience there is a need to find a proper mix between the students world and the world of work they are about to enter, a sensitive balance that requires flexibility and sensitivity by all participants to create a successful learning”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa untuk menghasilkan keberhasilan dalam pengalaman pembelajaran diperlukan mencampur dunia pelajar dan lingkungan luar secara seimbang, sehingga kepekaan siswa dapat mewujudkan kesuksesan pembelajaran. Selain itu pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses komunikasi dua arah mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Proses komunikasi tersebut diharapkan guru dapat membangun siswa dalam mengembangkan kreatifitas berfikir dan dapat commit to user 4 meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Peningkatan penguasaan terhadap materi pelajaran perlu dilakukan oleh setiap pendidik melalui pengembangan bahan ajar masing-masing mata pelajaran. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guruinstruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Menurut Depdiknas dalam sosialisasi KTSP 2007, ”Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis”. http:mgmpips.wordpress.com , diambil tanggal 2 Maret 2010. Sedangkan bentuk bahan ajar dapat berupa : a Bahan cetak seperti: hand out, buku teks, modul, lembar kerja siswa, b Bahan noncetak seperti: OHT, audio radio, kaset, CD audio, CD interaktif, PH , slide, videofilm, VCD, dan komputer computer Based, Internet, c Bahan display seperti: flipchart, adhesive, chart, poster, peta, foto, realita, gambar, modelmaket. Pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah agar dapat berhasil mencapai tujuan yang diharapakan maka diperlukan kemampuan pendidik dalam mengelola pembelajaran, selain itu juga diperlukan bahan ajar, media pembelajaran dan sarana prasarana yang mendukung proses pembelajaran tersebut. Menurut Aunurrahman 2009:79 menyatakan bahwa ”dalam pemilihan bahan ajar ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi dan kecukupan”. Pendidik juga melakukan upaya agar para peserta didik lebih menguasai materi pembelajaran melalui latihan-latihan kepada siswanya. Latihan tersebut berupa soal-soal yang merupakan sebuah evaluasi pembelajaran. Menurut Nana Sudjana 2006:22-23, ”...menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar”. Menurut Slameto 2001:145 mengemukakan bahwa ”tujuan pendidikan dibedakan menjadi tiga aspek yaitu aspek kognitif cognitive commit to user 5 domain, aspek afektif affective domain, dan psikomotor psychomotor domain. Ini sangat berguna bagi evaluasi pendidikanpengajaran”. Berdasarkan beberapa ahli bidang pendidikan tersebut maka pendidik dapat menggunakan salah satu bentuk bahan ajar yang berupa Lembar Kerja Siswa LKS dalam mendukung dan melengkapi proses pembelajaran. Lembar Kerja Siswa LKS merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang berupa buku, berisi ringkasan materi dan evaluasi. Lembar Kerja Siswa LKS dapat digunakan guru untuk membantu siswa memahami materi yang didapat oleh siswa di sekolah. Ringkasan materi dalam Lembar Kerja Siswa LKS harus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sehingga jika merujuk pendapat Aunurruhman 2009:79, maka LKS sebagai salah satu bahan ajar harus mendasarkan pada prinsip-prinsip pemilihan atau pengembangan bahan ajar , sedangkan evaluasi yang berupa butir-butir soal merupakan pengembangan konsep dari materi yang diajarkan di sekolah, sehingga jika merujuk pendapat Nana Sudjana 2006:22-23 dan Slameto 2001:145 maka evaluasi yang berupa soal-soal dalam LKS harus memperhatikan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Andy, “LKS yang baik harus memenuhi persyaratan konstruksi dan didaktik”. http:andy.web.idlks-oh-lks.php , diambil tanggal 5 Februari 2010. Persyaratan konstruksi tersebut meliputi syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran dan kejelasan yang pada hakekatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna LKS yaitu peserta didik sedangkan syarat didaktif artinya bahwa LKS tersebut haruslah memenuhi asas-asas yang efektif. Lembar kerja siswa dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri, percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan. LKS dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman konsep menyampaikan konsep baru atau pada tahap penanaman konsep tahap lanjutan dari penanaman konsep. Pemanfaatan lembar kerja pada tahap pemahaman konsep berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik commit to user 6 dengan maksud memperdalam pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep. Merujuk dari manfaat LKS tersebut sebagai pendukung untuk memperdalam penelitian mengenai LKS, berikut ini merupakan hasil penelitian terdahulu yang meneliti mengenai LKS : 1 Penelitian yang dilakukan oleh Ida Septi Ekosari 2009 tentang “Penerapan Media Lembar Kerja Siswa Dalam Meningkatkan Efektifitas Belajar Siswa Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di Kelas VII Studi Kasus Di SMP Negeri 2 Sidoharjo, Sragen, Tahun Ajaran 20082009” membuktikan bahwa Penggunaan Lembar Kerja Siswa LKS lebih efektif dan ada pengaruh yang positif dari pada tidak menggunakan Lembar Kerja Siswa LKS bila digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VIIB di SMP Negeri 2 Sidoharjo, Sragen. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa LKS merupakan salah satu bahan ajar yang dapat digunakan untuk mengefektifkan pembelajaran siswa, sehingga sebagai konsekuensi untuk keberlanjutannya perlu diperhatikan materi muatan atau subtansi dan latihan- latihan soal dari LKS yang telah disusun tersebut. Materi muatan dan latihan- latihan tersebut selalu di sesuaikan dengan perkembangan dalam dunia pendidikan. 2 Penelitian Wili Astuti dan Anam Sutopo 2007 tentang “Analisis Lembar Kerja Siswa LKS Bahasa Inggris Untuk SLTP Sebagai Media Proses Belajar Mengajar Bagi Guru Dan Murid : Studi Kasus Di Surakarta“, memperoleh hasil bahwa Lembar Kerja Siswa Bahasa Inggris SLTP digunakan sebagai buku acuan utama dalam kegiatan belajar-mengajar. Hal ini membuktikan bahwa guru kecenderungan menggunakan LKS sebagai sumber utama belajar, sehingga pengetahuan dan ketrampilam siswa akan terbatas pada subtansi yang ada pada LKS. Kedua penelitian tersebut menjadi dasar untuk melakukan penelitian yang lebih dalam. Penelitian ini meneliti mengenai isi dari LKS yang didasarkan pada prinsip pengembangan bahan ajar dan evaluasi pendidikan, kedua prinsip tersebut diarahkan pada disiplip ilmu Pendidikan Kewarganegaraan yaitu civic knoledge, civic skill, civic disposition. Selama ini belum ada yang meneliti mengenali hal tersebut sehingga peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam. commit to user 7 Laporan penelitian yang sudah ada didukung dengan fakta-fakta yang muncul disekolah-sekolah, ternyata LKS digunakan oleh semua sekolah baik di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas sebagai sarana membantu guru dalam melengkapi proses pembelajaran. LKS tersebut ada yang disusun oleh MGMP sendiri, ada pula hasil dari Penerbit yang mencetak LKS untuk sekolah-sekolah. Perkembangan yang muncul disekolah ternyata pendidik kecenderungan menggunakan LKS sebagai sarana yang pokok harus dimiliki oleh setiap peserta didik, sehingga peserta didik minimal mempunyai LKS sebagai bahan untuk belajar. Pendidik lebih mudah dalam memberikan latihan atau upaya memperdalam penguasaan materi terhadap peserta didik. Akan tetapi terdapat hal-hal yang tidak diperhatikan oleh pendidik bahwa LKS itu dibuat oleh MGMP atau penerbit yang bervariasi, sehingga hasilnya akan mempunyai karakteristik masing-masing. Pendidik kecenderungan tidak pernah menganalisa ringkasan materi dalam LKS tentang kesesuaiannya dengan prinsip pengembangan bahan ajar dan analisa soal-soal latihan yang ada di LKS sudah tepat atau belum dengan prinsip pengembangan evaluasi pendidikan. Hal itu yang sering tidak diperhatikan oleh pendidik sehingga kecenderungan yang muncul hanyalah yang penting ada LKS untuk latihan siswa. Hasil penelitian terdahulu deskriptif dengan Guru PKn tersebut, menunjukkan LKS sangat baik jika digunakan dalam proses belajar disekolah guna membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru dan LKS yang digunakan selama ini ditingkat SMP masih banyak pengulangan baik materi dan soal-soal dari kompetensi dasar satu dengan kompetensi dasar lainnya. Kedua hal tersebut menjadi inspirasi peneliti untuk menganalisa sebuah LKS PKn di tingkat SMP. Peneliti mengambil LKS PKn kelas IX untuk dianalisis dengan alasan bahwa Kelas IX merupakan jenjang pendidikan tingkat SMP yang terakhir sehingga sangat memerlukan sebuah materi dan evaluasi yang tepat untuk mata pelajaran PKn sebagai persiapan dalam menghadapi ujian kelulusan di tingkat SMP. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti melakukan penelitian mengenai analisa lembar kerja siswa pendidikan kewarganegaraan melalui telaah prinsip commit to user 8 pengembangan bahan ajar dan evaluasi pendidikannya. Penelitian tersebut mengambil lokasi di SMP Surakarta, sebab sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah dimana bahan ajar yang digunakan oleh siswa dalam membantu proses pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa LKS pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

B. Perumusan Masalah